Anda di halaman 1dari 19

Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.

Genap/2014 1

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa
(misalnya NaOH). Hasil lain dari reaksi saponifikasi adalah gliserol. Pada
umumnya bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun adalah lemak atau
minyak sumber asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 yang berperan
terhadap kekerasan dan deterjennya dan lemak atau minyak sumber asam lemak
dengan rantai karbon C12 – C14 yang berperan terhadap pembusaan (Matta, 1986).

Sabun merupakan salah satu senyawa kimia paling tua yang pernah
ditemukan. Pada tahun 2500 sebelum Masehi, masyarakat Sumeria telah
menemukan sabun kalium yang digunakan untuk mencuci wol. Sabun ini dibuat
dari minyak dan abu tumbuhan yang kaya akan kalium karbonat. Informasi
tentang sabun juga ditulis dalam literatur – literatur bangsa Mesir yang
berhubungan dengan kedokteran (Unilever, 2009).

Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi,


terutama sesuai dengan fungsi utamanya yaitu membersihkan. Berbagai jenis
sabun ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun cuci (krim dan
bubuk), sabun mandi (padat dan cair), sabun tangan (cair) serta sabun pembersih
peralatan rumah tangga (krim dan cair) (Sarker, 2009).

1.2 Tujuan Percobaan


1. Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun
di laboratorium.
2. Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 2

Bab 2. Landasan Teori

2.1 Sabun

2.1.1 Sejarah Sabun

Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan


larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat,
alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir
tahun 1800-an. Pengusaha-pengusahanya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang
lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan
kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong potong, dan dijual dari rumah ke rumah.
Begitupun, baru abad XIX (19) sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang
mewah. Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar.
Teknik pembuatan sabun dilupakan orang dalam zaman kegelapan (Dark Ages),
namun ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun mulai meluas
pada abad ke- 18. Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang
digunakan pada zaman yang lampau. Lelehan lemak sapi atau lemak lain
dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan karenanya terhidrolisis menjadi
gliserol dan garam natrium dari asam lemak. Dulu digunakan abu kayu (yang
mengandung basa seperti kalium karbonat) sebagai ganti lindi (lye = larutan
alkali) (Fessenden, 1992).

2.1.2 Pengertian Sabun

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-
asam lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Sekali
penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan
dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai
pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik (sifat melembabkan
timbul dari gugus- gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan
mencegah penguapan air itu). Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai
hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 3

hidrofobik dan larut dalam zat- zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat
hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul
sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun
mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombolan (50-150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air (Fessenden, 1992).

2.2 Sifat – Sifat Sabun

a. Sabun bersifat basa


Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi (Ralph J. Fessenden, 1992)

b. Sabun menghasilkan buih atau busa.


Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

c. Sabun mempunyai sifat membersihkan.

Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam
lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar,
karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai
rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Berikut merupakan proses
penghilangan kotoran, yaitu :

 Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan


permukaan sehingga air meresap lebih cepat kepermukaan kain dan kain
menjadi bersih.

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 4

 Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat


molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul
kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.

 Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan
menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih
(Rudianto, 2007).
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Sabun
Sifat Fisika Sifat Kmia
1. Panas jenis sabun adalah 0,56 1. Sabun bersifat basa.
Kal/g. 2. Sabun menghasilkan buih
2. Densitas sabun murni berada pada atau busa.
range 0,96 g/ml – 0,99 g/ml. 3. Sabun mempunyai sifat
3. Viskositas sabun tergantung pada Membersihkan
temperatur sabun dan komposisi
lemak atau minyak yang
dicampurkan.
(Sumber : Riwan, 2011)

2.3 Bahan Baku Pembuatan Sabun

1. Minyak/lemak

Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa


ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair
pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak
tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida
yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam
lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan
panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit,
sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan
sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat,
dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 5

pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh
memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak
jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga
akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi (Rohman, 2009).

2. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. KOH banyak digunakan
dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3
(Natrium Karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam
lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (Fitri, 2013).
NaOH atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun,
merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
NaOH juga merupakan senyawa alkali yang bersifat basa dan mampu menetralisir
asam. NaOH berbentuk kristal putih memiliki sifat yang cepat dalam menyerap
kelembaban (Maysaroh, 2013). Sifat-sifat dari NaOH yang lainnya terdapat pada
tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Sifat Fisika Kimia NaOH

Rumus molekul NaOH


Massa molar 39.99711 g/mol mol
Penampilan Putih solid, hidroskopis
Kepadatan 2.13 g/cm3
Titik lebur 318 °C, 591 °K, 604 °F
Titik didih 1388 °C, 1661 °K, 2530 °F
Kelarutan dalam air 1110 g/L
Kelarutan dalam etanol 139 g/L
Kelarutan dalam metanol 238 g/L
Kelarutan dalam gliserol Larut
Keasaman (pKa) ~13
(Sumber : Busyro, 2013)
3. NaCl
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 6

digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak


mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium
agar diperoleh sabun yang berkualitas (Safira, 2003).
4. Alkohol
Etanol (etil alkohol) berbentuk cair, jernih dan tidak berwarna, merupakan
senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol pada proses pembuatan
sabun digunakan sebagai pelarut karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan
lemak (Maysaroh, 2013).
Tabel 2.3 Sifat Fisika Kimia Alkohol

Bentuk fisik Cairan


Bau khas alcohol
Rasa Terbakar, tajam.
Berat molekul Tidak dipakai
Warna tak berwarna
pH Netral
Titik didih > 760C (168,80F)
Titik baku -113,840C (-172,90F)
Masa jenis 0,789 – 0,806
Tekanan uap 5.7 kPa
Densitas 1,59 – 1,62
Tingkat penguapan 1,7
(Sumber : Busyro, 2013)

2.4 Bahan Penguji Sabun

1. Kalsium Sulfat (CaSO4)


Kesadahan air merupakan ukuran kandungan mineral-mineral tertentu di
dalam air, umumnya ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) dalam bentuk
garam karbonat. Air sadah (hard water) adalah air yang memiliki kadar mineral
tinggi, sedangkan air lunak (soft water) adalah air dengan kadar mineral rendah.
Selain ion kalsium dan magnesium, kesadahan air juga dapat disebabkan oleh ion
logam lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat.

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 7

Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan


menggunakan sabun. Dalam soft water, sabun akan menghasilkan busa yang
banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau hanya
menghasilkan sedikit busa. Mineral-mineral dalam air sadah bereaksi dengan
sabun menghasilkan endapan tidak larut.Endapan tersebut tidak dapat dibilas
dengan mudah sehingga akan tetap ada dan dapat menjadi deposit yang membuat
kain menjadi kaku atau rusak. Air sadah tidak dapat digunakan untuk mencuci
hingga bersih karena lemak/kotoran dalam pakaian belum seluruhnya lepas. Hal
tersebut disebabkan air sadah dapat menggumpalkan sabun cuci dimana sabun
cuci seharusnya bertugas menggumpalkan lemak/kotoran. Ion Ca2+ dan Mg2+
dapat menggantikan ion Na+ di dalam molekul sabun cuci sehingga sabun akan
mengendap di dalam air (Sholeh, 2012).

2. Minyak Tanah (Kerosin)


Minyak tanah (kerosin) merupakan campuran alkana dengan
rantai C12H26–C15H32. Kerosin selain banyak digunakan dalam lampu minyak
tanah, kerosin digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (lebih teknikal Avtur, Jet-
A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Minyak tanah memiliki titik didih 175 oC-284oC dan
berat jenis 0,7-0,83 (Pratono, 2013). Berikut sifat-sifat dari minyak tanah.

Tabel 2.4 Sifat Fisika Kimia Minyak Tanah

Titik didih 175-284 °C

Berat jenis 0,7-0,83

Kandungan parafin, naften, aromatik, dan senyawa


belerang

Warna Water spirit (tidak berwarna)


Prime spirit (Kuning)
Standar spirit (Sawo Matang)

Nyala api Jika mengandung banyak aromatik maka

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 8

apinya tidak dapat dibesarkan karena


apinya mulai berarang

Alkana-alkana memiliki nyala api yang


paling baik

Sifat bakar napthen terletak antara


aromatik dan alkana

Dampak kadar belerang Memberikan bau yang tidak enak dari gas-
gas yang dihasil-kan.

Reaksi dengan belerang Mengakibatkan korosi dari bagian-bagian


logam, seperti rusaknya silinder silinder
yang disebabkan oleh asam yang
mengembun pada didnding silinder.

(Sumber : Pratono, 2013)

2.5 Cara Kerja Sabun


Kemampuan sabun untuk menyingkirkan lemak dari pakaian juga
berpangkal dari “sejenis melarutkan yang sejenis”. Bila sabun bersentuhan dengan
minyak atau lemak yang mengotori pakaian , ekor hidrofob dari anion larut dalam
lemak. Minyak berangsur-angsur terpisah dari serat pakaian dan terbungkus dalam
misel yang menjerat minyak didalamnya. Misel mengemulsikan minyak dan
mempertahankannya dalam suspensi sehinggga dapat terbawa oleh air bilasan.
Surfaktan adalah prinsip kerja dari setiap deterjen, yang jika dilarutkan
kedalam cairan cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut.
Kesanggupan ini disebabkan sifat fisiokimia yang dualistik, yaitu mempunyai
bagian yang senang pada pelarut (filik) dan bagian yang tidak senang pada pelarut
(fobik). Jika pelarutnya air, maka surfaktan akan berada di batas antara air dan
yang dilarutkan dan tegak lurus terhadap batas tersebut dengan bagian yang
bersifat filik berada dalam air. Dua jenis surfaktan yang dikenal, yaitu:

1. Surfaktan ionik, yakni surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan
terurai menjadi ion negatif dan positif.

2. Surfaktan nonionik (tidak berionisasi), misalnya poliglikol ester dan


alkohol jenuh.

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 9

Selain sebagai pelarut, surfaktan dapat bekerja sebagai pembasah,


pembentuk busa, dan pengemulsi. Pada sabun, surfaktan bekerja sebagai pelarut
(kotoran dan lemak), pengemulsi, dan pembentuk busa. Meskipun banyaknya
busa tidak mempengaruhi daya larut dan daya bersih sabun, namun masih banyak
orang menyukai busa sabun dalam pencucian. Pada dasarnya deterjen anionik
mempunyai kemiripan dengan sabun. Deterjen mengandung gugus yang sangat
polar, bermuatan negatif (dalam hal ini –SO3-) dan rantai hidrokarbon yang
panjang yang dapat melarutkan oli dan vaselin. Bahan dasar pembuatan deterjen
adalah rantai panjang alkohol jenuh C12 hingga C18 (Perdana F.K, 2009).

2.6 Kegunaan Sabun


Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun yaitu rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-
polar, seperti tetesan-tetesan minyak dan ujung anion molekul sabun, yang tertarik
pada air, ditolak oleh ujung anion molekul- molekul sabun yang menyembul dari
tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka
minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. Sabun juga
digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang bersifat
sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau
minyak. Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Siahaan, 2011).

2.7 Perbedaan Sabun dengan Detergen


Perbedaan detergen dengan sabun antara lain daya cuci detergen lebih kuat
dibandingkan sabun dan detergen dapat bekerja pada air sadah. Akan tetapi sabun
lebih mudah diurai oleh mikroorganisme. Molekul sabun terdiri atas dua bagian
yaitu bagian yang bersifat hidrofilik dan yang bersifat hidrofobik. Bagian
hidrofilik adalah bagian yang menyukai air atau bersifat polar. Adapun bagian
hidrofobik adalah bagian yang tidak suka air atau bersifat nonpolar. Kotoran yang
bersifat polar biasanya larut dalam air, sehingga kotoran jenis ini tidak perlu
dibersihkan dengan menggunakan sabun. Kotoran yang bersifat nonpolar, seperti
minyak atau lemak tidak akan hilang jika hanya dibersihkan menggunakan air.
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 10

Oleh karena itu, diperlukan detergen sebagai pembersihnya. Ujung hidrofob


detergen yang bersifat nonpolar mudah larut dalam minyak atau lemak dari bahan
cucian. Ketika kamu menggosok atau memeras pakaian membuat minyak atau
lemak menjadi butiranbutiran lepas yang dikelilingi oleh lapisan molekul
detergen. Gugus polarnya berada di luar lapisan sehingga butiran itu larut di air.
Kekurangan dari sabun adalah ujung hidrofilnya (bagian yang suka air)
mudah bereaksi dengan garam-garam, misalnya kalsium karbonat (air sadah),
membentuk zat yang tidak larut. Endapan yang terjadi membentuk lapisan kusam
pada kain yang dicuci sehingga sabun kurang disukai. Air sadah merupakan air
yang mengandung garam kalsium dan magnesium yang larut dari batuan yang
dialiri air (Malik, 2014).

2.8 Reaksi Saponifikasi


Reaksi saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika
minyak/lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan
dalam poses ini, yaitu Sabun dan Gliserin. Istilah saponifikasi dalam literatur
berarti “soap making”. Asal kata “sapo” dalam bahasa latin yang artinya soap/
sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C 12 dan C16, sabun
juga disusun oleh gugus asam karboksilat.
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam
Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik)
panjang dengan jumlah atam C yang bervariasi, yaitu antaa C 12 – C18 dan M
adalah kation dari kelompok alkali. Range atom C diatas mempengaruhi sifat-
sifat sabun seperti kalarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri
dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya.

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 11

Gambar 2.2 Reaksi Penyabunan (Ketaren,1986)


Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat
sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan
campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam
stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari
gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung
ester dari gliserol asam oleat (Safira, 2003).

Bab 3. Metodologi Praktikum

3.1 Bahan-Bahan yang Digunakan

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 12

1. Minyak kelapa 8 ml
2. Etanol 9 ml
3. Kerosen (minyak tanah) 1 ml
4. Larutan NaCl jenuh 30 ml
5. Natrium Hidroksida (NaOH) 2 N 5 ml
6. Larutan Kalsium Sulfat (Ca2SO4) 5 ml
7. Phenolpthalein

3.2 Alat–Alat yang Digunakan


1. Cawan penguap
2. Corong
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur 10 ml
5. Gelas ukur 50 ml
6. Kaca arloji
7. Kertas saring
8. Pengaduk
9. Penangas air
10. Tabung reaksi

11. Termometer

3.3 Prosedur Praktikum


3.3.1 Persiapan
a. Menyiapkan alat dan bahan kimia yang akan digunakan.
b. Membuat larutan NaOH 2 N.

3.3.2 Pembuatan Sabun


a. 8 ml minyak kelapa diambil dan dimasukan ke dalam cawan penguap.
b. 9 ml etanol ditambahkan ke dalam cawan yang telah berisi minyak kelapa.
c. Lalu, 5 ml larutan NaOH 2 N ditambahkan sambil diaduk.
d. Setelah itu cawan penguap ditutup dengan kaca arloji.
e. Campuran dalam cawan penguap dipanaskan pada suhu 700C-800C sampai
bau dari alkohol (etanol) hilang.

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 13

f. Campuran dalam cawan penguap tersebut didinginkan.


g. Perubahan pada cawan penguap diamati.
h. 50 ml larutan NaCl jenuh ditambahkan kedalam cawan penguap.
i. Perubahan pada cawan penguap diamati.
j. Campuran diaduk dengan baik kemudian disaring menggunakan corong
buchner dan pompa vacum zat padat yang dihasilkan.

3.3.3 Uji Sifat Sabun

a. 1 ml kerosen dan 10 ml air dimasukkan ke dalam tabung reaksi.


b. Campuran tersebut dikocok dan dicatat pengamatannya.
c. Sedikit sabun dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi campuran
kerosen dan air.
d. Campuran dikocok dan dicatat pengamatannya.
e. Pengaruh penambahan sabun pada campuran ini dan kerosen dicatat.
f. Tabung reaksi yang bersih diambil lalu sedikit sabun dilarutkan dalam 5
ml air panas.
g. 8 tetes kalsium sulfat diteteskan kedalam tabung.
h. Pengaruh kalsium sulfat terhadap air sabun dicatat.
i. Tabung reaksi yang bersih diambil lalu sedikit sabun dilarutkan dalam 5
ml etanol.
j. 2 tetes phenolpthalein ditambahan pada tabung.
k. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Praktikum

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 14

4.1.1 Pembuatan Sabun


Tabel 4.1 Pengamatan pembuatan Sabun

No. Bahan Perlakuan Pengamatan

Minyak Goreng
Larutan berwarna kuning,
Etanol
1 Dipanaskan terdapat dua lapisan dan
Dipanaskan +
berbuih.
NaOH

Campuran Terdapat gumpalan pada


2 Di dinginkan
Didinginkan dasar larutan.

Campuran (1) +
3 Di aduk Terdapat endapan sabun
NaCl

Tabel 4.2 Pengujian Sifat-Sifat Sabun

No
Bahan Pengamatan
.
Kerosen + Air Dikocok Terbentuk 2 lapisan yaitu
1
lapisan minyak dan air
Kerosen + Air + Sabun Dikocok Campuran air dan kerosin
2 menyatu dan berubah menjadi
keruh
Sebagian sabun larut dan
3 Sabun + Air panas
berbusa di bagian atas
Busa sabun hilang dan
4 Larutan sabun + Kalsium Sulfat
terbentuk endapan

5 Sabun + Etanol Campuran menjadi keruh

Larutan berwarna merah muda


6 Sabun + Etanol + Phenolpthelein
transparan

4.2 Pembahasan
Pembuatan sabun dilakukan dengan mereaksikan trigliserida dengan alkali
yaitu Natrium Hidroksida. Langkah pertama minyak ditambahkan etanol yang

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 15

berfungsi sebagai pelarut minyak agar mudah bereaksi dengan NaOH. Hal ini
disebabkan etanol adalah senyawa semipolar sehingga dapat melarutkan minyak
yang merupakan senyawa nonpolar ataupun air yang merupakan senyawa polar.
Selain itu, etanol mengandung gugus –OH yang bersifat basa dan CH 3 sebagai
asam. Dengan pelarut ini NaOH dapat terlarut dan dapat bercampur dengan lemak
dalam reaksi penyabunan, sehingga bukan alkohol yang termasuk di dalam reaksi
penyabunan.
Setelah ditambahkan NaOH dilakukan pemanasan untuk menguapkan
etanolnya, dimana suhu pemanasan yaitu 70-800C harus dijaga konstan karena
jika suhu pemanasan diatas 80oC maka etanol akan cepat menguap dan proses
pereaksian antar minyak (trigliserida) dengan NaOH tidak sempurna. Sedangkan
jika suhu pemanasan dibawah 70oC maka proses pereaksiannya semakin lama.
Pemanasan dilakukan sampai bau alkohol hilang. Untuk pengendapan sabun
ditambahkan NaCl jenuh. NaCl jenuh berfungsi sebagai agen pengendap, yakni
dengan menurunkan nilai kelarutan dari sabun yang telah terbentuk sehingga
sabun mengendap dan untuk melarutkan gliserol sebagai hasil samping dari reaksi
saponifikasi sehingga didapat sabun mentah. Berkurangnya kelarutan sabun ini
karena penambahan ion sejenis. Jika kita menambahkan ion senama ke dalam
larutan jenuh yang berada pada kesetimbangannya, maka kesetimbangan akan
bergeser ke kiri membentuk endapan. Kemudian dilakukan penyaringan untuk
memisahkan endapan sabun dengan gliserol dengan menggunakan pompa vakum.
Untuk identifikasi sabun menggunakan campuran kerosen dengan air,
membuktikan bahwa sabun yang dihasilkan bersifat emulgator karena dapat
menyatukan minyak dengan air, hal ini disebabkan karena sabun memiliki rantai
hidrokarbon yang bertindak sebagai ekor yang akan mengikat minyak
(hidrofobik) dan COONa- sebagai kepala yang larut dalam air (hidrofilik). Untuk
identifikasi kerja sabun di air sadah dengan menggunakan kalsium sulfat.Pada
pencampuran kalsium sulfat dan sabun tidak menghasilkan busa, sehingga
terbukti sabun tidak dapat bekerja pada air sadah. Hal ini terjadi karena ion Ca 2+
atau Mg2+ dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan. Dengan
terbentuknya endapan, maka fungsi sabun sebagai pengikat kotoran menjadi
kurang atau bahkan tidak efektif. Untuk identifikasi derajat keasaman (pH) sabun
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 16

dengan menggunakan indikator PP (phenolptalein) yaitu menghasilkan warna


merah muda (pink) yang berarti sabun bersifat basa.

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 17

5.1 Kesimpulan
1. Sabun di buat dengan reaksi penyabunan (Saponifikasi) anatara  basa
alkali dengan minyak/lemak. Produk yang dihasilkan pada Saponifikasi
adalah sabun sebagai hasil utama dan Gliserol sebagai hasil samping.
2. Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa sabun bersifat emulgator.
Hal ini sesuai dengan kemampuan sabun menyatukan larutan air dengan
kerosen.
3. Sabun bersifat basa, hal ini dibuktikan melalui penambahan
phenolphthalein kedalam larutan sabun, yang menghasilkan larutan
berwarna ungu.
4. Sabun tidak bekerja pada air sadah, karena tidak terdapat busa dan
membentuk endapan garamnya.

5.2 Saran
1. Pada saat pemisahan gliserol dan sabun di pompa vacum sebaiknya bagian
atas pompa vacum benar-benar tertutup dengan kertas saring agar
penyaringannya sempurna.
2. Usahakan agar pada saat pengadukan dilakukan secara merata, agar tidak
ada bagian yang tidak tercampur dengan sempurna.
3. Konsentrasi NaOH harus terhitung dengan teliti dan benar.

Daftar Pustaka

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”


Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 18

Busyro. Muzhoffar, 2013, “Pembuatan Larutan”, http://www.muzhoffarbusyro.


wordpress.com, Diakses 3 Mei 2014.
Fessenden, R.J, and Fessenden, J.S, 1992,“Kimia Organik”, 2nd Edition, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Fitri. Devy, 2013, “Mekanisme Pembuatan Sabun”, http://devhyvhy.blogspot.
com, Diakses 3 Mei 2014.
Ketaren. S, 1986, “Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan”, Jakarta :
UI-Press.
Malik, Iwan, 2014, “Macam-Macam Sabun”, http://iwanmalik.wordpress.com/,
Diakses 2 Mei 2014
Matta, M.S, 1986. General, Organic & Biological Chemistry. Cuming Publishing
Company, Inc.California.
Maysaroh. Alfi, 2013, “Laporan Praktikum”,http://alfi-maysaroh.blogspot.com,
Diakses 4 Mei 2014.
Perdana, F.K dan Ibnu Hakim, 2009, “Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak
dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda
Q”,http://eprints.undip.ac.id, Diakses 4 Mei 2014.
Pratono. Edy, 2013, “Minyak Tanah”, http://edypratono.blogspot.com, Diakses 4
Mei 2014.
Riwan, 2011, “Sifat-sifat Organoleptik dalam Pengujian Terhadap Bahan
Makanan”, http://www.ubb.ac.id/.php/Sifat-sifat Organoletik-Dalam-
Pengujian-Terhadap-Bahan-Makanan-&-nomorurut, Diakses 2 Mei 2014
Rohman, 2009, “Bahan Pembuatan Sabun”, http://www.majarimagazine.com,
Diakses 4 Mei 2014.
Rudianto,2007, “Bahan Mentah Pembuatan Sabun”, http//www.stko.com, Diakses
4 Mei 2014.
Safira, Aplikasi Gelatin Tipe A Sebagai Bahan Pengental Dalam Pembuatan Skin
Lotion, Tugas Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor, 2003.
Sarker, SD dan Nahar, L. 2009. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Siahaan. OP, 2011, “Sabun”, http://www.repository.usu.ac.id, Diakses 5 Mei
2014.
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Praktikum Kimia Organik/Kelompok VI/S.Genap/2014 19

Unilever, 2009, “Sabun Kecantikan”, http://www.unilever.co.id/, Diakses 4 Mei


2014

Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”

Anda mungkin juga menyukai