Disusun Oleh :
APRILLIA WIJAYANTI PUTRI
2131410046
Dosen Pengampu :
ROSITA DWI CHRISNANDARI, S, Si, M. Si
standar yang ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu pada sabun yang dapat
dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yang ditetapkan yaitu SNI 06–3532–1994.
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan
basa harus sedikit berlebih dari minyak agar proses saponifikasi berjalan sempurna. Jika basa yang
digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak
homogen, sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu
yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat
dari persamaan Van`t Hoff.
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu
akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika,
kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius
berikut ini :
k = Ae –E/RT ..............................( 2 )
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah
energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/grmol.K).
Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta
kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan
mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika
kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena
harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi
atau dengan katalain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel,
1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang
bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi
semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi
k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan
konstanta A (Levenspiel, 1972).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan,
berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi
setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.
Sifat-sifat sabun dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh
air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan
terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg
atau Ca dalam air mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam
natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun
nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai
hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan COONa+bersifat
hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.
Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran
nonpolar)
Polar : COONa+(larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran polar)
4. Proses penghilangan kotoran
a. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga
kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke permukaan kain.
b. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun
membentuk suatu emulsi.
c. Sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada didalam air pada saat
pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
IV. Metodologi
a. Alat
No Alat Karakteristik
1. Botol Penampung Plastik
2. Beaker Glass / Wadah Plastik
3. Kaca Arloji Gelas/kaca
4. Pengaduk Plastik
5. Neraca Analitik Logam
6. Overhead Stirer Logam
7. Sendok Logam
8. pH universal Kertas
9. Hot Plate Logam
10. Pipet tetes Gelas/kaca
11. Pipet volum Gelas/kaca
12. Buret Gelas/kaca
13. Klem dan Statif Plastik
14. Erlenmeyer Gelas/kaca
15. Labu Ukur Gelas/kaca
16. Gelas Ukur Gelas/kaca
17. Alumunium foil Plastik
18. Botol Semprot Plastik
19. Ball Pipet Karet
b. Bahan
No Bahan Karakteristik
1. Alkopal N100 1% Larutan berwarna putih kekuningan,
Berbau menyengat
2. Emal 70C 18% Pasta Gel berwarna putih, Tidak berbau
3. Larutan garam 20% 18% (40 gr air: 160 Larutan tak berwarna, berbau menyengat
gr garam)
4. Na2EDTA 0,4% (tidak harus ada) Larutan Tak berwarna, Berbau
5. Air 62,2% Larutan tak berwarna, Tidak Berbau
6. Parfum 0,4% Larutan kental, Berbau wangi
7. Pewarna secukupnya Padatan berwarna merah muda, Tidak
Berbau
c. Prosedur
a. Pembuatan Sabun Cair
Bahan yang
digunakan
− Ditimbang bahan – bahan sesuai kebutuhan, lalu ditempatkan dalam wadah
Air yang telah di sediakan.
2
− Dimasukkan air sekitar bagian kedalam wadah (sisanya untuk
3
membilas)
Pewarna
Secukupnya
− Dimasukkan pewarna ke dalam wadah (sebelumnya larutkan pewarna
dengan sedikit sisa air), diaduk hingga larut semua.
Na2EDTA
0,4%
Emal-70C &
Alkopal N 100.
− Ditambahkan kedua bahan tersebut. Lalu, dilanjutkan pemanasan dan
pengadukan hingga terbentuk cairan kental (kurang lebih 30 menit)
− Dimasukkan alkopal N 100. Bilas dengan sisa air, kemudian masukkan
ke dalam wadah, aduk hingga larut semua.
− Dimasukkan larutan garam secara perlahan. Aduk hingga terbentuk
larutan kental.
− Dimasukkan parfum kedalam wadah, diaduk hingga larut semua.
− Didiamkan produk hingga busa yang terbentuk berkurang.
− Dilakukan analisis sabun cair cuci tangan → pH, alkali bebas/asam
lemak bebas.
Hasil
b. Analisa Derajat keasamaan pH
5 gram
Sabun Cair
− Disiapkan 5 gram contoh yang akan dianalisis pH-nya.
− Dilarutkan contoh tersebut ke dalam 10 ml akuades.
pH Meter
− Dicuci pH meter dengan akuades agar pH meter dalam keadaan netral (pH 7)
− Dimasukkan pH meter dalam contoh
− Dicatat pH yang tampil.
Hasil
100 ml
Alkohol Bebas
− Disiapkan alkohol netral dengan Dididihkan 100 ml alkohol dalam labu
erlenmeyer 250 mL,
− Ditambahkan 0,5 ml indikator phenolphthalein (PP)
− Didinginkan sampai suhu 70 C kemudian Dinetralkan dengan NaOH 0,1 N
dalam alkohol
4 gram
Sabun Cair
HCL 0,1 N
Hasil
V. Data pengamatan
Pembuatan Sabun Cair serta Analisis
No Prosedur Hasil Pengamatan
1. Pembuatan Sabun Cair 𝟐
▪ Aquades = 𝟑 x 200 ml = 133,3 ml
= 0,00065 x 100%
= 0,065 %
VIII. Kesimpulan
1. Jadi pada Praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa Pembuatan sabun cair dilakukan
melalui proses saponifikasi yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol
dalam kondisi basa. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan sabun adalah
mencampur dan mengaduk air, Na2EDTA, emal 70C, Larutan garam, Alkopal N100,
pewarna dan parfum kemudian dianalisis pH dan analisis alkali bebas.
2. Hasil analisa pada sabun cair yang sudah jadi menunjukkan pH dari sabun cair sebesar 9
yang mana angka tersebut masih sesuai dengan SNI, Sedangkan pada hasil analisa alkali
bebas yang telah dilakukan diperoleh hasil 0,065% yang mana nilai ini sesuai dengan
standart maksimal yaitu 0,1% sehingga aman bagi kulit apabila digunakan dan tidak
menyebabkan iritasi.
IX. Referensi
Eko Naryono, Khalimatus Sa’diyah, Rosita Dwi dkk, (2022), Modul Praktikum Dasar Rekayasa
Proses, Jurusan teknik Kimia Politeknik Negeri Malang.
Suryaningsih, Siti. 2013. Petunjuk praktikum Kimia Industri (skala menengah kecil). Bandung.
Irawan, wira. 2006. Proses Reaksi Saponifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri. Institut Teknologi Medan. Medan.
Lampiran