Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES


PEMBUATAN SABUN CAIR

Disusun Oleh :
APRILLIA WIJAYANTI PUTRI
2131410046

Dosen Pengampu :
ROSITA DWI CHRISNANDARI, S, Si, M. Si

Prodi D3 Tenik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Malang
PEMBUATAN SABUN CAIR
I. Tujuan
1. Dapat Memproduksi sabun cair.
2. Dapat Menganalisis kualitas sabun cair yang dihasilkan.

II. Latar Belakang


Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau
lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan melalui proses
saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat
kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan Kalium Hidroksida
(KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat),
sedangkan basa yang digunakan adalah KOH, maka produk reaski berupa sabun cair.
Sabun merupakan satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang menurunkan
tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat memasuki serat,
menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan minyak dari permukaan
serat keluar, sabun akan mencuci kotoran dan minyak tersebut dengan memanfaatkan struktur
kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) bersifat hidrofilik (senang air) sedangkan rantai
karbonnya bersifat hidrofobik (menolak air). Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang
tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci. Muatan
negatif dari ion sabun juga menyebabkan tetes minyak sabun saling menolak satu sama lain
sehingga minyak yang teremulsi tidak dapat mengendap (Sari dkk., 2010)

III. Dasar Teori


Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa
saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida
dengan basa. Trigliserida akan direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida), maka ikatan antara
atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan terpisah. Atom oksigen
mengikat sodium yang berasal dari sodium hidroksida sehingga ujung dari rantai asam karboksilat
akan larut dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang kemudian disebut sabun, sedagkan
gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam
lemak tersebut lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan selesai.
Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses panas dan
proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan proses dingin
dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses panas melibatkan
reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80°C (Sukeksi, 2018).
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan
larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan
meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, di mana pada akhirnya
kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang (Alexander dkk.,
1964 ).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat
penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan,
penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan
dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata
maka pengadukan harus lebih baik (Levenspiel, 1972).
Sabun mandi cair memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan sabun mandi batang
karena sabun batang mudah jatuh dan terendam karena licin ketika digunakan atau ditempatkan
sehingga menyebabkan sabun menjadi kotor atau rusak. Selain itu proses pembuatannya yang
relatif lebih mudah dan biaya produksinya relatif lebih murah dibandingkan proses pembuatan
sabun mandi batang. Sabun mandi cair juga mudah digunakan, dibawa dan disimpan, tidak mudah
rusak dan kotor, dan penampilan kemasan yang eksklusif.Bilangan asam adalah ukuran dari
jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau
campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren,
1986).
Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur
dari minyak atau lemak tersebut (Fessenden, 1986)
Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula, yang berasal
dari hidrolisis minyak atau lemak, ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin
tinggi bilangan asam, maka makin rendah kualitasnya.
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang di perlukan untuk menyabunkan
satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan
larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga
molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal
ditentukan dengan titrasi menggunakan HCL sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui.
Sifat mutu yang paling penting pada sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas,
dan alkali bebas. Pengujian parameter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan prosedur

standar yang ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu pada sabun yang dapat
dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:

1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH

Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan
basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi berjalan sempurna. Jika basa yang
digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak
homogen, sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu
yang lebih lama.

2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat
dari persamaan Van`t Hoff.

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu
akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika,
kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius
berikut ini :
k = Ae –E/RT ..............................( 2 )
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah
energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/grmol.K).
Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta
kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan
mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika
kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena
harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi
atau dengan katalain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel,
1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang
bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi
semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi
k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan
konstanta A (Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan,
berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi
setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.
Sifat-sifat sabun dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh
air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa

CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan
terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg
atau Ca dalam air mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 .. (2)

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam
natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun
nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai
hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan COONa+bersifat
hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.
Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran
nonpolar)
Polar : COONa+(larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran polar)
4. Proses penghilangan kotoran
a. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga
kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke permukaan kain.
b. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun
membentuk suatu emulsi.
c. Sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada didalam air pada saat
pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

IV. Metodologi
a. Alat
No Alat Karakteristik
1. Botol Penampung Plastik
2. Beaker Glass / Wadah Plastik
3. Kaca Arloji Gelas/kaca
4. Pengaduk Plastik
5. Neraca Analitik Logam
6. Overhead Stirer Logam
7. Sendok Logam
8. pH universal Kertas
9. Hot Plate Logam
10. Pipet tetes Gelas/kaca
11. Pipet volum Gelas/kaca
12. Buret Gelas/kaca
13. Klem dan Statif Plastik
14. Erlenmeyer Gelas/kaca
15. Labu Ukur Gelas/kaca
16. Gelas Ukur Gelas/kaca
17. Alumunium foil Plastik
18. Botol Semprot Plastik
19. Ball Pipet Karet

b. Bahan
No Bahan Karakteristik
1. Alkopal N100 1% Larutan berwarna putih kekuningan,
Berbau menyengat
2. Emal 70C 18% Pasta Gel berwarna putih, Tidak berbau
3. Larutan garam 20% 18% (40 gr air: 160 Larutan tak berwarna, berbau menyengat
gr garam)
4. Na2EDTA 0,4% (tidak harus ada) Larutan Tak berwarna, Berbau
5. Air 62,2% Larutan tak berwarna, Tidak Berbau
6. Parfum 0,4% Larutan kental, Berbau wangi
7. Pewarna secukupnya Padatan berwarna merah muda, Tidak
Berbau
c. Prosedur
a. Pembuatan Sabun Cair
Bahan yang
digunakan
− Ditimbang bahan – bahan sesuai kebutuhan, lalu ditempatkan dalam wadah
Air yang telah di sediakan.

2
− Dimasukkan air sekitar bagian kedalam wadah (sisanya untuk
3
membilas)
Pewarna
Secukupnya
− Dimasukkan pewarna ke dalam wadah (sebelumnya larutkan pewarna
dengan sedikit sisa air), diaduk hingga larut semua.
Na2EDTA
0,4%

− Dimasukkan Na2EDTA kedalam wadah (sebelumnya larutkan terlebih


dahulu dengan sedikit sisa air), diaduk hingga larut semua.

Emal-70C &
Alkopal N 100.
− Ditambahkan kedua bahan tersebut. Lalu, dilanjutkan pemanasan dan
pengadukan hingga terbentuk cairan kental (kurang lebih 30 menit)
− Dimasukkan alkopal N 100. Bilas dengan sisa air, kemudian masukkan
ke dalam wadah, aduk hingga larut semua.
− Dimasukkan larutan garam secara perlahan. Aduk hingga terbentuk
larutan kental.
− Dimasukkan parfum kedalam wadah, diaduk hingga larut semua.
− Didiamkan produk hingga busa yang terbentuk berkurang.
− Dilakukan analisis sabun cair cuci tangan → pH, alkali bebas/asam
lemak bebas.

Hasil
b. Analisa Derajat keasamaan pH

5 gram
Sabun Cair
− Disiapkan 5 gram contoh yang akan dianalisis pH-nya.
− Dilarutkan contoh tersebut ke dalam 10 ml akuades.
pH Meter

− Dicuci pH meter dengan akuades agar pH meter dalam keadaan netral (pH 7)
− Dimasukkan pH meter dalam contoh
− Dicatat pH yang tampil.

Hasil

c. Analisa Asam Lemak bebas/ Alkali Bebas

100 ml
Alkohol Bebas
− Disiapkan alkohol netral dengan Dididihkan 100 ml alkohol dalam labu
erlenmeyer 250 mL,
− Ditambahkan 0,5 ml indikator phenolphthalein (PP)
− Didinginkan sampai suhu 70 C kemudian Dinetralkan dengan NaOH 0,1 N
dalam alkohol
4 gram
Sabun Cair

− Ditimbang 4 gram contoh dan Dimasukan ke dalam alkohol netral di atas.


− Dinginkan campuran larutan hingga suhu 70 C

HCL 0,1 N

− Apabila campuran larutan bersifat basa (ditandai dengan perubahan warna


menjadi merah muda ketika ditambah indikator PP) maka yang Dianalisis
adalah alkali bebas yaitu dengan menitarnya menggunakan HCl 0,1 N
dalam alkohol hingga warna merah tepat hilang.

Hasil
V. Data pengamatan
Pembuatan Sabun Cair serta Analisis
No Prosedur Hasil Pengamatan
1. Pembuatan Sabun Cair 𝟐
▪ Aquades = 𝟑 x 200 ml = 133,3 ml

▪ Massa garam = 40,01 gram


▪ Volume Air = 160,23 ml
▪ Massa Na2EDTA 0,4 %
0,4 % x 200 ml = 0,82 gram
▪ Emal - 70◦C
18% x 200 = 36 gram
▪ Alkopal N 100
1% x 200 = 2 gram
▪ Parfum = 0,4 % x 200 = 0,8 ml
2. Analisis pH ▪ pH = 9 (Sesuai Standar SNI)

3. Analisis Asam Lemak bebas/ ▪ Sampel sabun Cair = 4 gram + Indikator


Alkali Bebas PP 0,5 ml menjadi larutan Tak berwarna
▪ V TAT 1 : 0,6 ml
▪ V TAT 2 : 0,7 ml
▪ Rata – Rata : 0,65 ml
▪ Warna TAT : larutan tak berwarna
▪ Alkohol + Indikator PP = larutan tak
berwarna, berbau
▪ Titrasi dengan HCl 0,1 N = Larutan tak
berwarna
▪ Sampel sabun Cair + Indikator PP
Kemudian dinetralkan dengan NaOH
0,1 N yang mulanya larutan tak
berwarna menjadi berwarna merah
muda.
VI. Perhitungan
Analisis Asam Lemak bebas/ Alkali Bebas
𝑽 𝒙 𝒏 𝒙 𝟎,𝟎𝟒
Kadar Alkali Bebas = 𝑮𝒓𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝟎,𝟔𝟓 𝒎𝒍 𝒙 𝟎,𝟏𝑵 𝒙 𝟎,𝟎𝟒
= 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝟒 𝒈𝒓𝒂𝒎

= 0,00065 x 100%
= 0,065 %

VII. Hasil dan Pembahasan


Pada praktikum kali ini yang berjudul pembuatan sabun cair, yang bertujuan untuk
mengetahui proses pembuatannya sabun cair dan memproduksinya serta menganalisa sabun
cair. Terdapat dua komponen utama penyusun sabun yaitu asam lemak dan alkali. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu emal 70C, alkopal N 100, NaCl, Na2EDTA, air, pewarna,
dan parfum. Yang mana dari setiap bahan tersebut memiliki fungsinya masing masing. Bahan
yang berperan sebagai asam lemak dalam pembuatan sabun cair ini adalah Alkopal N100 yang
termasuk surfraktan yang memiliki sifat kental dan kekuning kuningan yang mempunyai fungsi
mengangkat lemak dan kotoran, sedangkan bahan yang berperan sebagai alkali adalah emal 70C.
Proses pembuatan sabun cair ini merupakan proses saponifikasi dingin yang artinya dalam
proses pembuatannya tidak perlu adanya pemanasan. Saponifikasi sendiri adalah proses
penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Trigliserida akan
direaksikan dengan alkali sehingga ikatan antara atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom
karbon pada gliserol akan terpisah. Langkah awal yang dilakukan yaitu mencampurkan emal
70C dengan air dan diaduk hingga larut, apabila sudah larut ditambahkan alkopal N 100 yang
berfungsi sebagai surfaktan pelengkap. Lalu ditambahkan Na2EDTA yang telah dilarutkan
dengan air. Kemudian ditambahkan dengan garam NaCl yang telah dilarutkan, penambahan
larutan garam berfungsi untuk pengental , semakin banyak larutan garam maka akan semakin
kental sabun yang dihasilkan. Setelah dicampurkan NaCl hingga larut, campuran di tambahkan
pewarna dan parfum sesuai keinginan. Bahan tetap diaduk sampai busa yang muncul semakin
banyak. Setelah selesai diaduk maka didiamkan kurang lebih 1 jam sebelum dituangkan pada
botol yang telah disediakan.
Pada Praktikum kali ini basis yang digunakan yaitu 200 gram. Sehingga perhitungan bahan
yang digunakan adalah emal 70C sebanyak 36 gram, larutan garam dengan air sebanyak 133,3
ml dan garam sebanyak 40 gram, alkopal N 100 sebanyak 2 gram, untuk Na2EDTA yang
digunakan adalah 0,82 gram, parfum sebanyak 0,8 gram dan pewarna secukupnya. Hasil yang
diperoleh yaitu mula-mula sabun berbentuk seperti busa yang mengembang dan berwarna merah
muda indah. Saat diuji coba untuk mencuci tangan masih ada rasa berminyak, kemudian untuk
teksturnya tidak terlalu kental sempurna dan sedikit muncul busa Hal ini Terjadi karena parfum
yang ditambahkan terlalu banyak yang mana parfum tersebut berupa cairan sehingga sabun yang
dihasilkan dalam bentuk yang encer. Kemudian didiamkan selama kurang lebih 1 minggu, busa
pada sabun akan berubah menjadi cairan sabun yang sedikit mengental dengan warna merah
terang.
Setelah Didapatkan hasil, Dilakukan Analisis pH yang bertujuan untuk mengetahui apakah
sabun telah memenuhi standart yang ada dan aman untuk kulit, tinggi rendahnya pH salah
satunya disebabkan oleh factor pengadukan pada pada saat pembuatan sabun cair. Pada analisa
pH ini sampel sabun sebanyak 5 gram dilarutkan dengan akuades 10 ml hingga homogen.
Setelah homogen maka dimasukkan pH meter hingga tercelup semuanya dan teliti hasilnya.
Apabila ketika dianalisis pH-nya, didapatkan nilai 9. Nilai ini sudah sesuai dengan standar SNI
yang ada. Dimana standar SNI pH untuk sabun cair adalah 8-11. Sehingga sabun dapat
digunakan dan aman untuk kulit. pH yang sangat tinggi atau rendah dapat meningkatkan daya
absorbs kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit dan kulit bisa menjadi kering
Kemudian dilakukan analisis lanjutan yaitu kadar asam lemak bebas atau alkali bebas.
Tahapannya yaitu alkohol 100 ml dipanaskan dengan indikator PP sebanyak 0,5 ml. Kemudian
dinetralkan dengan NaOH 0,1N dan Dimasukkan sampel sabun sebanyak 4 gram. Setelah
tercampur homogen, dipanaskan selama 30 menit. Apabila campuran larutan bersifat basa, maka
menganalisa alkali bebas dengan cara menitarnya dengan HCl 0,1N. Sedangkan jika campuran
bersifat asam, maka menganalisa asam lemak bebas dalam sabun dengan menitarnya
menggunakan NaOH 0,1 N. Untuk analisis kadar lemak bebas atau alkali bebas digunakan
sampel sabun sebesar 4 gram dan indikator PP 0,5 ml, HCl yang digunakan untuk menitar
campuran larutan tersebut sebanyak 0,65 ml untuk membuat warna merah pada campuran
larutan hilang. Dengan perhitungan yang ada maka didapatkan hasil 0,065%. Hasil yang
didapatkan sesuai dengan standar SNI yang telah ditentukan yaitu tidak lebih dari 0,1 %.
Perhitungan kadar alkali ini bertujuan untuk mengetahui apakah sabun yang dibuat ini layak
dikonsumsi dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Sedangkan sabun yang memiliki kadar
alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit

VIII. Kesimpulan

1. Jadi pada Praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa Pembuatan sabun cair dilakukan
melalui proses saponifikasi yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol
dalam kondisi basa. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan sabun adalah
mencampur dan mengaduk air, Na2EDTA, emal 70C, Larutan garam, Alkopal N100,
pewarna dan parfum kemudian dianalisis pH dan analisis alkali bebas.

2. Hasil analisa pada sabun cair yang sudah jadi menunjukkan pH dari sabun cair sebesar 9
yang mana angka tersebut masih sesuai dengan SNI, Sedangkan pada hasil analisa alkali
bebas yang telah dilakukan diperoleh hasil 0,065% yang mana nilai ini sesuai dengan
standart maksimal yaitu 0,1% sehingga aman bagi kulit apabila digunakan dan tidak
menyebabkan iritasi.

IX. Referensi

Eko Naryono, Khalimatus Sa’diyah, Rosita Dwi dkk, (2022), Modul Praktikum Dasar Rekayasa
Proses, Jurusan teknik Kimia Politeknik Negeri Malang.

Suryaningsih, Siti. 2013. Petunjuk praktikum Kimia Industri (skala menengah kecil). Bandung.

Irawan, wira. 2006. Proses Reaksi Saponifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri. Institut Teknologi Medan. Medan.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai