Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

TITRASI ARGENTOMETRI

Maharani Laila Faradipa


19330019
Kelas D

Laboratorium Kimia Analis


Fakultas Farmasi
ISTN
2020
TITRASI KOMPLEKSOMETRI

I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa mempunyai kemampuan untuk mengerjakan penetapan kadar
zat secara titrasi kompleksometri.

II. Teori Dasar


Titrasi kompleksometri adalah suatu titrasi yang berdasarkan kepada
terbentuknya suatu senyawa kompleks kuat antara zat yang akan dititrasi dengan
pereaksi yang digunakan. Pereaksi untuk titrasi kompleksometri sangat banyak
digunakan untuk menitrasi ion-ion logam dalam larutan. Kebanyakan dari pereaksi
ini adalah zat-zat anorganik yang mengandung beberapa gugus elektron yang dapat
berikatan kovalen dengan ion logam, misalnya EDTA yang dapat bereaksi dengan
ion logam dengan perbandingan stoikiometri 1:1.
Senyawa EDTA merupakan senyawa pengkhelat logam, sehingga dapat
digunakan sebagai zat pengompleks. Dalam pembentukan kompleks, EDTA
berperan sebagai asam lewis atau ligan dan logam berperan sebagai basa lewis atau
ion pusat. Senyawa EDTA merupakan amina polikarboksilat dan termasuk jenis
ligan multidentate, sehingga dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam pada
kedua gugus nitrogen dan keempat gugus karboksilnya. Senyawa EDTA yang
biasanya digunakan dalam bentuk gram yaitu Na2EDTA. (Rejeki et al., 2010)
Indikator titrasi kompleksometri pada umumnya adalah indikator
metalokrom yang merupakan senyawa organik berwarna yang juga membentuk
kompleks dengan ion logam. Salah satu contohnya adalah indikator EBT
(Eriochrom Black T) yang umumnya berwarna merah. Titrasi harus diatur pada pH
basa (7 atau lebih). Pada penambahan EDTA berlebih dalam proses titrasi larutan
akan berubah menjadi berwarna biru.
EDTA memiliki keunggulan diantaranya adalah mudah larut dalam air dan
dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam
melakukan percobaan kompleksometri. Tetapi karena adanya sejumlah tidak
tertentu air, maka sebaiknya EDTA distandarisasikan terlebih dahulu msalnya
dengan menggunakan larutan cadmium. (Harjadi, 1993)
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indicator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai
warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indicator demikian tersebut
yaitu indicator metalokromat. Indicator jenis ini contohnya adalah Erichrome
Black T (EBT), pyrocatechol violet, xylenol orange, calmagit, 1-(2-piridil-
azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue. (Khopkar,
2002)

III. Alat Dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Pipet volume 1. Larutan baku MgSO4
2. Labu erlenmeyer 2. Larutan EDTA
3. Seperangkat alat titrasi 3. NH4Cl
4. Gelas kimia 4. Larutan NH4OH pekat
5. Gelas ukur 5. Larutan EBT
6. pH meter
7. Larutan sampel cuplikan (air ledeng)

IV. Cara Kerja


1. Pembakuan larutan EDTA
Masukkan 10 ml larutan MgSO4 0,05 M kedalam Erlenmeyer + 1 ml buffer pH
10 kocok ad homogen + 10 tetes indicator EBT kocok ad homogen, larutan akan
berwarna merah anggur. Kemudian titrasi dengan menggunakan larutan EDTA
sampai larutan berubah dari warna merah anggur menjadi berwarna biru. Lalu
catat volume EDTA di akhir titrasi dan hitung kadar EDTA nya.
2. Penetapan kadar larutan sampel (air ledeng)
Masukkan 10 ml larutan sampel ke dalam Erlenmeyer + 1 ml buffer pH 10
kocok ad homogen + 10 ml indicator EBT kocok ad homogen, larutan akan
berwarna merah anggur. Kemudian titrasi dengan menggunakan EDTA sampai
larutan berubah warna menjadi warna biru. Lalu catat volume EDTA dan hitung
kadar Ca2+ dalam % b/v.
V. Hasil Pengamatan
• Perhitungan pembakuan EDTA Rumus pengenceran :
V MgSO4 = 10 mL N1.V1 = N2. V2
N MgSO4 = 0,05 M (N.V) EDTA = (N.V) MgSO4
V EDTA = vol akhir titrasi = N EDTA . Vol akhir titrasi = 0,1 N . 10 mL
25 mL N EDTA = 1⁄𝑣𝑜𝑙 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 N
N EDTA = …? 1
N EDTA = 25 𝑚𝑙 = 0,04 𝑁

• Penentuan kadar Ca2+ 𝑚𝑔 ⁄ 2+ 2+


𝐵𝑀 Ca x valensi Ca = (N.V)
V sampel = 10 mL
EDTA
kadar sampel = …% b/v? (M.V) AgNO3 ∙𝐵𝑀 𝐶𝑎2+
mg Ca2+ = 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐶𝑎2+
V EDTA = vol akhir titrasi 2 =
0,04𝑚𝑔 𝑥 14 𝑚𝑙 𝑥 40
14 mL mg Ca2+ = = 11,2 𝑚𝑔
2

N EDTA = x N 11,2 𝑚𝑔
% Ca2+ = × 100% = 112 %
10 𝑚𝑙

VI. Pembahasan
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana terjadinya pembentukan
senyawa kompleks antara sampel (logam) dan pereaksi. Pereaksi merupakan
senyawa anoerganik dengan gugus electron yang dapat berikatan kovalen dengan
ion logam, pada praktikum ini yang digunakan adalan EDTA. Sedankan indicator
yang biasa digunakan biasanya berupa indicator metalokrom yang merupakan
senyawa organic berwarna yang membentuk kompleks dengan ion logam,
contohnya pada praktikum kali ini digunakan EBT.
Pada praktikum ini diawali dengan membuat larutan-larutan pereaksi
terlebih dahulu yang akan digunakan seperti, membuat larutan baku MgSO4,
larutan EDTA, larutan indikator EBT. Kemudian dilanjutkan dengan percobaan
pertama yaitu pembakuan EDTA yang tidak berwarna, campuran dari larutan
MgSO4 + buffer pH10 + indicator EBT membentuk larutan berwarna merah
anggur, lalu pada saat di titrasi larutan berubah menjadi warna biru, maka tandanya
sudah mencapai titik akhir titrasi. Dan dapat diketahui bahwa vol. MgSO4 adalah
10 ml dengan konsentrasi 0,1 N, dan vol. EDTA atau vol. akhir titrasi yaitu 25 ml.
maka berdasarkan hasil perhitungan diatas menghasilkan bahwa konsentrasi EDTA
yaitu 0,04 N.
Pada percobaan kedua yaitu penentuan kadar Ca2+ dari sample air ledeng,
Langkah pertama yang dilakukan yaitu membuat campuran antara larutan sampel
(air ledeng) + buffer pH10 + indicator EBT membentuk larutan yang berwarna
merah anggur. Kemudian Langkah kedua yaitu menitrasi larutan pertama dengan
larutan EDTA sampai berubah warna menjadi biru atau sampai mencapai titik akhir
titrasi. Dan dapat diketahui bahwa vol. sampel adalah 10 ml, volume EDTA
sebanyak 14 ml dengan konsentrasi EDTA yaitu 0,04 N, maka didapatkan % Ca2+
adalah 112% b/v berdasarkan hasil perhitungan diatas.
• Fungsi masing-masing pereaksi :
1. EDTA = sebagai larutan baku standar.
2. EBT = sebagai larutan indicator.
3. MgSO4 = sebagai larutan sampel pada percobaan pertama.
4. NH4OH = sebagai buffet pH basa.
• Jelaskan syarat-syarat titrasi kompleksometri :
1. Kompleks yang terbentuk harus stabil, jika kompleks stabilitas makin
besar maka kompleks makin stabil.
2. Reaksi yang terjadi harus kuantitatif, sehingga dapat diukur.
3. Tidak mempunyai reaksi samping.
4. Pembentukan kompleks tidak terlalu lama, kompleks yang terbentuk tidak
boleh mengendap.
5. Ada perubahan nyata yang dapat diamati, baik dengan indicator visual
maupun dengan potensiometri.
6. Adanya indicator yang dapat menunjukkan perubahab tersebut dan
bekerja pada kondisi yang sama dengan reaksi kompleksasi yang terjadi.

VII. Daftar Pustaka


1. Wilson C. L, Wilson D.W, Comprehensive Analytica Chemistry, Vol I, B,
Elsevier Publishing Company, London, 1960, hal 339-340, 348-349.
2. State Pharmacopocia of the unio of soviet republic IX, hal 274-275, 754
3. Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga : Jakarta.
4. Rejeki, Desi Sri, Mukhammad Asy’ari, Wuryanti. 2010. Pengaruh Ion Zn2+
Terhadap Aktivitas Protease Ekstraseluler Bakteri Halofilik Isolate Bittern
Tambak Garam Madura. Lab. Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,
Universitas Diponegoro Semarang.
5. Khopkar S. M. 2002. Konsep Dasar Analitik. UI Press : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai