Anda di halaman 1dari 23

Nama : Adefitri

NIM: M1B116013

TUGAS KHUSUS I
SEJARAH SABUN TRANSPARAN

Sejarah sabun dimulai sejak bahan dasar pembuatan sabun ditemukan.


Kapan sabun ditemukan pertama kali, perkembangan cara pembuatan sabun, jenis
jenis sabun dan karakteristik sabun itu berbeda menurut pendapat para ahli
sejarah. Sejarah sabun mandi transparan untuk bayi seperti sabun lux dettol dapat
dimengerti dari catatan sejarah pembuatan sabun dalam bentuk manuskrip peneliti
(Natural, 2015).
Dalam artikel ini, anda akan mempelajari sejarah sabun (tidak hanya sabun
transparan) di Eropa dan Amerika, tahun perkembangan teknologi sabun, jenis
jenis sabun dan karakteristik sabun. Di bagian artikel lain, kami telah
menjelaskan cara membuat dan pembuatan sabun, baik itu cara membuat sabun
cair maupun cara membuat sabun batangan (Natural, 2015).

Bukti Sejarah Sabun Sebelum Masehi


Tahun 2800 SM
Sebuah benda mirip sabun yang diperkirakan peninggalan tahun 2800 SM
(sebelum masehi) ditemukan para peneliti pada saat melakukan ekskavasi Babilon
Kuno. Para ahli memperkirakan sabun pertama kali dibuat oleh bangsa Babilonia,
Mesopotamia, Mesir, Yunani dan Romawi. Meskipun terdapat perbedaan
pendapat siapa penemu pertama kalinya tetapi pendapat umum mengatakan bahwa
bangsa yang ahli membuat sabun adalah Babilonia. Sabun ditemukan secara tidak
sengaja dengan cara mencampurkan lemak/minyak dan abu soda (Natural, 2015).
Pada masa awalnya, sabun digunakan untuk mencuci peralatan masak dan
benda lain. Sabun belum digunakan untuk mandi. Data penelitian menunjukkan
bahwa sabun telah digunakan lebih dari 5000 tahun di industri manufaktur tekstil
untuk mencuci wool dan katun dan dunia medis (kesehatan) (Natural, 2015).
Tahun 1550 SM
Bangsa Mesir telah membuat sabun dengan mencampurkan minyak
(nabati) dan lemak (hewani) dengan alkali untuk menghasilkan senyawa mirip
sabun. Hal tersebut tercatat dalam papirus Eber (Natural, 2015).
Tahun 600 SM
Menurut Pliny the Elder, orang-orang Fenisia (Phoenician) menggunakan
lemak (tallow) kambing dan abu soda untuk membuat sabun pada tahun 600 SM
(Natural, 2015).

Sejarah Sabun Pada Awal Masehi


Sejarah Sabun pada 0-6 Masehi
Bangsa Romawi kuno membuat sabun pada awal-awal abad masehi.
Mereka membuat sabun cari urine (air seni). Selanjutnya sabun dikenal luas pada
masa Kekaisaran Romawi (Natural, 2015).
Bangsa Celtic membuat sabun dari lemak hewan dan abu (plant ashes).
Mereka menamakan produknya ‘SAIPO‘. Dari kata saipo inilah kata soap (sabun)
berasal (Natural, 2015).

Sejarah Sabun Pada Masa Islam (Sekitar Abad 7 Masehi)


Dari catatan sejarah diketahui bahwa pembuatan sabun secara modern
telah dimulai pada zaman pertengahan, sekitar abad ke 7 M. Pada abad ini adalah
awal - awal kejayaan Islam yang disebarkan oleh Rasulullah Muhammad 
shallallahu alaihi wasallam. Pada masa ini, Eropa masih diliputi masa kegelapan
(Natural, 2015).
Al-Razi yang merupakan sarjana kimia Muslim asal Persia berhasil
menciptakan racikan/formula sabun. Sejarah ini jarang diketahui oleh orang
Islam. Ahmad Y al-Hassan dalam bukunya Technology Transfer in the Chemical
Industries menjelaskan bahwa sabun modern adalah warisan Islam. Berawal dari
penemuan formula sabun tersebut, kemudian bermunculan pengusaha-pengusaha
di beberapa kota Islam seperti Nablus (Palestina), Kufah (Irak), dan Basrah (Irak)
(Natural, 2015).
Minyak zaitun dan minyak aroma (essential oil) menjadi bahan baku
pembuatan sabun pada masa itu. Pada masa kekhalifahan kedua bahan tersebut
pertama kali diproduksi oleh kimiawan Muslim. Bahkan, formula utama
pembuatan sabun tak pernah berubah, tetapi beberapa komponen dasar digantikan
oleh bahan kimia sintetis (Natural, 2015).
Sabun Pada Abad 8-15 Masehi
Sabun yang dibuat umat Muslim pada zaman keemasan tesebut sudah
menggunakan pewarna dan pewangi. Selain itu, dikenal pula jenis sabun cair dan
sabun batangan. Pada masa itu sudah tercipta sabun khusus untuk mencukur
kumis dan janggut. Harga sabun pada 981 M berkisar tiga dirham (koin perak)
atau setara 0,3 dinar (koin emas) (Natural, 2015).
Resep pembuatan sabun di dunia Islam juga telah ditulis seorang dokter
terkemuka dari Andalusia, Spanyol Islam, Abu al-Qasim al-Zahrawi  alias
Abulcassis (936-1013 M). Ahli kosmetik ini memaparkan tata cara membuat
sabun dalam kitabnya yang monumental al-Tasreef (Natural, 2015).
Al-Tasreef merupakan ensiklopedia kedokteran yang terdiri atas 30
volume. Kitab itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan digunakan
sebagai buku referensi utama di sejumlah universitas Eropa terkemuka. Sang
dokter memaparkan resep-resep pembuatan beragam alat kosmetik pada volume
ke-19 dalam kitab al-Tasreef (Natural, 2015).
Selain itu, resep pembuatan sabun yang lengkap tercatat dalam sebuah
risalah bertarikh abad ke-13 M. Manuskrip itu memaparkan secara jelas dan detail
tata cara pembuatan sabun. Fakta ini sekaligus menunjukkan betapa dunia Islam
telah jauh lebih maju dibandingkan peradaban Barat. Padahal, masyarakat Barat,
khususnya Eropa, diperkirakan baru mengenal pembuatan sabun pada abad ke-16
M (Natural, 2015).
Sebuah sangkalan ilmiah datang dari Sherwood Taylor (1957) dalam
bukunya berjudul A History of Industrial Chemistry. Dia menyatakan, peradaban
Barat baru menguasai pembuatan sabun pada abad ke-18 M. RJ Forbes (1965)
dalam bukunya Studies in Ancient Technology menyatakan bahwa jika campuran
yang mengandung sabun telah digunakan di pusat peradaban Mesopotamia. Tapi,
bentuknya belum sempurna, hanya terdiri atas bahan detergen. Penemuan sabun
yang tergolong modern memang baru diciptakan pada masa kejayaan Islam
(Natural, 2015).
Sejarah Pabrikasi Sabun pada Abad 16 Masehi
Monopoli produksi dan perdagangan sabun oleh raja James I Sejarah
mencatat bahwa negara Italia, Spanyol dan Perancis merupakan pusat pabrik
pembuatan sabun yang pertama di Eropa.  Pada tahun 1622 perkembangan bisnis
sabun sangatlah baik. Saat itu sabun diperdagangkan dalam bentuk monopoli.
Adalah raja James I yang memberikan legitimasi pasar monopoli kepada
para pembuat sabun sehingga bernilai $100.000 per tahun (Natural, 2015).
Pembuatan sabun berkembang dari Eropa dan menyebar ke Amerika.
Sejarah sabun di benua Amerika dimulai pada tahun 1608. Awal mulanya adalah
pembuat sabun datang ke Amerika dengan menumpang kapal Inggris yang kedua
di Jamestown, VA. Pembuatan sabun di Amerika agak tersendat karena sangat
bergantung kepada persediaan lemak yang ada (Natural, 2015).
Nicholas LeBlanc menemukan produksi sabun murah Pada tahun
1791 Nicholas LeBlanc, ahli kimia berkebangsaan Perancis, mematenkan proses
pembuatan sabun, yaitu sabun soda api atau sodium karbonat yang dibuat dari
garam biasa. Maka pada abad ke 18 tersebutlah pembuatan sabun secara masal
dimulai. Dengan teknologi pembuatan sabun secara massal, maka harga sabun
menjadi jauh berkurang dan monopoli mulai tergusur (Natural, 2015).
Soda api merupakan bahan kimia yg berbentuk alkali (basa). Sabun
diperoleh dengan cara mencampurkan soda api dengan lemak. Proses tersebut
disebut dengan proses Leblanc , seperti nama penemunya. Proses LeBlanc ini
mampu menghasilkan sabun berkualitas baik dan murah sehingga diproduksi
dalam jumlah besar (Natural, 2015).
Pada abad ke 19 (1800 an), sabun merupakan komoditas dengan pajak
tertinggi sehingga sabun menjadi barang mewah di beberapa negara. Namun
belakangan pajak dihapuskan dan sabun menjadi tersedia di pasaran dalam jumlah
cukup untuk semua kalangan termasuk orang biasa. Penggunaan sabun juga
semakin meluas karena standar kebersihan yang juga kian meningkat (Natural,
2015).
Michel Eugene Chevreul Sejarah pembuatan sabun terus berkembang.
Teknologi pembuatan sabun modern muncul pada tahun 1811 (20 tahun setelah
LeBlanc). Ahli kimia dari Perancis, Michel Eugene Chevreul, menemukan proses
pembuatan sabun yang merupakan kombinasi atau reaksi dari beberapa bahan
kimia alami, lemak atau asam lemak dan gliserin (Natural, 2015).
Ernest Solvay Ahli kimia dari Belgia, Ernest Solvay, juga ikut mewarnai
perkembangan kemajuan teknologi pembuatan sabun mandi. Beliau membuat
sabun dengan proses ammonia atau proses Solvay. Biaya produksi pembuatan
sabun alkali dapat ditekan dengan proses Solvay, serta kuantitas dan kualitas soda
abu yang dihasilkan dapat ditingkatkan (Natural, 2015).

Sejarah Teknologi Pembuatan Sabun Abad 20 M


Menurut Natural, (2015), sejarah teknologi sabun dapat di lihat dibawah ini:
a. Pada tahun 1950 : ditemukan pencuci piring bubuk
b. Pada tahun 1960 : ditemukan pencuci kotoran serta penghilang noda
dengan bubuk enzim serta perendaman dengan zat enzim
c. Pada tahun 1970 : ditemukan sabun untuk cuci cair untuk tangan (liquid
hand soap), serta telah ditemukan juga produk yang multifungsi yakni
detergen lengkap dengan pelembutnya.
d. Pada tahun 1980 : ditemukan pencuci baju dengan menggunakan
konsentrat.
e. Pada tahun 1990 : ditemukan pencuci piring dengan gel, pelembut kain,
detergen bubuk lengkap dengan cairan ultranya serta pencuci baju lengkap
dengan refilnya

Sejak ditemukannya material serupa sabun dalam tabung lempung saat


penggalian di Kerajaan Babilionia Kuno terungkap bahwa sabun dibuat pada
tahun 2800 SM. Catatan dalam tabung menerangkan bahwa material tersebut
terbuat dari lemak yang direbus dengan abu (Medim, 2018).
Dalam Ebers Papyrus, sebuah dokumen medis yang dibuat pada tahun
1550 SM di Mesir, menjelaskan bahwa campuran minyak hewani dan nabati
dengan garam alkali sebagai bahan untuk pembuatan sabun untuk menyembuhkan
penyakit kulit dan untuk mencuci (Medim, 2018).
Bangsa Yunani Kuno mandi untuk keindahan semata dan tidak
menggunakan sabun. Sebagai gantinya mereka membersihkan tubuh mereka
dengan cetakan lempung, pasir, batu apung dan abu, lalu mereka mengurapi diri
mereka dengan minyak dan tanah dengan alat logam yang disebut strigil. Mereka
juga menggunakan minyak dan abu. Baju dicuci tanpa sabun di arus sungai
(Medim, 2018).
Kata Soap (sabun) berasal dari legenda Roma kuno dari Gunung Sapo,
tempat dimana hewan dikurbankan. Hujan membasahi campuran lemak hewan
yang mencair dengan abu kayu menuruni tanah liat sepanjang Sungai Tiber. Para
wanita mendapati bahwa campuran tanah liat ini membuat cucian mereka lebih
bersih dengan mudah. Tempat pemandian Romawi terkenal yang mengalirkan air
dari saluran air mereka pertama dibuat pada 312 SM. Pemandian tersebut sangat
mewah dan mandi menjadi sangat populer. Pada abad ke-2, ahli fisika Yunani,
Galen merekomendasikan sabun untuk kesehatan dan kebersihan (Medim, 2018).
Kejatuhan Roma pada tahun 467 menyebabkan penurunan kebiasaan
untuk mandi di masyarakat Eropa. Kurangnya menjaga kebersihan diri dan
kehidupan yang bersih mengakibatkan munculnya wabah besar di Abad
Pertengahan, dan khususnya wabah Black Death di abad ke-14 (Medim, 2018).
Kebersihan dan mandi kembali menjadi tren di Eropa pada abad ke-17.
Pada abad pertengahan mandi setiap hari sudah menjadi kebiasaan sehari-hari
bangsa Jepang. Di Islandia, kolam pemandian air panas menjadi tempat
berkumpul yang populer di Sabtu malam (Medim, 2018).
Pembuatan sabun dijadikan sebuah kerajinan tangan di Eropa pada abad
ke-7. Minyak nabati dan hewani digunakan bersama dengan abu dari tanaman dan
aroma. Beragam sabun diciptakan untuk keperluan bercukur, keramas, mandi dan
mencuci (Medim, 2018).
Italia, Spanyol dan Perancis menjadi pusat pembuatan sabun yang pertama
di Eropa, dikarenakan mereka memiliki persediaan bahan mentah seperti minyak
zaitun. Inggris memulai pembuatan sabun pada abad ke-12. Pembuatan sabun
berkembang pesat di tahun 1622 sehingga Raja James I menghasilkan $100,000
setahun dalam monopoli pembuatan sabun. Pada abad ke-19 sabun dikenakan
pajak yang tinggi sebgai barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak tinggi
dihapuskan sabun banyak digunakan oleh masyarakat biasa (Medim, 2018).
Perkembangan ilmu kimia dan gaya hidup bersih umat Muslim pada abad
ketujuh membuahkan salah satu penemuan penting bagi kehidupan manusia
modern. Racikan sarjana kimia Muslim asal Persia, al-Razi, berhasil menciptakan
formula sabun. "Sabun yang kita kenal hari ini adalah warisan dari peradaban
Islam," papar Ahmad Y al-Hassan dalam bukunya, Technology Transfer in the
Chemical Industries. Setelah formula dasar didapatkan, bermunculan pengusaha-
pengusaha di beberapa kota Islam seperti Nablus (Palestina), Kufah (Irak), dan
Basrah (Irak) (Medim, 2018).
Bahan dasar sabun saat itu terbuat dari nabati, seperti minyak zaitun serta
minyak aroma. Kedua bahan tadi pertama kali diproduksi para kimiawan Muslim
di era kekhalifahan. Bahkan, formula utama pembuatan sabun tak pernah berubah,
hanya bahan kimia sintetis yang menggantikan beberapa komponen dasar
(Medim, 2018).
Sabun yang dibuat umat Muslim di zaman keemasannya itu sudah
menggunakan pewarna dan pewangi. Selain itu, dikenal pula jenis sabun cair dan
sabun batangan. Bahkan, pada masa itu sudah tercipta sabun khusus untuk
mencukur kumis dan janggut. Harga sabun pada 981 M berkisar tiga dirham (koin
perak) atau setara 0,3 dinar (koin emas) (Medim, 2018).
Resep pembuatan sabun di dunia Islam juga telah ditulis seorang dokter
terkemuka dari Andalusia, Spanyol Islam, Abu al-Qasim al-Zahrawi alias
Abulcassis (936-1013 M). Ahli kosmetik ini memaparkan tata cara membuat
sabun dalam kitabnya yang monumental al-Tasreef (Medim, 2018).
Al-Tasreef merupakan ensiklopedia kedokteran yang terdiri atas 30
volume. Kitab itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan digunakan
sebagai buku referensi utama di sejumlah universitas Eropa terkemuka. Sang
dokter memaparkan resep-resep pembuatan beragam alat kosmetik pada volume
ke-19 dalam kitab al-Tasreef (Medim, 2018).
Selain itu, resep pembuatan sabun yang lengkap tercatat dalam sebuah
risalah bertarikh abad ke-13 M. Manuskrip itu memaparkan secara jelas dan detail
tata cara pembuatan sabun. Fakta ini sekaligus menunjukkan betapa dunia Islam
telah jauh lebih maju dibandingkan peradaban Barat. Padahal, masyarakat Barat,
khususnya Eropa, diperkirakan baru mengenal pembuatan sabun pada abad ke-16
M (Medim, 2018).
Sebuah sangkalan ilmiah datang dari Sherwood Taylor (1957) dalam
bukunya berjudul A History of Industrial Chemistry. Dia menyatakan, peradaban
Barat baru menguasai pembuatan sabun pada abad ke-18 M. RJ Forbes (1965)
dalam bukunya Studies in Ancient Technology menyatakan, jika campuran yang
mengandung sabun telah digunakan di pusat peradaban Mesopotamia. Tapi,
bentuknya belum sempurna, hanya terdiri atas bahan detergen. Penemuan sabun
yang tergolong modern memang baru diciptakan pada masa kejayaan Islam
(Medim, 2018).
Raja Al-Muzaffar merupakan seorang penguasa yang senang mempelajari
karya-karya ilmuwan Muslim dalam bidang kedokteran, farmakologi, pertanian,
dan teknologi. Raja Al-Muzaffar juga sangat mencintai ilmu pengetahuan
(Medim, 2018).
Pada masa kekuasaannya di abad ke-13 M, ia mendukung dan melindungi
para ilmuwan dan seniman untuk berkreasi dan berinovasi. Dalam risalahnya,
sang raja mengisahkan bahwa Suriah sangat dikenal sebagai penghasil sabun
keras yang biasa digunakan untuk keperluan di toilet (Medim, 2018).
Geografer Muslim kelahiran Yerusalem, Al-Maqdisi, dalam risalahnya
berjudul, Ahsan al-Taqasim fi ma'rifat al-aqalim, juga telah mengungkapkan
kemajuan industri sabun di dunia Islam (Medim, 2018).
Menurut Al-Maqdisi, pada abad ke-10, Kota Nablus (Palestina) sangat
masyhur sebagai sentra industri sabun. Sabun buatan Nablus telah diekspor ke
berbagai kota Islam (Medim, 2018).
Menurut Al-Maqdisi, sabun juga telah dibuat di kota-kota lain di kawasan
Mediterania, termasuk di Spanyol Islam (Medim, 2018).
Andalusia dikenal sebagai penghasil sabun berbahan minyak zaitun. M
Shatzmiller dalam tulisannya bertajuk, al-Muwahhidun, yang tertulis dalam En si
klo pedia Islam terbitan Brill Lei den, juga mengungkapkan betapa pesatnya
perkembangan industri sabun di dunia Islam (Medim, 2018).
Pada 1200 M, di Kota Fez (Maroko) saja terdapat 27 pabrik sabun, papar
Shatzmiller. Sherwood Taylor, dalam Medieval Trade in the Mediterranean
World menyebutkan, pada abad ke- 13 M, sabun batangan buatan kota-kota Islam
di kawasan Mediterania telah diekspor ke Eropa. Pengiriman sabun dari dunia
Islam ke Eropa, papar Taylor, melewati Alps ke Eropa utara lewat Italia (Medim,
2018).
Selain untuk membersihkan kulit dari kotoran dan debu, sabun wajah yang
biasa digunakan sehari-hari juga mampu mengangkat sel kulit mati, serta
menghapus riasan wajah. Dengan kandungan dan tekstur yang beragam, setiap
orang bisa memilih jenis sabun pembersih wajah yang sesuai dengan kebutuhan
kulit. Namun, apakah Anda tahu kapan sabun ditemukan pertama kali? Nah, agar
bisa menambah wawasan, simak sejarah perkembangan sabun dari tahun ke tahun.
2000 SM Sampai saat ini masih belum bisa dipastikan siapa penemu sabun
tanah liat pertama kali. Namun, pada 2000 SM ada anggapan bahwa sabun tanah
liat berawal dari kebiasaan bangsa Yunani Kuno yang membersihkan tubuh
dengan campuran tanah lempung, abu, dan lemak hewan (Medim, 2018).
Anggapan lainnya muncul saat sebuah zat mirip sabun ditemukan pada
2800 SM. Pada masa ini dinyatakan bahwa pembuat sabun pertama adalah Babel,
Mesopotamia, Mesir, serta orang Yunani dan Romawi kuno. Sabun tanah liat
dibuat dengan mencampur lemak, minyak, dan garam. Penggunaannya pun
berbeda dari paparan di atas. Alih-alih digunakan untuk kebersihan tubuh, sabun
tersebut digunakan untuk membersihkan peralatan masak dan benda lainnya
(Medim, 2018).
The Ebers Papyrus (Mesir, 1550 SM) menggambarkan bagaimana minyak
hewani dan nabati dicampur dengan garam alkali untuk menghasilkan zat yang
disebut sabun, disebutkan pada waktu itu bahwa sabun digunakan untuk merawat
luka, penyakit kulit, dan untuk mencuci (Munbarakan, 2015).
Diketahui orang Yunani kuno mencuci tanpa sabun. Mereka lebih suka
mencuci dengan air, blok tanah liat, batu apung, pasir dan abu dan kemudian
melumuri diri dengan minyak. Pada abad kedua sesudah masehi, “Galen” seorang
dokter Yunani yang terkenal, menganjurkan mencuci dengan sabun sebagai
tindakan pencegahan penyakit kulit (Munbarakan, 2015).
Diyakini bahwa bangsa Roma membersihkan tubuh mereka dengan
menggosokkan zat abrasive ke atas kulit, seperti pasir atau batu apung. Tetapi pada
akhirnya mereka menggunakan sabun, sabun menjadi populer di seluruh
Kekaisaran Romawi. Ini terbukti dengan ditemukannya beberapa pabrik sabun
pada reruntuhan Pompeii, salah satu kota yang hancur oleh letusan gunung berapi
Gunung Vesuvius di 79 Masehi (Munbarakan, 2015).
Jerman kuno dan Galia mencampur abu dengan lemak hewan untuk
menghasilkan sabun, dan mereka menggunakannya pada rambut mereka
(Munbarakan, 2015).
Ahli kimia Arab adalah orang pertama yang membuat sabun dari bahan
nabati, yaitu terbuat dari minyak nabati (seperti minyak zaitun), minyak aromatik
(seperti minyak thyme) dan alkali/lye. Dari awal abad ke-7, sabun diproduksi di
Nablus, Kufah dan Basra. Mereka membuat sabun wangi dan berwarna, beberapa
sabun yang dibuat adalah sabuncair dan sabun padat. Mereka juga membuat sabun
khusus untuk mencukur (Munbarakan, 2015).
Pada 1200 Sesudah Masehi, Marseilles, Perancis dan Savona, Italia menjadi
pusat pembuatan sabun. Pada abad ke-8, pembuatan sabun terkenal di Italia dan
Spanyol di mana sabun dibuat dengan lemak kambing dan abu pohon Beech.
Selama periode yang sama, Perancis mulai menggunakan minyak zaitun untuk
menghasilkan sabun. Pada akhirnya, wewangian diperkenalkan dan sabun untuk
mandi, mencukur, keramas dan laundry mulai dibuat (Munbarakan, 2015).
Dari abad ke-16 sabun halus diproduksi di Eropa menggunakan minyak
nabati (seperti minyak zaitun) sebagai lawan lemak hewan. Kedua jenis sabun ini
masih banyak dibuat secara industry maupun skala rumahan (Munbarakan, 2015).
Oleh karena pengetahuan yang lebih baik tentang budaya kebersihan dan
kesadaran akan hubungan kebersihan dan kesehatan, maka industri manufaktur
sabun muncul pada akhir abad delapan belas. Lompatan besar dalam pembuatan
sabun komersial adalah dua orang penemu berkebangsaan Perancis yaitu ahli
kimia bernama Nicholas Leblanc dan Michael Chevreul sekitar pergantian abad
ke-19. Pada 1791, Leblanc mematenkan metode pembuatan sodium carbonat atau
soda abu. Pada 1811, Chevreul menemukan hubungan dan kimia sifat dari asam
lemak / fatty acids, gliserin, dan lemak (Munbarakan, 2015).
Andrew Pears mulai memproduksi sabun transparan berkualitas tinggi pada
tahun 1789 di London. William Gossage memproduksi sabun dengan harga rendah
namun berkualitas baik dari tahun 1850-an. Robert Spear Hudson mulai
memproduksi bubuk sabun pada tahun 1837 (Munbarakan, 2015).
Perkembangan deterjen sintetis di Jerman pada tahun 1916 membuat
terobosan lain dalam pembuatan sabun kimia. Disamping itu pusat pembuatan
sabun terkenal adalah di wilayah Castille Spanyol, yang dikenal sebagai pembuat
sabun minyak zaitun pertama dengan kualitas bar sabun keras dan putih. Castille
sabun masih dikenal saat ini seperti sabun dibuat dengan semua, atau sebagian
besar semua, minyak zaitun (Munbarakan, 2015).
Sabun komersial, seperti yang kita kenal sekarang, muncul selama Perang
Dunia I. Setelah Perang Besar dan sampai tahun 1930-an, metode yang disebut
“batch kettle boiling” digunakan untuk produksi sabun. Tak lama kemudian,
melalui proses yang berkesinambungan pembuatan sabun dengan waktu yang
singkat mulai diperkenalkan dan diolah oleh Procter & Gamble, proses ini
digunakan oleh banyak perusahaan sabun besar (Munbarakan, 2015).

600 SM : Mediterania - Abu Bakaran Pohon Dan Lemak Hewani


Menurut Pliny the Elder, seorang penulis ensiklopedia sejarah alam,
bangsa Fenisia (Phoenician) menggunakan lemak kambing dan abu untuk
membuat sabun pada tahun 600 SM. Lebih lanjut, berdasarkan buku kimia
umum tertulis bahwa sabun yang dibuat pada 600 SM ini digunakan oleh
Kekaisaran Romawi (Serafica , 2020).
Sabun dibuat dengan merebus lemak hewani dan ekstrak abu kayu. Tujuan
sabun ini tidak dipaparkan secara jelas karena penggunaannya pun beragam, mulai
dari sebagai sabun pembersih serat tekstil, produk penataan rambut, hingga
sebagai obat untuk luka (Serafica , 2020).

1775 : Saponifikasi (Lemak dan Alkali)


Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun dengan mereaksikan asam
lemak dengan alkali, sehingga menghasilkan garam karbonil (sejenis sabun) dan
gliserol (alkohol). Pada masa ini, teknologi sabun telah berkembang pesat di
pasaran. Jenis dan fungsinya pun bervariasi, mulai dari sabun mandi, sabun
mencuci pakaian, hingga perabotan rumah tangga. Sabun pun memiliki
konsistensi lebih padat, lembut, banyak mengeluarkan busa dibandingkan jenis
sebelumnya. Namun, saponifikasi menghasilkan zat basa, sedangkan kulit tubuh
memiliki sifat yang asam, sehingga jika bisa menyebabkan iritasi kulit
jika semakin sering dipakai (Serafica , 2020).

2000-an : Multitasking Removing Makeup Cleanser


Berkat kemajuan teknologi, sabun kian berinovasi dengan
menghadirkan sabun mandi dalam bentuk gel, krim, minyak, hingga body
scrub. Tak hanya itu, tingginya kesadaran manusia akan pentingnya menggunakan
sabun khusus untuk wajah membuat berbagai perusahaan berbondong-bondong
menciptakan produk sabun pembersih wajah. Seperti halnya Senka. Sebagai
bagian dari Shiseido Group asal Jepang, Senka menghadirkan beragam produk
perawatan terbaik untuk kulit wanita Asia. Kini, tak perlu jauh-jauh ke Jepang
untuk mendapatkan rangkaian produk Senka, karena produk perawatan kecantikan
ini telah hadir di Indonesia. Senka pun bertujuan untuk mewujudkan impian para
wanita dalam miliki kulit sehat yang sesungguhnya (Serafica , 2020).
Penggali Babilonia menemukan bukti bahwa pada masa Babel Kuno sudah
membuat sabun sekitar tahun 2800 Sebelum Masehi. Bukti rekaman tersebut
ditulis pada sebuah tablet dari tanah liat milik Babilonia yang berisi formula atau
bahan-bahan pembuatan seperti sabun. Orang Babel adalah yang pertama
menguasai pembuatan sabun. Mereka membuat sabun dari lemak yang direbus
dengan abu. Sabun tersebut biasa untuk membersihkan wol dan kapas pada tekstil.
Selain itu digunakan dalam medis selama setidaknya 5000 tahun (Serafica , 2020).
Babilonia bertarikh 2200 SM sudah mencatat formula pembuat sabun
yaitu air, alkali, dan cassia, sebuah tanaman yang berasal dari China. Bukti lain
soal sabun juga tercatat dalam papirus ebers (1550 SM) menyebut bangsa Mesir
Kuno sudah mandi secara teratur dengan menggunakan sabun. Sabun bangsa
Mesir Kuno adalah kombinasi minyak nabati dan hewani yang digabung dengan
garam alkaline untuk menciptakan sunstansi mirip sabun. Dokumen-dokumen
kuno Mesir juga menyebut sabun digunakan untuk mempersiapkan wol yang akan
dipintal. Di masa pemerintahan Raja Nabonidus, kaisar terakhir Babilonia (556-
539) resep untuk membuat sabun terdiri atas abu, minya nabati, dan minyak biji-
bijian. Sabun dalam bahasa Inggris disebut soap yang berasal dari bahasa Latin,
sapo (Sintia, 2017).
Penggunaan kata sapo ini muncul dalam buku Historia Naturalis (Sejarah
Alam) karya Gaius Plinius Secundus (23-79). Dalam buku itu, Plinius membahas
tentang pembuatan sabun dri bahan abu dan lemak, tetapi dia hanya menyebut
kegunaan "sabun" itu sebagai minyak rambut. Sementara itu, seorang fisikawan
Yunani Arataeus, pada abad pertama masehi menulis bahwa orang-orang Galia
menggunakan substansi yang mereka buat seperti bola disebut soap (sabun).
Sebuah legenda meyebut kata "soap" berasal dari nama Gunung Sapo, tempat
hewan dikurbankan. Darah hewan itu kemudian bercampur dengan abu dari api
untuk membakar kurban itu dan air untuk menghasilkan sabun. Kisah sabun juga
datang dari China ketika bangsa itu membuat substansi mirip sabun dari campuran
biji tanaman zao jia. Bangsa China juga membuat sabuh dari campuran pankreas
babi dan abu tanaman bernama Zhu yi zi (Sintia, 2017).
Namun, sabun sesungguhnya yang terbuat dari emak hewan baru muncul
di masa China modern. Sedangkan di Timur Tengah, pada abad ke-13 pabrik
sabun sudah mulai muncul di beberapa kota seperti Nablus, Fez, Damaksus, dan
Aleppo (Sintia, 2017).
Di Eropa, sabun sudah mulai dibuat di Napoli pada akhir abad keenam dan
di abad kedelapan produksi sabun semakin marak di Italia dan Spanyol. Pada 800-
an, wilayah yang kini dikenal sebagai Spanyol sudah menjadi pembuat sabun
terkemuka di dunia. Ilmu membuat sabun ini kemudian berkembang dan
merambah kepulauan Inggris pada 1200-an. Pada paruh kedua abad ke-15,
industri sabun semi-profesional muncul di beberapa wilayah Perancis yaitu
Provence, Toulon, Hyeres, dan Marseille.
Industri sabun di keempat wilayah tersebut memasok kebutuhan sabun
untuk seluruh Perancis.  Sabun yang lebih baik muncul di Eropa pada abad ke-16
menggunakan bahan minyak nabati, seperti minyak zaitun ketimbang minyak
hewani. Sedangkan di Inggris, industri sabun terkonsentrasi di London. Namun, di
Inggris cikal bakal sabun modern seperti yang kita kenal saat ini diciptakan
(Sintia, 2017).
Hingga Revolusi Industri, sabun hanya dibuat di pabrik-pabrik kecil dan
produksinya masih sangat kasar. Pada 1780, sebuah pabrik bahan kimia yang
memproduksi alkali yang menjadi salah satu bahan pembuat sabun, didirikan. Di
masa pemerintahan Ratu Anne (1665-1714) pemerintah Inggris memberlakukan
pajak sabun. Alhasil hingga pertengahan abad ke-18, sabuh menjadi barang
mewah dan hanya digunakan mereka yang cukup kaya (Sintia, 2017).
Pada 1807 sebuah pabrik di London sudah mampu membuat sabun
transparan berkualitas tinggi. Pada 1850-an sabun berharga murah tetapi
berkualitas bagus mulai diproduksi dan dijual. Produksi dan penjualan sabun terus
meningkat dan pada 1853, pajak sabun dicabut. Pada 1886, William Hesketh
Lever dan saudaranya, James membeli sebuah pabrik kecil sabun di Warrington
(Sintia, 2017).
Di tangan keduanya pabrik tersebut berkembang yang menjadi produsen
sabun terbesar di dunia hingga saat ini. Pabrik ini awalnya bernama Lever
Brothers yang kini dikenal dengan nama Unilever yang produknya kini dijual di
lebih dari 190 negara (Sintia, 2017).
Berdasarkan ukiran yang terdapat di bejana gerabah peninggalan
Babilonia, bahan-bahan yang terkandung dalam sabun diduga telah dimanfaatkan
sejak 2.800 SM. Dalam Papirus Eber, dokumen kesehatan Mesir Kuno tahun
1.500 SM, masyarakat Mesir Kuno menggunakan kombinasi minyak hewani atau
nabati dengan garam alkali –dikenal dengan istilah saponifikasi– untuk
menyembuhkan penyakit kulit dan membersihkan badan (Lay, 2018).
Istilah saponifikasi diambil dari bahasa latin “sapo” yang artinya soap atau
sabun. Sapo merupakan nama sebuah gunung –ada juga yang menyebutnya bukit–
dalam legenda Romawi Kuno, yang biasa menjadi tempat pemotongan hewan
kurban dalam upacara. Ketika hujan, sisa-sisa lemak hewan itu tercampur abu
kayu pembakaran dan mengalir ke Sungai Tiber di bawah gunung. Tak diduga,
saat masyarakat sekitar sungai mencuci, mereka mendapati air mengeluarkan busa
dan pakaian mereka menjadi lebih bersih (Lay, 2018).
Pada abad ke-1 masyarakat Romawi Kuno melakukan saponifikasi dengan
cara mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni (urine)
dengan minyak tumbuhan dan lemak hewan. Ada pekerja khusus yang
mengumpulkan air seni (fullones) untuk dijual ke para pembuat sabun. Tapi baru
pada abad ke-2 dokter Galen (130-200 SM) menyebutkan penggunaan sabun
untuk membersihkan tubuh (Lay, 2018).
Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic
Technology: An Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria
al-Razi, kimiawan Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Orang
Arab membuat sabun dari minyak nabati atau minyak atsiri, misalnya minyak
thymus. Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina.
Sabunnya sudah berbentuk padat dan cair (Lay, 2018).
Masyarakat di Eropa Utara, pada abad pertengahan, baru mengenal sabun
cair tapi baunya kurang enak. Pada abad ke-13 jenis sabun keras mulai diekspor
ke Eropa. Teknologi pembuatan sabun juga ditransfer ke Italia dan Prancis selatan
selama Renaissance. Di Inggris, seperti ditulis John A. Hunt dalam “A Short
History Soap”, dimuat di Pharmaceutical Journal, 1999, catatan Bristol Company
of Soapmakers untuk tahun 1562-1642 menunjukkan lebih dari 180 orang terlibat
dalam bisnis sabun. Bisnis sabun mendapat tempat yang istimewa di Inggris. Pada
1622 Raja James memberikan hak monopoli kepada seorang pembuat sabun
dengan membayar imbalan $100.000 setahun (Lay, 2018).
Sekalipun sabun mulai dikenal, ia masih menjadi barang asing bagi
sebagian masyarakat di Eropa Tengah. Menurut Alicia Alvrez dalam bukunya The
Ladies′ Room Reader: The Ultimate Women′s Trivia Book, Di Jerman, Duchess of
Juelich merasakan sensasi luar biasa ketika mendapat hadiah sekotak sabun dari
sahabatnya pada 1549. Pada 1672, seorang Jerman bernama A. Leo harus
menuliskan keterangan rinci cara penggunaannya ketika mengirimkan bingkisan
hadiah berisi sabun kepada seorang puteri Prusia, Lady von Schleinitz (Lay,
2018).
Berbeda dengan Inggris, penguasa Perancis Raja Louis XIV justru
bersikap keras kepada pembuat sabun. Sang raja pernah menghukum mati dengan
pisau guillotin terhadap tiga orang pembuat sabun karena membuat kulit sang raja
iritasi. Takut ditimpa hukuman yang sama, beberapa pembuat sabun berusaha
lebih serius untuk menciptakan sabun berkualitas baik (Lay, 2018).
Revolusi industri yang berkembang di negeri-negeri Eropa pada abad ke-
19 memperpesat industri sabun. Namun di beberapa negara, sabun masih dikenai
pajak tinggi karena tergolong barang mewah. “Kombinasi monopoli dan pajak
khusus telah menghalangi pembangungan industri sabun” tulis Patricia E.
Malcolmson dalam English Laundresses: a Social History, 1850-1930. Pada 1852
Inggris dan Prancis menghilangkan pajak sabun untuk meningkatkan standar
hidup bersih dan sehat masyarakat. Sabun pun menjadi komoditas sehari-hari
yang bisa digunakan masyarakat biasa (Lay, 2018).
Sebelum mengenal sabun, masyarakat di Nusantara biasanya mandi
dengan menggosokan lempeng-lempeng batu halus untuk menyingkirkan kotoran
di tubuh. Agar kulit harum dan halus, mereka menaburkan kuntum mawar, melati,
kenanga, sirih, dan minyak zaitun dalam wadah penampungan air. Kebiasaan ini
masih berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Bahkan saat ini,
sekalipun menggunakan sabun, ada yang merasa belum bersih tanpa
menggosokkan batu ketika mandi (Lay, 2018).
Salah satu perusahaan yang memperkenalkan sabun produksi industri
adalah Unilever, merger antara perusahaan asal Inggris, Lever Brothers, dan
perusahaan asal Belanda, Margarine Urine. Produk sabun Unilever adalah
Lifebuoy, Lux, Sweetmay, dan Capitol. Unilever membuka anak perusahaan di
Jakarta pada 1931. Pesaingnya, P&G, produksi perusahaan Jerman, Dralle –yang
pada 1940-an berubah nama menjadi Colibri dan diambil-alih Unilever (Lay,
2018).
Saat Perang Pasifik, Unilever diambil-alih militer Jepang untuk
kepentingan perang. Ini membuat sabun jadi barang langka. Kalau pun ada,
harganya melonjak. Untuk mengatasinya, pada 1943 otoritas Jepang
mengeluarkan izin operasi kepada 94 perusahaan sabun: 11 untuk orang
Indonesia, dan selebihnya Tionghoa. Tak satu pun izin untuk orang Eropa. Selain
itu, militer Jepang memberikan latihan cara membuat sabun agar rakyat bisa hidup
mandiri. Latihan itu diadakan di gudang Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di Jalan
Sunda 28 Jakarta. Selain untuk keperluan sehari-hari, rakyat yang telah mahir
membuat sabun biasanya menjual sabun hasil buatan mereka (Lay, 2018).
“Sabun yang bahan dasarnya terbuat dari minyak kelapa, abu, kapur, dan
garam itu memiliki kualitas yang baik dan membuka lapangan usaha baru bagi
rakyat,” tulis harian Borneo Shimboen, 22 Oktober 1943 (Lay, 2018).
Setelah perang berakhir, Unilever mencoba bangkit. Tapi Unilever
kembali berada dalam posisi sulit ketika terjadi gejolak politik pada 1950-an
menyangkut Papua Barat. Semua perusahaan Belanda dinasionalisasi. Staf
Unilever diusir dan diganti oleh tenaga-tenaga Inggris dan Jerman. Operasinya di
bawah pengawasan pemerintah tahun 1964. Produksi Unilever merosot (Lay,
2018).
Sejarawan Alwi Shahab, dalam blog pribadinya saat Bung Karno
melancarkan politik berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), umumnya masyarakat
mandi dengan memakai sabun batangan yang disebut sabun cuci. “Maklum, sabun
Lux, Camay, Lifebuoy masih ngumpet di Singapura,” tulis Alwi Shahab (Lay,
2018).
Pada 1967 kendali Unilever dikembalikan. Sejak itu produk-produk
Unilever kembali merajai pasar penjualan sabun di Indonesia. Pesaing
bermunculan (Lay, 2018).
Kini, sabun sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Mandi takkan
terpisahkan dari sabun. Tinggal bagaimana membiasakan diri mencuci tangan
pakai sabun. Indonesia, berdasarkan survey Departemen Kesehatan tahun lalu,
termasuk negara yang malas cuci tangan pakai sabun. Padahal, sejak 2008,
Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci
Tangan Pakai Sabun Sedunia (Lay, 2018).

Penggunaan Sabun Oleh Bangsa Sumeria


Tertua tidak digunakan mandi, tetapi untuk tujuan ritual oleh pendeta
Sumeria. Mereka mensucikan diri dengan sabun sebelum melakukan upacara
sakral. Sejarah selanjutnya mencatat bahwa beberapa jenis sabun kemudian
dimodifikasi dan digunakan untuk mengobati penyakit kulit (Lay, 2018).
Penggunaan Sabun Oleh Bangsa Mesir
Bangsa Mesir kuno (sekitar 1500 SM) merancang teknik dan metode
untuk meramu komponen seperti sabun. Caranya adalah mencampur alkali dengan
minyak (Lay, 2018).
Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa spesimen papirus. Selanjutnya,
bangsa Neo-Babylonia memperbaiki resep sabun ‘washing-stone’. Mereka
menggabungkan abu, ekstrak cypress dan minyak wijen, pada abad ke-6 SM (Lay,
2018).

Sejarah Sabun di Abad 8-10 Masehi


Sejarah pembuatan sabun sudah ada sejak abad ke-8 Masehi.
Berdasasarkan tulisan N Elisseeff dalam Ensiklopedia Islam volume IV yang
berjudul “Qasr al-Hayr al-Sharqi“ para arkeolog menemukan bukti pembuatan
sabun pada masa kekhalifahan Islam sedang mengalami masa kejayaan
(keemasan) (Lay, 2018).
Al-Maqdisi seorang muslim yang ahli ilmu kelahiran Yerusalem
mengungkapkan kemajuan industri sabun di dunia Islam dalam risalahnya yang
berjudul “Ahsan al-Taqasim fi ma’rifat al-aqalim“. Menurut al Maqdisi, pada
abad ke-10 Masehi, kota Nablus (Palestina) sangat terkenal sebagai pusat industri
sabun. Selanjutnya, sabun dari kota Nablus tersebut dikirmikam ke kota-kota
Islam pada masa itu (Lay, 2018).
Raja al-Muzaffar Yusuf ibnu Umar ibnu ‘Ali ibn Rasul mengisahkan
bahwa Suriah sangat dikenal sebagai penghasil sabun keras (hard soap) untuk
keperluan di toilet pada abad ke 13 Masehi (Lay, 2018).
Al-Maqdisi juga menyebutkan bahwa sabun juga dibuat kota-kota di
kawasan Mediterania, termasuk di Spanyol Islam. Pada masa itu, Andalusia
dikenal sebagai produsen sabun dari minyak zaitun (olive oil). M Shatzmiller
dalam tulisannya bertajuk al-Muwahhidun, yang tertulis dalam Ensiklopedia
Islam terbitan Brill Leiden, juga mengungkapkan betapa pesatnya industri sabun
berkembang di dunia Islam. Menurut Shatzmiller, pada tahun 1200 M, di Kota
Fez (Maroko) terdapat 27 pabrik sabun (Lay, 2018).
Sekitar 1500 SM, bangsa Mesir kuno merancang teknik dan metode untuk
meramu komponen seperti sabun, caranya mencampur alkali dengan minyak. Hal
tersebut dibuktikan oleh beberapa spesimen papirus. Boleh jadi tradisi
menggunakan sabun transparan inilah yang membuat wanita Mesir memiliki kulit
dan paras yang aduhai (Lay, 2018).
Kemudian, bangsa Neo-Babylonia memperbaiki resep sabun ‘washing-
stone’. Mereka menggabungkan abu, ekstrak cypress dan minyak wijen, pada
abad ke-6 SM. Ratusan tahun kemudian, proses pembuatan sabun kecantikan terus
diperbaharui, untuk menghasilkan produk sabun kecantikan yang benar-benar
dibutuhkan umat manusia (Lay, 2018).
Salah satunya adalah seperti yang dilakukan PT. AN Indonesia,
perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Maklon Kosmetik dan Personal Care.
Perusahaan ini memproduksi Sabun Transparan, produk sabun kecantikan yang
berguna bagi perawatan kulit agar terlihat cantik dan bersinar (Lay, 2018).
Tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah
membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Pliny (23 - 79)
menyebut sabun dalam Historia Naturalis , sebagai bahan cat rambut dan salep
dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis
(Hiden, 2015).
Tahun 700 an di Italia membuat sabun sebagai seni. Seabad kemudian
bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Inggris
memproduksi sabun tahun 1200 an. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc
(Prancis) menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Di
Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800an Di Amerika Utara Industri sabun
lahir tahun 1800 an. Abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang
mewah (Hiden, 2015).

Perkembangan Sabun Pada Abad Ke1


Saponifikasi yang menghasilkan ammonium karbonat dari urine dengan
minyak nabati atau lemak hewan di buat oleh masyarakat Romawi pada abad ke-1
(Medim, 2018).
Perkembangan Sabun Pada Abad Ke 7
Di abad ke-7 SM, Ahmad al-Hasan dan Donald Hill dalam Islamic
Technology: An Illustrated History, menyebutkan bahwa orang muslim di Persia
yakni Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi seorang kimiawan menciptakan
ramuan sabun modern pertama dari minyak atsiri dan thymus yang di fomulasikan
menjadi bahan sabun cair. Sehingga, di beberapa kawasan Timur Tengah seperti
Palestina tepatnya di Nablus dan Basrah, Irak banyak bermunculan pengusaha-
pengusaha industry sabun (Medim, 2018).

Produksi Sabun Secara Besar-Besaran


Sebagaimana tertulis dalam sejarah sabun diproduksi pertama secara besar-
besaran di Amerika sekitar tahun 1622, sejak datangnya orang-orang Inggris yang
bisa membuat sabun dan pada masa itu sabun masih merupakan barang mewah.
Sehingga dapat menghasilkan pajak bagi pemerintah inggris pada masa kejayaan
raja James 1. Namun, pada abad ke 19 pajak itu dihapuskan. Oleh karena itu,
masyarakat kelas bawah pun bisa mengggunakan sabun secara bebas (Medim,
2018).

Produksi Sabun Secara Komersial


Produksi sabun secara komersial terjadi pada tahun 1791, seorang
kimiawan asal Prancis, Nicholas Leblanc, mematenkan produk berbahan soda abu
sebagai bahan baku utama sabun mandi. Sedangkan beberapa produsen
menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan yakni kulit KOH, SLS, ABS
dan lain-lain (Medim, 2018).
Bukti nyata dari ditemukannya benda mirip sabun adalah sekitar dari tahun
2800 sebelum masehi, para pembuat sabun pertama adalah bangsa Babilonia,
Mesopotamia, Mesir, Yunani dan Roma. Mereka membuat sabun dengan
mencampurkan lemak hewani, minyak dan garam. Di masa itu sabun dibuat bukan
untuk mandi atau kebersihan tubuh, namun lebih untuk keperluan membersihkan
peralatan memasak, dan benda-benda lainnya. Bahkan di masa itu sabun juga
digunakan untuk pengobatan sakit kulit. Sabun mulai digunakan untuk mandi di
sekitar abad ke 19 (Ihsan, 2014).
Asal kata SOAP (sabun) sendiri diambil dari kata saponification
(saponifikasi) yaitu reaksi yang terjadi saat minyak/lemak hewani bertemu dengan
larutan alkali. Dari reaksi ini akan dihasilkan sabun dan gliserin alami (Ihsan,
2014).
Menurut legenda Romawi kuno, ada sebuah gunung bernama Gunung Sapo
dimana sering dilakukan upacara keagamaan dengan mengorbankan hewan
(kambing), lemak dari hewan tersebut bercampur dengan abu kayu. Disaat hujan
sisa campuran lemak dan abu kayu mengalir ke sungai Tiber sehingga sungai
tersebut jadi berbusa. Ketika orang mencuci baju di sana, mereka mendapati baju-
baju mereka menjadi lebih bersih. Sejak itulah konon pembuatan sabun dimulai
(Ihsan, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Arif Rahman, dkk. 2016. Industri Kosmetik dan Manfaat Bagi Konsumen
Kosmetik di Indonesia Majoring In Chemistry Faculty Of Math And
Science. Padang Universitas Negeri Padang.

Hiden. 2015. Sejarah Sabun Transparan dan Berbagai jenis Sabun. Bandung:
Universitas Padjajaran.

Jay, Akbar. 2018. Sejarah Awal mula berkembangnya Sabun. Medan: Universitas
Sumatra Utara.

Medim. 2018. Sejarah Perkembangan Sabun Transparan. Jakarta: Unversitas


Negeri Jakarta.

Munbarakan, Munzalan 2015. Sejarah Sabun dan Pembuatannya. Yogyakarta:


Universitas Negeri Yogyakarta.

Natural, Adev. 2015. Sejarah Sabun dan Perkembangan Sabun Di Eropa. Jakarta:
UI.

Sintia. 2017. Sejarah Perkembangan Sabun Di Dunia. Jakarta: Media.

Serafica, Gischa. 2020. Pembuatan Sabun Transparan Dengan Berbagai Metode.


Surabaya: Universitas Sepuluh Nopember.

Ihsan, Awaluddin. 2014. Produksi Sabun Mandi Transparan Berbahan Baku Vco
Mengandung Karatenoid Tomat. Manado: UNSRAT.

Anda mungkin juga menyukai