Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Awal Sejarah Sabun dan Deterjen

Asal dari kebersihan pribadi adalah kembali ke zaman pra sejarah. Sejak air menjadi
bagian yang penting untuk kehidupan, orang pertama hidup dekat air dan mengetahui properti
kebersihan, sedikitnya bagaimana membilas lumpur ke tangan mereka.

Benda mirip sabun ditemukan berbentuk tabung saat penggalian di Babilonia


Kuno adalah fakta tentang pembuatan sabun diketahui pada tahun 2800 SM. Sabun yang
berbentuk tabung tersebut berasal dari lemak yang direbus dengan abu, dimana itu
merupakan metoda pembuatan sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan sabun itu.
Kemudian akhir-akhir ini digunakan untuk penggaya rambut.

Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno biasa mandi. Papirus


Eber, dokumen kesehatan dari sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan kombinasi
minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun untuk
menyembuhkan penyakit dan membersihkan kulit.

Di waktu yang sama, Musa memberikan orang Israel peraturan pemerintah kebersihan
pribadi. Dia juga menghubungkan kebersihan untuk kesehatan dan penyucian agama.
Laporan Injil mengusulkan bahwa orang Israel mengetahui bahwa campuran abu dan produk
minyak adalah jenis dari gel rambut.

Orang Yunani Kuno mandi untuk alasan estetika dan rupanya tidak
menggunakan sabun. Bahkan, mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir,
batu apung dan abu, juga meminyaki tubuh dengan minyak, menggesek minyak dan
kotoran pada peralatan metal yang disebut strigil. Mereka juga menggunakan minyak dengan
abu. Baju dicuci tanpa sabun di sungai.

Nama sabun berasal dari legenda Romawi Kuno, dari Gunung Sapo, dimana
binatang dikorbankan. Hujan membersihkan campuran dari lemak hewani cair

1
atau lemak dan abu kayu menjadi lilin di sepanjang Sungai Tiber. Para wanita berusaha
menemukan campuran lilin sebagai pembersih.

Orang Jerman Kuno dan Modern juga memjelajahi sabun yang terbuat dari lemak dan
abu, dan digunakan untuk mewarnai rambut mereka menjadi merah.

Ketika peradaban Romawi maju, dan mereka menjadi selalu mandi. Tempat mandi
Romawi yang pertama terkenal yang terdapat saluran air, dibangun sekitar tahun 312 SM.
Pada saat itu, mandi sangatlah mewah, dan mandi menjadi populer. Di abad-ke 2
Masehi, dokter Yunani (Galen) menganjurkan sabun dijadikan untuk pengobatan dan
pembersih.

Setelah musim gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi menurun.
Kesehatan publik berganti-berganti di lakan Eropa memberikan pengaruh yang kuat.
Menurunnya kebersihan pribadi, berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa sanitasi
sehingga menambah berat dan menjadi wabah besar di Abad Pertengahan, dan khususnya
kematian hitam di abad ke-14. Namun, pada abad ke-17 kebersihan dan mandi mulai kembali
lagi menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Masih ada tempat dimana kebersihan
pribadi tersisa penting di belahan dunia. Mandi harian adalah adat yang biasa di Jepang
saat Abad Pertengahan. Dan di Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas adalah
tempat perkumpulan populer pada Sabtu sore.

I.2. Sejarah Pembuatan Sabun Dan Detergen Pada Pertengahan Abad

Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di Eropa pada abad ke-
17. Serikat pekerja pembuat sabun terlindungi dalam perdagangan rahasia. Minyak
nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman, terus dengan pewangi. Secara
berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi disediakan untuk mencukur dan
mencuci rambut, juga mandi dan mencuci.

Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun yang siap
menyediakan bahan mentah seperti minyak pohon zaitun. Orang Inggris mulai membuat
sabun pada saat abad ke-12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622, Raja James I
mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun yaitu $100.000 pertahun. Pada abad ke-19,
sabun mempunyai pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara.

2
Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa, dan standar kebersihan
meningkat.

Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan
mendatangkan beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai
Jamestown, Virginia. Akan tetapi, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya
adalah pekerjaan rumah tangga yang pada akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa
mengumpulkan lemak dari rumah tangga, yang diubah menjadi beberapa sabun.

Langkah utama pembuatan sabun komersial skala besar terjadi pada tahun 1791 ketika
kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc menetapkan proses untuk membuat abu soda atau
sodium karbonat dari garam biasa. Abu soda adalah alkali yang terdapat dari abu
dikombinasikan dengan lemak menjadi bentuk sabun. Leblanc memproses hasil kuantitas
dari kualitas baik dari abu soda murah.

Ilmu pembuatan sabun modern lahir 20 tahun yang lalu, kemudian dengan penjelajahan
Michel Eugene Chevreul dan kimiawan Perancis lainnya, sabun terbuat dari kimia alam
dan lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa
dipungkiri adalah dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun.

Kemajuan teknologi sabun pada pertengahan 1800-an ditemukan oleh


kimiawan Belgia, Ernest Solvay, dengan proses ammonia di mana menggunakan garam meja
biasa, atau sodium klorida untuk membuat abu soda. Proses Solvay lebih lanjut alkali, dan
menambah kualitas dan kuantitas abu soda yang tersedia untuk manufaktur sabun.

Penjelajahan ini bersamaan dengan pembangunan kekuatan untuk


mengoperasikan pabrik, sehingga pembuatan sabun mengalami pertunbuhan yang cepat dalam
industri Amerika pada tahun 1850. Di waktu yang sama, ketersediaan sabun yang banyak
mengubah sabun dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari. Penggunaan yang
tersebar luas ini menjadikan sabun berkembang menjadi sabun yang lebih lembut untuk mandi
dan sabun digunakan juga di dalam mesin cuci itu yang disediakan untuk konsumen seiring
dengan pergantian abad.

Bahan kimia dari manufaktur sabun pada dasarnya sama sampai tahun 1916, ketika
deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman. Pada Perang Dunia I kekurangan lemak
untuk membuat sabun. Diketahui sekarang dengan sederhana yaitu deterjen. Deterjen
sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih yang menjadi satu yang

3
diambil dari jenis bahan mentah. Penjelajahan deterjen juga dilator belakangi oleh
kebutuhan untuk alat kebersihan. Tidak seperti sabun, tidak dikombinasikan antara
garam mineral dengan air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan dan
diketahui itu merupakan dadih sabun.

Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an,
tetapi tidak benar-benar dijalankan sampai akhir Perang Dunia II. Ketika perang berhenti,
persediaan lemak dan minyak dibutuhkan untuk alat kebersihan yang akan bekerja di air laut
yang kaya mineral dan di air dingin. Lebih lanjut merangsang untuk meneliti deterjen.

Deterjen pertama digunakan untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut.
Perkembangan lebih lanjut, detergen digunakan untuk mencuci baju serba guna yang muncul
pada tahun 1946. Ketika pembuatan deterjen (yang berisi surfaktan) dikenalkan di
Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen yang merupakan bahan pembersih dasar.
Pembentukan tersebut membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat
digunakan sebagai pembentuk pada detergen dan sangat bagus kinerjanya, sehinggan
mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat sekalipun.

Pada tahun 1953, penjualan deterjen di negara Amerika melebihi sabun. Kini,
detergen dapat menggantikan produk dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring
dan pembersih rumah tangga. Deterjen (original atau berkombinasi dengan sabun)
adalah juga ditemukan yang penggunaannya berbentuk batangan dan cair untuk pembersih
pribadi.

Sejak deterjen dan bahan kimia dibentuk, aktivitas lebih lanjut adalah focus
memproduksi produk pembersih praktis yang mudah digunakan dan
menyelamatkan konsumen untuk lingkungan.

I.3. Sifat Fisis dan Kimia Sabun dan Deterjen

SIFAT FISIS DAN KIMIA SABUN

SIFAT FISIS SIFAT KIMIA

4
Ujung non polar : Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga
akan dihidrolisis parsial oleh air. Oleh karena itu, larutan sabun
CH3(CH2)16 (larut dalam dalam air bersifat basa.
minyak, hidrofobik dan juga CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-
memisahkan kotoran CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
nonpolar)
Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun
dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.

Ujung polar :
Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan
proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak)
COONa (larut dalam air,
+
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non
hidrofilik dan juga
polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar.
memisahkan kotoran polar)
Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)
dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.

SIFAT FISIS DAN KIMIA DETERJEN

SIFAT FISIS SIFAT KIMIA

Ujung non polar : R - O (hidrofob) Dapat melarutkan lemak

Ujung polar : SO3Na (hidrofil) Tak dipengaruhi kesadahan air

1.4. Kegunaan Sabun dan Detergen

Sabun dan Deterjen berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak


ataupun zat pengotor lainnya. Keduanya digunakan dalam produk laundry, sabun toilet,
sampo, sabun cuci piring, dan produk pembersih pada rumah tangga. Kegunaan pada industri
yaitu bahan pembersih, surfaktan khusus untuk anti kuman di rumah sakit, pengemulsi pada

5
kosmestik, flowing dan wetting agent untuk bahan kimia pertanian, dan digunakan pada
proses pengolahan karet. Secara umum, sabun dan detergen digunakan untuk menghilangkan
minyak.

Deterjen dan sabun digunakan untuk membersihkan karena air murni tidak dapat
menghilangkan noda berminyak, dan kotoran organik. Sabun membersihkan dengan
bertindak sebagai emulsi. Pada dasarnya, sabun memungkinkan minyak dan air untuk
bercampur sehingga kotoran berminyak dapat dilepaskan selama bilasan. Deterjen yang
dikembangkan untuk menanggapi kekurangan sabun yang dibuat dari lemak hewan dan
nabati yang digunakan untuk membuat sabun selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Deterjen terutama surfaktan, yang dapat dihasilkan dengan mudah dari petrokimia. Surfaktan
menurunkan tegangan permukaan air, pada dasarnya membuat basah sehingga kurang
cenderung tetap untuk dirinya sendiri dan lebih mungkin untuk berinteraksi dengan minyak
dan lemak.

BAB II
6
PEMBAHASAN
II.1. Sabun

II.1.a. Pengenalan Sabun

Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang
panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun
tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium
Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium
Hidroksida (KOH).
Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat
pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan
alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani,
minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk
yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci
baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan
dalam industri.
Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan
jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun
yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan
teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Struktur sabun secara umum ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:

Gambar 1. Struktur sabun

II.1.b. Macam-Macam Sabun


Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran
minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
Sabun Cair

7
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta
menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan
gliserin atau alkohol.
Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang
rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-
bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda,
irgassan Dp300 dan sulfur.
Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun
yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu.
Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling
atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dr y-m ixing. Sabun bubuk mengandung
bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium
karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

II.1.c. Bahan Baku Pembuatan Sabun


Bahan Baku: Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang ( 28C),
sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida
yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan
panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang
dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan
membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh,
seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah
teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh
memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh
yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek
dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

8
Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik
dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan
sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang
mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah
dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak
atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat
digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut
dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari
ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut
lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah
tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan
untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun
hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi
produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan
aditif.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl
pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun
dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang
bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-
bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.

II.1.d. Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun


Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara
lain:

9
Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan
sebagai bahan pembuatan sabun.

Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida
yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satugram
minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang
dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.

Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau lemak, semakin
besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam
pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi
ketahanan sabun pada suhu tertentu.

II.1.e. Metode-metode Pembuatan Sabun


Pada proses pembuatan sabun, digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun yang
berkualitas dan bagus. Beberapa metode pembuatan sabun, yaitu:
a. Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH)
berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk
mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali
dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang
bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan
diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya
untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen
dan mengapung.
Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun
industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung
dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal
menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan
sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).

10
b. Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang. lemak atau minyak dihidrolisis
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak
atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan
gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan.
Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.

II.1.f. Proses Pembuatan Sabun dalam Industri


1) Saponifikasi Lemak Netral
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy
adalah akhiran yang berarti membuat). Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan
menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang
menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah
bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu
dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi,
menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa + Gliserin
NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan
kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yang beroperasi pada
temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi
kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin,
kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan
larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci
dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari
sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-
63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun
dalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan
gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual.

11
Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat
molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras.

Gambar 2. reaksi pembentukan sabun

2) Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya
dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35%
pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis
vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada
berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap
yang mengalir pada bagian luar pipa.
Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan
dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk
lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan
sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal.

3) Netralisasi Asam Lemak

Gambar 3. reaksi netralisasi asam lemak

Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih
cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak
dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak

12
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralisasi 1 gram asam lemak.

4) Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalamm ixer (analgamator). Campuran sabun ini
klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu
produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah
alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan
ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan
sabun batangan merupakan tahap akhir.

II.1.g. Cara Kerja Sabun


Keadaan kotor yang kita jumpai saat membuat sabun berbeda sekali dengan kegunaan
sabun yang tiada bandingnya untuk membersihkan kotoran. Sekilas sabun adalah bahan ajaib
yang bisa membersihkan segala kotoran, dia bisa membedakan yang mana yang kotoran dan
yang mana yang bukan. Dia juga bisa menyatukan/membawa sekaligus air dan kotoran yang
dilekatkan oleh badan kita dengan keringat yang mengandung minyak, padahal kita tahu
bahwa air dan minyak tidak mungkin bersatu. Tapi bahab ajaib itu sebenarnya tidak ada.
Untuk mengetahui cara kerjanya kita harus melihat dulu susunan molekul sabun.
Molekul sabun terdiri dari bagian yang disebut ekor dan kepala. Ekor sabun terdiri
dari bahan minyak dan kepala sabun terdiri dari bahan air (lihat bahan pembuat sabun).
Karena ekor sabun terdiri dari minyak, maka ekor sabun akan bisa menyatu dengan kotoran
yang terdiri dari minyak juga. Sementara itu kepala sabun yang terdiri dari air akan melekat
dengan molekul air. Itulah sebabnya sabun bisa membawa minyak dan air sekaligus.
II.1.h. Sifat Sifat Sabun
Sifat-sifat sabun diantaranya adalah :
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Oleh karena itu, larutan sabun dalam air bersifat basa.

13
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran
yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan
non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam
zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka
air) dan larut dalam air.

II.2. Detergen
II.2.a. Pengenalan Deterjen
Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industri. Detergen adalah Surfaktan
anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 - C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai
panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati
atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Deterjen dapat berbentuk cair, pasta, atau
bubuk yang mengandung konstituen bahan aktif pada permukaannya dan konstituen bahan
tambahan. Konstituen bahan aktif adalah berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari
surface active agents, yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di
antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran dan
pemerataan. Adapun konstituen tambahan dapat berupa pembangun, zat pengisi, zat
pendorong, diantaranya adalah : Garam dodesilbenzena sulfonat, natrium lauril eter sulfat,
kokonum sitrat, dan metil paraben.
Deterjen pertama yang dihasilkan yaitu natrium lauril sulfat (NSL) yang berasal dari
lemak trilausil yang kemudian direduksi dengan hidrogen dibantu dengan katalis. Setelah itu,
direaksikan dengan asam sulfat lalu dinetralisasi. Karena proses produksinya yang mahal,
maka penggunaan NSL ini tidak dilanjutkan.
Industri deterjen selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan alkil benzena sulfonat
(ABS). Akan tetapi, ABS ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena molekul

14
ABS ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga berbahaya bagi persediaan
suplai air tanah. Selain itu, busa dari ABS ini menutupi permukaan air sungai sehingga sinar
matahari tidak bisa masuk pada dasar sungai yang dapat menyebabkan biota sungai menjadi
mati dan sungai menjadi tercemar.
Perkembangan selanjutnya ABS diganti dengan linear alkil sulfonat (LAS). Detergen ini
memiliki rantai karbon yang panjang dan dapat dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga
tidak menimbulkan busa pada air sungai. Akan tetapi, LAS juga memiliki kekurangan yaitu
dapat membentuk fenol, suatu bahan kimia beracun.
Deterjen yang beredar di pasaran atau yang dikonsumsi sebagian masyarakat Indonesia
merupakan hasil produksi dalam negeri, tetapi dengan lisensi dari perusahaan luar negeri.
Dewasa ini, komposisi detergen diubah ke komposisi yang lebih ramah lingkungan. Hal ini
dikarenakan detergen memiliki fosfat yang menyebabkan eutrofikasi dalam air alam.

II.2.b. Bahan Baku Pembuatan Deterjen


a. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan, meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran
yang berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan
mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Secara garis besar, terdapat empat kategori
surfaktan yaitu:
Anionik : Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate
(LAS), dan Alpha Olein Sulfonate (AOS)
Kationik : Garam Ammonium
Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle
Amphoterik : Acyl Ethylenediamines
b. Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan
cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.

c. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)


Garam posfat digunakan sebagai pembina (builder) dalam detergen dimana ia
memberikan perlembutan air (water softening), kealkalian dan penghilangan kotoran
serta penyebaran (dispersion). Juga sebagai bahan bantu pada proses terbaik semasa
pembuatan detergen seperti penyerapan surfaktan cair dan pengikatan air bebas. Fosfat

15
yang paling lazim digunakan dalam aplikasi detergen adalah garam sodium dan
potassium pirofosfat dan tripolifosfat.
Asetat : Nitril Tri Acetate (NTA) dan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
Silikat : Zeolit
Sitrat : Asam Sitrat

d. Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contohnya adalah sodium karbonat.
Sodium karbonat merupakan bahan deterjen multifungsi. Diantaranya adalah untuk
kekerasan air (melalui pemendakan), sumber kealkalian, pengisi (filler), pembawa dan
bahan bantu pengaglomeratan (agglomeration) untuk serbuk.

e. Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh :
Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).

II.2.c. Jenis-Jenis Deterjen


Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, deterjen dikelompokkan menjadi :
1. Deterjen Anionik (DAI)
Merupakan deterjen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan dengan alkali.
Deterjen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila dilarutkan dalam
air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama dari deterjen anionik
adalah :
Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
Alkil aril sulfonat
Olefin sulfat dan sulfonat
2. Deterjen Kationik
Merupakan deterjen yang mengandung surfaktan kationik. Deterjen ini akan berubah
menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya digunakan pada
pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak ada netralisasi tetapi bahan-
bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat untuk netralisasi. Agen aktif
permukaan kationik mengandung kation rantai panjang yang memiliki sifat aktif pada
permukaannya. Kelompok utama dari deterjen kationik adalah :

16
Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom karbon)
Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom C)
Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
3. Deterjen nonionik
Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara, kedua asam dan
basanya merupakan molekul yang sama. Deterjen ini tidak akan berubah menjadi partikel
bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air sadah dan dapat
mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok utama dari deterjen
nonionik adalah :
Etilen oksida atau propilen oksida
Polimer polioksistilen
HO(CH2CH2O)a(CHCH2O)b(CH2CH2O)cH CH3
CH3
Alkil amida
HOCHCH3NH2-HOOCC17O38 R
R
4. Deterjen Amfoterik
Deterjen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik. Detergen ini
dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung kepada pH air
yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.
Kelompok utama dari deterjen ini adalah : Natrium lauril sarkosilat
( CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol.

Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut
dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan
pencemaran air. Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
ABS merupakan suatu produk derivat alkil benzen. Proses pembuatan ABS ini adalah
dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat
atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil
Benzena, maka persamaan reaksinya adalah:

C6H5C12H25 + SO3 C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)

Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium


Dodekil Benzena Sulfonat

17
2. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh
mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai . Contoh: Lauril Sulfat atau
Lauril Alkil Sulfonat. (LAS). Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan
Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan
reaksi:

C12H25OH + H2SO4 = C12H25OSO3H + H2O


Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.

II.2.d. Sifat Fisis dan Kimia Detergen


Sifat Fisis detergen adalah :

Ujung non polar : R - O (hidrofob)


Ujung polar : SO3Na (hidrofil

Sifat Kimia detergen adalah :

Dapat melarutkan lemak


Tak dipengaruhi kesadahan air

II.2.e. Proses Pembuatan Deterjen dalam Indutri


Berikut merupakan bagian-bagian dari proses pembuatan sabun, yaitu :
1. Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik
dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan proses
pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan pada
gambar berikut :

18
Gambar 4. Diagram alir proses spray-drying

Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan (diterima


dalam drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur kemudian dicampurkan
dengan kmponen padat (diterima dalam bags atau wadah khusus dan kemudian disimpan
dalam silos) untuk membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki
perbedaan viskositas dan konsentrasi erdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan
tinggi (hingga 10 bar). Dan di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus
(nozzles) ke dalam menara berbentuk silinder (spraydrying tower) seperti yang
ditunjukkan pada gambar di atas, dimana aliran dari udara panas terbawa. Dalam
beberapa kasus aliran udara mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi
termalnya tinggi dan proses drying terkontrol.
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang
mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi
mulamula dan drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi
pada bagian atas menara (spray-drying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus
aliran turun,pengeringan produk diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu
udara. Drying co-current menurunkan efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk
pengeringan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang
rendah.
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas
menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistim pembawa
airlift dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara bubuk dasar disaring dan
diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang
sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang kemudian di simpan dalam silos dan
akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.

2. Aglomerasi

19
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang
memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material kering dengan
bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian
bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama lain yang
membentuk partikel-partikel berukuran besar.
Prose aglomerasi dapat di gambarkan seperti proses penimbunan atau penumpukan
dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-tahap
pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada
proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan
operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur
fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau
blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry.
Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen
atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang
digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.

Gambar 5. Blok diagram aglomerasi

3. Dry Mixing

20
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk
ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama
1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.

Gambar 6. Proses dry mixing

Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama


1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat
dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan.

II.2.f. Mekanisme Kerja Detergen


Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik
untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah
satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya
bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka
air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan
kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat
dipertahankan. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi
minyak-air dan detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila
kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi
butiran tanah-air, dimana detergen sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).
II.3. Apakah Perbedaan Sabun dan Deterjen?

21
Kita sering mendengar istilah sabun dan deterjen, tetapi tahukah kita apakah
perbedaan sabun dan deterjen? Apakah sabun sama dengan deterjen atau hanya berbeda
kegunaannya saja? Sebelum dijelaskan lebih detail mengenai sabun dan deterjen, mari kita
lihat perbedaan antara keduanya.

Pada dasarnya baik sabun dan deterjen memiliki mekanisme kerja yang sama dalam
membersihkan. Tetapi kita dapat membedakan antara sabun dan deterjen berdasarkan
beberapa hal, diantaranya kandungan, struktur, karakteristik di dalam air sadah, dan lain-lain.
Berikut ini penjelasannya:

Kandungan
Meskipun sabun dan deterjen merupakan surfaktan, tetapi keduanya tidak
mengandung zat yang sama. Sabun dibuat menggunakan bahan alam sedangkan
deterjen secara umum dibuat dengan menggunakan bahan sintetik. Sabun yang biasa
dilabeli untuk kecantikan secara umum diproduksi dari bahan alam dan membutuhkan
energi kecil pada proses pembuatannya. Sabun memiliki pH antara 9,5 10 dan
bersifat basa sehingga membuat sabun efektif sebagai pembersih dan mengurangi
kebutuhan terhadap antibakteri dan pengawet.
Beberapa pembuat sabun menggunakan lemak sisa yang dapat diperoleh dengan
murah dalam membuat sabun. Sabun dengan kualitas terbaik diproduksi dari minyak
seperti minyak palem, minyak jarak atau minyak kelapa. Dalam proses produksinya
menghasilkan gliserin sebagai hasil samping yang selanjutnya dipisahkan. Gliserin
yang didapat diolah lebih lanjut untuk keperluan komersil.
Deterjen secara umum terbuat dari minyak bumi dengan surfaktan, agen penghasil
busa dan alkohol sebagai bahan utama. Untuk menghilangkan bau yang tidak
diinginkan dari bahan kimia tersebut, deterjen diberi pewangi alami atau sintetik yang
murah. Produk itu juga ditambahkan pengawet dan agen antibakteri yang dapat
mengakibatkan alergi.
Struktur
Semua sabun adalah garam dari asam lemak yang terdiri dari:
- Rantai hidrokarbon panjang yang mengandung satu ikatan tak jenuh seperti natrium
oleat, banyak ikatan tak jenuh atau ikatan jenuh.
- Gugus fungsi karboksilat di ujung. Surfaktan yang tidak tergolong sabun adalah
deterjen.

22
Gambar 7. Struktur detergen dan sabun

Karakter di dalam air sadah


Perbedaan yang paling penting antara sabun dan deterjen adalah karakternya di dalam
air. Kekurangan yang mendasar apabila kita mencuci dengan sabun adalah
terbentuknya endapan dalam air sadah dan menimbulkan noda pada baju, berbeda
halnya dengan deterjen. Di dalam air sadah, deterjen hanya bereaksi sedikit dengan
mineral dan tidak menimbulkan endapan.
Perbedaan lain yang penting adalah sensitivitas sabun pada kondisi asam. Pada saat
menggunakan sabun di lingkungan asam (pH<4,5), akan terjadi protonasi terhadap
gugus karboksilat dari sabun sebagaimana reaksi di bawah ini:

Gambar 8. Reaksi protonasi

Reaksi di atas menunjukkan protonasi ion oleat untuk membentuk asam oleat yang tidak
bermuatan. Molekul ini tidak larut dan merupakan molekul yang tidak aktif dalam arti tidak
dapat berperan sebagai pembersih. Karena tidak larut, maka molekul ini akan menghasilkan

23
campuran keruh dan membentuk endapan. Oleh karena itu sabun tidak cocok digunakan pada
kondisi asam.

BAB III

PENUTUP
III.1. Kesimpulan

1. Pembuatan detergen dan sabun pada skala industri merupakan gabungan dari ilmu-
ilmu exact sebegitu rupa, dan memerlukan alat-alat yang perlu pengendalian khusus
dan mempunyai spesifikasi tertentu.
2. Pada proses pembuatan detergen, yang pertama kali dilakukan adalah dengan
pembuatan surfaktan. Lalu hasil surfaktan ini, untuk membuat detergent dicampur
dengan phospat, silikat dan dry scrap. Adapun komposisi surfaktan adalah alkyl
benzene sulfonat, fatty alcohol, oleum dan larutan NaOH. Proses pembuatan detergen
melalui alat crutcer yang dilanjutkan ke drop tank setelah itu dipompa ke spray tower
untuk pembentukan serbuk. Serbuk ini di angkat dengan lift udara dan diberi aroma
(parfum) kemudian menuju packing.

24
3. Pada proses pembuatan sabun, raw material (bahan baku) yang digunakan adalah
lemak, basa kausatik (NaOH atau KOH), dan katalis. Pertama-tama lemak dan katalis
dimasukkan sebagai feed awal menuju ke blend tank, setelah itu menuju Hidrolizer.
Pada hidrolizer lemak dihidrolisis yang dapat membentuk asam lemak (gas) dan
gliserin. Setelah itu asam lemak menuju heat exchanger, lalu ke high vacuum still
yang dilanjutkan ke kondensor dan distillate receiver. Pada distillate receiver muncul
hasil samping berupa asam lemak. Kemudian dari distillate receiver dilanjutkan ke
mixer neutralizer dimana ditambahkannya soda kausatik yang setelah itu menuju
soap blender dan menghasilkan sabun padat. Untuk produksi sabun cair, maka proses
tidak cukup sampai disini, dilanjutkan menuju high pressure pump lalu heat
exchanger, flash tank dan packing. Selain sabun yang diproduksi pada proses ini,
gliserin dan asam lemak merupakan hasil samping yang cukup besar
pemroduksiannya.

III.2. Saran

Demikianlah makalah tentang industry pembuatan sabun dan detergen ini dibuat.
Untuk mendukung ataupun untuk memperbaiki makalah ini diperlukan saran-saran
yang bersifat membangun sehingga makalah ini menjadi lebih bagus dan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. The Way Al Makes Soap. [Online]. http://waltonfeed.com/old/soap/soap.html

Ismunandar. 2003. Panduan Memilih Deterjen. [Online]. Tersedia:


http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0703/24/cakrawala/lainnya.htm

Anonim. 2006. Surfactant. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Surfactant#column-


one
Standar Nasional Indonesia. 1994. 06-3532-1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Jakarta: Dewan
Standardisasi Nasional

25
Poermono A. 2002. Membuat Sabun Colek: Skala Kecil, Skala Menengah. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya.

Bailey AE. 1950. Industrial Oil and Fat Product. New York: Intersholastic Publishing Inc.
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/sifat-fisis-dankimia-detergen-
pembuatan-dan-komposisi-detergen/

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/definisi-detergen/

http://id.wikipedia.org/wiki/Deterjen

http://matoa.org/cermati-sabun-dan-deterjen-yang-anda-gunakan/

26

Anda mungkin juga menyukai