Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

REAKSI SAPONIFIKASI
PEMBUATAN SABUN
OLEH

KELOMPOK 3

KELAS A

FAJRINA QAISHUM (1007113681)

ARBHY INDERA I. (1007113576)

NOFERI YANLI (1007121556)

YOPALIM Z. (1007135110)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Laporan Ini Telah Diperiksa Dan Dinilai Oleh Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Praktikum Kimia Organik.

Disusun Oleh :

1. Fajrina Qaishum
2. Arbhy Indera I
3. Noferi Yanli
4. Yopalim Z

Pekanbaru, Desember 2011

Menyetujui

Dosen Pembimbing Asisten

Drs. Irdoni, HS. Aska Ramadhan


NIP. 195704151986091001 NIM. 070713886
Abstrak

Reaksi saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah
(misalnya NaOH). Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan
sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Tujuan dari
percobaan adalah untuk membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses
pembuatan sabun serta mengetahui sifat-sifat sabun pada percobaan. Sabun
dibuat menggunakan lemak atau minyak trigliserida yang diesterifikasi dengan
gliserol. Kandungan karbon pada lemak atau minyak antara C12 (asam laurik)
hingga C18 (asam stearat). Pengolahan sabun melalui proses saponifikasi dengan
membebaskan gliserol dengan penambahan minyak dan alkali sebagai bahan
utama serta penambahan alkohol (etanol) sebagai pelarut organik. Pembuatan
sabun tidak terlepas dengan bantuan NaCl sebagai bahan untuk memperkeras
sehingga terbentuknya sabun padat. Untuk pengujian sifat dari sabun yang telah
didapatkan, dapat menggunakan kerosen, kalsium sulfat, dan phenolphtalein.

Kata kunci : penyabunan, saponifikasi, sabun

Abstract

Saponification reaction is the reaction of fatty acid hydrolysis by the presence of a


weak base (eg NaOH). Manufacture of soap or saponification reaction produces
soap and glycerin as a main product as a side product. The purpose of the
experiment is to create and understand the saponification reaction in the process
of soap making as well as knowing the properties of soap in the experiment. Soap
made using fats or oils are triglycerides esterified with glycerol. Carbon content
in the fat or oil between C12 (laurik acid) to C18 (stearic acid). Processing soap
through saponification process by exempting oil and glycerol with the addition of
alkali as the main ingredient as well as the addition of alcohol (ethanol) as an
organic solvent. Making soap can not be separated with the aid of NaCl as the
material to harden so that the formation of solid soap. To test the nature of the
soap which has been obtained, it can use kerosene, calcium sulfate, and
phenolphtalein.

Key words: lathering, saponification, soap


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi,


terutama sesuai dengan fungsi utamanya yaitu membersihkan. Berbagai jenis
sabun ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun cuci (krim dan
bubuk), sabun mandi (padat dan cair), sabun tangan (cair) serta sabun pembersih
peralatan rumah tangga (krim dan cair).

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau
lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat
hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu
mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada
larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati
konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi Kritik Misel. Sabun juga
mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan
kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga.

Maka dari itu, dengan melakukan percobaan safonifikasi ini dapat kita
lakukan proses pembuatan sabun dan mempelajari bagaimana reaksi yang terjadi
dalam proses pembuatan sabun dari reaksi safonifikasi tersebut serta memahami
sifat dari sabun.

1.2. Tujuan Percobaan

a. Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan


sabun di laboraturium
b. Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang
dilakukan
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Sejarah Sabun

2.1.1. Awal Sejarah Sabun

Asal dari kebersihan pribadi kembali ke zaman prasejarah. Sejak air


menjadi bagian yang penting untuk kehidupan, orang pertama hidup dekat air dan
tahu sesuatu apa itu properti kebersihan - sedikitnya bagaimana membilas lumpur
ke tangan mereka. Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat
penggalian di Babilonia Kuno adalah fakta tentang pembuatan sabun diketahui
pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung mengatakan bahwa lemak direbus
dengan abu, dimana adalah metoda membuat sabun, tetapi tidak mengenai
kegunaan sabun itu. Beberapa bahan terakhir digunakan untuk penggaya rambut.

Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno mandi biasa. Papirus


Eber, dokumen kesehatan dar sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan kombinasi
minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis
sabun untuk menyembuhkan penyakit kulit, juga untuk membersihkan. Di waktu
yang sama, Musa memberi orang Israel peraturan pemerintah kebersihan pribadi.
Dia juga menghubungkan kebersihan untuk kesehatan dan penyucian agama.
Laporan Injil mengusulkan bahwa orang Israel tahu bahwa campuran abu dan
produk minyak adalah jenis dari gel rambut.

Orang Yunani Kuno mandi untuk alasan estetik dan rupanya tidak
menggunakan sabun. Malahan, mereka membersihkan tubuh mereka dengan
balok lilin, pasir, batu apung dan abu, juga meminyaki tubuh dengan minyak,
menggesek minyak dan kotoran dengan peralatan metal yang disebut strigil.
Mereka juga menggunakan minyak dengan abu. Baju dicuci tanpa sabun di
sungai. Sabun mendapatkan nama, diantara legenda Romawi Kuno, dari Gunung
Sapo, dimana binatang dikorbankan. Hujan membersihkan campuran dari lemak
hewani mencair, atau lemak dan abu kayu dibawah menjadi lilin di sepanjang
Sungai Tiber. Para wanita menemukan bahwa campuran lilin membuat pembersih
mereka dengan lebih kurang usaha.

Orang Jerman Kuno dan Gaul juga memasukkan dengan memjelajahi


sesuatu bernama sabun, terbuat dari lemak dan abu, digunakan untuk mewarnai
rambut mereka menjadi merah. Ketika peradaban Romawi maju, jadi selalu
mandi. Tempat mandi Romawi terkenal pertama, terdapat dengan air dari saluran
air, dibangun sekitar tahun 312 SM. Mandi sangatlah mewah, dan mandi menjadi
populer. Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk
pengobatan dan pembersih.

Setelah musim gugur di Roma di 467 Masehi dan hasilnya kebiasaan


mandi menurun, lebih banyak di lakan Eropa pengaruh yang kuat di kesehatan
publik berganti-berganti. Menurunnya kebersihan pribadi dan berhubungan
kondisi kehidupan tanpa sanitasi menambah beratnya wabah besar di Abad
Pertengahan, dan khususnya Kematian Hitam di abad ke-14. Itu tidak sampai abad
ke-17 bahwa kebersihan dan mandi memulai untuk kembali ke kebiasaan di
banyak tempat di Eropa. Masih sudah di mana tempat di pertengahan dunia
dimana kebersihan pribadi tersisa penting di pertengahan dunia. Mandi harian
adalah adat yang biasa di Jepang saat Abad Pertengahan. Dan, di Islandia, kolam
hangat dengan air dari mata air panas adalah perkumpulan populer di Sabtu sore.

2.1.2. Pertengahan Abad Sejarah Pembuatan Sabun

Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di Eropa di


abad ke-17. Pembuat sabun serikat pekerja terlindungi perdagangan rahasia
mereka ditutup. Minyak nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman,
terus dengan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak
lagi menjadi tersedia untuk mencukur dan mencuci rambut, juga mandi dan
mencuci.

Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun,


seharusnya mereka siap menyediakan bahan mentah seperti minyak pohon zaitun.
Orang Inggris mulai membuat sabun saat abad ke 12. Bisnis sabun sangat baik
pada tahun 1622, Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun
untuk $100.000 setahun. Baik ke abad ke-19, sabun adalah pajak tertinggi
sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan,
sabun menjadi tersedia untuk orang biasa, dan standar kebersihan meningkat.

Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608


dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk
mencapai Jamestown, Virginia. Langkah utama terhadap pembuatan sabun
komersial skala besar terjadi pada tahun 1791 ketika kimiawan Perancis, Nicholas
Leblanc, mematenkan proses untuk membuat abu soda, atau sodium karbonat, dari
garam biasa. Abu soda adalah alkali terdapat dari abu bahwa kombinasi dari
lemak ke bentuk sabun. Leblanc memproses hasil kuantitas dari kualitas baik, abu
soda murah.

Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian dengan


pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya, dari
kimia alam and lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang
tidak bisa dipungkiri dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun.

Juga penting kepada kemajuan dari teknologi sabun di pertengahan 1800-


an penemuan oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay, dari proses amonia, di mana
juga menggunakan garam meja biasa, atau sodium klorida, untuk membuat abu
soda. Proses Solvay lebih lanjut dikurangi harga dari mendapat alkali, dan
menambah kualitas dan kuantitas dari abu soda tersedia untuk manufaktur sabun.

Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari kekuatan untuk


mengoperasikan pabrik, membuat satu pembuatan sabun di pertunbuhan cepat
industri Amerika di tahun 1850. Di waktu yang sama, ketersediaan luas mengubah
sabun dari barang mewah ke kebutuhan sehari-hari. Dengan penggunaan tersebar
luas ini menjadi perkembangan dari sabun yang lebih lembut untuki mandi dan
sabun untuk digunakan di dalam mesin cuci itu sudah tersedia untuk konsumen
dengan pergantian abad.
2.2. Bahan Dasar Pembuatan Sabun

2.2.1. Bahan Baku

Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam
lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam
stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan
ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang
digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantyai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai
yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat
iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon
membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar
bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi
bila terkena udara. Alasan alasan diatas, faktor ekonomis, dan daya jual
menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas.

Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya
lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap,
sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada
temperatur tinggi.

Jenis-jenis Minyak atau Lemak

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan


sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi,
spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah
larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam
proses pembuatan sabun di antaranya :
a. Tallow.
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan
dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan
FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow
dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan
stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow.
Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow
umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan
nama grease.
b. Lard.
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti
stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan
mudah berbusa.
c. Palm Oil (minyak kelapa sawit).
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya
kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun
yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit
berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan
lainnya.
d. Coconut Oil (minyak kelapa).
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan
diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak
kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam
laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan
bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat,
kaprilat, dan kaprat.
e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam
lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin).
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-
asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.
Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
g. Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga
harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
i. Olive oil (minyak zaitun).
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari
minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering
dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi.
Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi
dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat
dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

Bahan Baku Utama : Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah


NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa
dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa
tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang
dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan
kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan
sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.
Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan
tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

2.2.2 Bahan Baku Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses


penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan
gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

a. NaCl.

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.


Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.

b. Bahan aditif.

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun


yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers Inert, Anti
oksidan, Pewarna, dan Parfum

1. Builders (Bahan Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat


mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang
berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat
berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu
menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan
dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan
mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan
sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium
sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)

Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun
semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai
bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering
digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate
dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk,
dan mudah larut dalam air.

3. Pewarna

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini


ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk
mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik.
Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau
maupun orange.

4. Parfum

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang


peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun.
Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi
bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya.
Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan
dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram
(g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum =
1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam
dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum
mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti
aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun
menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum
tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang
menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama
parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct
deep water, alpine, dan spring flower.
2.3. Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun

Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan


dasar sabun antara lain:
Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus
untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim
hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu
gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali
yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau
minyak.

Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau
lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak
jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu
untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.

2.4. Teknologi Pembuatan Sabun

Proses pembuatan sabun dapat dibuat dua tahap yaitu proses batch atau proses
continue

2.4.1. Proses Batch

Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali


(NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah
selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air
yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan
gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang
bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan
air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus
dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-
kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini
dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun
industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau
batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan
untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat,
sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan
udara di dalamnya).

2.4.2. Proses Continue

Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau
minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan
katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu
dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk
dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-
asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.

Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah
(misalnya NaOH)

Reaksi safonifikasi:

Oil + 3 NaOH 3 soap + glycerol

Selain dari reaksi diatas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi
netralisasi fatty acid (FA), namun disini hanya didapat sabun tanpa adanya
gliserin (glycerol). Karena pada saat proses pembuatan fatty acid, glycerol
sudah dipisahkan tersendiri .

FA + NaOH soap + water

Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut:

C3H5(OOCR)3 + 3NaOH C3H5(OH)3 + 3NaOOCR

Salah satu manfaat dari proses saponifikasi adalah mensintesis sabun (ester)
dengan merubah asam karboksilat dengan air. Reaksi pembuatan sabun atau
safonifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai
produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun
merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat
molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih
keras . Sabun memiliki kalarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut
menjadi partikel yang lebih kecil melainkan larut dalam bentuk ion.

2.5. Metode Pembuatan Sabun

Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 metode proses pembuatan sabun yaitu
sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) :

1. Proses pendidihan penuh


Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang
telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk
pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan
NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan
dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan
produk samping gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali
langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi
saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang
dihasilkan berwarna gelap.
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan
didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,250C).
Raksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga
dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk
mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu
untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :

Minyak/lemak yang digunakan harus murni


Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti
Temperatur harus terkontrol dengan baik
4. Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH
sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun
yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa
yang banyak.Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan
menambahkan Na2CO3.
Selain minyak/lemak dari asam lemak, sabun juga dapat diproduksi dari metil
ester. Metil ester dan natrium hidroksida (NaOH) dimasukkan kedalan reaktor
tube flow pada tekanan dan temperatur tinggi. Metanol yang dihasilkan
divolatilisasi dalam flash drum dan setelah didinginkan, metanol tersebut
didaur ulang ke proses transesterifikasi. Sabun dikeringkan secara vakum
(Modul Praktikum, 2006).

2.6. Macam-macam Sabun

Ada beberapa macam sabun, diantaranya:

1. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya
adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan
perbandingan 2:1.

2. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan
minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan
kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol

.
3. Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar
parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan
bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun
ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan
sulfur.

4. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam
menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan
beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan
berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau
menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.

5. Sabun Bubuk untuk mencuci


Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk
mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium
metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

2.7. Pembuatan Sabun dalam Industri


1. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan
sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun
mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu
percepatan pada kecepatan reaksi.

Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk


memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor
autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan
kondisi reaksi.Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan
autoclave.Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin,
kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak
tercuci dengan larutan alkali yang digunakan.Sabun tersebut kemudian dicuci
dengan larutan alkali pencuci di kolam pencuci untuk memisahkan gliserin
(sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi
memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60 63 %
TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan
sabun dalam bentuk butiran (78 82 % TFM) yang siap untuk diproses
menjadi produk akhir.

2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada
sabun dikurangi dari 30 35% pada sabun murni menjadi 8 18% pada sabun
butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal
hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses
pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun
dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang
sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan di atas dinding ruang vakum
melalui mulut pipa yang berputar.Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan
dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan
dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke
bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem, yang
merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal, memperkenalkan
proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer
sistem tunggal.

3. Netralisasi Asam Lemak


Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk
menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida
dengan alkali.

RCOOH + NaOH RCOONa + H2O


Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan
terlebih dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan
tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang
direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana
sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian
proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV)
alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer
untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun
batangan.

4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer
(amalgamator).Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk
mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen.Produk
tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong
dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan
terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan
sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan.

Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan tersebut


merupakan tahap akhir penyelesaian pembuatan sabun. (Saiful, 2009)
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat alat yang digunakan


1) Cawan penguap
2) Gelas ukur 10ml
3) Gelas ukur 50ml
4) Batang pengaduk
5) Pemanas
6) Tabung reaksi
7) Kertas saring
8) Corong
9) Pompa Vakum
10) Termometer
11) Alumunium Foil
12) Erlenmeyer

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


Minyak kelapa
Etanol
NaOH 2 N
Larutan NaCl jenuh
Kerosin (minyak tanah)
Phenolptalein

3.3 Prosedur Percobaan


a. Prosedur
Menyiapkan alat dan bahan kimia yang akan digunakan
b. Pembuatan Sabun
Masukkan minyak kelapa kedalam cawan penguap kemudian
panaskan dengan pemanas dengan suhu antara 78-81 oC
Masukkan 5 ml etanol kedalam erlenmeyer
Tambahkan 3 ml larutan NaOH 2 N, kemudian tutup dengan
alumunium foil, kocok campuran tersebut.
Masukkan campuran larutan tersebut kedalam cawan berisi minyak
Tutup cawan penguap dengan kaca arloji
Panaskan campuran dalam cawan penguap sampai hilang bau dari
alkohol (etanol)
Dinginkan campuran dalam cawan penguap tersebut
Amati apa yang terjadi pada cawan penguap
Tambahkan 20 ml larutan NaCl jenuh kedalam cawan penguap
Amati apa yang terjadi
Aduk campuran dengan baik, kemudian saring zat padat yang
dihasilkan dengan pompa vakum
c. Sifat Sabun
Masukkan 1 ml kerosin dan 10 ml air dalam tabung reaksi
Kocok campuran tersebut dan catat apa yang terjadi
Masukkan sedikit sabun ke dalam tabung reaksi yang berisi
campuran kerosin dan air
Kocok dan catat pengamatan yang ada
Ambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun
dalam 5 ml etanol
Tambahkan 2 tetes larutan phenolptalein
Ambil tabung reaksi yang bersih kemudian larutkan sedikit sabun
dengan sedikit air
Tambahkan 2 tetes larutan phenolptalein
Amati perubahan yang terjadi
3.4 Rangkaian Alat

E-4

Cawan berisi
Minyak Minyak dipanaskan
ditambahkan etanol
dan NaOH

Kemudian ditambahkan
NaCl membentuk
endapan

Pompa Vacum

Disaring endapan
yang terbentuk

Pengujian sifat sabun


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Perhitungan


Pembuatan sabun

No. Bahan Pengamatan


1. Minyak Kelapa Campuran berwarna kuning dan
Etanol berbusa
Dipanaskan NaOH
2. Campuran Buih atau busa mulai mengeras
Didinginkan
3. Campuran (1) + NaCl Buih yang mengeras
Campuran (1) + NaCl dan diaduk mengapung dan tidak larut
dalam NaCl (sabun mentah)

Sifat-Sifat Sabun

No. Bahan Pengamatan


1. Kerosen+Air Terbentuk 2 lapisan terpisah
2. Dikocok Tercampur menjadi larutan
3. Kerosen+Air+ Sabun yang homogen
4. Dikocok Sabun tidak larut
5. Sabun + Etanol Tercampur sempurna, tapi tidak
Sabun + Etanol + Phenolpthelein berwarna
Sabun + air + Phenolpthelein Terbentuk larutan berwana Pink
Reaksi reaksi yang terjadi

Reaksi Penyabuan secara umum:

CH2 O C (CH2)16 CH3 CH2 OH


O O

CH O C (CH2)16 CH3 + 3NaOH 3CH3 (CH2)16 C O Na + CH2 OH


O Natrium Sabun
Hidroksida (Natrium Stearat)
CH2 O C (CH2)16 CH3 CH2 OH

Trigliserida Gliserol

Reaksi Alkoksida :

3CH3 CH2 OH + 3NaOH 3CH3 CH2 ONa + H2O


Etanol Natrium Natrium
Hidroksida etoksida

4.2. Hasil / Perhitungan


Dalam proses pembuatan sabun tidak ada perhitungan

4.3. Pembahasan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percoban ini adalah minyak kelapa


yang berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun, NaOH yang berfungsi
sebagai pereaksi, etanol sebagai pelarut, dan NaCl jenuh yang digunakan sebagai
agen pengendap dari sabun yang telah terentuk dan untuk melarutkan gliserol
sebagai hasil samping dari reaksi saponifikasi sehingga didapat sabun mentah.
Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun
sehingga sabun mengendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena
penambahan ion sejenis (common ion effect). Jika kita menambahkan ion senama
ke dalam larutan jenuh yang berada pada kesetimbangannya, maka kesetimbangan
akan bergeser ke kiri membentuk endapan. Terbentuknya endapan ini
menunjukkan penurunan kelarutan.
Misalnya, jika larutan jenuh AgCl ditambahkan HCl, maka kesetimbangan
AgCl akan terganggu.

HCl (aq) H + (aq) + Cl - (aq)

AgCl (s) D Ag + (aq) + Cl - (aq)

Kehadiran Cl - pada reaksi ionisasi HCl menyebabkan konsentrasi Cl - pada


kesetimbangan bergeser ke kiri membentuk endapan AgCl. Dengan demikian
kelarutan menjadi berkurang.

Medium pereaksi yang digunakan dalam bentuk suatu pelarut yaitu etanol.
Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan suatu pelarut yang
baik untuk senyawa-senyawa organik, dalam hal ini adalah untuk melarutkan
minyak kelapa yang digunakan. Etanol adalah alkohol dengan dua atom C. Etanol
merupakan senyawa organik yang bersifat semipolar yaitu senyawa yang dapat
bersifat polar karena mengandung gugus OH dan bersifat nonpolar yaitu CH3+.
Dengan pelarut inilah NaOH terlarut dan dapat bercampur dengan lemak dalam
reaksi penyabunan. Menghasilkan larutan yang berwarna kuning, berbuih, dan
terbentuk endapan-endapan putih. Tanpa adanya etanol, reaksi NaOH dengan
lemak tetap berlangsung. Namun, reaksinya akan berlangsung lama.

Proses awal yang dilakukan adalah mereaksikan etanol dengan NaOH


didalam erlenmeyer dan kemudian di tutup alumunium foil agar tidak terjadi
kontak dengan udara yang dapat mengganggu reaksi ini, lalu digoyang-goyangkan
agar reaksi cepat berjalan. Hasil reaksinya berupa senyawa Natrium etoksida.
Setelah itu hasil reaksi dicampurkan dengan minyak kelapa di dalam cawan
penguap dan dipanaskan dengan suhu lebih kurang 80o C sampai bau dari etanol
hilang. Suhu harus terus dijaga agar tidak mempengaruhi reaksi saponifikasi yang
sedang berlangsung. Jika suhu terlalu tinggi dikhawatirkan dapat merusak struktur
ikatan molekul dari minyak dan senyawa lain yang digunakan. Hasil dari
pemanasan ini berupa gel berwarna kekuningan dengan sedikit buih. Namun gel
ini bukan merupakan sabun sempurna, karena masih terdapat gliserol didalamnya,
sedangkan sabun yang terdapat dipasaran adalah sabun yang sudah tanpa gliserol
dan telah ditambahkan bahan aditif seperti pewarna dan pewangi. Untuk itu perlu
ditambahkan larutan NaCl jenuh dan kemudian diaduk perlahan. Namun sebelum
itu gel tadi harus didinginkan terlebih dahulu. Setelah penambahan larutan NaCl
jenuh, gel akan semakin menggumpal atau mengendap dan gliserol akan larut
dengan NaCl jenuh. Selanjutnya untuk memisahkan sabun yang menggumpal dan
gliserol yang telah larut dalam NaCl jenuh tadi digunakan pompa vacum.
Setelah sabun selesai dibuat, maka dilakukan pengujian terhadap sifat-sifat
sabun. Pada perlakuan pertama, sabun hasil percobaan dimasukkan kedalam
campuran kerosen dan air. Dalam pengujian sifat sabun, digunakan campuran
kerosin-air sebagai penguji. Kerosin dan air tidak menyatu karena kepolarannya
berbeda. Dengan menambahkan sabun pada campuran tersebut, kerosin dan air
bisa menyatu. Hal ini menandakan sifat sabun sebagai emulgator yang mengubah
air dan kerosin menjadi homogen.
Perlakuan kedua, air dilarutkan pada air panas sehingga timbul busa. Sabun
diuji dengan air panas untuk menunjukkan tegangan permukaan yang kecil dan
menunjukkan kalau sabun dilarutkan dalam air akan membentuk busa. Busa
adalah suatu koloid dimana gas terdispersi dalam air. Peristiwa ini tidak akan
terjadi pada air sadah. Namun perlakuan ini tidak dilakukan karena kalsium sulfat
tidak tersedia.
Sabun juga memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat bekerja pada air sadah
(air yang mengandung logam Mg, Ca, dll). Hal ini terjadi karena ion Ca2+ atau
Mg2+ dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan.

Ca2+ (aq) + 2RCOONa (aq) Ca(RCOO)2 (s) + 2Na+ (aq)

Dengan terbentuknya endapan, maka fungsi sabun sebagai pengikat kotoran


menjadi kurang atau bahkan tidak efektif. Sabun akan berbuih kembali setelah
semua ion Ca2+ atau Mg2+ yang terdapat dalam air mengendap.

Surfaktan sebagai foaming agent, berperan melalui aksinya dengan


teradsorpsi ke permukaan. Karena tekanan udara didalam busa lebih besar, maka
busa akan membesar dan kemudian pecah. Stabilitas suatu busa akan ditentukan
oleh tingkat elastisitas lapisan tipisnya. Dengan kata lain, udara yang
terperangkap di dalam air akan mengembang setelah terkontaknya air dengan
surfaktan. Surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan air menyebabkan
keluarnya udara yang terperangkap di dalam air tersebut.

Teori Pembentukan busa.


Pembentukan busa dibagi dua, yaitu secara kimia dan fisika.
a. Secara Kimia
Mekanisme pembentukan busa secara kimia adalah penambahan larutan
surfaktan pada medium pendispersi baik itu padat maupun cair dengan konsentrasi
yang cukup tinggi. Dalam orde 10 ppm, larutan surfaktan sudah cukup untuk
membentuk busa. Umumnya surfaktan mempunyai daya busa yang tinggi pada
konsentrasi diatas 0.0001 M atau 0.01-0.1%.
b. Secara Fisika
Busa akan terbentuk jika larutan surfaktan diaduk atau dialiri udara. Busa
adalah gas yang terjebak oleh lapisan tipis cairan yang mengandung sejumlah
molekul surfaktan yang teradsorpsi pada lapisan tipis tersebut. Dalam gelembung,
gugus hidrofobik surfaktan akan mengarah ke gas, sedang bagian hidrofiliknya
akan mengarah ke larutan. Pada saat gelembung keluar dari badan cairan,
gelembung akan dilapisi oleh lapisan tipis cairan yang mengandung sejumlah
molekul surfaktan (Kasim, 2009).
Perlakuan selanjutnya adalah menambahkan phenolpthelein. PP adalah
senyawa organik yang digunakan sebagai indikator asam dan basa. PP tidak
berwarna dalam larutan asam dan berwarna merah muda pada senyawa basa.
Setelah penambahan PP, timbul warna merah muda keunguan berarti sabun
bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga
akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
(Madja, 2007).

CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan


memanaskan campuran antara lemak/minyak dengan alkali (basa).
2. Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka
larut dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak.
3. Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa sabun bersifat
emulgator. Hal ini dilihat dari kemampuan sabun menyatukan larutan
air dengan kerosen.
4. sabun bersifat basa, hal ini dibuktikan melalui penambahan
phenolphthalein kedalam larutan sabun, dan menghasilkan larutan
berwarna ungu.
5.2. Saran
Disarankan kepada praktikan agar selalu memakai alat pelindung diri dalam
setiap percobaan praktikum. Terutama pada percobaan dengan menggunakan
bahan asam kuat yang mengharuskan praktikan melakukannya di dalam lemari
asam sehingga tidak akan terjadi kontaminasi atau kecelakaan dalam percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pembuatan Sabun Cair.


http://all4chemistry.blogspot.com/2010/03/pembuatan-sabun-cair.html.16
Desember 2011.
Fessenden, R. J. and Fessenden,J.S. 1990.Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit
Erlangga : Jakarta.
HS, Irdoni dan HZ,Nirwana. 2007. Modul Praktikum Kimia Organik. Pekanbaru.
Program Studi Teknik Kimia S-1 Fakultas Teknik Unri.
Hr, Zenie. 2007. http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi-
saponifikasi-dan-sejarah-singkat-pembuatan-sabun/.10 Oktober 2011.
Kasim. 2009. Tugas kuliahpembuatansabun. http://tutorialkuliah.blogspot.com/
2009/05/tugas-kuliah-tentangpembuatan-sabun.html. 14 Oktober 2011
Miladi,S.D. 2011. Pengaruh Penambahan Ion Senama.
http://sahri.ohlog.com/pengaruh-ion-senama.oh85100.html. 16 Desember
2011.
Prawira. 2009. http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-
pembuatan-sabun/. 9 Oktober 2011.
Rahman, S. 2009. http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/.
9 Oktober 2011.
Lampiran A

Dokumentasi

Proses pembuatan sabun Gambar

Beberapa Bahan bahan


pembuatan sabun

Campuran antara 5ml etanol dan 3


ml NaOH

Pemanasan campuran minyak


kelapa, etanol, dan NaOH
campuran setelah didinginkan

Penambahan 20 ml larutan NaCl


jenuh sambil diaduk

Penyaringan sabun dengan pompa


vakum

Hasil dari penyaringan berupa


sabun mentah
Pengujian sifat-sifat sabun Gambar

Uji air+kerosene+sabun

Uji air panas+ sabun

Uji sabun + etanol + PP+air

Anda mungkin juga menyukai