Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

KIMIA ORGANIK II
“SABUN DAN DETERGEN”

OLEH

NAMA : PARAMITA MUSA


NIM : 821417048
KELAS : A-SI FARMASI 2017
KELOMPOK : III (TIGA)

LABORATORIUM KIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2018
A. Judul
Sabun dan Detergen
B. Tujuan
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai:
1. Melakukan dan mengamati penyabunan pada trigliserida.
2. Membuat sabun dan mempelajari sifat-sifatnya.
3. Mengisolasi campuran asam lemak yang diperoleh dengan mengasamkan
larutan sabun dan menentukan kadarnya.
4. Memahami aksi pembersih sabun dalam air, lemak dan air sadah.
5. Menentukan fosfat dalam deterjen.
C. Dasar Teori
1. Sejarah Sabun
Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat
rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di
Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.Ia juga
menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali.
Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai
pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II.Tahun 700-an di Italia
membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa
Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru
memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan
Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat
serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan
Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun
makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara
industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa
lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar.Selanjutnya, adonan dituang
dalam cetakan kayu.Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijualdari
rumah ke rumah.Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan
lagi barang mewah (Baysinger, 2004).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol.Masing– masing lemak mengandung sejumlah molekul asam
lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam
stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol (Baysinger,2004).
Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi
darikomponen asam – asam lemak yang digunakan.Komposisi asam – asam
lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat
kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon
dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya
panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat
sukar larut dan sulit menimbulkan busa.Terlalu besar bagian asam – asam lemak
tak jenuh menghasilkan sabun yang mudahteroksidasi bila terkena udara. Alasan –
alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak
yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas.
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam
alkali.Hasilpenyabunan tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan
sisa alkali atau asam lemak yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh
alkali. Campuran tersebut berupa masa yang kental, masa tersebut dapat
dipisahkan dari sabun dengan cara penggaraman, bila sabunnya adalah sabun
natrium, proses pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan
garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan
garam NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan
cara menyaring dari larutan garam. Masa sabun yang kental tersebut dicuci
dengan air dingin untuk menetralkan alkali berlebih atau memisahkan garam NaCl
yang masih tercampur. Sabun kental kemudian dicetak menjadi sabun tangan atau
kepingan dan kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl
dengan jalan destilasi vakum.Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan
pengkistralan dan dapat digunakan lagi (Ralph J. Fessenden, 1992).
Penetapan Sabun terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif.
a. Penetapan Kualitatif
Penetapan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun
mengandung alkali bebas atau asam lemak bebas.
Cara penetapan :
 Contoh sabun diparut/ dipotong halus
 Timbang sabun sebanyak 0,1 gram sabun, masukkan kedalam tabung rekasi
yang bersih dan kering
 Larutkan sabun dengan 2 ml Alkohol netral (bila perlu dipanaskan diatas
penangas air)
 Kemudian dibubuhi 1-2 tetes indicator PP
b.    Penetapan Kuantitatif
 Penetapan kuantitatif dilakukan dengan cara mengamati hasil dari uji
kualitatif
Jika setelah dibubuhi indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah
berarti sabun mengandung asam lemak bebas atau netral
 Apabila sabun berwarna merah berarti sabun mengandung alkali bebas
Analisis sabun secara kuantitatif meliputi pemeriksaan :
1.       Alkali bebas
2.       Asam lemak bebas
3.       Alkali total
4.       Alkali terikat
5.       Asam lemak total
6.      Asam lemak terikat
7.     Lemak netral yang tidak tersabunkan
8.    Zat pemberat/ pengisi
9.     Logam minyak/ Minyak Pelikan
10.    Kadar air
2. Pengertian Sabun
Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau
minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam
karboksilat dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus  (alifatis)
panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah
kation dari kelompok alkali atau ion amonium (Austin, 1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak.
 Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara mereaksikan asam lemak dan
alkali sehingga terjadi reaksi penyabunan
 Reaksi pertama :
Lemak + NaOH       Hidrolisa mendidih          Gliserol + Asam lemak
 Reaksi kedua :
3RCOOH + NaOH        Penyabunan        RCOONa + H2O
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut
dalam zat-zat non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam
air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan
tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air
karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150) molekul sabun
yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya
menghadap ke air (Austin, 1984).
Kegunaan sabun ialah kemempuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat
non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun,
yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang
menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes
sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap
tersuspensi (Austin, 1984).
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni
senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa
saja mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan
suatu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus
mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif (Austin, 1984).
Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil
karboksilat, yang aktif sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat
disebut azt aktif anion. Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus alkil R
bersifat hidrofob (menolak air) sedangkan gugus karboksilat – COO   bersifat
hidrofil (Harold. 1982).
RCOONa                  RCOO-     +     Na+
Larutan sabun selalu trhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit
alkalis. Dengan penambahan indikator PP(fenolftalein) selalu berwarna merah
muda. Sehingga dalam waktu bersamaan akan terdapat molekul-moleku
RCOONa, RCOOH dan ion-ion RCOO  , OH   dan Na+.
RCOONa                 RCOOH     +     Na+
Sabun dan asam lemak dapat membentuk  :
X  RCOOH    +    Y  RCOONa               (RCOOH)X (RCOONa)Y
Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi
kasar dan tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan
koloid sabun menjadi keruh karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun
menjadi kental sehingga dapat dipilin. Titik keruh disebut juga suhu pilin. Suhu
titer dan titik keruh tidak jauh berbeda dan merupakan indikasi dimana larutan
sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan sebagai detergen, larutan sabun
dipanaskan sampai mendekati suhu titer (Harold. 1982).
Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun
secara koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL .
Gugus  R sebagi alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL bersifat
menarik air (hidrofil) bila L berupa kation dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal
akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi(Harold. 1982).
Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak
kembali. Di dalam air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan
melelh dan membentuk lapisan minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.
R – COONa     +     HCl        H+       R – COOH      +     NaCl
3.     Sifat-sifat Sabun
a.      Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak
Sabun + air →  larutan koloid
b.     Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari
molekul yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)
c.      Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai
sabun kalsium/ natrium.
d.     Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.
RCOONa + HCl  →  RCOOH + NaCl
e.   Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang
aktif sebagai pencuci (ZAP)
f.    Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa,
RCOOH, dan ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+
g.    Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat
hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan
17
4. Bahan Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat
sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam
memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat
digunakan dalam pembuatan sabun antara lain (Ralph J. Fessenden, 1992).
a.    Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair
pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Ralph J.
Fessenden, 1992).
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi
produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan
lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses
pembuatan sabun di antaranya :
1.   Tallow (Lemak Sapi)
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging  sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya
digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah
digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak
yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara
0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer
point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow
yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam
miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2. Lard (Lemak Babi)
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat
(35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi
parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang
dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3.      Palm Oil (Minyak Sawit)
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat
warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan
bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam
oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%,
asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.
4.      Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa  merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
5.     Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit)
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat
digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm
kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%,
asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%,
dan asam linoleat 2%.
6.     Palm Oil Stearine (Minyak Sawit Stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-
asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan
asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam
oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-
5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
7.   Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi,
sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
bahan baku.
8.   Castor Oil (Minyak Jarak)
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika,
bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis
0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-
181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal
sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam
riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-
2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
9. Olive Oil (Minyak Zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak
zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami
mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol,
sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang
sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat.
Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam
lemak dalam minyak zaitun.
10.    Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
b.       Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol,
monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia
NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam
industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan
sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya
yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan
alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat
menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Ralph J. Fessenden, 1992).
5. Fungsi sabun
Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat di buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun yaitu :
a.   sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK,
RCOONH4
b.      sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen
(RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa
natrium yang direaksikan dengan asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan
tertentu sabun dapat dibuat dari garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih
lunak dan lebih larut dalam air.
Detergent atau sabun dapat digunakan sebagai pembersih pada air sadah
karena detergent tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan
menimbulkan endapan yang dimungkinkan daapat merugikan. Sedangkan pada
sabun tidak dapat bekerja pada air sadah karena sabun bereaksi pada air sadah
yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerak pada baju maupun lantai.
Adapun sebab sabun dan detergen bisa menjadi sebagai pembersih kotoran
atau lemak dikarenakan sabun dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon yang
bersifat hidrokarbon yang bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar.
Bagian non polar akan mengelilingin tetesan minyak dan melarutkannya sesuai
dengan asas like dissolved like, sedangkan ujung polar dari molekul tersebut
segera akan terlarut dalam air. Detergent lebih efektif membersihkan kotoran
karena kerja detergent tidak dipengaruhi air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja
efektif pada air sadah.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
No Nama Alat Kategori Gambar Fungsi
1. Batang 1 Untuk mengaduk
Pengaduk bahan kimia

2. Blender 2 Untuk menghaluskan


buah untuk diambil
sarinya.
3. Gelas Piala 1 Untuk meletakkan dan
menyimpan larutan
kimia.

4. Gelas Ukur 1 Untuk mengukur


volume larutan.

5. Heater 2 Memanaskan larutan


agar dapat tercampur.

6. Neraca 2 Untuk menimbang


Analitik bahan yang akan
digunakan.

2. Bahan
No Nama Bahan Kategori Sifat fisik Sifat kimia
1. Etanol Khusus Merupakan cairan Mudah menguap dan
yang tidak terbakar; merupakan
berwarna; dapat pelarut organik.
larut dalam air dan
eter; memiliki bau
yang khas.
2. Minyak Umum Berwujud cair pada Bila ditambahkan
Sawit suhu ruang; basa maka akan
berwarna kuning terjadi reaksi
atau kuning penyabunan;bila
kecoklatan; teroksidasi akan
memiliki bau khas. menimbulkan bau
tengik.
3. Minyak Umum Berwujud cair pada Bila ditambahkan
Zaitun suhu ruang; tidak basa maka akan
berwarna; memiliki terjadi reaksi
bau khas. penyabunan;bila
teroksidasi akan
menimbulkan bau
tengik.
4. Natrium Khusus Padatan berwarna Membentuk basa
Hidroksida putih; bersifat kuat ketika larut
higroskopis; tidak dalam air; sangat
berbau; larut dalam mudah terionisasi.
air.
5. Natrium Khusus Bubuk kristal Mudah terionisasi;
Klorida padat; sedikit pH netral
berbau; berwarna
putih; larut dalam
air, gliserol, dan
ammonia.

E. Prosedur Kerja
Apel
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Dibersihkan menggunakan alkohol 70 %
Diperas apel dan di ambil sarinya
Ditimbang masing-masing minyak yang dugunakan
(Minyak sawit, minyak zaitun, dan VCO) sebanyak 10 gr
Ditimbang sari apel sebanyak 5 gr
Dicampurkan masing-masing minyak pada gelas kimia
Diaduk sampai homogen
Ditambahkan 5 gr sari apel kedalam campuran minyak
Diukur etanol 96 % sebanyak 20 mL
Diukur NaOH sebanyak 10 mL
Dipanaskan dalam healting melt
Dibuat larutan NaCl jenuh
Diukur NaCl jenuh sebanyak 80 mL
Ditambahkan NaCl jenuh kedalam campuran minyak dan
sari apel.
Diaduk sampai mengental
Dituang kedalam cetakan
Diletakan pada ruangan dingin selama beberapa jam

Sabun

F. Hasil Pengamatan
No Perlakuan Pengamatan
1. Diperas sari apel yang akan digunakan dan Terbentuk filtrat warna
dimasukkan kedalam gelas kimia. hijau dari sari apel.
2. Ditimbang 10 g minyak sawit, minyak zaitun, Adanya warna kuning,
dan minyak VCO. bening, dan kuning
mudah pada setiap
minyak.
3. Ditimbang 5 g sari apel Warna apel kuning
kehijauan dengan bau
khas buah apel.
4. Dimasukkan sari apel dalam campuran Terbentuk 2 lapisan dan
minyak sawit, zaitun, dan VCO yang telah berwarna hijau tua dan
dituang dalam 1 gelas kimia. hijau mudah.
5. Diukur etanol 96% sebanyak 20 mL Terbentuk warna kuning.
6. Diukur NaOH 10 mL Terbentuk warna bening.

7. Dimasukkan etanol kedalam larutan minyak Terbentuknya 3 lapisan


dan sampel. yang terbentuk pertama
hingga tercampur secara
homogen.
8. Dimasukkan NaOH kedalam larutan sampel Terjadi perubahan warna
dan minyak. hijau mudah menjadi
hijau gelap.
9. Dipanaskan larutan tersebut diatas healting Terbentuk busa dan
melt. terjadi perubahan warna
hijau gelap/pekat.
10. Diaduk dan ditambahkan NaCl 80 mL Terbentuk busa yang
sedikit dan warna hijau
kecoklatan.
11. Diaduk hingga 30 menit sampai terbentuk Terjadi perubahan warna
trace/mengental. cokelat kehijauan dan
mengental.
12. Ditambahkan pewangi. Aroma wangi yang
menyengat.
13. Dicetak dalam pencetak. Terbentuk kupu-kupu
kecil dengan warna
cokelat kehijauan.
14. Ditutup menggunakan aluminium foil dan Terbentuk sabun
disimpan. berwarna cokelat dan
berbentuk kupu-kupu
dengan bau khas apel.

G. Pembahasan
Sabun merupakan garam logam alkali dari asam-asam lemak. Garam juga
merupakan garam yang terdiri atas campuran anion karboksilat dan kation
bervalensi satu. Campuran anion terbetukkarena pada dasarnya setiap molekul
trigliserida mengandung residu lemak, dan minyak atau lemak tertentu adalah
campuran molekul trigliserida (Sumarlin, 2010)
Dalam percobaan ini, sabun yang dibuat adalah sabun natrium dengan
menggunakan larutan NaOH 10%. Proses ini dinamakan proses safonifikasi.
Saponifikasi merupakan proses pembuatan sabun yang berlangsung
dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang
menghasilkan sabun dan hasil samping berupa gliserol.
Penambahan NaOH 10% dalam etanol 95% adalah sebagai alkali dalam
proses hidrolisis lemak pada minyak sehingga dihasilkan garam karboksilat.
Sedangkan etanol 95% digunakan agar NaOH dan lemak pada minyak dapat larut,
karena lemak dapat larut di etanol daripada pada air. Dipanaskan selama 30 menit
(sampai mendidih). Sampai reaksi saponifikasi sempurna hingga mengental
namun jangan sampai gosong. Fungsi pemanasan ini adalah untuk mempercepat
reaksi dan kemudian dilakukan penambahan NaCl jenuh.
Fungsi penambahan NaCl jenuh ini adalah untuk memisahkan gliserol dari
hasil saponifikasi minyak dengan NaOH yang sulit dipisahkan. Kemudian
campuran diaduk kuat sampai terbentuk padatan. Kemudian padatan yang
diperoleh dituang pada pencetak, selanjutnya ditutup menggunakan almunium foil
dan disimpan.

H. Kesimpulan
1. Sabun dapat di peroleh dari hasil reaksi trigliserida dan Basa (NaOH dan
KOH) dengan produk samping gliserol dengan proses safonifikasi.
2. Pada proses pembuatan sabun, lemak terhidrolisis oleh basa, yang kemudian
menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
I.
DAFTAR PUSTAKA
Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra-
Hill Book Co: Singapura

Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.

Fessenden, R. J. and Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit


Erlangga : Jakarta.

Hard, Harold. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.

Sumarlin. L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintesis pada Produk Pangan yang


Beredar di Jakarta dan Ciputat. Jurnal Vol 1 (6)

Anda mungkin juga menyukai