PENDAHULUAN
Asal dari kebersihan pribadi adalah kembali ke zaman pra sejarah. Sejak air menjadi
bagian yang penting untuk kehidupan, orang pertama hidup dekat air dan mengetahui properti
kebersihan, sedikitnya bagaimana membilas lumpur ke tangan mereka.
Di waktu yang sama, Musa memberikan orang Israel peraturan pemerintah kebersihan
pribadi. Dia juga menghubungkan kebersihan untuk kesehatan dan penyucian agama.
Laporan Injil mengusulkan bahwa orang Israel mengetahui bahwa campuran abu dan produk
minyak adalah jenis dari gel rambut.
Orang Yunani Kuno mandi untuk alasan estetika dan rupanya tidak
menggunakan sabun. Bahkan, mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir,
batu apung dan abu, juga meminyaki tubuh dengan minyak, menggesek minyak dan
kotoran pada peralatan metal yang disebut strigil. Mereka juga menggunakan minyak dengan
abu. Baju dicuci tanpa sabun di sungai.
Nama sabun berasal dari legenda Romawi Kuno, dari Gunung Sapo, dimana
binatang dikorbankan. Hujan membersihkan campuran dari lemak hewani cair
1
atau lemak dan abu kayu menjadi lilin di sepanjang Sungai Tiber. Para wanita berusaha
menemukan campuran lilin sebagai pembersih.
Orang Jerman Kuno dan Modern juga memjelajahi sabun yang terbuat dari lemak dan
abu, dan digunakan untuk mewarnai rambut mereka menjadi merah.
Ketika peradaban Romawi maju, dan mereka menjadi selalu mandi. Tempat mandi
Romawi yang pertama terkenal yang terdapat saluran air, dibangun sekitar tahun 312 SM.
Pada saat itu, mandi sangatlah mewah, dan mandi menjadi populer. Di abad-ke 2
Masehi, dokter Yunani (Galen) menganjurkan sabun dijadikan untuk pengobatan dan
pembersih.
Setelah musim gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi menurun.
Kesehatan publik berganti-berganti di lakan Eropa memberikan pengaruh yang kuat.
Menurunnya kebersihan pribadi, berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa sanitasi
sehingga menambah berat dan menjadi wabah besar di Abad Pertengahan, dan khususnya
kematian hitam di abad ke-14. Namun, pada abad ke-17 kebersihan dan mandi mulai kembali
lagi menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Masih ada tempat dimana kebersihan
pribadi tersisa penting di belahan dunia. Mandi harian adalah adat yang biasa di Jepang
saat Abad Pertengahan. Dan di Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas adalah
tempat perkumpulan populer pada Sabtu sore.
Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di Eropa pada abad ke-
17. Serikat pekerja pembuat sabun terlindungi dalam perdagangan rahasia. Minyak
nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman, terus dengan pewangi. Secara
berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi disediakan untuk mencukur dan
mencuci rambut, juga mandi dan mencuci.
Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun yang siap
menyediakan bahan mentah seperti minyak pohon zaitun. Orang Inggris mulai membuat
sabun pada saat abad ke-12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622, Raja James I
mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun yaitu $100.000 pertahun. Pada abad ke-19,
sabun mempunyai pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara.
2
Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa, dan standar kebersihan
meningkat.
Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan
mendatangkan beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai
Jamestown, Virginia. Akan tetapi, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya
adalah pekerjaan rumah tangga yang pada akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa
mengumpulkan lemak dari rumah tangga, yang diubah menjadi beberapa sabun.
Langkah utama pembuatan sabun komersial skala besar terjadi pada tahun 1791 ketika
kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc menetapkan proses untuk membuat abu soda atau
sodium karbonat dari garam biasa. Abu soda adalah alkali yang terdapat dari abu
dikombinasikan dengan lemak menjadi bentuk sabun. Leblanc memproses hasil kuantitas
dari kualitas baik dari abu soda murah.
Ilmu pembuatan sabun modern lahir 20 tahun yang lalu, kemudian dengan penjelajahan
Michel Eugene Chevreul dan kimiawan Perancis lainnya, sabun terbuat dari kimia alam
dan lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa
dipungkiri adalah dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun.
Bahan kimia dari manufaktur sabun pada dasarnya sama sampai tahun 1916, ketika
deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman. Pada Perang Dunia I kekurangan lemak
untuk membuat sabun. Diketahui sekarang dengan sederhana yaitu deterjen. Deterjen
sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih yang menjadi satu yang
3
diambil dari jenis bahan mentah. Penjelajahan deterjen juga dilator belakangi oleh
kebutuhan untuk alat kebersihan. Tidak seperti sabun, tidak dikombinasikan antara
garam mineral dengan air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan dan
diketahui itu merupakan dadih sabun.
Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an,
tetapi tidak benar-benar dijalankan sampai akhir Perang Dunia II. Ketika perang berhenti,
persediaan lemak dan minyak dibutuhkan untuk alat kebersihan yang akan bekerja di air laut
yang kaya mineral dan di air dingin. Lebih lanjut merangsang untuk meneliti deterjen.
Deterjen pertama digunakan untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut.
Perkembangan lebih lanjut, detergen digunakan untuk mencuci baju serba guna yang muncul
pada tahun 1946. Ketika pembuatan deterjen (yang berisi surfaktan) dikenalkan di
Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen yang merupakan bahan pembersih dasar.
Pembentukan tersebut membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat
digunakan sebagai pembentuk pada detergen dan sangat bagus kinerjanya, sehinggan
mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat sekalipun.
Pada tahun 1953, penjualan deterjen di negara Amerika melebihi sabun. Kini,
detergen dapat menggantikan produk dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring
dan pembersih rumah tangga. Deterjen (original atau berkombinasi dengan sabun)
adalah juga ditemukan yang penggunaannya berbentuk batangan dan cair untuk pembersih
pribadi.
Sejak deterjen dan bahan kimia dibentuk, aktivitas lebih lanjut adalah focus
memproduksi produk pembersih praktis yang mudah digunakan dan
menyelamatkan konsumen untuk lingkungan.
4
Ujung non polar : Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga
akan dihidrolisis parsial oleh air. Oleh karena itu, larutan sabun
CH3(CH2)16 (larut dalam dalam air bersifat basa.
minyak, hidrofobik dan juga CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-
memisahkan kotoran CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
nonpolar)
Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun
dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.
Ujung polar :
Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan
proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak)
COONa (larut dalam air,
+
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non
hidrofilik dan juga
polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar.
memisahkan kotoran polar)
Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)
dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
5
kosmestik, flowing dan wetting agent untuk bahan kimia pertanian, dan digunakan pada
proses pengolahan karet. Secara umum, sabun dan detergen digunakan untuk menghilangkan
minyak.
Deterjen dan sabun digunakan untuk membersihkan karena air murni tidak dapat
menghilangkan noda berminyak, dan kotoran organik. Sabun membersihkan dengan
bertindak sebagai emulsi. Pada dasarnya, sabun memungkinkan minyak dan air untuk
bercampur sehingga kotoran berminyak dapat dilepaskan selama bilasan. Deterjen yang
dikembangkan untuk menanggapi kekurangan sabun yang dibuat dari lemak hewan dan
nabati yang digunakan untuk membuat sabun selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Deterjen terutama surfaktan, yang dapat dihasilkan dengan mudah dari petrokimia. Surfaktan
menurunkan tegangan permukaan air, pada dasarnya membuat basah sehingga kurang
cenderung tetap untuk dirinya sendiri dan lebih mungkin untuk berinteraksi dengan minyak
dan lemak.
BAB II
6
PEMBAHASAN
II.1. Sabun
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang
panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun
tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium
Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium
Hidroksida (KOH).
Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat
pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan
alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani,
minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk
yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci
baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan
dalam industri.
Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan
jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun
yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan
teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Struktur sabun secara umum ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
7
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta
menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan
gliserin atau alkohol.
Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang
rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-
bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda,
irgassan Dp300 dan sulfur.
Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun
yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu.
Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling
atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dr y-m ixing. Sabun bubuk mengandung
bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium
karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
8
Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik
dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan
sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang
mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah
dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak
atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat
digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut
dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari
ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut
lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah
tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan
untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun
hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi
produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan
aditif.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl
pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun
dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang
bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-
bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
9
Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan
sebagai bahan pembuatan sabun.
Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida
yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satugram
minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang
dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau lemak, semakin
besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam
pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi
ketahanan sabun pada suhu tertentu.
10
b. Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang. lemak atau minyak dihidrolisis
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak
atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan
gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan.
Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
11
Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat
molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras.
2) Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya
dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35%
pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis
vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada
berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap
yang mengalir pada bagian luar pipa.
Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan
dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk
lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan
sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal.
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih
cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak
dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak
12
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralisasi 1 gram asam lemak.
4) Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalamm ixer (analgamator). Campuran sabun ini
klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu
produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah
alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan
ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan
sabun batangan merupakan tahap akhir.
13
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran
yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan
non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang
bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam
zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka
air) dan larut dalam air.
II.2. Detergen
II.2.a. Pengenalan Deterjen
Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industri. Detergen adalah Surfaktan
anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 - C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai
panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati
atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Deterjen dapat berbentuk cair, pasta, atau
bubuk yang mengandung konstituen bahan aktif pada permukaannya dan konstituen bahan
tambahan. Konstituen bahan aktif adalah berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari
surface active agents, yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di
antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran dan
pemerataan. Adapun konstituen tambahan dapat berupa pembangun, zat pengisi, zat
pendorong, diantaranya adalah : Garam dodesilbenzena sulfonat, natrium lauril eter sulfat,
kokonum sitrat, dan metil paraben.
Deterjen pertama yang dihasilkan yaitu natrium lauril sulfat (NSL) yang berasal dari
lemak trilausil yang kemudian direduksi dengan hidrogen dibantu dengan katalis. Setelah itu,
direaksikan dengan asam sulfat lalu dinetralisasi. Karena proses produksinya yang mahal,
maka penggunaan NSL ini tidak dilanjutkan.
Industri deterjen selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan alkil benzena sulfonat
(ABS). Akan tetapi, ABS ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena molekul
14
ABS ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga berbahaya bagi persediaan
suplai air tanah. Selain itu, busa dari ABS ini menutupi permukaan air sungai sehingga sinar
matahari tidak bisa masuk pada dasar sungai yang dapat menyebabkan biota sungai menjadi
mati dan sungai menjadi tercemar.
Perkembangan selanjutnya ABS diganti dengan linear alkil sulfonat (LAS). Detergen ini
memiliki rantai karbon yang panjang dan dapat dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga
tidak menimbulkan busa pada air sungai. Akan tetapi, LAS juga memiliki kekurangan yaitu
dapat membentuk fenol, suatu bahan kimia beracun.
Deterjen yang beredar di pasaran atau yang dikonsumsi sebagian masyarakat Indonesia
merupakan hasil produksi dalam negeri, tetapi dengan lisensi dari perusahaan luar negeri.
Dewasa ini, komposisi detergen diubah ke komposisi yang lebih ramah lingkungan. Hal ini
dikarenakan detergen memiliki fosfat yang menyebabkan eutrofikasi dalam air alam.
15
yang paling lazim digunakan dalam aplikasi detergen adalah garam sodium dan
potassium pirofosfat dan tripolifosfat.
Asetat : Nitril Tri Acetate (NTA) dan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)
Silikat : Zeolit
Sitrat : Asam Sitrat
d. Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contohnya adalah sodium karbonat.
Sodium karbonat merupakan bahan deterjen multifungsi. Diantaranya adalah untuk
kekerasan air (melalui pemendakan), sumber kealkalian, pengisi (filler), pembawa dan
bahan bantu pengaglomeratan (agglomeration) untuk serbuk.
e. Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh :
Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
16
Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom karbon)
Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom C)
Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
3. Deterjen nonionik
Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara, kedua asam dan
basanya merupakan molekul yang sama. Deterjen ini tidak akan berubah menjadi partikel
bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air sadah dan dapat
mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok utama dari deterjen
nonionik adalah :
Etilen oksida atau propilen oksida
Polimer polioksistilen
HO(CH2CH2O)a(CHCH2O)b(CH2CH2O)cH CH3
CH3
Alkil amida
HOCHCH3NH2-HOOCC17O38 R
R
4. Deterjen Amfoterik
Deterjen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik. Detergen ini
dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung kepada pH air
yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.
Kelompok utama dari deterjen ini adalah : Natrium lauril sarkosilat
( CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol.
17
2. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh
mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai . Contoh: Lauril Sulfat atau
Lauril Alkil Sulfonat. (LAS). Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan
Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan
reaksi:
18
Gambar 4. Diagram alir proses spray-drying
2. Aglomerasi
19
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang
memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material kering dengan
bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian
bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama lain yang
membentuk partikel-partikel berukuran besar.
Prose aglomerasi dapat di gambarkan seperti proses penimbunan atau penumpukan
dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-tahap
pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada
proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan
operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur
fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau
blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry.
Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen
atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang
digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.
3. Dry Mixing
20
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk
ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama
1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.
21
Kita sering mendengar istilah sabun dan deterjen, tetapi tahukah kita apakah
perbedaan sabun dan deterjen? Apakah sabun sama dengan deterjen atau hanya berbeda
kegunaannya saja? Sebelum dijelaskan lebih detail mengenai sabun dan deterjen, mari kita
lihat perbedaan antara keduanya.
Pada dasarnya baik sabun dan deterjen memiliki mekanisme kerja yang sama dalam
membersihkan. Tetapi kita dapat membedakan antara sabun dan deterjen berdasarkan
beberapa hal, diantaranya kandungan, struktur, karakteristik di dalam air sadah, dan lain-lain.
Berikut ini penjelasannya:
Kandungan
Meskipun sabun dan deterjen merupakan surfaktan, tetapi keduanya tidak
mengandung zat yang sama. Sabun dibuat menggunakan bahan alam sedangkan
deterjen secara umum dibuat dengan menggunakan bahan sintetik. Sabun yang biasa
dilabeli untuk kecantikan secara umum diproduksi dari bahan alam dan membutuhkan
energi kecil pada proses pembuatannya. Sabun memiliki pH antara 9,5 10 dan
bersifat basa sehingga membuat sabun efektif sebagai pembersih dan mengurangi
kebutuhan terhadap antibakteri dan pengawet.
Beberapa pembuat sabun menggunakan lemak sisa yang dapat diperoleh dengan
murah dalam membuat sabun. Sabun dengan kualitas terbaik diproduksi dari minyak
seperti minyak palem, minyak jarak atau minyak kelapa. Dalam proses produksinya
menghasilkan gliserin sebagai hasil samping yang selanjutnya dipisahkan. Gliserin
yang didapat diolah lebih lanjut untuk keperluan komersil.
Deterjen secara umum terbuat dari minyak bumi dengan surfaktan, agen penghasil
busa dan alkohol sebagai bahan utama. Untuk menghilangkan bau yang tidak
diinginkan dari bahan kimia tersebut, deterjen diberi pewangi alami atau sintetik yang
murah. Produk itu juga ditambahkan pengawet dan agen antibakteri yang dapat
mengakibatkan alergi.
Struktur
Semua sabun adalah garam dari asam lemak yang terdiri dari:
- Rantai hidrokarbon panjang yang mengandung satu ikatan tak jenuh seperti natrium
oleat, banyak ikatan tak jenuh atau ikatan jenuh.
- Gugus fungsi karboksilat di ujung. Surfaktan yang tidak tergolong sabun adalah
deterjen.
22
Gambar 7. Struktur detergen dan sabun
Reaksi di atas menunjukkan protonasi ion oleat untuk membentuk asam oleat yang tidak
bermuatan. Molekul ini tidak larut dan merupakan molekul yang tidak aktif dalam arti tidak
dapat berperan sebagai pembersih. Karena tidak larut, maka molekul ini akan menghasilkan
23
campuran keruh dan membentuk endapan. Oleh karena itu sabun tidak cocok digunakan pada
kondisi asam.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
1. Pembuatan detergen dan sabun pada skala industri merupakan gabungan dari ilmu-
ilmu exact sebegitu rupa, dan memerlukan alat-alat yang perlu pengendalian khusus
dan mempunyai spesifikasi tertentu.
2. Pada proses pembuatan detergen, yang pertama kali dilakukan adalah dengan
pembuatan surfaktan. Lalu hasil surfaktan ini, untuk membuat detergent dicampur
dengan phospat, silikat dan dry scrap. Adapun komposisi surfaktan adalah alkyl
benzene sulfonat, fatty alcohol, oleum dan larutan NaOH. Proses pembuatan detergen
melalui alat crutcer yang dilanjutkan ke drop tank setelah itu dipompa ke spray tower
untuk pembentukan serbuk. Serbuk ini di angkat dengan lift udara dan diberi aroma
(parfum) kemudian menuju packing.
24
3. Pada proses pembuatan sabun, raw material (bahan baku) yang digunakan adalah
lemak, basa kausatik (NaOH atau KOH), dan katalis. Pertama-tama lemak dan katalis
dimasukkan sebagai feed awal menuju ke blend tank, setelah itu menuju Hidrolizer.
Pada hidrolizer lemak dihidrolisis yang dapat membentuk asam lemak (gas) dan
gliserin. Setelah itu asam lemak menuju heat exchanger, lalu ke high vacuum still
yang dilanjutkan ke kondensor dan distillate receiver. Pada distillate receiver muncul
hasil samping berupa asam lemak. Kemudian dari distillate receiver dilanjutkan ke
mixer neutralizer dimana ditambahkannya soda kausatik yang setelah itu menuju
soap blender dan menghasilkan sabun padat. Untuk produksi sabun cair, maka proses
tidak cukup sampai disini, dilanjutkan menuju high pressure pump lalu heat
exchanger, flash tank dan packing. Selain sabun yang diproduksi pada proses ini,
gliserin dan asam lemak merupakan hasil samping yang cukup besar
pemroduksiannya.
III.2. Saran
Demikianlah makalah tentang industry pembuatan sabun dan detergen ini dibuat.
Untuk mendukung ataupun untuk memperbaiki makalah ini diperlukan saran-saran
yang bersifat membangun sehingga makalah ini menjadi lebih bagus dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
25
Poermono A. 2002. Membuat Sabun Colek: Skala Kecil, Skala Menengah. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya.
Bailey AE. 1950. Industrial Oil and Fat Product. New York: Intersholastic Publishing Inc.
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/sifat-fisis-dankimia-detergen-
pembuatan-dan-komposisi-detergen/
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_xi/definisi-detergen/
http://id.wikipedia.org/wiki/Deterjen
http://matoa.org/cermati-sabun-dan-deterjen-yang-anda-gunakan/
26