Anda di halaman 1dari 15

Nama : Ken Utamining Tyas

NIM : 21334708
Praktikum Kimia Organik P2K Kelas K

PERCOBAAN IV
PEMBUATAN SABUN DAN DETERGEN DARI SHORTENING

A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa diharapkan mampu mengamati reaksi hidrolisis ester yang dikatalis oleh basa.

B. Alat dan Bahan :


Alat :
- Alat gelas standar lab
- Ice bath
- Hot plate
- Magnetic stirrer

Bahan :

- Shortening (Crisco)
- NaOH
- NaCl
- Aquadest dan
- Etanol
C. Teori :
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali. Hasil penyabunan
tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam lemak yang
berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran tersebut berupa masa yang
kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara penggaraman, bila sabunnya
adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan
garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan garam
NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan cara menyaring dari
larutan garam.

Masa sabun yang kental tersebut dicuci dengan air dingin untuk menetralkan alkali
berlebih atau memisahkan garam NaCl yang masih tercampur. Sabun kental kemudian
dicetak menjadi sabun tangan atau kepingan dan kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari
sisa larutan garam NaCl dengan jalan destilasi vakum. Garam NaCl dapat diperoleh kembali
dengan jalan pengkistralan dan dapat digunakan lagi.

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya
NaOH). Sabun terutama mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam
karboksilat.

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam basa.
Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah (NaOH) dan amonium
(NH4OH) sehingga rumus molekul sabun selalu dinyatakan sebagai RCOONa atau RCOOK
atau RCOONH4.

Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi


trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi
penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :

C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR.


 Sifat-sifat Sabun :

Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak

Sabun + air → larutan koloid

b. Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari molekul yang suka
air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)

c. Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai sabun kalsium/
natrium.

d. Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.

RCOONa + HCl → RCOOH + NaCl

e. Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif sebagai
pencuci (ZAP)

f. Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH, dan ion-ion
RCOO-, OH-, dan Na+

g.Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat hidrolisa, suhu titer,
dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan 17.

Jenis-jenis sabun dan fungsinya:

a) Sabun transparan (Transparan soap)

Tampilannya jernih dalam kadar bayang ringan. Sabun ini mudah larut karena mempunyai sifat
sukar mengering.

b) Castile soap

Sabun ini memakai olive oil untuk formulanya. Sabun ini aman dikonsumsi karena tidak
memakai lemak hewani sama sekali.
c) Deodorant soap

Sabun ini bersifat sangat aktif digunakan untuk menghilangkan aroma tak sedap pada bagian
tubuh. Tidak dianjurkan digunakan untuk kulit wajah karena memiliki kandungan yang cukup
keras yang dapat menyebabkan kulit teriritasi.

d) Acne soap

Digunakan untuk membunuh bakteri pada jerawat.

e) Cosmetic soap atau Bar cleanser.

Hanya dijual digerai kecantikan dan mahal karena didalamnya terdapat formula khusus seperti
pemutih.

f) Superfatted soap

Memiliki kandungan minyak dan lemak yang banyak sehingga menjadikan kulit terasa lembut
dan kenyal. Sabuin ini cocok untuk kulit kering karena didalamnya terdapat gliserin, petroleum
dan besswax yang dapat melindungi mencegah kulit dan iritasi serta jerawat.

g) Oatmeal soap

Sabun ini terbuat dari gandum dan mempunyai kandungan anti iritasi. Sabun ini baik menyerap
minyak menghaluskan kulit kering dan sensitif.

h) Natural soap

Sabun ini punyai formula yang sangat lengkap seperti vitamin, ekstrak buah, minyak nabati,
ekstrak bunga, aloe vera dan essential oil. Cocok untuk semua kulit.

Pada pembuatan sabun menggunakan 2 bahan yaitu bahan baku dan bahan tambahan. Bahan
baku utama yaitu menggunakan suatu asam lemak dan natrium hidroksida, sedangkan yang
termasuk bahan baku penolong/tambahan yaitu air, etilen diamin tetra asetat, gliserin dan
parfum. hingga saat ini dikenal 3 macam proses pembuatan sabun yaitu proses saponifikasi
trigliserida, netralisasi asam lemak, dan proses saponifikasi metil ester asam lemak.

Perbedaan dari ketiga proses ini disebabkan oleh senyawa impuritis yang ikut dihasilkan pada
reaksi pembentukan sabun. Senyawa impuritis ini harus dihilangkan untuk memperoleh sabun
yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan. Karena perbedaaan sifat dari masing-masing
proses,maka unit operasi yang terlibat dalam pemurnian inipun berbeda pula.

Pada saat ini,telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinu sebagai ganti proses
saponifikasi trigliserida sistem batch. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah :

Bahan – Bahan Pembuatan Sabun


Bahan baku yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria, antara lainfaktor manusia
dan keamanan lingkungan, biaya, kecocokan dengan bahan-bahanadditive yang lain, serta wujud
dan spesifikasi khusus dari produk jadinya. Sedangkan proses produksi aktual di lapangan bisa
saja bervariasi dari satu pabrik dengan pabrikyang lain, namun tahap-tahap utama pembuatan
semua produk tersebut adalah tetapsama. Sabun dibuat dari lemak (hewan), minyak(nabati) atau
asam lemak (fatty acid). yang direaksikan dengan basa anorganik yang bersifat water soluble,
biasanyadigunakan caustic soda/soda api (NaOH) atau KOH (kalium hidroksida) jugaalternative
yang sering juga dipakai, tergantung spesifik sabun yang diinginkan.

1.Minyak atau Lemak :

- Minyak kelapa: menghasilkan sabun yang keras dengan busa gelembung yang banyak dan daya
bersihnya sangat tinggi sehingga cenderung membuat kulitterasa kering;

- Minyak Sawit: sabunnya juga keras dan busanya sedikit.

- Minyak Zaitun: sabun yang dihasilkan cenderung empuk tetapi kemampuannyamelembabkan


kulit sangat tinggi.

- Minyak kastor: sangat melembabkan kulit dan busanya sangat banyak, tetapisabun cenderung
menjadi sangat lunak.2.
2. NaOH atau KOH

Bila soda api atau NaOH yang dipakai terlalu banyak, sabun akan menjadi “keras” dalam
arti bisa berbahaya bagi kulit karena bersifat terlalu basa/alkalisehingga kulit menjadi hitam
(korosi kulit). Minimal kulit akan kering dan bisaterasa gatal-gatal. Bila jumlah soda apiyang
dipakai kurang, akan ada minyakyang tidak tersaponifikasi, artinya sabunnya mengandung
minyak sehingga busayang dihasilkan tidak ada. Sampai batas tertentu ini bagus dan banyak
pembuatsabun yang dengan sengaja membuatnya demikian karena minyak membuat kulit
menjadi lembab. Istilah persabunannya adalah “super - fatting” dan biasanya“super -fatting”
antara 5% sampai 8% malah dianjurkan.

3.Air : sebagai katalis atau pelarut

4. Essensial dan Fragrance Oils : sebagai pengharum

5. Pewarna

6. Zat aditif : rempah, herbal, talk, tepung kanji atau maizena dapat ditambahkan pada saat
“trace”
D. CARA KERJA
a. Pembuatan Sabun

1. Masukkan 4 g solid shortening (seperti Crisco) ke dalam beaker glass, tambahkan 15


ml etanol dan stirrer dengan suhu rendah.

2. Masukkan 2 g NaOH dan 10 ml air ke dalam beaker glass yang lain dan stirrer untuk
melarutkannya.

3. Tuangkan larutan etanol ke dalam beaker glass yang mengandung NaOH dan letakkan
di magnetic stirrer dengan suhu panas rendah.

4. Panaskan campuran 30 menit dengan magnetic stirrer, selama pemanasan letakkan


cover glass untuk mencegah penyemburan.

5. Pada saat yang bersamaan di beaker glass yang lain, larutkan 12 g NaCl dalam 50 ml
air, dinginkan larutan dalam ice bath.

6. Pada akhir pemanasan, tuangkan larutan saponifikasi ke dalam larutan garam yang
dingin tersebut dan kumpulkan produk dengan filtrasi vacuum.

7. Pisahkan residu NaOH dengan pindahkan sabun dalam beaker tersebut, stirrer dengan
menggunakan sedikit air es dan saring lagi.

8. Jangan gunakan banyak air untuk mencegah sabunnya melarut, keringkan dan pres
menjadi lempengan dengan paper towel.
9. Cuplikas sabun bisa digunakan untuk pengujian dan biarkan sisanya mengering di
dalam meja anda untuk diperiksa pada minggu berikutnya.
b. Pengujian Sabun

1. Larutkan 0,3 g sabun dalam 20 ml aquadest pada Erlenmeyer bertutup.

2. Tutup labu dan guncang kuat selama 10 detik untuk membuat sabun.

3. Amati sabun tersebut selama 1 menit.

4. Tambahkan 6 tetes larutan MgSO4 5 %, guncang lagi dan amati serta catat hasilnya.

5. Tambahkan trisodium fosfat 1 g, guncang lagi dan amati serta catat hasilnya.
E. HASIL
a. Pembuatan Sabun

Hasil Reaksi
No Pengujian
Pengamatan
Reaksi Saponifikasi

Shortening + Terbentuk larutan


1.
NaOH kental putih

b. Pengujian Sabun
No Pengujian Hasil Pengamatan Reaksi

Lar. Sabun Larutan bening


1
+ air berbuih

Lar. Sabun Buih hilang dan


+ MgSO4 terbentuk
2.
gumpalan /
endapan putih

Lar. Sabun
+ MgSO4 + +
Trisodium
3 Na₃PO4  Gumpalan menjadi larut kembali dan terbentuk
Fosfat
busa/buih sabun saat pengocokan
E. PEMBAHASAN

 PEMBUATAN SABUN
Lemak atau minyak nabati atau hewani adalah contoh dari gliserol dan lemak
jenuh atau minyak dapat dihidrolisa oleh larutan alkali menjadi garam dari asam lemak
yang sehari - hari kita kenal sebagai sabun. Reaksi hidrolisa ini disebut penyabunan ataau
saponifikasi.

Mengenai metode pembuatan, praktikum ini megadopsi metode batch,


yakni pembuatan sabun dimana didalam prosesnya lemak / minyak dipanaskan
dengan alkali (NaOH) sedikit berlebih di dalam gelas piala, saat penyabunan
selesai, garam (NaCl) ditambahkan dengan tujuan mengendapkan sabun sebagai
padatan. Dimana sampel tersebut sebelum dicampurkan dengan NaOH mentega putih
tersebut terlebih dahulu dipanaskan dalam etanol untuk membuatnya cair.

Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan sabun dari shortening,dalam


praktikum ini yang diamati adalah reaksi hidrolisis ester yang dikatalis oleh basa. Bahan
yang digunakan adalah bahan yang mengandung minyak yaitu solid shortening (
mentega ). Didalam solid shortening ini mengandung asam palmitat, asam stearat, dan
asam oleat yang merupakan trigliserida ( tri ester dari gliserol ). Pada awalnya solid
shortening ini dilelehkan dengan menggunakan etanol (alkohol sederhana berantai
panjang ) sehingga membentuk senyawa ester.

a. Pemberian alkohol pada reaksi esterifikasi ini berguna untuk mempercepat laju reaksi.
Karena secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:

1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.

2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.

3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.

4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.
Selanjutnya larutan etanol direaksikan dengan NaOH yang telah dilarutkan
dengan air. NaOH adalah logam alkali kuat yang biasa digunakan dalam pembuatan
sabun, sabun yang dibuat dengan logam alkali ini akan memiliki PH yang berkisar antara
9,0 sampai 10,8 . Lalu larutan etanol dan larutan NaOH ini dibiarkan bercampur selama
30 menit di stirer dan di panaskan agar larutan bercampur sempurna.

Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan,
dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan yaitu dimurnikan dengan air es, di
stirer dan diendapkan berkali-kali hingga didapat sabun. Namun, saat pemberian air
jangan ditambahkan terlalu banyak untuk mencegah larutnya sabun didalam air karena
pada molekul sabun terdapat bagian hidrofil yang dapat larut dengan air. Saat proses
penyulingan digunakan filtrasi vakum untuk memisahkan produk dari garam, kelebihan
alkali dan gliserol.

Agar rekasi saponifikasi berjalan lebih optimal dan produk yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik, maka campuran minyak dan NaOH harus dipanaskan sambil
tetap dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk mempercepat larutan. Proses
pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan memebentuk suatu cairanyang
mengental, yang disebut dengan trace. Tujuan dari diadakannya pemanasan ini adalah
untuk meghilangkan bau etanol dan memepercepat terjadinya reaksi.

Setelah proses penyabunan selesai, langkah selanjutnya adalah mencampur


larutan sabun kedalan larutan NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam pembuatan
sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir harus rendah karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl digunakan untuk
memisahkan produk sabun dengan gliserol. Gliserol tidak mengalami pengendapan di
dalam larutan NaCl kerena kelarutannya yang tinggi. Sedangkan sabun akan mengendap.
NaCl harus bebas dari besi, kalsium, magnesium agar diperoleh hasil sabun yang
berkualitas. Setelah itu hasil pengendapan sabun di filter, dan dipindahkan ke beaker
glass. Selanjutmya dilakukan pencucian dengan air dingin. Molekul garam, gliserol dan
kelebihan alkali akan larut dalam air dan dapat dipisahkan kembali, jika telah disaring,
sabun dikeringkan dan di pres dengan cetakan menjadi lempengan. Penambahan zat-zat
pada sabun seperti Essensial dan Fragrance Oils : sebagai pengharum, Pewarna : untuk
mewarnai sabun Bisa juga memakai pewarna makanan, Zat aditif : rempah, herbal, talk,
tepung kanji atau maizena, dsb bisa ditambahkan saat proses penyaringan.

Faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan (saponifikasi), antara lain:


1. Komposisi bahan baku (minyak atau lemak dan alkali)
- Penggunaan jumlah NaOH yang kurang dalam reaksi saponofikasi akanmenyebabkan
terbentuknya residu /sisa asam lemak (minyak) setelah reaksi. Halini akan menyebabkan
sabun akan terkesan licin, lebih lembut, dan lembab.Sebaliknya, penggunaan jumlah
NaOH yang berlebih dalam reaksi saponifikasimenyebabkan tidak adanya residu/asam
lemak (minyak) setelah reaksi. Hal inimenyebabkan sabun akan keras. Selain itu juga
konsentrasi alkali mempengaruhireaksi saponifikasi. Jika basa yang digunakan terlalu
pekat akan menyebabkanterpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak
homogen sedangkan jika basanya encer, maka reaksinya membutuhkan waktu yang lebih
lama.
- Penggunaan jumlah minyak atau lemak yang berlebih memberikan efek padasabun yang
menjadi keruh dan sebaliknya.
2. Suhu (T)

Dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi)


bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi,
yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah
melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga
konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi
atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan
reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat
eksotermis.

3. Metode Pemanasan

Indirect heating akan lebih stabil untuk penjagaan suhu tetapi waktu yang
dibutuhkanlama sedangkan direct heating akan lebih cepat tetapi untuk penjagaan suhu
tidak stabil.
4. Pengadukan

Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-


molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar,
maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula.
5. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang
dapattersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi
telahmencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan
jumlahminyak yang tersabunkan

 PENGUJIAN SABUN

Pada pengujian Sabun kali ini, sabun yang telah ditambahkan air dan diguncang
akan membentuk buih dan dapat bertahan lama. Kemudian ditambahkan MgSO4 5%
beberapa tetes. Setelah diguncangkan, terdapat endapan putih atau gumpalan putih pada
larutan tersebut dan buih hilang.

Penambahan MgSO4 akan membuat sabun menjadi gumpalan-gumpalan putih


kekuningan. Sabun tidak mamapu bekerja pada air yang mengandung mineral. Pada air
sadah ini, sabun tidak bekerja, hal ini ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi
timbul dadih-dadih/gumpalan sabun, yang, merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena
ion Mg2+ dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan. Sehingga fungsi sabun
dalam mengikat kotoran menjadi kurang atau bahkan tidak efektif.

Percobaan tersebut merupakan percobaan efek ion sadah (kemampuan sebagai


surfaktan) untuk mengetahui kemampuan sabun ketika berada di air sadah, yaitu air yang
mengandung ketion divalen seperti Ca2+, Mg2+, dan Fe2+.

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya


ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air sadah atau air
keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air
dengan kadar mneral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium, penyebab
kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan
sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan sabun.
Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak
akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit busa.

Selanjutnya jika tabung reaksi ditetesi dengan trisodium fosfat akan mengakibatkan
gumpalan menjadi larut kembali dan terbentuk busa/buih sabun saat pengocokan.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3532:2016 tentang “Sabun


Mandi Padat”, syarat mutu dari sabun mandi adalah :
 Kadar Air (syarat maks. 15,0%)
Prinsip : Pengukuran kekurangan bobot setelah pemanasan pada suhu (105 ±2)˚C
 Total Lemak (syarat min. 65,0%)
Prinsip : Sabun diekstraksi dengan pelarut petroleum kemudian diuapkan. Residu
dilarutkan dalam etanol kemudian dinetralisasi dengan larutan standar KOH lalu
diupkan
 Bahan Tak Larut dalam Etanol (syarat maks. 5,0%)
Prinsip : pelarutan sabun dalam etanol, penyaringan, dan penimbangan residu yang
tidak larut (Gravimetri)
 Alkali Bebas atau Asam Lemak Bebas (syarat maks. 0,1%)
Prinsip : Filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol dititrasi dengan larutan standar
asam jika dengan fenolftalein ternyata larutan bersifat basa atau dititrasi dengan
larutan standar alkali jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat
asam.
 Kadar Klorida (syarat maks. 1,0%)
Prinsip : Penetapan kadar klorida dengan titrasi argentometri setelah penguraian
contoh uji dengan pemisahan asam lemak dengan penyaringan.
 Lemak Tidak Tersabunkan (syarat maks. 0,5%)
Prinsip : Ekstraksi bahan yang larut dalam heksana dan titrasi asam lemak bebas
yang dihilangkan dengan larutan KOH. Saponifikasi bahan yang larut dalam heksana
yang sudah dinetralkan serta ekstraksi lemak yang tidak disabunkan menggunakan
heksana.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Fessenden, Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

2. Riawan, S. 2009. Kimia Organik. Tangerang: Bina Rupa Aksara.

3. Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.

4. Reynolds,S., & Stanley,R. 2000. “Chemistry 2000, year 11”, Melbourne Oxford
University Press

5. Badan Standardisasi Nasional. 2016. Nomor 3532:2016 tentang Sabun Mandi Padat.
Jakarta : BSN

Anda mungkin juga menyukai