Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konseling


Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami perubahan
orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care.
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang awalnya hanya berfokus pada pengelolaan
obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Pelayanan kefarmasian adalah
salah satu tanggung jawab dari apoteker untuk memaksimalkan terapi dengan cara
mencegah dan memecahkan masalah terkait obat (Drug Related Problem)
(Depkes RI, 2006).
Salah satu interaksi antara apoteker dengan pasien adalah melalui konseling
obat. Konseling obat sebagai salah satu cara atau metode pengetahuan pengobatan
secara tatap muka atau wawancara merupakan usaha untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman pasien dalam penggunaan obat. Konseling berasal
dari kata counsel yang artinya saran, melakukan diskusi dan pertukaran pendapat.
Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang
membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan
dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan
kemampuannya dalam pemecahan masalah. Konseling pasien merupakan bagian
tidak terpisahkan dalam elemen kunci dari pelayanan kefarmasian, karena
Apoteker sekarang ini tidak hanya melakukan kegiatan compounding dan
dispensing aja, tetapi juga harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya dimana dijelaskan dalam konsep Pharmaceutical Care (Depkes RI, 2006).
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, konseling adalah suatu proses
komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan
pengobatan. Melalui konseling, apoteker dapat mengetahui kebutuhan pasien saat
ini dan yang akan datang. Apoteker dapat memberikan informasi kepada pasien
apa yang perlu diketahui oleh pasien, keterampilan apa yang harus dikembangkan
dalam diri pasien, dan masalah yang perlu diatasi. Selain itu, apoteker diharapkan
bisa menentukan perilaku dan sikap pasien yang perlu diperbaiki (Depkes RI,
2006).
Syarat agar pelaksanaan konseling bisa berjalan dengan baik adalah
tersedianya ruangan khusus untuk melakukan konseling, efektivitas pemberian
konseling, informasi yang disampaikan kepada pasien harus lengkap dan jelas,
yaitu cara pakai obat, efek samping obat, indikasi, kontraindikasi, dosis, interaksi
obat, mekanisme aksi, penggunaan ibu hamil dan menyusui. Untuk mengatasi
kendala-kendala yang terjadi diperlukan suatu perubahan dari apoteker itu
sendiri,perubahan masing-masing apoteker sangat diperlukan agar apoteker dapat
melaksanakan layanan konseling kepada pasien dengan baik (Baroroh, 2016).
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan konseling pasien adalah suatu
pelayanan kefarmasian yang mempunyai tanggung jawab etika serta medikasi
legal untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan obat. Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari
Apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat
dengan cara penanganan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka
panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat
(Baroroh, 2016).
Konseling yang diberikan atas inisiatif langsung dari Apoteker disebut
konseling aktif. Selain konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien
datang untuk berkonsultasi pada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk konseling
seperti ini disebut konseling pasif (Baroroh, 2016).
2.2 Manfaat Dan Tujuan Konseling
2.2.1 Manfaat Konseling
Menurut Aryahani (2007), manfaat dari konseling terbagi atas dua,
diantaranya sebgai berikut:
1. Bagi Pasien :
a) Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
b) Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
c) Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri
d) Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
e) Menurunkan kesalahan penggunaan obat
f) Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terpai.
g) Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
h) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya kesehatan
2. Bagi Farmasis
a) Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayan kesehatan.
b) Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung
jawab profesi Farmasis
c) Menghindari Farmasis dari tuntutan karena kesalahan pengguanaan obat
(Medicatiaon Error)
d) Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi
upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.
2.2.2 Tujuan Konseling
Menurut Aryahani (2007), Tujuan dari konseling pada pelayanan farmasi
adalah :
a) Membina hubungan atau komunikasi farmasis dengan pasien dan
membangun kepercayaan pasien kepada farmasis.
b) Memberikan informasi yang sesuai kondisi dan masalah pasien.
c) Membantu pasien menggunakan obat sesuai tujuan terapi dengan
memberikan cara atau metode yang memudahkan pasien menggunakan
d) obat dengan benar.
2.3 Prinsip Konseling
Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara
pasien dengan Apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara
sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan
modela pendekatan "Medical Model" menjadi pendekatan "Helping Model".
(Neswita, 2016).
Hal- hal yang perlu diperhatikan oleh apoteker tertera dibawah ini (Neswita,
2016) :
Medical Model Helping Model
1. Pasien passive 1. Pasien terlibat secara aktif
2. Dasar kepercayaan ditunjukkan 2. Kepercayaan didasarkan dari
berdasarkan citra profesi hubungan pribadi yang berkembang
setiap saat
3. Mengidentifikasi masalah dan 3. Menggali semua masalah dan
menetapkan solusi memilih cara pemecahan masalah
4. Pasien bergantung pada petugas 4. Pasien mengembangkan rasa percaya
kesehatan dirinya untuk memecahkan masalah
5. Hubungan seperti ayah-anak 5. Hubungan setara (seperti teman)
Selain itu, Apoteker harus mengerti kebutuhan, keinginan, dan pilihan dari
pasien (Neswita, 2016) :
1. Menentukan Kebutuhan
Konseling tidak terjadi bila pasien datang tanpa ia sadari apa yang
dibutuhkannya. Seringkali pasien datang tanpa dapat mengungkapkan
kebutuhannya, walaupun sebetulnya ada sesuatu yang dibutuhkan. Oleh karena itu
dilakukan pendekatan awal dengan mengemukakan pertanyaan terbuka dan
mendengar dengan baik dan hati-hati.
2. Perasaan
Farmasis harus dapat mengerti dan menerima perasaan pasien (berempati).
Farmasis harus mengetahui dan mengerti perasaan pasien (bagaimana perasaan
menjadi orang sakit) sehingga dapat berinteraksi dan menolong dengan lebih
efektif. Beberapa bentuk perasaan atau emosi pasien dan cara penanganannya
adalah sebagai berikut :
a) Frustasi yaitu membantu menumbuhkan rasa keberanian pasien untuk
mencari alternatif jalan lain yang lebih tepat dan meminimalkan rasa
ketidaknyamanan dari aktifitas hariannya yang tertunda.
b) Takut dan cemas yaitu membantu menjernihkan situasi apa yang sebenarnya
ditakutinya dan membuat pasien menerima keadaan dengan keberanian yang
ada dalam dirinya.
c) Marah yaitu mencoba ikut terbawa suasana marahnya, dan jangan juga
begitu saja menerima kemarahannya tetapi mencari tahu kenapa pasien
marah dengan jalan mendengarkan dan berempati.
d) Depresi yaitu usahakan membiarkan pasien mengekspresikan
penderitaannya, membiarkan privasinya, tetapi dengarkan jika pasien ingin
bicara
e) Hilang kepercayaan diri
f) Merasa bersalah
4. Sasaran Konseling
Menurut Baroroh (2016), sasaran konselen terdiri atas 2 yaitu sebagai
berikut:
a. Konseling Pasien Rawat Jalan
b. Konseling Pasien Rawat Inap
Adapun enam komponen konseling minimal yaitu:
a. Nama obat, jumlahnya dan indikasinya
b. Aturan pakai, cara dan lama pemakaian
c. Interaksi obat
d. Efek samping obat
e. Pengaruh terhadap pola hidup, pola makan
f. Cara penyimpanan

Daftar pustaka
Aryahani, 2007, Perencanaan dan Penyiapan Pelayanan Konseling Obat Serta Pengkajian
Resep Bagi Penderita Rawat Jalan di Rumah Sakit Immanuel Bandung,

Baroroh, F., Darmawan, E., 2016, Evaluasi Implementasi Pelayanan Konseling Obat di
Apotek Kota Yogyakarta, Farmasains

Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/2004, Tentang


Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Depkes RI, 2006, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Neswita, E, Almasdy, D, Harisman, 2016, Pengaruh Konseling Obat Terhadap


Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien Congestive Heart Failure, Jurnal Sain Farmasi
& Klinis (JSFK) 2(2) : 295-302, Sumatera Barat

Anda mungkin juga menyukai