Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES

PEMBUATAN SABUN CAIR

Oleh :
Rafif Sakhi Indratma
2141420006

Dosen Pengampu :
Khalimatus Sa’diyah, S.T., M.T

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
PEMBUATAN SABUN CAIR
I. Tujuan
1. Dapat memproduksi sabun cair
2. Dapat menganalisis kualitas sabun cair yang dihasilkan

II. Latar Belakang


Penggunaan sabun sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Pada
perkembangannya seperti sekarang, semakin banyak jenis sabun yang beredar di
pasaran, mulai dari yang bersifat khusus untuk kecantikan maupun umum untuk
membersihkan kotoran. Sabun merupakan komoditi hasil olahan dari minyak
kelapa sawit yang umumnya memiliki fungsi sebagai zat yang mampu
membersihkan dan mengangkat benda asing. Reaksi yang terjadi pada saat
pembuatan sabun dari minyak kelapa sawit disebut reaksi saponifikasi.
Sabun secara umum merupakan senyawa natrium atau kalium yang mempunyai
rangkaian karbon yang panjang dan direaksikan dengan asam lemak khususnya
trigliserida dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dihasilkan dari proses
saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi
basa. Pada perkembangannya bentuk sabun menjadi bermacam-macam, yaitu
sabun padat, sabun lunak, sabun cair, dan sabun bubuk. Jika basa yang digunakan
adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat), sedangkan bila basa
yang digunakan berupa KOH, maka produk reaksi berupa sabun cair.
Sabun berasal dari lemak hewani atau minyak nabati. Saat ini sabun pembersih
kulit yang berjenis sabun cair paling banyak digunakan oleh masyarakat karena
sabun cair lebih praktis, lebih ekonomis, mudah dibawa, lebih higienis untuk
pemakaian bersama, dan mudah disimpan. Sabun cair efektif untuk mengangkat
kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air maupun larut
lemak (Rosdiyawati, 2014).
Sabun memiliki fungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak
ataupun zat pengotor lainnya. sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak atau
minyak menggunakan larutan alkali. Lemak atau minyak yang digunakan dapat
berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin ataupun minyak ikan laut. Sifat-sifat
sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam
lemak yang digunakan. Komposisi asam lemak yang sesuai dalam pembuatan
sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang
rantai karbon yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaannya karena
dapat membuat iritasi kulit. Sedangkan panjang rantai yang lebih dari 18 atom
karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Oleh karena itu, dengan melakukan percobaan reaksi saponifikasi ini kita dapat
melakukan proses pembuatan sabun dengan mempelajari bagaimana reaksi yang
terjadi dalam pembuatan sabun berdasarkan reaksi tersebut.
III. Dasar Teori
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri
dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium
atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara
kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap),
sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap).
Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi
minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu
gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses
netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009)
Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari
minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa.
Sabun dihasilkan melalui proses saponifikasi, Saponifikasi adalah proses
penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Trigliserida
akan direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida), maka ikatan antara atom
oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan terpisah. Atom
oksigen mengikat sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung dari
rantai asam karboksilat akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah
yang kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan
dengan molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka
reaksi saponifikasi dinyatakan selesai.

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air yang menyebabkan larutan sabun dalam air bersifat
basa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa
ini tidak akan terjadi pada air sadah. Sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-
garam Mg atau Ca dalam air mengendap. Sabun mempunyai sifat membersihkan,
sifat ini disebabkan proses kimia koloid. Sabun (garam natrium dari asam lemak)
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena
sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran
yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan
non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut
dalam air (Achmad, 2004).
Sifat fisik sabun dipengaruhi oleh jumlah asam lemak dan kadar asam lemak
bebas/alkali bebas pada sabun. Asam lemak merupakan salah satu komponen
penting dalam pembentukan bilangan penyabunan dan menentukan tingkat
kehalusan dari sabun yang dihasilkan (Fahmi, 2008). Untuk membuat sabun yang
baik diperlukan beberapa bahan pendukung seperti basa kuat dan surfaktan.
Surfaktan adalah suatu zat menurunkan tegangan permukaan air. Prinsip tersebut
yang menyebabkan sabun memiliki daya pembersih (Sinatrya, 2009). Surfaktan
juga dapat menentukan tingkat kehalusan dari sabun yang dihasilkan. Surfaktan
sendiri memiliki banyak jenis seperti, surfaktan anionik, kationik, nonionik dan
amfoterik (Fahmi, 2008).
Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak
bebas, dan alkali bebas. Pengujian parameter tersebut dapat dilakukan sesuai
dengan acuan prosedur standar yang ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua
sifat mutu pada sabun yang dapat dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun
yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994.

Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan sabun adalah pengaruh suhu,


secara termodinamika kenaikan suhu menurunkan rendemen karena reaksi
saponifikasi merupakan reaksi eksoterm, sehingga kenaikan suhu dapat
menurunkan konstanta kesetimbangan. Kemudian faktor agitasi dilakukan untuk
meningkatkan kemungkinan tumbukan molekul reaktif yang bereaksi. Ketika
tumbukan antara molekul reaktan meningkat, demikian juga kemungkinan reaksi
akan terjadi. Ini sesuai dengan persamaan Arrhenius, di mana konstanta laju reaksi
k meningkat dengan semakin seringnya tumbukan, dilambangkan dengan konstanta
A. Faktor konsentrasi larutan dan waktu juga mempengaruhi proses pembuatan
sabun.
IV. Metodologi
a. Alat dan bahan
Nama Alat Nama Bahan
Beaker glass Emal 70C
Kaca arloji Alkopal N100
Overhead stirrer Larutan garam 20%
Botol Na2EDTA
Air
Parfum
Pewarna

b. Prosedur
➢ Prosedur pembuatan sabun cair
Ditimbang bahan-bahan sesuai kebutuhan dan ditempatkan dalam wadah
yang sudah disediakan

Dimasukkan Na2EDTA ke dalam wadah (sebelumnya dilarutkan terlebih


dahulu dengan sedikit sisa air) dan diaduk hingga larut semua

Dimasukkan Emal-70C ke dalam wadah, kemudian dibilas dengan sisa air


dan diaduk hingga larut semua

Dimasukkan alkopal N 100 ke dalam wadah, kemudian dibilas dengan sisa


air dan diaduk hingga larut semua

Dimasukkan larutan garam secara perlahan dan diaduk hingga terbentuk


larutan kental

Dimasukkan parfum ke dalam wadah dan diaduk hingga larut semua

Didiamkan produk hingga busa berkurang. Kemudian dilakukan analisis


sabun cair (pH, alkali bebas/asam lemak bebas)
➢ Analisa alkali bebas

Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 mL alkohol dalam labu


erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 0,5 mL indikator PP

Didinginkan sampai suhu 70 C kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1N


dalam alkohol

Ditimbang 4 g contoh dan dimasukkan ke dalam alkohol netral. Ditambahkan


abatu didih lalu dirangkaikan dengan refluks kondensor, kemudian
dipanaskan di atas penangas air selama 30 menit

Didinginkan campuran larutan hingga suhu 70 C

Apabila campuran larutan bersifat basa (perubahan warna campuran menjadi


merah muda setelah ditetesi indikator PP) maka analisa yang dilakukan
adalah alkali bebas

Dititrasi campuran dengan larutan HCl 0,1 N dalam alkohol sebagai titran,
hingga warna merah muda tepat hilang

V. Data Pengamatan
➢ Pembuatan sabun cair
No. Bahan Jumlah
1. Emal 70C 90,50 gram
2. Alkopal N 100 5 mL
3. Larutan garam 20,02 gram
4. Na2EDTA 2 gram
5. Parfum 2 mL
6. Pewarna 5 tetes

➢ Analisa pH dan alkali bebas


No. Uji Nilai Keterangan
1. Uji pH 10 Berdasarkan pengujian dengan
kertas indikator universal
2. Alkali bebas - 0,04% Berdasarakan SNI kadar alkali bebas
(sebagai maksimal 0,1 % (sebagai NaOH)
NaOH) dan 0,14% (sebagai KOH).
- 0,0561 % Sehingga sabun cair yang dihasilkan
(sebagai dapat digunakan
KOH)
➢ Perhitungan
Diketahui : V HCl = 0,4 mL massa sampel = 4 gram
N HCl = 0,1 N
Ditanya : alkali bebas = ?
Jawab :
𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 0,04
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
0,4 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 0,04
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥100%
4 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 0,04% (𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑁𝑎𝑂𝐻)

𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 0,0561
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
0,4 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 0,0561
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 𝑥100%
4 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 0,0561% (𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝐾𝑂𝐻)

VI. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yaitu proses pembuatan sabun cair
yang menggunakan berbagai macam bahan baku yaitu Emal-70C, alkopal N 100,
larutan garam, Na2EDTA, dan beberapa bahan tambahan lainnya. Praktikum kali
ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan dan analisa
sabun cair, serta dapat memproduksi sabun cair dengan benar. Setiap bahan yang
digunakan untuk membuat sabun cair, memiliki fungsinya masing-masing, yaitu
Alkopal N100 yang berperan sebagai asam lemak dalam proses pembuatan sabun
cair ini. Alkopal N100 termasuk surfraktan yang memiliki sifat kental dan berwarna
kekuningan. Fungsi lain dari bahan ini adalah untuk mengangkat lemak dan
kotoran. Sedangkan bahan baku yang berperan sebagai alkali adalah Emal-70C.
Proses pembuatan sabun cair ini dilakukan melalui proses saponifikasi yang
tidak memerlukan proses pemanasan. Saponifikasi merupakan reaksi penyabunan
yang mereaksikan suatu asam lemak atau gliserida (trigliserida) dengan basa
(alkali). Trigliserida akan direaksikan dengan alkali sehingga terjadi pemisahan
pada ikatan antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada
gliserol. Pembuatan sabun cair diawali dengan mencampurkan Emal-70C dengan
air kemudian diaduk hingga larut. Setelah itu ditambahkan alkopal N100 yang
berfungsi sebagai surfraktan pelengkap. Kemudian ditambahkan Na2EDTA yang
telah dilarutkan sebelumnya dengan air. Lalu ditambahkan dengan larutan garam
(dimana padatan garam NaCl sudah dilarutkan dengan air sebelumnya),
penambahan larutan garam ini berfungsi sebagai pengental. Semakin banyak
larutan garam yang ditambahkan maka akan semakin kental sabun cair yang
dihasilkan. Setelah itu, campuran dari beberapa bahan diaduk hingga larut dan
tercampur rata, kemudian ditambahkan dengan pewarna dan parfum sesuai
kebutuhan. Lalu diaduk campuran sampai terbentuk busa yang banyak dan setelah
selesai diaduk, maka didiamkan hingga busa yang terbentuk berkurang.

Setelah didiamkan,sabun cair dimasukkan ke dalam botol yang telah


disediakan.

Setelah didapatkan hasil, maka kemudian dilakukan analisis kadar asam lemak
bebas atau alkali bebas dan juga analisis pH. Analisis pH dilakukan degan bantuan
kertas indikator universal, dimana kertas indikator universal dicelupkan
(dikontakkan) dengan sampel sabun cair, dan didapat hasil pH nya adalah 10. Hasil
tersebut sesuai dengan batas maksimal pH dari sabun cair yaitu 10. Kemudian
untuk analisis asam lemak bebas/alkali bebas dilakukan untuk mengetahui berapa
nilai dari asam lemak atau alkali bebas yang masih terdapat di dalam sabun cair
yang sudah dihasilkan. Tahapan yang dilakukan yaitu, 100 mL alkohol dipanaskan
kemudian ditambahkan 0,5 mL indikator PP dan dinetralkan dengan NaOH 0,1 N.
Setelah itu sampel sabun sebanyak 4 gram ditambahkan ke dalam alkohol netral
dan dipanaskan di penangas air selama 30 menit. Apabila campuran larutan bersifat
basa (yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda ketika
ditambahkan indikator PP) maka analisa yang dilakukan adalah alkali bebas.
Sebaliknya jika campuran bersifat tidak basa (tidak berwarna merah muda) maka
analisa yang dilakukan adalah analisa asam lemak bebas.

Berdasarkan praktikum analisa yang dilakukan adalah alkali bebas dimana


sampel sabun cair yang telah ditambahkan ke dalam campuran alkohol yang sudah
dinetralkan dengan NaOH 0,1 N akan dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N
sebagai titran. Titrasi dilakukan secara duplo hingga terjadi perubahan warna dari
(merah pekat → merah muda) dan didapatkan hasil volume rata-rata titrasi yaitu
0,4 mL. Kemudian setelah didapatkan data hasil titrasi tersebut, maka dapat
digunakan untuk menentukan kadar alkali bebas sesuai dengan persamaan, berikut

𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 0,04
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑥 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 0,04
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝐾𝑂𝐻 = 𝑥 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Setelah dimasukkan ke dalam persamaan tersebut, didapatkan hasil untuk kadar


alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH adalah 0,04 % dan untuk kadar alkali
bebas yang dihitung sebagai KOH adalah 0,0561 %. Berdasarkan hasil tersebut
sesuai dengan batas maksimal pada SNI 06–3532–1994, yaitu batas maksimal dari
kadar alkali bebas sebagai NaOH adalah maksimal 0,1 dan untuk kadar alkali bebas
sebagai KOH adalah maksimal 0,14. Sehingga sabun cair yang telah dihasilkan
dapat digunakan dan tidak menimbulkan iritasi.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses pembuatan sabun cair dilakukan berdasarkan reaksi saponifikasi yaitu
sebuah reaksi hidrolisis suatu asam lemak (trigliserida) dengan basa
(NaOH/KOH). Pada pembuatan sabun cair bahan yang berperan sebagai asam
lemak adalah Alkopal N100 yang termasuk surfraktan dan Emal-70C sebagi
alkali, serta bahan tambahan lainnya seperti larutan garam, Na2EDTA,
perwarna, dan lain-lain.
2. Pada sabun cair yang telah dihasilkan, didapatkan hasil analisis dari uji pH yaitu
10 dimana nilai tersebut masih sesuai dengan standar SNI. Sedangkan untuk
hasil analisis dari kadar alkali bebas yang telah dilakukan diperoleh hasil untuk
kadar alkali bebas sebagai NaOH adalah 0,04 % dan 0,0561 % sebagai KOH,
dimana nilai tersebut sesuai dengan batas maksimal pada SNI, sehingga sabun
cair dapat digunakan.
VIII. Referensi
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.
Fahmi, Achmadi Umar. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: UI
Press.
Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu Pada
Konsetrasi Yang Berbeda, Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sinatrya, M., 2009, Sifat Organoleptik Sabun Transparan Dengan Penambahan
Madu, Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai