Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH). Hasil lain
dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam
karboksilat. Prinsip utama kerja sabun ialah gaya tarik antara molekul kotoran, sabun, dan air. Kotoran
yang menempel pada tangan manusia umumnya berupa lemak. Untuk mempermudah penjelasan, mari
kita tinjau minyak goreng sebagai contoh. Minyak goreng mengandung asam lemak jenuh dan tidak
jenuh. Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam
palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng adalah asam
oleat, asam linoleat, dan asam linolena. Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam
karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6).
Sabun yang banyak mengandung busa, terutama pada sabun cair yang terbuat dari minyak
kelapa atau kopra ini biasanya menyebabkan rangsangan dan memungkinkan penyebab dermatitis bila
dipakai. Oleh karena itulah penggunaanya diganti dengan minyak zaitun dan minyak kacang kedele
atau minyak yang lain yang dapat menghasilkan sabun lebih lembut dan baik. Tetapi para pemakai
kurang menyukainya sebab sabun ini kelarutannya rendah dan tidak memberikan busa yang banyak.
Dengan perkembangan yang cukup pesat dalam dunia industri dimungkinkan adanya penambahan
bahan-bahan lain kedalam sabun sehingga menghasilkan sabun dengan sifat dan kegunaan baru.
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan
terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air. Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan
turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian sabun dan detergen?
2. Bagaimana sejarah perkembangan industri sabun dan detergen?
3. Apa sajakah bahan baku yang digunakan dalam industri sabun dan detergen?
4. Bagaimanakah proses pengolahan industri sabun dan detergen?
5. Apakah manfaat dari industri sabun dan detergen?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian sabun dan detergen.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan industri sabun dan detergen.
3. Untuk mengetahui bahan baku yang digunakan dalam industri sabun dan detergen.
4. Untuk mengetahui proses pengolahan industri sabun dan detergen.
5. Untuk mengetahui manfaat dari industri sabun dan detergen.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Sabun
Sabun adalah produk yang digunakan sebagai pembersih dengan media air. Secara umum
berbentuk padatan (batang) dan ada juga yang cair. Masing-masing bentuk tentunya mempunyai
keuntungan tersendiri di berbagai sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun
secara efektif dapat mengikat partikel dalam suspensi yang mudah dibawa oleh air bersih. Di era
milenial ini, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu untuk mencuci atau
membersihkan.
Sabun merupakan campuran minyak atau lemak (nabati, seperti minyak zaitun atau hewani,
seperti lemak kambing) dengan alkali atau basa (seperti natrium atau kalium hidroksida) melalui
suatu proses yang disebut dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium
yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan seperti arang kayu.
2. Detergen
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan
terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh
oleh kesadahan air.
B. Sejarah Industri Sabun dan Detergen
1. Sejarah Sabun
Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat penggalian di Babilonia kuno adalah
fakta tentang pembuatan sabun sudah diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung
mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana hal tersebut adalah metoda pembuatan sabun,
tetapi tidak mengenai kegunaan dari sabun itu. Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir kuno
terbiasa mandi. Papirus Eber, dokumen kesehatan sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan tentang
kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun yang
berguna untuk menyembuhkan penyakit kulit dan juga untuk membersihkan tubuh.
Disisi lain, orang Yunani kuno mandi untuk alasan estetik dan rupanya tidak menggunakan
sabun. Mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Tetapi pada
abad ke 2 M, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan pembersih. Setelah
musim gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi menurun. Menurunnya kebersihan
pribadi dan berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa sanitasi menambah beratnya wabah besar di
abad pertengahan, dan khususnya Kematian Hitam di abad ke-14. Pada abad ke-17, kebersihan dan
mandi kembali menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Mandi harian adalah adat yang biasa di
Jepang saat abad pertengahan dan di Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas adalah
perkumpulan populer di sabtu sore.
Membuat sabun adalah keahlian yang umum di Eropa pada abad ke-17. Minyak nabati dan
hewani digunakan dengan arang tanaman dan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih
banyak lagi tersedia untuk mencukur, mencuci rambut, mandi dan mencuci. Italia, Spanyol dan
Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun. Orang Inggris mulai membuat sabun saat abad ke 12.
Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622 karena Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat
sabun untuk $100.000 setahun. Pada abad ke-19, sabun adalah pajak tertinggi sehingga menjadi barang
mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa dan
standar kebersihan meningkat.
2
Pembuatan sabun komersial di Amerika colonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya
beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Sabun
pertama kali dipatenkan oleh kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc pada tahun 1791. Dimana saat itu
Leblanc membuat sabun dari soda abu atau sodium karbonat dari garam biasa. Sains dari pembuatan
sabun modern lahir 20 tahun kemudian oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya.
Penelitiannya menjadi dasar untuk pembuatan sabun dari lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah itu,
pada pertengahan 1800-an penemuan oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay membuat sabun dengan
proses amonia, di mana juga menggunakan sodium klorida untuk membuat soda abu. Penjelajahan
sains ini, bersama dengan pembangunan dari kekuatan untuk mengoperasikan pabrik, membuat satu
pembuatan sabun di pertunbuhan cepat industri Amerika tahun 1850. Hal ini mengubah sabun dari
barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari

2. Sejarah Detergen
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II dengan
tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000
macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai
penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah
tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan
kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum
tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen
mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965),
ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat
menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa.
Sepanjang sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan
mencuci. Pencucian dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran mesin sekeras apapun,
akan menghilangkan sebagian saja bercak, kotoran dan partikelpartikel tanah. Air saja tidak dapat
menghilangkan debu yang tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari
kain agar tetap tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel ke kain). Jadi diperlukan
bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan kemudian menahan agar kotoran yang
telah terangkat tadi, tetap tersuspensi. Sejak ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan
antara minyak atau lemak dan basa. Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa
campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun berbagai usaha
perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah dilakukan, semua sabun hingga kini
mempunyai satu kekurangan utama yakni akan bergabung dengan mineral mineral yang terlarut dalam
air membentuk senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak kekuningan
di kain atau mesin pencuci. Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring
dengan meningkatnya popularitas deterjen.
Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hydrogen sulfat.

Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.

3
C. Bahan Baku Pembuatan Sabun dan Detergen
a. Bahan Baku Pembuatan Sabun
Bahan Baku Utama
Bahan baku utama dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa).
1. Minyak atau Lemak
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya
a. Tallow
Tallow adalah lemak hewani yang paling umum digunakan dalam pembuatan sabun. Tallow
merupakan produk yang didapat dari industri pengolahan daging yang diambil dari lemak sapi
dan domba. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam
lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik
biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan
dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat
dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di
atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti
oleat (60 ~ 65%) danasam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai
pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
c. Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit
dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga
kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu.
d. Coconut Oil (Minyak Kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan
sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang
dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi,
terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau
tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
e. Palm Kernel Oil (Minyak Inti Kelapa Sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit.Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih
tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (Minyak Sawit Stearine)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak
ini adalah stearin.
4
g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu
sebelum digunakan sebagai bahan baku.
h. Castor Oil (Minyak Jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
i. Olive Oil (Minyak Zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras
tapi lembut bagi kulit.
j. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan
lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang
saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan
dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun (Friadi, 2009). Salah satu minyak atau lemak yang
digunakan dalam pembuatan sabun adalah refined bleached deodorized palm oil (RBDPO).
RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
Buah kelapa sawit terdiri atas 80% perikarp dan 20% daging buah yang dilapisi kulit tipis. Kadar
minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit hasil pengepresan (crude palm oil)
sebelum diolah lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi,
pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses
pemurnian ini disebut refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang belum dipisahkan fraksi
padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri
minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya. Menurut Departemen
Pertanian (2008), proses pemurnian RBDPO dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% palm
fatty acid distillate (PFAD), dan 0.5% bahan lainnya. Sifat fisikokimia RBDPO dapat dilihat pada
Tabel 1.

Menurut Cavitch (2001) sabun yang terbuat dari RBDPO merupakan sabun yang memiliki
tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh adanya asam lemak
jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan
menjadi semakin keras. Stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari RBDPO juga sangat tinggi.
Menurut Suryani et al. (2002), jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi serta
berperan dalam menjaga konsistensi sabun. Komposisi asam lemak dalam olein kelapa sawit dapat
dilihat pada Tabel 2.

5
2. NaOH
Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki
sifat higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol. NaOH
sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan salah satu jenis alkali
(basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. Menurut
Departemen Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan digunakan dalam pembuatan sabun
transparan dapat ditentukan dengan melihat besarnya bilangan penyabunan.
Sifat-sifat fisika
a. Berat molekul : 40 gr/mol
b. Titik didih pada 1 atm : 139oC
c. Densitas : 2,130 gr/cm3
d. ∆Hf0 Kristal : -426,73 KJ/mol
e. Kapasitas panas pada 0oC : 273 J/K.mol
Sifat-sifat kimia
a. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam air
b. Bereaksi dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3 dan air
c. Bereaksi dengan asam membentuk garam
d. Bereaksi dengan Al2O3 membentuk AlO2- yang larut dalam air
e. Bereaksi dengan halida (X) menghasilkan NaOX dan asam halida
f. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan gliserin
g. Bereaksi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol

Bahan Baku Pembantu


1. Air
Air digunakan untuk melarutkan NaOH dan NaCl mengurangi viskositas sabun cair yang terbentuk
sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat – sifat kimia dan fisika air adalah sebagai berikut:
Sifat – sifat kimia :
a. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, karbonmonoksida
membentuk gas sintetis ( dalam proses gasifikasi batubara)
b. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam-logam reaktif lain membebaskan H2.
c. Air bersifat amfoter
d. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur dioksida membentuk basa kalium dan asam sulfat
e. Bereaksi dengan trigliserida (minyak/lemak) menghasilkan asam lemak dan gliserol ( reaksi
hidrolisis trigliserida).
6
Sifat-sifat Fisika
a. Berupa zat cair pada suhu kamar
b. Berbentuk heksagonal
c. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna
d. Berat molekul : 18
e. Titik Beku pada 1atm, (oC) : 0
f. Titik didih normal 1 atm, (oC) : 100
g. Densitas pada 30oC, (kg/m3) : 995,68
2. Gliserin
Gliserin digunakan sebagai zat tambahan (additive) pada sabun dan berfungsi sebagai pelembab
(mouisturizer) pada sabun. Sifat-sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai berikut :
Sifat-sifat kimia :
a. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis
b. Larut dalam air dan alcohol dengan semua perbandingan
c. Tidak larut dalam eter, benzene dan kloroform
d. Senyawa turunan alcohol (polialkohol) dengan tiga gugus OH
e. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat
f. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab
g. Bereaksi dengan kalsium bisulfate membentuk akrolein
Sifat-sifat fisika:
a. Berat Molekul : 92 gr/mol
b. Titik lebur : 17,9oC
c. Titik Didih : 290oC
d. Densitas : 1,26 gr/cm3

3. Surfaktan
Surfaktan atau surface active merupakan suatu molekul amphifatic atau amphifilic yang
mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Secara umum kegunaan
surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan
kestabilan partikel yang terdispersi dan mengintrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water
(O/W) atau water in oil (W/O).
4. Pewangi
Pewangi merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik dengan bertujuan
menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyenangkan
terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung kebutuhan tetapi biasanya 0,5-5%
untuk campuran sabun. Pewangi yang biasa dipakai adalah Essential Oils dan Fragrance Oils.

b. Bahan Baku Pembuatan Detergen


1. Bahan Aktif
Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus ada dalam proses
pembuatan deterjen. Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan detergen berupa surfaktan.
Secara kimia bahan ini dapat berupa Sodium Lauril Eter Sulfonate (SLES). Beberapa nama dagang
dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa
jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20 dan NP-30. Secara fungsional
bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih (Sastrohamidjojo, 2005).

7
Surfaktan merupakan senyawa yang larut dalam air yang dapat dibedakan atas 1)surfaktan
anionik 2) surfaktan nonionik 3) surfaktan kationik dan 4) surfaktan amfoterik. Tabel 4
memperlihatkan jenis-jenis surfaktan yang biasanya terdapat dalam deterjen.
Tabel 4. Jenis-jenis surfaktan dalam deterjen
No Surfaktan Rumus bangun Jenis surfaktan
1. Alkil (polietilen)glikol Nonionik
Ethers
2. Alkilsulfonat Anionik

3. Dialkildimetilamonium Kationik
Chloride

4. Betaines Amfoterik

a. Surfaktan anionik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya mengandung


muatan negatif. Surfaktan ini bila terionisasi dalam air/larutan membentuk ion negatif.
Surfaktan ini banyak digunakan untuk pembuatan detergen mesin cuci, pencuci tangan
dan pencuci alat-alat rumah tangga. Surfaktan ini memiliki sifat pembersih yang
sempurna dan menghasilkan busa yang banyak. Contoh surfaktan ini yaitu, alkilbenzen
sulfonat linier, alkohol etoksisulfat, dan alkil sulfat.
b. Surfaktan Kationik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaan mengandung muatan
positif. Surfaktan ini akan terionisasi dalam air/larutan membentuk ion positif. Dalam
detergen, surfaktan ini banyak digunakan sebagai pelembut. Contohnya adalah
RNH3+Cl- (garam amina rantai panjang)
c. Surfaktan Nonionik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaan tidak mengandung
muatan apapun. Surfaktan ini tidak dapat terionisasi dalam air/larutan sehingga surfaktan
ini tidak memiliki muatan. Dalam pembuatan detergen surfaktan ini memiliki
keuntungan yaitu tidak terpengaruh oleh keadaan air karena surfaktan ini resisten
terhadap air sadah. Selain itu juga detergen yang dihasilkan hanya menghasilkan sedikit
busa. Contohnya alkohol etoksilat, R-OCH2CH2O- (polioksietilen).
d. Ampoterik atau zwitteriontik yaitu surfaktan yang mengandung muatan negatif maupun
positif pada bagian aktif permukaannya. Bila terionisasi dalam air/larutan akan terbentuk
ion positif, ion negative atau nonionik bergantung pada pH air/larutannya. Surfaktan ini
digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Contoh, RN+(CH3)2CH2CH2SO3-
(sulfobetin), imidazolin dan betain.
2. Bahan Pengisi (filler)
Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih,
dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapat yang tersedia secara umum adalah Natrium Klorida
(NaCl). Senyawa natrium adalah penting dalam perindustrian kimia, kaca, logam, kertas, petrolium,
sabun dan tekstil. Sabun pada umumnya merupakan garam natrium dengan beberapa jenis asam
lemak.
8
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini
berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran
bahan baku detergen semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan
pengisi detergen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi,
yaitu tetra sodium pyrophospate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk
bubuk, dan mudah larut dalam air (Sastrohamidjojo, 2005).
3. Bahan Penunjang (Builders)
Builder merupakan zat yang digunakan untuk menunjang kinerja deterjen dalam pelunakan
air dengan cara membatasi kerja ion-ion kalsium dan magnesium. Builder dapat berupa senyawa
alkali yang mudah mengendap seperti natrium karbonat dan natrium silikat; agen kompleks seperti
Natrium Triphosfat atau asam nitroloacetic dan senyawa bersifat penukar ion seperti asam
polikarboksilat dan zeolit A.
Penggunaan STTP (sodium tripolifosfat) pada detergen sabun cuci sebagai builder diketahui
sebagai salah satu sumber utama pengendapan fosfat di dalam air (Bhatt, 1995). Siklus fosfat
melepaskan kalsium dan magnesium ke air dengan tujuan untuk pelarutan, pengemulsi, pelarutannya
ramah terhadap lingkungan dan berperan sebagai pengganti surfaktan. Karena STTP berdampak
membahayakan lingkungan, maka zeolit A digunakan sebagai alternative builder detergent untuk
merubah STTP. Dibandingkan dengan fosfat, zeolit A dapat ditambahkan untuk mencegah
pembentukan kelarutan garam anorganik yang sangat sedikit, ini adalah faktor utama dalam
pembentukan lapisan kotor pada bahan tekstil.
4. Bahan Pemucat (Bleaching Agent)
Efek pemucatan (bleaching effect) dari deterjen ditimbulkan melalui cara mekanis, fisika dan
atau secara kimia khususnya melalui perubahan atau penyisihan zat pewarna terhadap objek yang
mengalami proses pemucatan. Dalam proses pencucian, efek pemucatan dapat ditimbulkan secara
paralel. Mekanisme mekanis dan fisis utamanya efektif untuk menghilangkan partikulat atau zat-zat
yang mengandung olie. Pemucatan secara kimia dilakukan untuk menghilangkan warna dan karat
yang melekat pada serat.
Bleaching agent yang banyak digunakan biasanya adalah senyawa-senyawa peroksida.
Hidrogen Peroksida terkonversi menjadi anion hidroksida intermediate aktif dalam media alkali
menjadi menurut persamaan reaksi :
H2O + OH- ↔ H2O + HO2-
Anion-anion perhidroksil dapat mengoksidasi pengotor padat dan karat. Senyawa
perhidroksi yang banyak digunakan pada deterjen adalah Natrium Perborat (NaBO3.4H2O).
Senyawa bleaching lain yang sering digunakan adalah hipoklorit. Salah satu keunggulan utama dari
natrium perborat dapat dimasukan langsung sebagai bubuk dengan hasil cucian yang putih dan
relatif aman. Sebaliknya penambahan larutan pemutih klorin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan yang signifikan ke binatu dan menyebabkan perubahan warna. Klorin
cukup efektif digunakan sebagai pemutih dan disinfektan pada suhu yang rendah (Nasir, 2011).

5. Bahan Tambahan (additif)


Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk. Namun
demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan
ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian,
keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk tersebut. Salah satu
contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih
dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut “antiredeposisi”.

9
Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia
dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu
mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing
tinggi.
Tabel 5. Bahan aktif pada detergen
Komposisi Fungsi utama Contoh
Acids Menetralisir atau mengatur Asam asetat
kebasaan dari Asam sitrat
komposisi lain Asam hidroklorida
Asam phosfat
Asam Sulfat
Alkalis a. Menetralisir atau Amonium hidroksida
mengatur keasaman dari etanolamin
komposisi lain natrium karbonat
b. Membuat surfaktan dan natrium hidroksida
builders lebih efisien natrium silikat
c. Meningkatkan kebasaan
Antimicrobial Membunuh atau menghambat Minyak cemara
Agents pertumbuhan organisme yang Senyawa ammonium
dapat menyebabkan penyakit kuartener Natrium hipoklorit
dan/atau bau Triclocarban
Triclosan
Antiredeposition Mencegah kotoran balik lagi Selulosa karboksi metil
Agents polikarbonat
polietilen glikol
natrium silikat
Bleaches Memutihkan, mencerahkan
dan membersihkan
Noda
Chlorine bleach Dalam beberapa produk, Natrium perborat
dapat ditambahkan dengan Natrium perkarbonat
activator pemutih untuk hasil
yang lebih baik pada
temperature air yang rendah
Colorant Mempertahankan warna Pigments or dyes
Corrosion inhibitors Melindungi bagian mesin Natrium silikat

10
yang berupa logam dan
lapisan penutup
Enzymes a. Protein diklasifikasikan Amylase (starch soils)
berdasarkan jenis kotoran Lipase (fatty and
yang akan dibersihkan oily soils)
oleh detergen Protease
b. Selulosa mereduksi (protein soils)
pilling dan greying dari Cellulase
kain yang mengandung
kapas dan membantu
menghilangkan kotoran
partikulat
Fabric softening agents Memberi kelembutan pada Quaternary ammonium
kain compounds
Fluorescent whitening Membuat kain terlihat lebih Colorless fluorescing
agents cemerlang dan putih ketika Compounds
terkena sinar
Fragrances a. Menutupi bau Fragrance blends
b. Memberikan bau yang
sedap pada pakaian dan
ruangan

6. Bahan Pewangi (Parfum)


Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar
dalam hal keterkaitan konsumen akan produk detergen. Artinya, walaupun secara kualitas detergen
yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya.
Parfum untuk detergen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam
perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1
g parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk detergen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum
umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di
masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen detergen bubuk
menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan
tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum (Sastrohamidjojo, 2005).

7. Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci.
Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam
formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.
11
D.-Proses Pembuatan Sabun dan Detergen
A. Proses Pembuatan Sabun
1. Klasifikasi Proses
Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu.
a. Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih
dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk
mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali
dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang
bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan
dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk
mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan
mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun
industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam
pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi
sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung
(dengan melarutkan udara di dalamnya).
b. Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan
air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak
dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang
terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini
kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH
dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih
lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang
terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan
sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah
yaitu 8,0 sampai 9,5.
2. Diagram alir proses pembuatan sabun

Dari diagram alir di atas, maka dapat diuraikan proses pembuatan sabun, yaitu sebagai
berikut :
Bahan baku berupa trigliserin masuk ke dalam kolom hidrolizer dengan penambahan katalis
ZPO, akan terjadi proses hidrolisis dengan ditambahkannya uap air panas yang masuk pada suhu
12
230-250°C dan tekanan 40-45 atm, sehingga trigliserin terpisah menjadi asam lemak dan triglserin.
Reaksi yang terjadi yaitu :
(RCOO)3C3H5 + 3H2O 3RCOO.H + C3H5(OH)3
Asam lemak yang terbentuk lalu dimasukkan ke dalam flash tank agar suhunya turun dan
asam lemak yang dihasilkan menjadi lebih pekat, kemudian dimasukkan ke kolom high vacuum still
hingga proses destilasi, pada proses ini asam lemak akan menguap sedangkan zat yang tidak
diharapkan akan keluar melalui bawah kolom.
Uap asam lemak yang terbentuk kemudian dilewatkan ke dalam cooler sehingga dihasilkan
asam lemak yang berbentuk pasta murni lalu produk ini disimpan dalam holding tank.
Pada proses pembuatan sabun, bahan baku merupakan lemak yang dipompakan ke dalam
mixer, lalu ditambahakn NaOH dan diaduk dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi proses
saponifikasi atau penyabunan. Reaksi yang terjadi adalah :
R.COO.H +NaOH RCOO.Na + H2O
Lalu dimasukkan ke dalam blender dengan kecepatan rendah agar campuran homogeny,
Pada blender terjadi pencampuran dengan bahan-bahan lain yang dibutuhkan, seperti parfum, TCC,
dan sebagainya. Kemudian produk sabun telah jadi, dan untuk finishing diteruskan dengan dipompa
melalui jalur dipanaskan ke bar sabun untuk sabun batangan dengan menggunakan tekanan, untuk
menghasilkan detergen menggunakan pengering semprot sehingga diperoleh sabun berupa serbuk
atau bubuk , dan untuk sabun cair yang dikeluarkan dari bagian bawah alat secara langsung
kemudian diikuti dengan operasi pengemasan.

3. Fungsi Alat
a. Hidrolizer dugunakan sebagai tempat terjadinya reaksi antara asam lemak dengan air.
b. High Vacuum still digunakan untuk penampungan bahan dengan tekanan vakum agar diperoleh
uap dari bagian top alat.

c. Kondensor digunakan untuk proses pendinginan bahan.

d. Pompa digunakan untuk mengalirkan zat ke dalam wadah tertentu dengan cara tekanan.

e. Steam flash Tank dihunakan untuk pemanasan dengan tekanan uap yang tinggi.

f. Holding tank digunakan untuk tempat penampungan hasil kondensasi asam lemak yang masih
belum murni yang akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan sabun dan detergen.

g. Mixer digunakan sebagai tempat pencampuran dalam sistem emulsi sehingga menghasilkan suatu
dispersi yang homogen.

h. Blender digunakan sebagai tempat untuk memperhalus ukuran partikel agar sesuai dengan yang
diinginkan.
B. Proses Pembuatan Detergen
1. Klasifikasi proses pembuatan detergen
Proses pembuatan detergen meliputi :
a. Safonifikasi
Pada proses ini minyak yang sudah dipucatkan (bleaching) dicampur dengan NaOH, kemudian
dipanaskan dan diaduk sehingga terjadi tahap-tahap berikut:
1) Tahap periode inkubasi lambat
2) Tahap eksotermik cepat
3) Tahap penyelesaian (completion)

13
Safonifikasi dianggap selesai jika terbentuk sabun yang kental, kemudian ditambah garam kering
supaya terjadi pemisahan antara sabun padat dan alkali.
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk
lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang
berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena
menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester
dengan alkali (NaOH, KOH),
b. Pencucian
Untuk memisahkan sisa gliserol dalam sabun dilakukan dengan cara menambahkan air garam
panas (85°C) pada sabun.
c. Fitting
Sabun yang didapatkan setelah mengalami pencucian selanjutnya mengalami pemanasan
dan penambhan air sedikit demi sedikit sehingga didapatkan bentuk yang dikehendaki.
Penentuan menggunakan “trowel test.” Setelah penyabunan lengkap, lapisan air yang
mengandung gliserol dipisahkan dari gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol
digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. (Sifat kelembaban
timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah
penguapan air itu). Sabunnya dimurnikan dengan mendidihkan dalam air bersih untuk
membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (additive) seperti batu apung,
zat warna dan sparfum kemudian ditambahkan. Sabun padat lalu dilelehkan dan dituang ke
dalam suatu cetakan.
Reaksi kimia pembuatan detergen secara umum :
Alkylbenzene + Oleum -----> Alkylbenzene sulphonate + sulfuric acid
2. Diagram alir proses pembuatan detergen

Alkilbenzen yang dimasukkan ke dalam sulfonator dengan penambahan sejumlah oleum,


menggunakan dominant bath principle untuk mengontrol panas pada proses sulfonasi dan
menjaga temperature tetap pada 550C. di dalam campuran sulfonasidimasukkan fatty tallow
alcohol dan oleum. Semuanya dipompa menuju sulfater, beroperasi juga dalam dominant
bath principle untuk menjaga suhu agar tetap pada kisaran 500 hingga 550C, pembuatan ini
campuran dari surfactant.
Reaksi kimia yang terjadi ialah :
14
a. Sulfonasi

b. Sulfasi
Reaksi utama
R-CH2OH + SO3H2O R’OSO3H + H2O DH= -325 sd -350 Kj/kg
Reaksi tambahan
R-CH2OH + R’-CH2-OSO3H R’-CH2-O-CH2-R’ + H2SO4
R’-CH2-CH2OH + SO3 R’-CH=CH2 + H2SO4
R-CH2OH + SO3 RCHO + H2O +SO2
R-CH2OH + 2 SO3 RCOOH + H2O +SO2
Produk hasil dari sulfonasi-sulfasi dinetralisasi dengan larutan NaOH dibawah temperature
yang terkontrol untuk menjaga fluiditas bubur surfaktan. Surfaktan dimasukkan dalam
penyimpanan.
Hasil sulfonasi (R I) dengan sulfasi (R II) ditambah NaOH terbentuk Na5P3O11, kemudian
terjadi hidrasi.
Na5P3O11 + 6 H2O Na5P3O11.6 H2O
(Sodium Tripoliphosphate) (Sodium Tripoliphosphate Hexahydrate)
Bubur surfaktan, tripolyphostphate natrium dan sebagian besar aditif lain-lain dimasukkan
ke dalam Crutcher. Sejumlah besar air akan dihapus dan paste dikentalkan oleh reaksi
natrium tripolyphostphate hidrasi.
Campuran ini dipompa ke upper story, dimana campuran ini disemprotkan dibawah tekanan
tinggi ke dalam high spray tower setinggi 24m, melawan udara panas dari tungku api.
Butiran kering ini adalah bentuk yang dapat diterima, ukuran dan densitas yang sesuai dapat
dibentuk. Butiran yang sudah dikeringkan di alirkan ke upper story lagi melalui lift yang
dapat mendinginkan mereka dari 115oC dan menstabilkan butiran. Butiran ini dipisahkan
dalam goncangan, dilapisi, diharumkan dan menuju pengemasan.

15
E.-Manfaat Sabun dan Detergen
1. Manfaat dan kegunaan Sabun
Sabun berfungsi sebagai bahan pembersih, dalam penggunaannya sesuai dengan jenis sabun itu
sendiri, yaitu :
a. Sabun mandi, digunakan untuk membersihkan tubuh ketika mandi
b. Sabun cuci batangan, dapat juga digunakan untuk mencuci pakaian dan barang lainnya
c. Sabun colet, digunakan untuk mencuci berbagai peralatan rumah tangga

2. Manfaat dan kegunaan Detergen


Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-
produk seperti:
a. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan, dll.
b. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat.
c. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun
mesin pencuci piring.
d. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan
porselen, plastik, metal, gelas, dll.

16
BAB III
PENUTUP

A.-Kesimpulan
Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH). Hasil
lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam
karboksilat. Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi. Bahan dasar
pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan campuran antara lemak/minyak
dengan alkali (basa). Metoda metoda proses pembuatan sabun ini ada duia macam yaitu metoda
batch dan metoda kontinu. Selain bahan baku sabun minyak/lemak dan alkali, pada sabun juga
ditambahkan pewarna dan parfum agar sabun lebih bersifat ekonomis.
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan
terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Bahan utama untuk pembuatan detergen yaitu Surfaktan
(surface active agen), Pengatur Busa (Suds Regulator), Builder (Pembentuk), Filler (Pengisi), dan
Additives (Zat Tambahan). Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam
teknik misalnya biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi karbon aktif,
lumpur aktif, khlorinasi dan teknik representatif lainnya tergantung dari efektifitas kebutuhan dan
efisiensi financial.

17
DAFTAR PUSTAKA

Austin, G. T. 1996. Industri Proses Kimia, Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.


Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Friadi, Ade. 2009. Pembuatan Sabun Padat dari RBDPs (Reefined Bleached Deodorized Palm stearin).
Medan. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Nasir, Subriyer. 2011. Pengolahan Air Limbah hasil Proses Laundry Menggunakan Filter Keramik
Berbahan Campuran Tanah Liat Alam dan Zeolit. Universitas Sriwijaya.

18

Anda mungkin juga menyukai