TINJAUAN PUSTAKA
Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu
kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun
dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam
berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan
serupa.
Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut
sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai
masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun
keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum
tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai
pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia
membuat sabun mulai dianggap sebagai seni.
Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di
Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan
Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya
minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas
Leblanc, kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja
biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.
Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya
mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya,
adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan
dijual
dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan
lagi barang mewah.(http://docs.google.co m/viewerocw.usu.ac.id/course/download/-
teknologi- oleokimia/tkk-322_handout_sabun.pdf)
Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki
sejarah tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi
penemuan, diambil satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi
kuno. Nama Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari
Gunung Sapo, di mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang
berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan
sabun atau sapo, pada masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir
ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci
pakaian di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka
lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul sabun dimulai.
(http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi- saponifikasi-dan-sejarah-
singkat-pembuatan-sabun/)
2.2 Saponifikasi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun
yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan
sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan
yang digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya
digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2 CO3. Ada dua produk yang
dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil
reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh
dari lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam
pembuatan sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil),
minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-masing
mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. (Wikipedia, 2007)
2.3 Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak.
Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa
karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan
air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik.
Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen
dengan air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan
mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan
gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian
ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
-
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah
garam- garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung
anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak
dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)
Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika
lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun
terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon
dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok
dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini
mengandung agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon
nonpolar, atau lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar,
atau hidrofilik membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun
biasa, bagian luar
dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat
keliling setiap misel.
Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat
dengan beberapa cara. Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi
kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri, sabun cair, dan sabun untuk
air sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan
mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran
lemak (stearine) dan minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan
perbandingan
80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai lemak yang berlebih mempunyai
perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak
bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro
Carban (TCC) yang merupakan dua senyawa yang banyak digunakan sebagai
antimicrobial.
Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban.
Keduanya termasuk kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut
dalam pelarut yang sesuai, seperti parfum.
Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi
kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh
dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi
yang sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan
kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan
sel kulit. Pada sabun kecantikan busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah.
(Luis Spitz, 1996).
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau
KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam
ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol
dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan.
Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian
dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan
direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan
membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung
tanpa pengolahan lebih
lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,
seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan
diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun
obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan
udara di
dalamnya)
Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara
kontiniu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk
dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini
kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak)
dengan kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini
hampir sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara
kontiniu sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.
Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket
panas. Separuh dari jumlah total alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-
lahan dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit. Sisanya kemudian
ditambahkan bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium
klorida. Natrium klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap.
EDTA digunakan sebagai zat anti oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi
logam dalam neat soap. Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk menghasilkan sabun,
ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu :
1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi
tetapi dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas.
0
Biasanya, suhu operasi antara 80-95 C.
Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh
melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut :
2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan
menggunakan roll mill, plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap
dimanipulasi kedalam bentuk yang diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk
struktur sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan plodder.
Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor
0
pada suhu ± 125 C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan
NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak
setimbang sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama
10 menit dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.
Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan)
diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan
larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit
sehingga hasil reaksi antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses
selanjutnya.
Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan
%b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil,
palm stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai
dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah
reaksi sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan
antara sabun dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang
dijadikan sebagai bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan
spent lye dengan kemurnian gliserin 20-30%.
Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian
dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk
memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung
di dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh
lye (larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn
ini terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem
and Soap Industri, 2010)
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak
mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada
kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua
reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
RCOOCH2 CH2OH
reaksi eksotermik
RCOOCH + 3 NaOH 3 RCOONa + CHOH
RCOOCH2 CH2OH
CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH
CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH
CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH
CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH
Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan
sabun seperti laju penyabunan, jumlah alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan
kekuatan
elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan
gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)
Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying)
dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan
speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting
secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka
saatnya diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar
jangan sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada
dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di
plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian
disimpan dalam suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo.
(PT. Oleochem & Soap Industri, 2010)
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun
dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau
lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi
sistem, semuanya dapat
digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem
tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun
dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada
dryer sistem tunggal.
2.3.6.4 Penyempurnaan
Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran
sabun ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah campuran tersebur
menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan
ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun
tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan
menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses
pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.
Dibawah ini adalah proses saponifikasi yang biasanya digunakan untuk pembuatan sabun:
Proses
Penyabunan
Natrium Chlorida
Pemisahan
Sabun Dadih Glycerine Mentah
Fitting Pemurnian
Pengeringan,
Pemotongan
Aditif
/Pengisi
Powdered
Laundry Soap Sabun Cuci Sabun Mandi
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang
(±
28°C), sedangkan lemak akan berwujud
padat.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus
dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk
(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di
antaranya :
1. Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging
sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur
solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan
iodine. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi
dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan
stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari
tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C.
Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama
dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%,
asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi
daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-
10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%,
asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%,
asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak
dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar
dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga
terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam
laurat 0,1-
0,4%.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil ( Minyak Jarak )
Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji jarak ini bisa
memberikan rendemen 54% minyak. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak
dikenal sebagai minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan
sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak
mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g,
bilangan penyabunan
176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal
sebagai
senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam
lemak yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun
bila direaksikan dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi.
Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam
oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%.
(G. Brown,
1973)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang
keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang
tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga
mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak
jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83
persen dari total asam lemak dalam minyak
zaitun.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena
memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam
laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa.
Kandungan
stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Jenis Rumus Sumber Utama Kekerasan Kelarutan Kinerja Daya Daya Membersihkan
Air Air Air
Asam Lemak Molekul Sabun dalam air dalam air keras Busa Dingin Hangat Panas
ASAM LEMAK JENUH :
Lauric C11H23COOH Minyak kelapa, PKO √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√
Miristat C13H23COOH Minyak kelapa, PKO √√√ √√√ √√ √√ √√ √ √
Palmitat C15H31COOH Palm Stearin, Palm Oil, √√√ √√ √√ √ √ √ √√
Tallow, Rice Bran Oil,
Cottonseed Oil
Stearat C17H35COOH Tallow √√√ √√ √ x x √ √√√
Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya
ditemukan dalam bentuk asam karboksilat dan gliserol dalam lemak dan minyak.
Komponen asam lemak yang umumnya ditemukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan
merupakan trigliserida yang mengandung atom karbon dengan jumlah yang sama
dalam rantai
hidrokarbon yang tidak mempunyai cabang. Rantai hidrokarbon yang panjang dari asam
lemak mungkin dalam bentuk jenuh atau mengandung satu atau lebih karbon-
karbon ikatan rangkap. (Ralph J. Fessenden, 1982)
2.4.1.3 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol,
monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia
NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri
sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat
menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau
lemak).
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil
saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk
yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan
aditif.
Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya
lebih murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat
fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang
memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam
air panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile.
Biasanya diperoleh secara sintetik.
Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh
secara luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam
elektrolit, plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil
terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole
hidrogen dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium
tetraklorida yang dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara
lain dalam vitreus enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2
adalah zat warna putih yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi
tinggi dan non toksik. (Supena, 2007)
Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau
dari aspek
ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan
lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan
sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut
dalam
air.
EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk
kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi
oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih
pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang
bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk
metode titriametil. (Supena, 2007)
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau
tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui
dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang
sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid
Kurnia, 2009)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli
sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna
merah, putih, hijau maupun orange.
(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-
sabun)
Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan
untuk membuat sabun diperoleh dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau
hewan. Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada
jenis dan sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya
lebih dari
90% dari bahan baku
ini.
dibutuhkan.
d. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan
membusa, kekerasan dan daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)
Produksi sabun tahunan dunia adalah lebih dari 6 juta ton. Jika dirata-ratakan 60% asam
lemak diasumsikan dalam pembuatan sabun. Di bawah ini adalah jumlah asam
lemak yang dibutuhkan :
Sumber utama asam lemak C16 dan C18 yang murah dan tersedia adalah tallow
dan palm stearine. Saat ini Malaysia mengekspor lebih dari 40.000 ton palm stearine
tiap bulan dan jumlah eksport ini diharapkan meningkat pada tahun ini.
Keberadaan palm stearine juga digunakan sebagai shortening (minyak sayur) dan
campuran dalam produk lain. Tetapi sebagian besar akan digunakan dalam pembuatan
sabun.
Mengenai faktor biaya, palm stearin lebih murah dibandingkan palm oil, dan harganya
rendah dibandingkan dengan edible tallow. Ketersediaan palm stearine dan biaya yang
lebih rendah, tidak sulit untuk menyatakan bahwa palm stearine akan memainkan
peranan penting dalam pasar bahan baku sabun yang akan datang. Tabel 2.3
menjelaskan perbandingan harga palm stearine dan edible tallow. (Iftikhar Ahmad,
1981)
Mengenai stabilitas dan perlakuan awal, pada stearine mengandung sedikit asam
lemak tak jenuh seperti asam oleic ( oleat ) daripada tallow dan bebas dari zat lemas.
Oleh sebab itu perlakuan awal yang dibutuhkan sederhana. Palm stearine juga bebas dari
bau tidak sedap.
Di bawah ini adalah parameter analisis yang digunakan oleh pembuatan sabun dalam
memilih minyak dan lemak.
3. Lebih berbusa *
Dalam hal memberikan sifat sabun yang optimum, faktor I.N.S biasanya berada
diantara 130 – 165. Dengan mencampur minyak yang mempunyai faktor
I.N.S yang tinggi seperti coconut oil ataupun palm kernel oil (minyak inti
sawit), dengan palm stearine atau tallow dan dengan minyak yang faktor I.N.S
nya rendah seperti kacang tanah. Minyak seperti palm stearine atau tallow
dianjurkan cocok sebagai dasar pembuatan sabun laundry ( sabun cuci ).
‘* Asam laurat ( lauric acid ) seperti minyak kelapa ( coconut oil ) dan minyak
inti sawit adalah pengecualian.
Perbandingan daya larut terutama digunakan untuk mengatur jumlah palm stearine atau
tallow dalam komposisi minyak atau lemak. Perbandingan daya larut campuran minyak
atau lemak dihitung dengan membagi faktor I.N.S dari pengisi minyak dengan jumlah
faktor I.N.S dari beberapa minyak yang ada dalam campuran yang mempunyai
faktor I.N.S lebih tinggi dari 130 ( diluar minyak inti sawit dan coconut oil ). Jika sangat
larut, kecepatan membusa sabun dibutuhkan jumlah palm stearine atau tallow yang
sedikit, jika tidak dibutuhkan jumlah yang tinggi. (Iftikhar Ahmad, 1981)
Sebelum proses pembuatan sabun, kualitas dari sabun yang dibuat harus secara
jelas ditentukan atau diputuskan. Dengan mencampur minyak – minyak atau lemak yang
berbeda memungkinkan untuk memperoleh sebuah sabun akhir dengan kualitas
yang diharapkan. Parameter mutu yang biasanya diperhatikan adalah : Tampilan umum
(meliputi kepadatan sabun/compact, bercahaya, kesat), kelarutan yang baik, pembusaan
yang baik dan stabil, daya membersihkan tinggi, berbuih, tahan terhadap ketengikan,
baik dalam air lunak, stabilitas baik (berhubungan dengan warna) Perbedaan
minyak dan lemak menghasilkan sabun dengan mutu yang berbeda pula, misalnya
warna, konsistensi pembusaan dan daya membersihkan. Tabel 2.4 menunjukkan
karakterisasi sabun yang dihasilkan dari beberapa minyak dan lemak yang penting.
Untuk penggunaan yang spesifik, mutu dievaluasi dan lemak-lemak dipilih secara
sesuai. Sebagaimana yang dianjurkan pada tabel 2.4, sabun yang terbuat dari
palm stearine dan tallow mempunyai persamaan dan kedua komponen-komponennya
dapat ditukar dalam bahan pengisi lemak. Satu alasan hasil sabunnya mempunyai
sifat yang sama yaitu sifat kimianya. Seperti yang kita lihat dari tabel 2.5 keduanya
hanya mempunyai asam lemak rantai pendek . Meskipun persentase asam palmitat
dan asam
stearat bervariasi diantara palm stearine dan tallow, jumlah asam lemak jenuh dan
asam lemak tak jenuh rantai panjang adalah sama.
Tabel 2.4. Sifat Sabun yang Dibuat dari Minyak dan Lemak yang Berbeda