Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

(PEMBUATAN SABUN DARI


SHORTENING)

Disusun Oleh:

EKA PUSPA SARI

19330717

KELAS A

LABORATORIUM KIMIA DASAR

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
PERCOBAAN IV

PEMBUATAN SABUN DARI SHORTENING

1. Tujuan Praktikum : Mahasiswa diharapkan mampu mengamati reaksi hidrolisis


ester yang dikatalis oleh basa.
2. Teori Percobaan :
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus
induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C12 sampai
C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang
digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah
hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom C diatas
mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun
murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan
kemurniaan lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk
membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam
karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat
mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak
zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982).
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya
lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol
membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik
misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin.Gliserin bisa melembabkan dan
melembutkan kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh karena itu
dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga
akan didapat sabun yang berkualitas (Levenspiel, 1972).
Sabun dibuat dari campuran senyawa alkali (NaOH, KOH) dan minyak (Trigliserida).
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung.
Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan semyawa alkali
(basa). Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di
antaranya Natrium Klorida, Natrium Karbonat, Natrium Fosfat, Parfum, dan
Pewarna(Alifa, W).
Beda sabun dan deterjen yaitu deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat sementara
sabun terbuat dari garam karboksilat. Beda sabun dan deterjen yaitu deterjen tidak
terbuat dari garam karboksilat sementara sabun terbuat dari garam karboksilat. Deterjen
terbuat dari bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganisme sementara sabun dapat
diuraikan mikro-organisme (Diah Pramushinta, 2012). Deterjen adalah bahan pembersih
yang mengandung petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Surfaktan merupakan
pembersih utama dalam deterjen. Penggunaan deterjen sebagai pembersih karena
efisiensinya yang baik terutama di air sadah atau air yang mengandung ion-ion mineral
(Fardiaz,1992). Deterjen mengandung STTP (sodium tripolypate) suatu sennyawa fosfat
sebagai bahan aditif untuk mengatasi kesadahan dan mencegah kotoran melekat kembali.
3. Alat dan Bahan :
Alat : Alat gelas standar lab, Ice bath, Hot plate dan magnetic stirrer
Bahan : Shortening (Crisco), NaOH, NaCl, Aquadest dan Etanol
4. Cara Kerja :
A. Pembuatan Sabun
1. Masukkan 4 g solid shortening (seperti Crisco) ke dalam beaker glass, tambahkan
15 ml etanol dan stirrer dengan suhu rendah
2. Masukkan 2 g NaOH dan 10 ml air ke dalam beaker glass yang lain dan stirrer
untuk melarutkannya
3. Tuangkan larutan etanol ke dalam beaker glass yang mengandung NaOH dan
letakkan di magnetic stirrer dengan suhu panas rendah
4. Panaskan campuran 30 menit dengan magnetic stirrer, selama pemanasan
letakkan cover glass untuk mencegah penyemburan
5. Pada saat yang bersamaan di beaker glass yang lai, lartukan 12 g NaCl dalam 50
ml air, dinginkan larutan dalam ice bath
6. Pada akhir pemanasan, tuangkan larutan saponifikasi ke dalam larutan garam
yang dingin tersebut dan kumpulkan produk dengan filtrasi vacuum
7. Pisahkan residu NaOH dengan pindahkan sabun dalam beaker tersebut, stirrer
dengan menggunakan sedikit air es dan saring lagi.
8. Jangan gunakan banyak air untuk mencegah sabunnya melarut, keringkan dan
pres menjadi lempengan dengan paper towel
9. Cuplikan sabun bisa digunakan untuk pengujian dan biarkan sisanya mengering
di dalam meja anda untuk diperiksa pada minggu berikutnya.
B. Pengujian Sabun
1. Larutkan 0,3 g sabun dalam 20 ml aquadest pada Erlenmeyer bertutup
2. Tutup labu dan guncang kuat selama 10 detik untuk membuat sabun
3. Amati sabun tersebut selama 1 menit.
4. Tambahkan 6 tetes larutan MgSO4 5% , guncang lagi dan amati serta catat
hasilnya
5. tambahkan trisodium fosfat 1 g, guncang lagi dan amati serta catat hasilnya.
C. Pengujian Deterjen
1. Larutkan 0,3 g deterjen padat dalam 20 ml air, guncang selama 10 detik, dan
amati sabunnya selama 1 menit.
2. Tambahkan 6 tetes larutan MgSO4 5%, guncang dan catat efeknya.
5. Reaksi-Reaksi
 Proses Saponifikasi

 Kesadahan Air
2C17H35COONA + MgSO4 (C17H35COO)2Mg + Na2SO4
2CH3(CH2)16COO-(aq) + Ca2+(aq)                   Ca(CH3(CH2)16COO)2 (s)
Ion stearat dari sabun endapan sabun
6. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Pengujian Sabun

Sampel Keterangan
0,3 g sabun + 20 ml aquadest Ada busa
0,3 g sabun + 20 ml aquadest + MgSO4 Busa Hilang
0,3 g sabun + 20 ml aquadest + MgSO 4 Terbentuk busa kembali
+ trisodium fosfat

Pengujian Deterjen

Sampel Keterangan
0,3 g deterjen + 20 ml aquadest Ada busa
0,3 g deterjen + 20 ml aquadest + Ada busa (sama seperti sebelum
MgSO4 penambahan MgSO4)

B. Pembahasan
1. Pembuatan sabun
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah: C12-C18
atau shortening. Jika rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada
kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan
sukar larut. Pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan
pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan
senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk
menambah kualitas produk sabun. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku
tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa.
Pada percobaan ini mula-mula shortening dipakai sebagai bahan dasar dengan
di homogenkan dengan etanol. Sebagai alkali digunakan NaOH yang dilarutkan
dalam air sampai homogen. NaOH adalah logam alkali kuat yang biasa digunakan
dalam pembuatan saun, sabun yang dibuat dengan logam alkali ini akan memiliki
pH yang berkisar antara 9,0 sampai 10,8. Lalu larutan etanol dan larutan NaOH ini
dibiarkan bercampur selama 30 menit di stirer dan di panaskan agar larutan
bercampur sempurna. Terjadi proses saponifikasi.
Setelah dilakukan pencampuran, larutan tersebut ditambah NaCl jenuh,
penambahan NaCl ini berguna untuk memisahkan sabun dari gliserolnya, sehingga
akan membentuk larutan yang berupa larutan koloid. Bila larutan ini di saring
dengan menggunakan vacuum filtration maka gliserol dan alkohol akan berada di
dalam larutan NaCl sedangkan sabunnya akan mengendap. Diawal mula-mual
shortening dihomogenkan dalam pelarut etanol dengan tujuan agar fase minyak dan
NaOH dapat tersatukan karena mengingat sifat etanol sebagai semi polar. Oleh
karena itu diberi medium terlarut etanol.
Setelah sabun siap di bentuk dalam cetakan, letakkan dan isi cetakkan sabun
dengan rapi dan penuh, hindari adanya cela agar sabun terbentuk sempurna. Setelah
sabun telah dicetak, simpan sabun dalam suhu kamar di dalam lemari penyimpanan
yang tepat hingga sabun nantinya akan mengeras dan siap digunakan.
2. Pengujian sabun
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak
alami. Sabun dibuat dari campuran senyawa alkali (NaOH, KOH) dan minyak
(Triglieserida). Surfaktan pada sabun dapat berfungsi sebagai zat pembasah, zat
pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detegen, zat flotasi, pencegah korosi, dan
lain-lain (Vii afida, 2012). Sehingga ketika sabun ditambahkan air dan diguncang
maka akan menghasilkan busa. Busa yang terbentuk diamati dalam waktu 1 menit
untuk melihat bahwa busa yang terbentuk stabil.
Pada pengujian sabun ketika ditambahkan larutan yang mengandung Mg dari
MgSO4 dapat diperoleh hasil busa yang dihasilkan menjadi berkurang dari sebelum
ditambahkan larutan MgSO4 karena pada hakekatnya akan mulai membentuk
endapan akinat surfaktan sabun yang kurang mengemulsi Mg sehingga
kemampuannya untuk membuat busa berkurang. Hal ini terjadi karena air yang
mengandung magnesium memiliki kadar air mineral yang tinggi. Sebab, sabun
natrium lebih dulu bereaksi dengan kation penyebab kesadahan (ion Mg) dan
membentuk endapan sehingga tidak bisa menghasilkan busa tetapi
gumpalan/endapan. Efek ini timbul karena ion 2 menghasilkan sifat surfaktan dari
sabun dengan membentuk endapan padat (sampah sabun tersebut). Kesadahan yang
disebabkan MgSO4 adalah kesadahan tetap.
Kemudian dilakukan penambahan Na3PO4 (trisodium phosfat) yang
merupakan garam natrium dari penta-anion polifosfat. Sama halnya dengan STTP
(sodium tripolypate) suatu senyawa fosfat sebagai bahan aditif untuk mengatasi
kesadahan dan mencegah kotoran melekat kembali. Sehingga endapa yang tadinya
terbentuk akibat dari penambahan MgSO4 kembali terlarut dan dapat membentuk
busa kembali.
3. Pengujian Deterjen
Berbeda dengan sabun, deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat (natrium
atau kalsium). Deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung petrokimia atau
surfaktan sintetik lainnya. Surfaktan merupakan pembersih utama dalam deterjen.
Pada larutan deterjen yang ditambahkan larutan yang mengandung magnesium dari
MgSO4 akan terlihat bahwa tidak mempengaruhi busa yang dihasilkan. Hal ini
terjadi karena deterjen mengandung STTP (sodium tripolypate) suatu senyawa fosfat
sebagai bahan aditif untuk mengatasi kesadahan dan mencegah kotoran melekat
kembali. Sehingga dengan penambahan MgSO4 tidak menunjukkan busa
menghilang atau memiliki busa dan tidak membentuk endapan.
4. Kesimpulan
 Sabun dibuat melalui proses saponifikasi yaitu reaksi antara minyak atau lemak
dengan senyawa alkali/basa (NaOH). Kemudian larutan NaCl untuk memisahkan
gumpalan sabun sehingga terbentuk padatan yang akan disaring dan kemudian
dibentuk menjadi sabun padat.
 Sabun yang dilarutkan dengan air dan dikocok akan menghasilkan busa. Penambahan
MgSO4 akan membuat busa menghilang dan membentuk endapan. Natrium dari sabun
bereaksi lebih dulu dengan kation (SO4) penyebab kesadahan (ion Mg2).
 Larutan sabun setelah ditambahkan MgSO4 kemudian ditambahkan Na3PO4 (trisodium
phosfat) yang membuat larutan berbusa kembali karena Na3PO4 (trisodium phosfat)
suatu senyawa fosfat sebagai bahan aditif untuk mengatasi kesadahan dan mencegah
kotoran melekat kembali.
 Deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat (natrium atau kalium) berbeda dengan
sabun. Deterjen mengandung STTP (sodium tripolypate) yang mencegah terjadinya
kesadahan air. Larutan deterjen yang berbusa ditambahkan MgSO4 tidak
menunjukkan busa menghilang atau memiliki busa dan tidak membentuk endapan.

5. Daftar Pustaka
Alifa, Widania. Laporan Praktikum Kimia Organik (Pembuatan Sabun), Academia.
Diakses tanggal 30 Juni 2020.
Diah Pramushinta. 2012. Pembuatan Sabun. Diakses tanggal 2 Juli 2020.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Kedua Jilid I. Terjemahkan oleh A.H.
Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
Levensipel, Octave. 1972. Chemical Reaction Engineering 2nd ed. John Willey and Sons
Inc. Singapore.
Vii afida. 2012. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q Sebagai Upaya
Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q.

Anda mungkin juga menyukai