Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Sejarah Sabun
Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala di tahun 600 SM
masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus.
Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari
bahan serupa.
Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 - 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari
lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah
memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di
masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan
Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru
memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan
karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,
kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat,
alhasil ia terjangkau bagi semua orang.
Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu
dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun
dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan
lagi barang mewah.(http://docs.google.com/viewerocw.usu.ac.id/course/download/-teknologi- oleokimia/tkk-
322_handout_sabun.pdf)
Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah tersendiri serta teknik pembuatannya.
Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa
Romawi kuno. Nama Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di
mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur
dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu
tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang - orang mencuci pakaian di
sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul
sabun dimulai. (http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi- saponifikasi-dan-sejarah-singkat-
pembuatan-sabun/)

2.2 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan larutan alkali. Dengan kata lain
saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang
menghasilkan sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang
digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya digunakan adalah NaOH dan
Na2CO3 maupun KOH dan K2CO3. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin.
Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh
dari lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan sabun, anatara lain :
minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan
lain-lain. Masing-masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. (Wikipedia, 2007)

2.3 Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C 16
dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan
itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul
dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu. Sabun
dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat
tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan
dituang kedalam suatu cetakan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu
bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam air.
Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150)
molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung- ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J.
Fessenden, 1992)

2.3.1 Sifat - sifat Sabun


1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu
larutan sabun dalam air bersifat basa.

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam- garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari
asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai
gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH 3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor
yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang
bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH 3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga
memisahkan kotoran non polar). Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.2 Kegunaan Sabun


Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan.
Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non polar, seperti
tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang
menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak
dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran


Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika lapisan minyak ini
disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang
panjang, terdiri atas atom karbon dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun
dikocok dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung agregat
molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau lipofilik, mengarah kebagian pusat misel.
Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun
biasa, bagian luar dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat keliling
setiap misel.
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak atau
lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah
air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari
butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara singkat cara kerja sabun sebagai
penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi
bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.
2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut
emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari
kain sehingga kain menjadi bersih. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.4 Jenis-jenis Sabun


Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat dengan beberapa cara.
Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri,
sabun cair, dan sabun untuk air sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan
mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran lemak (stearine) dan
minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan perbandingan 80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai
lemak yang berlebih mempunyai perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam
lemak bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro Carban (TCC) yang
merupakan dua senyawa yang banyak digunakan sebagai antimicrobial.
Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban. Keduanya termasuk
kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut dalam pelarut yang sesuai, seperti parfum.
Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30% air, dan jika sabun kekurangan air
maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli.
Sabun mandi dibuat dengan bahan pilihan yang mengandung 10-15% pelembab.
Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi kecantikan adalah suatu produk sabun
untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat
gizi dan nutrisi yang sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan kelembaban
kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel kulit. Pada sabun kecantikan busa harus
lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis Spitz, 1996).

2.3.5 Metode - metode Pembuatan Sabun


Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus.
Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode-metode, yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing masing.

2.3.5.1 Metode Batch


Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel.
Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang
mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan.
Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan
diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan
campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual
langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi
ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk
mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan
sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.5.2 Metode Kontiniu


Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan
tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontiniu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak
dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini
kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. (http://www.scribd.com/doc/ 23977749/ pembuatan-
sabun)
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan kaustik soda secara langsung
untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja
proses ini dilakukan secara kontiniu sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.
Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun dimana trigliserida (lemak/minyak), kaustik
soda, larutan elektrolit berupa garam natrium dan alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf,
dipanaskan dan diaduk pada suhu 1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada
proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan suhu 85-90 0C. Disini
hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya yaitu sabun dan lye.
Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol viskositas larutan. Larutan garam NaCl
adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian
komponen ini diumpan ke turbidisper.
Turbidisper, mikser, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan bagian terpenting pada proses ini. Asam
lemak dan kaustik soda dicampur dalam turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran
sabun, asam lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin melalui bagian
bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi
dari saluran dibagian samping mixer untuk diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun
yang masuk ke mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan. Kandungan
air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan.
Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum dan zat aditif lainnya
dalam mixer. Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran tersebut menjadi
suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong
dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak melalui proses
penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan,
pengemasan, dan penyusunan sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun. (Luiz Spitz,
1996)

2.3.5.3 Metode Neat Soap


Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket panas. Separuh dari jumlah total
alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-lahan dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit.
Sisanya kemudian ditambahkan bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium klorida.
Natrium klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap. EDTA digunakan sebagai zat anti
oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi logam dalam neat soap. Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk
menghasilkan sabun, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu :
1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi tetapi dengan pengadukan yang lambat.
Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas. Biasanya, suhu operasi antara 80-950C.
2. Tekanan Operasi. Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi tetapi menurunkan selektivitas.
3. Pengadukan. Meningkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan kecepatan reaksi dan penurunan
selektivitas yang besar.
4. Katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit memperkecil selektivitas.
Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh melalui beberapa tahapan proses
sebagai berikut :
1. Pengeringan. Neat soap dikeringkan untuk mengurangi kandungan airnya sebesar 10-15 %. Jika kandungan air
terlalu tinggi maka proses terlalu padat sehingga proses berjalan lambat.
2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan menggunakan roll mill,
plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap dimanipulasi kedalam bentuk yang
diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk struktur sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan
plodder.
3. Pemotongan dan pembungkusan. Proses selanjutnya adalah pemotongan sabun kedalam bentuk noodle-noodle
soap untuk selanjutnya dibungkus atau diolah ke tahapan berikutnya.
4. Pengolahan Noodle Soap. Perusahaan sabun biasanya membeli bahan baku sabun dalam bentuk noodle soap
dan kemudian diolah oleh perusahaan tersebut ke tahapan pengolahan berikutnya, seperti pemberian warna,
pengharum, dan komponen lain yang dapat menjadikan sabun sebagai merk dagang. Yang pertama dilakukan
dalam memproduksi noodle soap untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sabun adalah sabun dipadatkan dan
dibuat berbentuk silinder padat dan kemudian dibungkus. Spesifikasi noodle soap yang diproduksi biasanya
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan sabun yang akan menggunakannya sebagai bahan baku,
bentuknya pun dibuat sedemikian rupa agar kelihatan bagus seperti toilet soap, laundry soap, translucent soap
dan lain-lain.

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun dalam Industri

2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak)


Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor pada suhu ± 125 0C dengan
bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan
didapati reaksi yang tidak setimbang sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama
10 menit dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.
Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan) diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan
steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya
elektrolit sehingga hasil reaksi antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses selanjutnya.
Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan %b/%b) yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-
beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah reaksi sempurna
maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun dan gliserol. Gliserol yang didapat
hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut
dengan spent lye dengan kemurnian gliserin 20-30%.
Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian dilanjutkan atau dimasukkan ke
washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-
logam lain yang terkandung di dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye
(larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini terdiri dari larutan NaOH
48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi
dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi
proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

Reaksi saponifikasi dari Tallow, yang diwakili oleh asam stearat, dan palm stearine yang diwakili oleh asam
palmitat, seperti halnya hasil teori dari sabun dan gliserol dapat dengan baik dijelaskan dengan persamaan kimia di
bawah ini :

Asam palmitat hasil gliserol nya lebih tinggi ( 11.41% ) dibandingkan dengan asam stearat ( 10.33%). Oleh karena
itu, palm sterine akan menghasilkan jumlah gliserol lebih tinggi daripada tallow, karena kandungan asam stearat
yang lebih tinggi dalam molekulnya.
Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun seperti laju penyabunan, jumlah
alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan kekuatanelektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai
hasil sabun setengah jadi dan gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)

2.3.6.2 Netralisasi Neat Soap (Sabun Hasil Saponifikasi)


Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge
ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat soapnya. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing
coloumn sedangkan sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah Palm
Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan dengan tujuan untuk
memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar 0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke
Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar
homogen kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

2.3.6.3 Pengeringan Sabun


Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying) dan kemudian direcycle
dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42%
dengan tekanan 1,5 bar. Disetting secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka
saatnya diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan sampai drop. Sabun
yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat
pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian
disimpan dalam suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem & Soap Industri,
2010)
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum
spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran
atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapatdigunakan
pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun
murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa.
Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada dryer
sistem tunggal.

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun


Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif
lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah
campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang
diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.
Bahan Pembuatan Sabun
A. Bahan Baku
Minyak atau Lemak
1.

Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses
pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan
antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada
temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18.
Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai
karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak
jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada
keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik
lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan
juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi. (http://maiarimagazine.com/2009/07/bahan-
pembuatan-sabun/)

2. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan
ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia
NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang
paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair
karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan
dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat
sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu
menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah
berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun
rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk
mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu. (http://maiarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

B. Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan
sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah
NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. (http://maiarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)
1. Garam ( NaCl )
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil
karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk
sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh
sabun yang berkualitas.
(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2. Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi
kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert,
antioksidan, pewarna,dan parfum. (http://maiarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)
1) Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air,
sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi
pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan
dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium
karbonat, natrium silikat atau zeolit. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
2) Filler ( Bahan Pengisi )
Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya lebih murah. Adanya perbedaan
komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula.
Untuk memperoleh sabun yang memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air
panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile. Biasanya diperoleh secara sintetik.
Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara luas sebagai monokristal yang
transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit, plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain
itu, ia sangat stabil terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole
hidrogen dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang dimurnikan
dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus enamel, industri elektronik, katalis dan
pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi
tinggi dan non toksik. (Supena, 2007)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna
untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata
mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan
lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)
3) Bahan Antioksidan
EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk kompleks (pengkelat) ion besi
yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam
lemak membentuk rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus,
selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode titriametil. (Supena, 2007)
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium Silikat,
natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga
merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid
Kurnia, 2009)
4) Bahan Pewarna (Coloring Agent)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi
konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun
itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan- sabun)
5) Bahan Pewangi (fragrances)
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan
konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah
memberi parfum akan berakibat fatal
dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9
g/ml. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g
parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan
parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar
dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari
parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini
diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan
dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan Sabun


Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan untuk membuat sabun diperoleh
dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau hewan. Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun
sebagian besar tergantung pada jenis dan sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena
konstituennya lebih dari 90% dari bahan baku ini.
Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan sabun, bahwa harus mengandung
perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat, panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk
memberikan kualitas yang diharapkan seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan kemampuan atau
daya membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun adalah
coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci,
dimana lemak atau minyak yang biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat digunakan. Persentase
tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan asam miristat (myristic acid) membuat sabun
mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari
lemak lunak (soft fats) dan yang mengandung persentase tertinggi asam lemak tak jenuh membuat sabun menjadi
sangat larut dalam air. Sedangkan lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi
asam lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.
Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh sabun jadi dengan sifat-sifat
optimum untuk kegunaan yang diharapkan. Faktor-faktor teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh
pembuat sabun ketika memilih komposisinya.
a) Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya.
b) Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.
c) Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor INS (Iodine Number and
Saponification) empiris, titer point (titik beku) dan perbandingan kelarutan.
d) Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan membusa, kekerasan dan
daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)
SOAL
1. Apa itu sabun
2. Apa itu saponifikasi dan tuliskan reaksinya
3. Sebutkan 3 sifat sabun
4. Jelaskan secara singkat kenapa sabun dapat membersihkan kotoran
5. Jelaskan perbedaan pembuatan sabun dengan proses batch dengan continue
6. Jelaskan pembuatan sabun dengan metode neat soap, dan factor apa saja yg mempengaruhi
7. Sebutkan 2 bahan utama pembuat sabun dan sebutkan masing-masing fungsinya
8. Sebutkan fungsi NaCl dalam pembuatan sabun
9. Jelaskan apa itu builders dan filler dalam bahan pembuatan sabun
10. Kriteria apa saja yg diperhatikan dalam pemilihan lemak dan minyak dalam pembuatan sabun

SOAL
1. Apa itu sabun
2. Apa itu saponifikasi dan tuliskan reaksinya
3. Sebutkan 3 sifat sabun
4. Jelaskan secara singkat kenapa sabun dapat membersihkan kotoran
5. Jelaskan perbedaan pembuatan sabun dengan proses batch dengan continue
6. Jelaskan pembuatan sabun dengan metode neat soap, dan factor apa saja yg mempengaruhi
7. Sebutkan 2 bahan utama pembuat sabun dan sebutkan masing-masing fungsinya
8. Sebutkan fungsi NaCl dalam pembuatan sabun
9. Jelaskan apa itu builders dan filler dalam bahan pembuatan sabun
10. Kriteria apa saja yg diperhatikan dalam pemilihan lemak dan minyak dalam pembuatan sabun

SOAL
1. Apa itu sabun
2. Apa itu saponifikasi dan tuliskan reaksinya
3. Sebutkan 3 sifat sabun
4. Jelaskan secara singkat kenapa sabun dapat membersihkan kotoran
5. Jelaskan perbedaan pembuatan sabun dengan proses batch dengan continue
6. Jelaskan pembuatan sabun dengan metode neat soap, dan factor apa saja yg mempengaruhi
7. Sebutkan 2 bahan utama pembuat sabun dan sebutkan masing-masing fungsinya
8. Sebutkan fungsi NaCl dalam pembuatan sabun
9. Jelaskan apa itu builders dan filler dalam bahan pembuatan sabun
10. Kriteria apa saja yg diperhatikan dalam pemilihan lemak dan minyak dalam pembuatan sabun
SOAL
1. Apa itu sabun
2. Apa itu saponifikasi dan tuliskan reaksinya
3. Sebutkan 3 sifat sabun
4. Jelaskan secara singkat kenapa sabun dapat membersihkan kotoran
5. Jelaskan perbedaan pembuatan sabun dengan proses batch dengan continue
6. Jelaskan pembuatan sabun dengan metode neat soap, dan factor apa saja yg mempengaruhi
7. Sebutkan 2 bahan utama pembuat sabun dan sebutkan masing-masing fungsinya
8. Sebutkan fungsi NaCl dalam pembuatan sabun
9. Jelaskan apa itu builders dan filler dalam bahan pembuatan sabun
10. Kriteria apa saja yg diperhatikan dalam pemilihan lemak dan minyak dalam pembuatan sabun

SOAL
1. Apa itu sabun
2. Apa itu saponifikasi dan tuliskan reaksinya
3. Sebutkan 3 sifat sabun
4. Jelaskan secara singkat kenapa sabun dapat membersihkan kotoran
5. Jelaskan perbedaan pembuatan sabun dengan proses batch dengan continue
6. Jelaskan pembuatan sabun dengan metode neat soap, dan factor apa saja yg mempengaruhi
7. Sebutkan 2 bahan utama pembuat sabun dan sebutkan masing-masing fungsinya
8. Sebutkan fungsi NaCl dalam pembuatan sabun
9. Jelaskan apa itu builders dan filler dalam bahan pembuatan sabun
10. Kriteria apa saja yg diperhatikan dalam pemilihan lemak dan minyak dalam pembuatan sabun

SOAL
1. Apa itu sabun
2. Apa itu saponifikasi dan tuliskan reaksinya
3. Sebutkan 3 sifat sabun
4. Jelaskan secara singkat kenapa sabun dapat membersihkan kotoran
5. Jelaskan perbedaan pembuatan sabun dengan proses batch dengan continue
6. Jelaskan pembuatan sabun dengan metode neat soap, dan factor apa saja yg mempengaruhi
7. Sebutkan 2 bahan utama pembuat sabun dan sebutkan masing-masing fungsinya
8. Sebutkan fungsi NaCl dalam pembuatan sabun
9. Jelaskan apa itu builders dan filler dalam bahan pembuatan sabun
10. Kriteria apa saja yg diperhatikan dalam pemilihan lemak dan minyak dalam pembuatan sabun

Anda mungkin juga menyukai