Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

TITRASI ARGENTOMETRI

Maharani Laila Faradipa


19330019
Kelas D

Laboratorium Kimia Analis


Fakultas Farmasi
ISTN
2020
TITRASI ARGENTOMETRI

I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa mempunyai kemampuan untuk mengerjakan penetapan kadar
zat secara titrasi argentometri.

II. Teori Dasar


Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak
nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode
pengendapan karena pada ergentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relatif tidak larut (endapan). Indikator yang dapat digunakan adalah Kalium
kromat, yang akan menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+.
Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah :
AgNO3 + Cl- →AgCl(s) + NO3-
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya yaitu reaksi
pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran,
tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indicator untuk melihat titik
akhir titrasi. (Khopkar, 2008)
Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan baru perak nitrat dengan menambahkan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi
endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekuivalen, maka penambahan
sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan
perak nitrat kromat yang berwarna merah. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut :
2 AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4 + 2KNO3
Dalam metode mohr awalnya Ag+ yang ditambahkan bereaksi membentuk
endapan AgCl berwarna putih. Apabila Cl- sudah habis bereaksi, maka kelebihan
Ag+ selanjutnya bereaksi dengan CrO42- yang berasal dari indicator K2CrO4 yang
ditambahkan dan membentuk endapan AgCrO4 yang berwarna merah bata, maka
artinya titk akhir titrasi sudah tercapai. (Antara et all, 2008).
Titrasi mohr terbatas pada larutan-larutan dengan nilai pH sekitar 6-10. Dalam
larutan-larutan yang lebih alkalin, peroksida akan mengendap. Dalam larutan-
larutan asam, konsentrasi kromat secara besar-besaran akan menurun, dikarenakan
HCrO4- hanya sedikit terionisasi. Metode mohr juga dapat diaplikasikan
dalamtitrasi dari ion bromide dengan perak dan juga ion sianida dalam larutan-
larutan yang sedikit alkalin. Efek-efek adsorpsinya akan membuat titrasi dari ion-
ion iodine tidak memungkinkan. Perak tidak dapat dititrasi secara langsung dengan
klorida menggunakan indicator kromat. Perak kromat akan mengendap, dan terlihat
secara sekilas akan terurai kembali secara lambat saat mendekati titik ekuivalen.
(Underwood, 2002)
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Jika
terlalu tinggi maka dapat membentuk endapan AgOH yang selanjutnya akan terurai
menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak dipakai. Sedangkan bila terlalu
rendah, ion CrO4- Sebagian akan berubah menjadi Cr2O7, karena reaksi yang
mengurangi konsentrasi indicator dan menyebabkan tidak timbul indicator atau
sangat terlambat. (Harjadi, 1986)

III. Alat Dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Pipet volume 1. Larutan AgNO3
2. Labu Erlenmeyer 2. Indicator kalium kromat (K2CrO4)
3. Pipet tetes 3. Sampel cuplikan (lar. NaCl 0,1 N)
4. Seperangkat alat titrasi

IV. Cara Kerja


1. Pembuatan pereaksi :
• Larutan perak nitrat 0,1 N : timbang 4,247 gram perak nitrat dan larutkan
dengan air suling sampai volume 1 liter. Simpan di dalam botol coklat.
• Larutan NaCl 0,1 N : timbang NaCl sebanyak 1,462 gram dan dilarutkan di
dalam air suling sampai 1 liter.
• Indikator K2CrO4 (berwarna kuning) : larutkan 5 gram K2CrO4 dalam 100
ml air. 1 ml untuk volume akhir 50-100 ml.
2. Pembakuan larutan AgNO3 :
Masukkan 10 ml larutan NaCl 0,1 N ke dalam Erlenmeyer + 1 ml indikator
K2CrO4 5%, kemudian titrasi dengan AgNO3 sampai muncul endapan
berwarna merah bata, jangan lupa catat volume akhir AgNO3 dan hitung kadar
AgNo3 dalam N.
3. Penetapan kadar larutan sampel (NaCl)
Masukkan 10 ml larutan NaCl ke dalam Erlenmeyer + 1 ml indikator K2CrO4
5%, kemudian titrasi dengan menggunakan larutan AgNO3 sampai muncul
endapan berwarna merah bata lalu catat volume AgNO3 dan hitung kadar zat
dalam % b/v NaCl.

V. Hasil Pengamatan
• Pembakuan AgNO3 :
V NaCl = 10 ml (N.V) AgNO3 = (N.V) NaCl
N NaCl = 0,1 N N . 23,6 ml = 0,1 N . 10 ml
1
V AgNO3 = vol. akhir titrasi N = 23,6 = 0,424 𝑁
= 23,6 ml
N AgNO3 = ?

Cl- + AgNO3 → AgCl ↓ + NO3-


• Penentuan Kadar NaCl
V NaCl = 10 ml ∑ mol ekivalen Cl- = ∑ mol ekivalen
kadar sampel = …% b/v? AgNO3
V AgNO3 = vol akhir titrasi 𝑚𝑔 ⁄ - -
𝐵𝑀 Cl x valensi Cl = (M.V) AgNO3
= 15 ml (M.V) AgNO3. 𝐵𝑀 𝐶𝑙−
mg Cl- =
N AgNO3 = x N 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐶𝑙−
0,0424 𝑥 15 𝑥 35,5
mg Cl- = = 22,578 mg
1

𝑚𝑔 𝐶𝑙−
% Cl- = 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100%
22,578
= × 100% = 225,78 %
10
VI. Pembahasan
Argentometri merupakan suatu metode pengendapan untuk menetapkan
kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan
perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Banyak metode yang digunakan pada
titrasi argentometri, diantaranya metode mohr, metode Volhard, dan metode
vajans. Namun pada praktikum kali ini metode yang digunakan yaitu metode mohr
(pembentukan endapan berwarna), metode mohr digunakan untuk menetapkan
kadar klorida dan bromide dengan suasana tertentu dengan menggunakan larutan
standar AgNO3 dan K2CrO4 sebagai indikatornya.
Cara kerja titrasi argentometri dibagi menjadi 2 tahap, pertama dilakukan
pembakuan larutan AgNO3 dan yang kedua dilakukan penetapan kadar larutan
sampel. Mengapa dilakukan pembakuan larutan AgNO3 ? karena argentometri
merupakan langkah untuk analisis secara kuantitatif, maka kadarnya harus benar-
benar terukur agar dapat mengurangi atau meminimalisir kesalahan dalam
penentuan kadar pada saat penimbangan ataupun pada saat proses pelarutan bisa
saja bahan akan kelebihan atau kekurangan.
Dan mengapa dilakukan penetapan kadar larutan sampel ? karena sampel
yang digunakan sama-sama menggunakan larutan NaCl tetapi dengan konsentrasi
yang berbeda jika pada pembakuan digunakan larutan NaCl 0,1 N, maka pada
penetapan kadar NaCl ini dihitung dengan menggunakan % b/v.
Pada pembakuan AgNO3 diketahui volume NaCl yang digunakan adalah
10 ml dengan konsentrasi 0,1 N. sedangkan volume AgNO3 atau volume akhir
titrasi nya 23,6 ml, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui konsentrasi dari
AgNO3 dengan rumus persamaan N1 . V1 = N2 . V2, seperti pada hasil perhitungan
diatas dihasilkan konsentrasi AgNO3 yaitu 0,424 N.
Kemudian pada penentuan kadar sampel NaCl terlebih dahulu dibuat
persamaan reaksinya sebagai berikut :
Cl- + AgNO3 → AgCl ↓ + NO3-\
Dari hasil reaksi tersebut dapat dilihat bahwa dihasilkan endapan AgCl
yang berwarna merah bata, setelah itu dilakukan perhitungan dengan volume
NaCl sampel adalah 10 ml, volume AgNO3 atau volume akhir titrasi 15 ml, dan
konsentrasi AgNO3 yaitu 0,424 N. maka dapat dihitung kadar sampel dengan
rumus ∑ mol ekivalen Cl- = ∑ mol ekivalen AgNO3 dan dihasilkan Cl- sebanyak
22,578 mg, setelah itu dilakukan perhitungan % Cl- nya dengan rumus % Cl- =
𝑚𝑔 𝐶𝑙−
× 100% dan menyatakan bahwa kadar Cl- yaitu 225,78 %.
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

• Fungsi Masing-Masing Pereaksi :


1. AgNO3 = sebagai larutan baku standar.
2. NaCl = sebagai larutan sampel.
3. K2CrO4 = sebagai indicator.

• Tugas Pendahuluan :
Apakah sebabnya pada titrasi cara mohr dilakukan dalam suasana netral/basa
lemah ? sebutkan zat-zat atau senyawa apa saja yang mengganggu pada titrasi
cara mohr ini .
= Karena jika pH terlalu tinggi, dapat membentuk endapan AgOH yang
akan terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. Sedangkan
bila pH terlalu rendah, ion CrO4- Sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
karena reaksi yang mengurangi konsentrasi indikator dan akan menyebabkan
tidak muncul atau lambat nya indicator. Tidak ada zat atau senyawa yang
mengganggu, karena pada prinsipnya reaksi pengendapan tidak ada pengotor
yang mengganggu dan diperlukan indicator untuk melihat titik akhir titrasi.

VII. Daftar Pustaka


1. Beckett A.H, Stenlake S.B., Practical Pharmaceutical Chemistry, The Athione
Press, London, 1962 hal. 155 – 163.
2. Kolthoff I.M, Sandell I.B, Texbook of quantitative inorganic analysis, 3td ed,
The Mac Millan Co. New York, 1959 hal 542 – 549.
3. Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar. Yogyakarta, hal 146-
149.
4. Antara, Dkk. 2008. Kajian Dan Efektivitas Resin Penukar Anion Untuk
Mengikat Klor Dan Aplikasinya Pada Air. Universitas Udhayana. Jurnal Kimia
2. Hal. 88-89.
5. Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta.
6. Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Ui-Press : Jakarta.
7. Underwood, A. L Dan Day, R. A. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai