Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

DASAR REKAYASA PROSES

PEMBUATAN SABUN CUCI PIRING CAIR

Kelas 2A

Kelompok (3) :

Dhika Artasya Pratama (1731410061)

Fikry Aliffandri (1731410138)

Hasnawati Octavianingrum (1731410107)

Hendra Kurnia Pratama (1731410036)

Naina Lusy (1731410019)

Voirruna Syafa Brina (1731410076)

PROGRAM STUDI D-III JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2018
Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair

12, 19 dan 26 Oktober 2018

1. Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan sabun cuci piring cair
b. Dapat mengetahui pengaruh jumlah penambahan soda ash terhadap sabun cuci
piring cair yang dihasilkan
c. Dapat mengetahui pengaruh jumlah penambahan texapon terhadap sabun cuci piring
cair yang dihasilkan
d. Dapat mengetahui pengaruh jumlah penambahan NaCl terhadap sabun cuci piring
cair yang dihasilkan
e. Dapat mengetahui pengaruh penambahan tepol pada produk sabun cuci piring cair
f. Mengetahui komposisi bahan pembuatan etanol gel yang paling baik

2. Dasar Teori
a. Sabun
Sabun merupakan garam alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat
hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar). Proses
yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut sebagai saponifikasi atau juga disebut
reaksi penyabunan pada suhu 80 – 100⁰C.(Jongko, 2009). Alkali yang digunakan
pada pembuatan sabun untuk mencuci baik pakaian, badan dan lain – lain yang
terbuat dari campuran alkali NaOH atau KOH dan trigliserida dari asam lemak
rantai karbon C16 (Zulkifli dan Estiasih, 2014) melalui reaksi saponifikasi. Dalam
proses ini asam lemak akan terhidrolisa oleh basa membentuk gliserin dan sabun
mentah.

Sabun dapat menghilangkan kotoran dan minyak karena struktur kimia sabun
terdiri dari bagian yang bersifat hidrofil pada rantai ionnya, dan bersifat hidrofobik
pada rantai karbonnya. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun
secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah
tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombolan (50-
150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung – ujung
ionnya yang menghadap ke air (Fessenden dan Fessenden, 1992). Dalam
menghilangkan kotoran dan minyak, bagian yang bersifat hidrofobik pada sabun
akan larut dalam minyak dan mengepung kotoran minyak, sedangkan bagian
hidrofilik akan terlepas dari permukaan yang dibersihkan dan terdispersi dalam air
sehingga dapat dicuci (Djatmiko dan Widjaja, 1984).

Sifat-Sifat Sabun yaitu :


a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi
sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air
bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH + NaOH.

b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka
akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam
hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam
air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4→ Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2.

c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia


koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai
gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen
CH3(CH2)16. Yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka
air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+sebagai kepala yang
bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air (Naomi dkk, 2013).

Untuk keperluan mencuci piring dan peralatan masak lainnya, kegunaan sabun
cair telah meluas (Apriyani, 2013) dan banyak dipilih masyarakat dibandingkan
sabun batangan dan sabun colek. Keunggulan sabun cair yakni lebih higenis karena
biasanya disimpan dalam wadah yang tertutup rapat (Wijana et al, 2009).

b. Texapon
Texapone adalah dengan nama lain sodium laurly sulfat umumnya digunakan
pada produk pembersih alat rumah tangga (lantai, cuci piring, shampoo mobil,
ditergen bubuk, sabun aktif gel, pembersih kosmetik, shampoo rambut, sabun mandi
dll. Texapon merupakan bahan yang menghasilkan busa (Suryana,2013).
Texapon ini nama merk dagang dengan nama kimia Sodium Lauril Sulfat (
SLS). Senyawa ini adalah surfaktan. Texapon ini bentuknya jel yang berfungsi
sebagai pengangkat kotoran.

Sifat fisik dari Texapon adalah


 Bersifat minyak
 Berbentuk gel berwarna bening

c. SLES

Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik yang paling
banyak digunakan untuk kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLES
memiliki pH 7-9, mudah mengental dengan garam dan menunjukkan kelarutan
dalam air yang baik. Kesesuaian SLES terhadap kulit dan mata dapat diterima pada
kebanyakan aplikasi dan bisa ditingkatkan melalui kombinasi dengan surfaktan
sekunder yang tidak terlalu kuat (Spiess, 1996).

Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) umumnya bentuknya adalah R-


(OCH2CH2)n-OSO3‾Na+ dimana R adalah rantai alkil dengan berbagai panjang
utamanya adalah C12 (lauril) dan rata-rata derajat etoksilat n yang sama dengan 2
atau 3. Lauril Sulfat dan Lauril Eter Sulfat terdapat dalam larutan pada konsentrasi
berkisar antara 25-30% atau disebut sebagai konsentrasi ―high-active‖, biasanya
dalam rentang 6—70% bahan aktif. Surfaktan ini berbentuk gel sehingga
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkannya sulitnya surfaktan ini larut dalam
air. Di Eropa, Lauril Eter Sulfat (apalagi bentuk garam sodium) paling biasa
digunakan sebagai surfaktan primer, dan Lauril Sulfat menduduki peringkat kedua.
Sodium Lauril Sulfat (SLS) lebih mudah menyebabkan iritasi daripada Lauril Eter
Sulfat (SLES). SLS lebih baik sifat deterjensinya daripada SLES sedangkan untuk
kelarutan dan pembentukan busa, SLES lebih baik daripada SLS. Pencampuran
surfaktan ini dengan surfaktan lain dapat mengoptimalkan sifatnya dan unsur lain
dapat digunakan untuk memodifikasi sifatnya. Contohnya adalah pengunaan
coconut fatty acid diethnolamide untuk menstabilkan busa dan meningkatkan
tekstur kasar dari busa yang dihasilkan dengan Eter Sulfat (Shipp, 1996).
d. Soda Ash (Na2CO3)
Soda Ash dalam bahasa indonesia disebut Natrium karbonat (juga dikenal
sebagai soda cuci dan soda abu), Na2CO3, Soda Ash adalah garam natrium dari asam
karbonat yang mudah larut dalam air. Soda Ash murni berwarna putih, bubuk tanpa
warna yang menyerap embun dari udara, punya rasa alkalin/pahit, Soda ash
membentuk larutan alkali yang kuat (Utama,2018).

Sodium carbonat (Na2CO3) adalah bahan lunak yang larut dalam air dingin
dan kelarutan dalam air kira-kira 30% berat larutan, dalam industri kimia di kenal
dengan “soda ash”. Di negara eropa dan beberapa kota distrik di USA istilah soda
mengacu pada decahidrat (Na2CO310H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) yang
digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, tapi komoditi decahidrat
(Na2CO310H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) jumlahnya relatif kecil di
bandingkan dengan bentuk anhidrat.

Sifat Fisis Dan Kimia Sodium Carbonat


 Berat molekul : 106 g/mol
 Bentuk : Kristal dan bersifat higroskopis
 Warna : Putih
 Titik lebur, 0oC : 7,1 g/100 g H2O
 Densitas, 20oC : 2,533 g/ml
 Kapasitas panas, 85oC : 26,41 cal/ gmol oC

Pewangi dan pewangi sebagai bahan tambahan (addictive) dan tidak akan
mengurangi kualitas dari sabun cair. Penambahan parfum dan pewarna dapat
mempengaruhi perhatian konsumen.

e. Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0°C). Zat
kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk
melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa
jenis gas dan banyak macam molekul organik. (Kenric95Bot, Wikipedia, 2014)
Dalam pembuatan sabun, air yang baik digunakan sebagai pelarut yang baik
adalah air sulingan atau air minum kemasan. Air dari PAM kurang baik digunakan
karena banyak mengandung mineral.

f. Zat Adiktif
Zat aditif yang paling umum ditambahkan dalam pembuatan sabun adalah
parfum, pewarna, dan garam (NaCl). Parfum merupakan bahan yang ditambahkan
dalam suatu produk kosmetika khususnya untuk sabun wajah dan sabun badan
dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak serta untuk memberikan wangi yang
menyenangkan terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung selera,
tetapi biasanya 0,05% hingga 2% untuk campuran sabun. Sedangkan pewarna
digunakan untuk membuat produk lebih menarik (Utami, 2009). NaCl merupakan
komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk
akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat
memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan
gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya
yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi,
kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

Selain zat aditif diatas, dalam pembuatan sabun seringkali ditambahkan


beberapa bahan pengisi seperti madu, protein susu, dan sebagainya. Penambahan
bahan pengisi biasanya bertujuan untuk memberi bentuk yang kompak dan padat,
melembabkan, serta menambah zat gizi yang diperlukan oleh kulit, dan lain-lain.

g. Garam (NaCl)
Natrium klorida atau yang dikenal juga sebagai garam, garam dapur, garam
meja merupakan senyawa ionik dengan rumus kimia NaCl. NaCl adalah garam yang
paling bertanggung jawab atas salinitas dari laut, cairan extrakulikuler dan multiser
banyak organisme. Sebagai bahan utama garam yang dapat dimakan ini biasanya
digunakan sebagai bumbu makan dan pengawet makanan. Dalam pembuatan sabun
cair fungsinya sebagai pengental sabun yang masih berupa air (Suryana,2013).
Sifat Fisika NaCl (Garam) :
 Rumus molekul : NaCl
 Berat molekul : 58,45 gr/mol
 Titik lebur, 1 atm : 800,40 C
 Titik didih, 1 atm : 14130 C
 Densitas : 1,13 gr/ml
 Energi bebas Gibbs (25°C) : -201.320 kj/mol
 Kapasitas panas (25°C) : 1,8063 cal/mol 0°C
 Kelarutan, 0°C : 35,7 gr/ 100 gr H2O
 Kelarutan, 100°C : 39,8 gr/ 100 gr H2O
 Tekanan uap, 1 atm : 14650 C
 Panas penguapan, 1 atm : 40.810 cal/mol (Kirk and Othmer, 1979)

h. Pewangi

Pewangi merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik


dengan tujuan menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan
wangi yang menyegarkan tergadap pemakainya. Jumlah pewangi yang ditambahkan
tergantung selera tetapi biasanya 0,05-2 % untuk campuran sabun, sedangkan
pewarna digunakan untuk membuat produk yang lebih menarik (Utami, 2009).
3. Variabel

Tabel 1. Variabel Percobaan


Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Bahan Satuan
I II I II I II
Soda Ash gram 15 20 20 20 20 20
Air Bersih ml 320 320 320 320 320 320
NaCl gram 20 20 20 20 10 30
Texapon ml 50 50 30 30 30 30
Pewarna tetes 6 6 5 40 2 8
Pewangi tetes - - - - 8 8
Penambahan Pada Produk
NaCl padat gram 8,9 - - - - -
Tepol ml - 25 - - - -

4. PROSEDUR KERJA
a. Daftar Alat
 Wadah Plastik  Pipet tetes
 Batang Pengaduk  Neraca analitik
 Beaker Glass  Spatula
 Gelas ukur  Kaca arloji

b. Daftar Bahan
 Texapon  Air bersih
 NaCl  Pewarna
 Soda Ash
c. Skema Kerja

Tepol Wadah Air

diaduk
Sedikit demi sedikit Soda
Campuran
ash
I

diaduk
Sedikit demi sedikit
Larutan Pewarna dan
Campuran
NaCl pewangi
II

Sabun cuci Menganalisa


piring
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Data Pengamatan
Keterangan Skala Kekentalan :
1 : Sangat encer / tidak berbusa / jernih / licin
2 : Encer / sedikit berbusa / sedikit keruh / sedikit kesat
3 : Sedang / berbusa / keruh / kesat
4 : Kental (seperti slime) / sangat berbusa / sangat keruh/ sangat kesat

Tabel 2. Data Pengamatan Minggu I


MINGGU I
I II
pH awal 8 8
pH + NaCl / Tepol 9 9
Skala kekentalan awal 4 3,5
Skala kekentalan + NaCl 3 3
/ Tepol
Endapan - -
Kejernihan 3 3
Kebusaan 3 3
Kekesatan 3 2

Tabel 3. Data Pengamatan Minggu II


MINGGU II
I II
pH awal 9 9
Skala kekentalan awal 3 2
Endapan - -
Kejernihan 1 1
Kebusaan 4 4
Kekesatan 3 2
Tabel 4. Data Pengamatan Minggu III
MINGGU III
I II
pH awal 9 9
Skala kekentalan awal 2 2
Endapan - -
Kejernihan 1 3
Kebusaan 4 4
Kekesatan 3 3

b. Pembahasan

Dhika Artasya Pratama (1731410061)

Fikry Aliffandri (1731410138)

Hasnawati Octavianingrum (1731410107)

Pada praktikum yang dilakukan kali ini yaitu membuat sabun cuci piring,
dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari sabun cuci piring itu sendiri.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu texapon, NaCl, soda ash, air,
pewarna, dan pewangi. Texapon merupakan bahan utama dari pembuatan sabun cuci
piring yang termasuk surfraktan yang mempunyai fungsi salah satunya mengangkat
lemak dan kotoran. Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu
mencampurkan texapon dengan air dan diaduk hingga larut, setalah larut ditambahkan
soda ash, fungsinya untuk meningkatkan daya bersih, penambahan soda ash tidak boleh
terlalu banyak, karena dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Kemudian ditambahkan
garam NaCl yang telah dilarutkan, penambahan garam fungsinya sebagai pengental ,
semakin banyak garam maka akan semakin kental sabun yang dihasilkan. Setelah
dicampurkan NaCl hingga larut, campuran di tambahkan pewarna dan pewangi sesuai
selera.

Pada praktikum kali ini, dilakukan selama 3 minggu, dimana perminggu


terdapat perbedaan variabel terhadal bahan yang berbeda-beda. Pada minggu pertama,
dilakukan 2 kali percobaan, dengan perbedaan pada bahan soda ash. Pada percobaan
pertama digunakan texapon sebanyak 50 ml, air 320 ml, garam NaCl 20 gr, pewarna 5
tetes dan soda ash sebanyak 15 gram. Pada percobaan ini dihasilkan sabun cuci piring
yang terlalu kental, mempunyai pH 8, busa yang dihasilkan cukup banyak dan sudah
cukup kesat. Pada percobaan kedua, bahan-bahan yang digunakan sama seperti
percobaan pertama, namun soda ash yang digunakan pada percobaan kali ini sebesar 20
gram. Hasil yang diperoleh pada percobaan kedua yaitu sabun cuci piring yang terlalu
kental, mempunyai pH 8, busa yang dihasilkan cukup banyak namun tidak terlalu kesat.
Dari kedua percobaan tersebut tidak memiliki perbedaan, karena variabel perbedaan
soda ash yang digunakan sedikit, sehingga keduanya memiliki pH yang sama.

Pada minggu kedua, dilakukan 4 kali percobaan, yaitu dengan membuat 2


sabun cuci dengan perbedaan prosedur penambahan NaCl, menambahkan garam NaCl
pada percobaan 1 pada minggu pertama, dan menambahkan tepol sebanyak 25ml pada
percobaan kedua pada minggu pertama. Hasil yang diperoleh pada penambahan garam
NaCl sebanyak 8,9 gram pada percobaan pertama minggu pertama yaitu meningkatnya
pH menjadi 9 dan kekentalan dari sabun cuci piring sudah sama seperti sabun cuci
piring dipasaran. Pada praktikum kedua yaitu penambahan tepol pada sabun cuci piring
hasil praktikum minggu pertama percobaan kedua yaitu meningkatnya pH menjadi 9
dan kekentalannya sudah pas, sabun cuci yang dihasilkan sama, namun pada percobaan
penambahan tepol, warna dari sabun cuci piring berubah yang mulanya hijau menjadi
biru tosca. Pada percobaan yang ketiga, yaitu dengan membuat sabun cuci piring dari
texapon 30 ml, air 320 ml, NaCl 20 gram, soda ash 20 gram, dan pewarna 5 tetes. Pada
percobaan keempat bahan yang digunakan sama seperti percobaan ketiga, namun
penambahan NaCl pada percobaan keempat dilakukan setelah pencampuran texapon
dan air serta pewarna yang digunakan sebanyak 40 tetes. Hasil yang diperoleh dari
percobaan ketiga dan keempat sama, yaitu memiliki pH sebesar 9, keduanya sudah
berbusa banyak, namun kekentalan pada percobaan keempat lebih encer dibandingkan
dengan percobaan ketiga. Hal ini dapat disebabkan karena penambahan pewarna pada
percobaan keempat terlalu banyak. Pada pembuatan sabun cuci piring, tidak ada
perbedaan antara penambahan NaCl diawal maupun diakhir.

Pada minggu ketiga, dilakukan 2 kali percobaan. Pada percobaan yang


pertama, sabun cuci piring dibuat dari texapon sebanyak 30 ml, NaCl 10 gram, air 320
ml, soda ash 20 gram, pewarna 2 tetes dan pewangi sebanyak 8 tetes. Hasil yang
diperoleh dari percobaan kali ini yaitu sabun cuci piring yang memiliki pH 9, busa yang
dihasilkan banyak, kekesatannya sudah pas, dan kekentalannya kurang. Pada percobaan
kedua, bahan-bahan yang digunakan sama seperti percobaan pertama, namun
penambahan NaCl menjadi 30 gram. Hasil yang diperoleh dari percobaan keesmpat ini
adalah sabun cuci piring yang memiliki pH 9, busa yang dihasilkan banyak,
kekesatannya sudah pas, dan kekentalannya sedikit terlalu kental.

Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, hasil percobaan yang paling
bagus yaitu pada percobaan ketiga pada minggu kedua, yaitu dengan komposisi bahan
soda ash sebanyak 20 gram, texapon 30 ml, air 320 ml, NaCl 20 gram, dan pewarna
sebanyak 5 tetes. Texapon yang digunakan sudah cukup hingga dapat membuat sabun
cuci piring tersebut memiliki busa yang cukup banyak, NaCl yang digunakan sudah
cukup hingga membuat kekentalan dari sabun cuci sudah pas, dan soda ash yang
digunakan sudah cukup hingga membuat pH sabun cuci menjadi 9 dan tidak ada
endapan pada hasil akhir.

Hendra Kurnia Pratama (1731410036)

Pencuci piring merupakan cairan kental bening berwarna yang berfungsi untuk
membersihkan peralatan makan seperti piring, gelas, sendok/garpu dan peralatan dapur
pada umumnya. Produk Pencuci piring pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan kenampakan fisik. Pertama adalah berbentuk bubuk atau serbuk, kemudian
bentuk pasta, dan yang ketiga berbentuk cairan. Produk dalam bentuk bubuk atau
scouring powder agak kurang dikenal meslipun juga dijual di swalayan. Produk kedua
berbentuk pasta atau lebih dikanal dengan sabun colek. Produk ketiga dalam bentuk
cairan kental adalah yang paling banyak dipakai. Kecenderungan akan pemakaian
produk ini dari waktu ke waktu meningkat cukup tajam. Hal ini dapat difahami bahwa
pola pencucian piring (termasuk alat rumah tangga lain) mulai bergeser dari cara yang
lama/tradisional dengan abu godok dan sabun colek menuju cara baru yang lebih
praktis. Adanya bentuk berupa cairan menjadikan parktis untuk digunakan serta aroma
produk yang khas menjadikan Cairan Pencuci Piring mempunyai nilai lebih dibanding
produk pencuci piring lain lain.
Pada praktikum ini, penulis melakukan praktikum pembuatan sabun cuci
piring cair. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, Soda abu (Na2CO3),
Texapol, Garam NaCl, dan akuades. Dalam hal ini Texapol bersifat surfaktan yakni
molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang
suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri
dari minyak dan air. Texapol merupakan bahan utama dalam pembuatan sabun cuci
piring ini, namun masih memiliki beberapa kekurangan untuk digunakan dalam
kehidupan sehari hari sehingga digunakan beberapa bahan tambahan antara lain, Garam
berguna untuk pengatur kekentalan dalam sabun cuci piring ini, Soda abu berguna
untuk meningkatkan daya bersih dan pengatur pH sabun, dan akuades untuk menambah
volume dari sabun cuci piring cair.

Pada minggu pertama penulis melakukan procobaan dengan 2 produk dengan


komposisi yang berbeda. Komposisinya dapat dilihat pada Tabel 1. Pada produk
pertama dan kedua memiliki kekentalan yang tinggi namun masih lebih kental produk 1
karena perbedaan jumlah soda ash. Kemudian dilanjutkan penambahan NaCl padat pada
minggu kedua. Hasilnya didapatkan kekentalan yang lebih encer. Produk kedua juga
dilakukan penambahan Tepol. Hasil yang didapatkan juga memiliki kekentalan yang
lebih encer.

Pada percobaan minggu kedua dilakukan dengan perlakuan yang berbeda.


Pada percobaan ini dilakukan dengan komposisi yang sama dengan produk 2 minggu ke
1 namun dengan kadar texapol yang lebih sedikit. Pada produk pertama, percobaan
dilakukan dengan mencampurkan akuades dengan texapol kemudian dilanjutkan
dengan menambahkan larutan NaCl, kemudian dilanjutkan penambahan soda abu. Pada
produk kedua dilakukan dengan mencampurkan akuades dengan texapol, kemudian
dilanjutkan penambahan soda abu, kemudian dilanjutkan dengan larutan NaCl. Hasil
yang didapatkan dari produk ke 1 memiliki kekentalan yang lebih tinggi dari produk
kedua. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah pewarna yang terlalu banyak
mengakibatkan sabun menjadi lebih encer.

Pada percobaan minggu ke tiga dilakukan percobaan dengan komposisi yang


membuktikan perbedaan kekentalan disebabkan jumlah larutan NaCl. Hasil yang
didapatkan dari percobaan ini justru menyimpang dari hasil yang diinginkan. Produk ke
2 memiliki kadar NaCl yang lebih tinggi, namun produk ini tidak tampak perbedaan
kekentalan dari produk ke 1.

Naina Lusy (1731410019)

Praktikum kali ini kami lakukan selama 3 minggu dengan variable yang
berbeda – beda, baik jumlah soda ash, texapon, ataupun garam (NaCl) dengan tujuan
yaitu untuk mendapatkan komposisi dari sabun cuci piring cair yang sesuai sehingga
menghasilkan sabun cuci piring yang baik (standart pasar). Data variabel dan jumlah
bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

Beberapa bahan yang digunakan dalam pembentukan sabun cuci piring yaitu :
a. Texapon, sebagai bahan yang menghasilkan busa (Suryana,2013). Texapon ini
bentuknya jel yang berfungsi sebagai pengangkat kotoran.
b. Soda ash, sebagai bahan pembentuk larutan alkali yang kuat (Utama, 2018).
c. Alkali, sebagai pengatur pH larutan sabun dan penambah daya deterjensi.
d. Garam, sebagai pengental sabun yang masih berupa air (Suryana,2013).
e. Pewarna, membuat produk lebih menarik (Utami, 2009).
f. Pewangi, menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan
wangi yang menyegarkan tergadap pemakainya.

Minggu pertama kami melakukan 2 percobaan, dengan variabel yaitu soda ash
(Tabel 1), dimana pada percobaan pertama dengan jumlah soda ash yaitu 15 ml
sementara pada percobaan kedua dengan jumlah 20 ml, didapatkan bahwa sabun yang
dihasilkan pada percobaan pertama memiliki kekentalan yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan percobaan kedua, tetapi dengan pH yang sama yaitu 8. Hal ini
terdapat ketidaksesuaian dengan literature yaitu dalam pembuatan sabun cair, fungsi
soda ash yaitu sebagai bahan pembentuk larutan alkali yang kuat (Utama, 2018),
sementara fungsi alkali yaitu sebagai pengatur pH larutan sabun dan penambah daya
deterjensi, sehingga tidak mempengaruhi kekentalan sabun yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pada kedua percobaan tersebut, kami mencoba untuk memperbaiki
kekentalannya, dengan menambahkan garam NaCl padat pada produk percobaan
pertama, dan penambahan tepol pada produk percobaan kedua, didapatkan bahwa
kekentalan kedua sabun tersebut menurun dan skala yang dihasilkan sama yaitu sedang,
begitu juga dengan kejernihan, kebusaan, maupun kekesatannya, sebaliknya pH yang
dihasilkan setelah penambahan NaCl padat maupun tepol mengalami kenaikan yaitu
menjadi 9 (Tabel 2), selain itu terjadi perubahan warna pada percobaan II yaitu dari
hijau menjadi biru setelah diberikan penambahan tepol. Hal ini berlawanan dengan
literature yaitu dalam pembuatan sabun cair fungsi dari garam NaCl yaitu sebagai
pengental sabun yang masih berupa air (Suryana,2013). Kandungan NaCl yang terlalu
tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. Sementara fungsi dari tepol
yaitu sama seperti texapon tetapi berbentuk lebih cair.

Berdasarkan hasil dari percobaan minggu pertama, pada minggu kedua kami
mencoba untuk memperbaiki hasil dari sabun cuci piring cair percobaan II dengan
mengganti beberapa variabelnya. Kami melakukan 2 kali percobaan dengan mengganti
jumlah texapon yaitu menjadi 30 ml dengan perbedaan yaitu saat penambahan larutan
NaCl, dimana pada percobaan pertama larutan NaCl ditambahkan sebelum penambahan
soda ash sementara percobaan kedua penambahan larutan NaCl dilakukan setelah
penambahan soda ash (Tabel 1), didapatkan yaitu sabun cuci piring cair yang dihasilkan
pada percobaan pertama memiliki kekentalan dan kekesatan yang lebih tinggi
dibandingkan pada percobaan kedua (Tabel 3). Hal ini dapat disebabkan karena jumlah
pewarna yang diberikan pada percobaan kedua ini lebih banyak yaitu 40 tetes,
sementara pada percobaan pertama hanya 5 tetes.

Berdasarkan hasil percobaan minggu pertama dan minggu kedua terdapat


ketidaksesuaian dengan literature yaitu, pada minggu pertama dengan volume texapon
yang digunakan lebih banyak dari pada percobaan minggu kedua. Setelah dilakukan
analisa uji didapatkan bahwa busa yang dihasilkan pada percobaan minggu pertama
lebih rendah dibandingkan dengan minggu kedua. Hal ini dapat disebabkan karena pada
percobaan minggu pertama diberikan penambahan NaCl padat dan tepol pada produk
sabun cuci piring yang dihasilkan, sehingga dapat mengurangi jumlah texapon.

Berdasarkan hasil dari percobaan minggu kedua, pada minggu ketiga kami
masih menggunakan komposisi yang sama seperti minggu kedua, tetapi dengan variable
yaitu massa NaCl, dimana pada percobaan pertama dengan massa yaitu 10 gram,
sementara pada percobaan kedua dengan massa 30 gram (Tabel 1). Didapatkan bahwa
kedua sabun cuci piring cair yang dihasilkan memiliki kekentalan, kebusaan, dan
kekesatan yang sama tetapi pada percobaan pertama sabun yang dihasilkan memiliki
kejernihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan percobaan kedua (Tabel 4). Hal ini
terdapat ketidaksesuaian dengan literature yaitu dalam pembuatan sabun cair fungsi dari
garam NaCl yaitu sebagai pengental sabun yang masih berupa air (Suryana,2013).
Kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena perbedaan jumlah pewarna yang
diberikan. Dimana massa NaCl yang diberikan sebanding dengan jumlah penambahan
pewarna.

Parameter sabun cuci piring yang baik adalah pH (25⁰C) 6 – 8 menurut SNI
(06-4075-1996). Hipschman (1995) menyatakan beberapa karakteristik yang harus
dimiliki oleh deterjen cair :
 Deterjen cair memiliki busa yang stabil
 Daya pembersihan yang efektif
 Lembut ditangan atau tidak menyebabkan iritasi
 Tidak merusak perlengkapan yang dicuci
 Penampakan dan aroma yang dapat diterima
 Stabil selama penyimpanan dan mudah untuk dikemas dan digunakan

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, percobaan I pada minggu kedua adalah


percobaan yang dapat menghasilkan sabun cuci piring cair yang paling baik yaitu
kekentalan, kejernihan, kebusaan, dan kekesatan. Tetapi terdapat 1 hal yang harus
dibenahi yaitu pH yang dihasilkan 9, karena dikhawatirkan apabila pH yang dihasilkan
melebihi standart pH sabun cuci piring dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena soda ash yang digunakan terlalu banyak.
Fungsi soda ash dalam pembuatan sabun cuci piring cair yaitu sebagai bahan
pembentuk larutan alkali yang kuat (Utama, 2018). Alkali, sebagai pengatur pH larutan
sabun dan penambah daya deterjensi.

Voirruna Syafa Brina (1731410076)


6. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
a. Sabun cuci piring cair dapat dibuat dengan cara mencampurkan texapon, air, soda
ash dan garam dengan komposisi tertentu
b. Jumlah penambahan soda ash berpengaruh pada pembentukan larutan alkali yang
kuat. Alkali sebagai pengatur pH larutan sabun dan penambah daya deterjensi.
Semakin banyak soda ash yang digunakan maka pH dan daya deterjensi pada sabun
yang dihasilkan semakin tinggi.
c. Jumlah penambahan texapon berpengaruh pada busa yang dihasilkan sabun.
d. Jumlah penambahan garam NaCl berpengaruh pada kekentalan sabun yang
dihasilkan Kandungan NaCl yang terlalu sedikit di dalam sabun dapat
memperkenyal struktur sabun.
e. Penambahan tepol pada produk sabun berpengaruh pada kekentalan sabun yang
dihasilkan
f. Berdasarkan hasil percobaan, maka sabun cuci piring cair yang baguS diperoleh
dengan komposisi sebagai berikut :
 Soda ash : 20 gram
 Air : 320 ml
 NaCl : 20 gram
 Texapon : 30 ml

7. DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, D. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Dengan Cocamid Dea Sebagai Surfaktan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta (Doctoral dissertation)

Djatmiko, B. & Widjaja, A.P. 1985. Teknologi Lemak dan Minyak Ikan. Bogor : Agro
Industri Press. Fateta-IPB.

Fessenden, R. J. & Fessenden, J. S. 1992. Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga. Penerbit
Erlangga, Jakarta

Jongko. 2009. Sabun Kecantikan: Teori dan Praktek Membuat Sabun Beauty di Rumah.
Jakarta : Duraposita Chemistry

Kirk & Othmer. 1979. Encyclopedia of Chemical Technology. New York

Naomi, Phatalin,. dkk. (2013). Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas
Ditinjau Dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia No. 2,Vol. 19.

Shipp, J. J. 1996. ―Hair-care Products‖. Dalam Chemistry and Technology of The


Cosmetics and Toiletries Industry Second Edition. Blackie Academic &
Professional, London.

Spiess, E. 1996. ―Raw Materials‖. Dalam Chemistry and Technology of The Cosmetics
and Toiletries Industry Second Edition. Blackie Academic & Professional,
London.

Suryana, Dayat. 2013. Membuat Sabun, Cara membuat berbagai sabun padat dan cair.
Jakarta: Erlangga
Wijana, S., Sumarjo & Harnawi, T., 2009. Studi pembuatan sabun mandi cair dari daur
ulang minyak goreng bekas (Kajian pengaruh lama pengadukan dan rasio air:
sabun terhadap kualitas). Jurnal Teknologi Pertanian, 10(1):54-61.

Zulkifli, M. & Estiasih. 2014. Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 2 (4):170-177

8. LAMPIRAN / APPENDIKS
Dokumentasi Praktikum

MINGGU 1
Gambar 1. Sabun Cuci Piring
Sebelum Penambahan NaCl dan Tepol

Percobaan I Percobaan II

Gambar 2. Sabun Cuci Piring Minggu I


Setelah Penambahan NaCl dan Tepol

MINGGU II

Percobaan I Percobaan II
Gambar 2. Sabun Cuci Piring Minggu II

MINGGU III

Percobaan I Percobaan II

Gambar 3. Sabun Cuci Piring Minggu III

Anda mungkin juga menyukai