Anda di halaman 1dari 9

Sabun merupakan suatu kebutuhann pokok manusia yang selalu

digunakan sehari-hari . Fungsi utamanya adalah membersihkan. Di


lingkungan sekitar, banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik
yang dalam bentuk cair, lunak, krim, maupum yang padat. Kegunaannya
pun beragam, ada yang sebagai sabun mandi, sabun cuci tangan, sabun
cuci peralatan rumah tangga dan lain sebagainya ( Herbamart, 2011)

Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan


dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acid yang terdiri dari rantai
hidrocarbon panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk
gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena
menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis
basa suatu ester dengan alkali (NaOH atau KOH). Range atom C di atas
mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan , proses emulsi , dan
pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya
adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau
lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak
merupakan campuran ester yang dibuat daari alkohol dan asam
karboksilat seperti asam stearat, asam oleat, dan asam palmitat. Lemak
padat mengandung ester dari gliserol dan asamm palmitat, sedangkan
minyak seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat
(Fessenden, 1982)
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari
minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai gugus bipolar. Bagian
kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat
inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan
dan pakaian. Selain itu pada larutan surfaktan akan menggerombol
membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut
konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin.
Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit , menyejukkan dan
meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh karena itu dilakukan percobaan
pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga
akan didapat sabun yang berkualitas (Levenspiel, 1972)
Sejarah sabun pertama sekali diketahui sejak abad ke 12 dan mulai
dikembangkan pada abad ke 17 oleh orang-orang Inggris menggunakan
soda abu, pada awalnya orang mengenal bahan pembersih alami yang
ada di sekitar tempat tinggal seperti air, lumpur, abu, batu apung, dan
lain-lain dengan kemampuan yang tidak maksimal untuk membersihkan
kotoran karena hanya bisa menghilangkan kotoran di luar ( Herbamart,
2011)
Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri nenek moyang kita sudah
menggunakan sabun alami untuk membersihkan badan dan pakaian
menggunakan produk nabati, dari cairan buah klerak, dan sudah
dipraktekkan bisa membersihkan kotoran untuk mandi (Herbamart, 2011)
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak
atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam
monovalen dari asam karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R
adalah rantai lurus (alifatis) panjang dengan jumlah atom C bervariasi,
yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion
amonium (Diah Pramushinta , 2011)
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci
dan membersihkan, Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang
disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun
cair juga sudah meluas, terutama pada srana-sarana publik. Jika
diterapkan pada suatu permukaan air, sabun secara efektif mengikat
partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara
berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat
bantu mencuci atau membersihkan.
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium
dari asam lemak yang apat diturunkan dari minyak atau lemak dengan
direaksikan dengan alkali (“seperti antrium atau kalium hidroksida) pada
suhu 800-100oC melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi.
Lemak akan terhidrolisis oleh basa , menghasilkan gliserol dan sabun
mentah. Secara tradisional , alkalo yang digunakan adalah kalium yang
dihasilkan dari pembakaran tumbuhan , atau dari arang kayu. Sabun
dapat pula dibuat dari minyak tumbuhan seperti minyak zaitun (Ralph J
Fessenden, 1992)
Sifat-Sifat Sabun
1. Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasikan dengan alkali, maka akan
dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar daripada
minyak atau alkali . Pada suhu di atas 750C viskositas sabun tidak dapat
mengikat secara signifikan, tapi di bawah suhu 750C viskositasnya dapat
meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada
temperatur sabun ddan komposisi minyak atau lemak dicampurkan
2. Sabun bersifat basa , sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku
tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh aor. Karena itu larutan sabun
dalam air bersifat basa

CH3 (CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH + NaOH


3. Sabun menghasilkan buih atau busa . Jika larutan sabun dalam air diaduk
maka akan menghasilkan buih , peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-
garam Mg atau Ca dalam air mengendap
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
4. Sabun mempunyai sifat membersihkan . Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid , sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk
mencuci kotoran yang bersifat plar maupun non polar, karena sabun
mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai
hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai
kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Proses Penghilangan Kotoran
1) Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan
permukaan sehingga kain menjadi bersih , meresap lebih cepat ke
permukaan kain.
2) Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat
molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul
kotoran dan molekul sabun membentuk emulsi.
3) Sedangkan bagian kepala molekul sabun di dalam air pada saat
pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain
menjadi bersih.
2.2 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan
asam lemak yang akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebgai
sabun. Asam lemak yang digunakan yaiut asam lemak tak jenuh, karena
memiliki paling sedikit satu ikatan ganda antara atom-atom carbon
penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi dengan
unsur lain. Basa alkali yang digunaka yaitu basa-basa yang menghasilka
garam basa lemah seprti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya.

2.3 Minyak Atau lemak


Minyak atau lemak merupakan senyawwa lipid yang memiliki
struktur berupa ester gliserol. Pada proses pembuatan sabun , jenis
minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak
hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya
dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang
(±280C) , sedangkan minyak akan berwujud padat (Vii afida, 2011)
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses
pembuatan sabun harus dibatasi karen a berbagai alasan seperti
kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi,
mudah berbusa, dan mudah karut ) dan lain-lain.
Jenis –jenis minyak atau lemak yang dapat diguanakan untuk pembuatan
sabun antara lain :
a. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan
dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan
FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow
dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat
dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam
tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada
tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal
dengan nama grease.

b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti
stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan
mudah berbusa.

c. Palm Oil (minyak kelapa sawit)


Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya
kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun
yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit
berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan
lainnya.

d. Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan


dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat
dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra).
Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi,
terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan
asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat

e. Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam
lemak rantai pendek lebih rendah, daripada minyak kelapa.

f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi


asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.
Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
g. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga
harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
bahan baku.

h. Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk
membuat sabun transparan.

i. Olive oil (minyak zaitun)


Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun
dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal
dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari


campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering
dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi.
Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi
dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat
dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Herbamart, 2011. Sejarah Sabun.
Luthana, Yissa. 2010. Bahan – Bahan Pembuatan Sabun
.http://yissaprayogo.wordpresscom/2010/05/07/bahan-bahan-
pembuatan-sabun/.Diakses tanggal 12 November 2014.
Pramushinta, Diah. 2012. Pembuatan Sabun.
http://PembuatanSabun_inuyashaku’s Blog.html. Diakses tanggal 12
November 2014.

Sabun adalah satu senyawa kimia tertua yang pernah di kenal .Sabun di buat dari campuran
senyawa alkali (NaOH,KOH) dan minyak( Trigliserida).

Trigliserida terdiri dari tiga gugus asam lemak yang terikat pada gugus gliserol. Asam lemak
terdiri dari rantai karbon panjang yang berakhir dengan gugus asam karboksilat pada
ujungnya. Gugus asam karboksilat terdiri dari sebuah atom karbon yang berikatan dengan
dua buah atom oksigen. Satu ikatannya terdiri dari ikatan rangkap dua dan satunya
merupakan ikatan tunggal. Setiap atom karbon memiliki gugus asam karboksilat yang
melekat, maka dinamakan “tri-gliserida”. ( Andry 2008 )

Apabila trigliserida direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida atau kalium hidroksida),
maka ikatan antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan
terpisah. Proses ini disebut “saponifikasi”. Atom oksigen mengikat sodium yang berasal dari
sodium hidroksida sehingga ujung dari rantai asam karboksilat akan larut dalam air. Garam
sodium dari asam lemak inilah yang kemudian disebut sabun. Sedangkan gugus OH dalam
hidroksida akan berikatan dengan molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak tersebut
lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan selesai. Reaksi tersebut sebagai berikut :

Trigliserida biasanya disebut juga “fat” atau lemak jika berbentuk padat pada suhu kamar,
dan disebut minyak (oil) bila pada suhu kamar berbentuk cair. Trigliserida tidak larut dalam
air, hal ini dapat dibuktikan bila kita mencampurkan air dan minyak, akan terlihat keduanya
tidak akan bercampur. ( Anonim, 2008 )

Sabun disebut sodium stearat dengan rumus kimia C17H35COO – Na + dan merupakan
hydrocarbon rantai panjang dengan 10 sampai 20 atom Carbon. Dapat digunakan untuk
membersihkan karena bersifat polar, merupakan komponen ionik yang larut dalam air dan
tidak larut dalam larutan organik, yaitu minyak.

Lemak dan minyak yang digunakan untuk membuat sabun terdiri dari 7 asam lemak yang
berbeda. Apabila semua ikatan karbon dalam asam lemak terdiri dari ikatan tunggal disebut
asam lemak jenuh, sedangkan bila semua atom karbon berikatan dengan ikatan rangkap
disebut asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh dapat dikonversikan menjadi asam
lemak jenuh dengan menambahkan atom hydrogen pada lokasi ikatan rangkap. Jumlah asam
lemak yang tak jenuh dalam pembuatan sabun akan memberikan pengaruh kelembutan pada
sabun yang dibuat. (Fatriani 2009)

http://koboykampus16.blogspot.co.id/2015/04/safonifikasi-ester-dan-pembuatan-sabun.html

Anda mungkin juga menyukai