Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saponifikasi
Saponifikasi pada dasarnya adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan gliserol
dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium) yang
mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan reaksi
saponifikasi tripalmitin / trigliserida.

Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan Sabun

Selain dari reaksi diatas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi Fatty
Acid (FA), namun disini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin (Glycerol),karena saat
proses pembuatan Fatty Acid ,glycerol sudah dipisahkan tersendiri

Gambar 2.2. Reaksi Netralisasi Fatty Acid


Selain dari minyak atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabundipergunakan bahan-
bahan tambahan sebagai berikut:
a. Cairan pengisi seperti tepung tapioka, gapleh dan lain-lain.
b. Zat pewarna
c. Parfum, agar baunya wangi.
d. Zat pemutih, misal natrium sulfat

Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan
alkali yang menghasilkan sabun atau gliserol. Prinsip dalam proses saponifikasi, yaitu
lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses
pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang
mengental, yang disebut dengan trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan
garam NaCl. Garam NaCl ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan
gliserol sehingga sabun akan tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari gliserol
(Gebelin, 1997).
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang
akan dihasilkan gliserol dan garam yang disebut sebgai sabun. Asam lemak yang
digunakan yaiut asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda
antara atom-atom carbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga mudah bereaksi
dengan unsur lain. Basa alkali yang digunaka yaitu basa-basa yang menghasilka garam
basa lemah seprti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya.
Ester karboksilat sederhana adalah senyawa netral. Molekulnya polar tapi tidak dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan sesamanya. Senyawa ini kurang larut dalam air dan
bertitik didih lebih rendah dibandingkan asam karboksilat asalnya. Ester dapat berikatan
hidrogen dengan air. Ester yang berbobot molekul rendah sedikit larut dalam air tetapi ester
yang terdiri dari empat atau lima karbon hampir tidak dapat larut dalam air. Ester dari asam
dan alkohol yang berbobot molekul rendah dan berbau enak. Senyawa ini mudah menguap
dari buah-buahan dan bebungaan, yang mencirikan rasa atau baunya (Wilbraham, 1992).

2.2 Reaksi Saponifikasi


Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Secara latin sapon = sabun dan
fy adalah akhiran yang berarti membuat). Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak
oleh adanya basa kuat (misalnya NaOH). Sabun terutama mengandung C 12 dan C16 selain
itu juga mengandung asam karboksilat. Saponifikasi antara trigliserida dan basa kuat
menghasilkan produk berupa sabun dan gliserol.
2.2.1 Reaksi pembuatan sabun
Seperti yang kita ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O,
yaitu molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada
satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada temperatur 273,15 K (0C). Air sering disebut sebagai
pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam
air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya Tarik
menarik listrik (gaya intermolekul dipoldipol) antara molekul-molekul air.

2.2.2 Pembuatan Sabun dalam Industri


2.2.2.1 Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan
sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun
mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu
percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan
persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa + Gliserin
NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x
[MV(NaOH)/MV(KOH)]
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul.
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor
autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan
kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave.
Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian
dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci
dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan
larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai
larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan
sisa-sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi
dan dialirkan ke Vacum spray Dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk
butiran (78-83 % TFM) yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.

2.2.2.2 Pengeringan Sabun


Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun
murni) yang umumnya dikeringkan dengan Vacum spray Dryer. Kandungan air
pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada
sabun butiran atau lempengan. Jenis-jenis Vacum spray Dryer, dari sistem
tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses
pembuatan sabun. Operasi Vacum spray Dryer sistem tunggal meliputi
pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun
dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah
dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang Vacum dan
dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah
sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien
dari pada dryer sistem tunggal.

2.2.2.3 Netralisasi Asam Lemak


Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun
berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam
lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak ...................................2.1
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV...............................................................2.2
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang
dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak. Operasi sistem ini meliputi
pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju turbodisperser
dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun
murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian
dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi
selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran
potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan
vacum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah
menjadi sabun batangan.

2.2.2.4 Penyempurnaan Sabun


Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam ixer(analgamator).
Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling agar mengubah
campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut
kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan
mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang
dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan
ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan
penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.

2.3 Sabun
Sifat yang dimiliki sabun disebabkan karena bergabungnya gugus karboksilat yang
polar dan rantai hidrokarbon tak polar di dalam molekul yang sama. Di dalam medium
berair, sejumlah besar molekul sabun berhimpun pada suatu struktur bola yang disebut
misel. Ujung karboksilat yang polar dari molekul terdapat pada tepi luar misel karena
dayanya untuk menarik air (hidrofil). Ujung hidrokarbon yang tak polar dari molekul
berkumpul menjadi satu di pusat misel sehingga memperkecil setiap hubungan dengan air
(hidrofob) (Pine, 1998).
Sabun adalah garam logam alkali ( biasanya garam natrium ) dari asam lemak. Sabun
mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat
dengan bobot atom lebih rendah. Sabun dihasilkan oleh proses safinifikasi. Yaitu hidrolisis
lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang
biasanya digunakan adalah NaOH dan KOH. Asam lemak yang berikatan dengan natrium
atau kalium inilah yang kemudian dinamakan sabun. Namun kadang juga menggunakan
NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan
dengan sabun yang dibuat menggunakan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH,
KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang dibuat dengan
alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian
hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar.
Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanyan rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah membentuk misel
(micelles), yakni segerombol (50-150) molekul air yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung-ujung ionnnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden,
1992)

Sabun adalah garam natrium atau kalium dari asam lemak berantai panjang. Asam lemak
biasanya terdiri dari 12 hingga 18 karbon. Sabun padat merupakan garam natrium dari
asam lemak sedangkan sabun cair merupakan garam kalium dari asam lemak.

Gambar 2.3. Komponen Sabun

Sabun terdiri dari ujung non polar (rantai hidrokarbon asam lemak) dan ujung polar
(ion karboksilat). Karena sifat like dissolves like, ujung nonpolar (hidrofobik atau tidak
suka air) dari molekul sabun dapat melarutkan kotoran minyak, dan bagian polar atau
ujung ionik (hidrofilik atau suka air) molekul ditarik molekul air. Sehingga kotoran pada
permukaan dapat dibersihkan dengan menarik dan mengendapkannya dalam air. Sabun
dapat berperan sebagai pengemulsi, zat yang digunakan untuk mendispersikan cairan
molekul minyak menjadi partikel yang tersuspensi dengan baik.
Gambar 2.4. Reaksi Pembentukan Sabun

Lemak atau minyak yang ditambahakan basa kuat seperti NaOH atau KOH dapat
menyebabkan terjadinya hidrolisis (saponifikasi) menghasilkan gliserol dan garam dari
asam lemak berantai panjang (sabun).
Sabun adalah garam dari basa kuat dan asam lemah, sehinggga dalam larutan bersifat
basa lemah. Sabun yang bebas alkali dapat menyebabkan kerusakan kulit, sutera atau wol.
Sehingga tes kebasaan sabun penting dilakukan.
Penggunaan sabun banyak digantikan dengan detergen sintetik selama dua dekade
terakhir. Hal ini disebabkan karena sifat sabun menjadi tidak efektif dalam air sadah, yang
mengandung ion Ca2+ atau Mg2+.
2C17H35COO-Na+ + M2+ (C17H35COO-)2M2+ + 2Na+
sabun buih
(M=Ca2+ atau Mg2+)
Selain itu dalam larutan asam, sabun diubah menjadi asam lemak bebas sehingga
menghilangkan kemampuannya sebagai pembersih.
C17H35COO-Na+ + H+ C17H35COOH + Na+
sabun asam lemak

2.4 Sejarah Sabun


Pliny (23 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut
dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis.
Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di
Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat.
Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di
abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad
kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan
Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice,
dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta
deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis,
menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah
dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun
1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci
besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun
dipotong-potong, dan dijualdari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun
menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah (Baysinger, 2004).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida
dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing-
masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang
antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan
lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi
dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol (Baysinger, 2004)
Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi darikomponen
asam-asam lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam
pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang
rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat
iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk
sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam-asam
lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudahteroksidasi bila terkena udara. Alasan-
alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat
dibuat menjadi sabun terbatas.
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali. Hasil penyabunan
tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali atau asam lemak yang
berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran tersebut berupa masa yang
kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara penggaraman, bila sabunnya
adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat dilakukan dengan menambahkan larutan
garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman larutan sabun naik ke permukaan larutan garam
NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari gliserol dan larutan garam dengan cara menyaring
dari larutan garam. Masa sabun yang kental tersebut dicuci dengan air dingin untuk
menetralkan alkali berlebih atau memisahkan garam NaCl yang masih tercampur. Sabun
kental kemudian dicetak menjadi sabun tangan atau kepingan. Gliserol dapat dipisahkan
dari sisa larutan garam NaCl dengan jalan destilasi vacum. Garam NaCl dapat diperoleh
kembali dengan jalan pengkistralan dan dapat digunakan lagi (Ralph J. Fessenden, 1992).
Penetapan Sabun terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif.
1. Penetapan Kualitatif
Penetapan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun mengandung
alkali bebas atau asam lemak bebas.
Cara penetapan :
a) Contoh sabun diparut/ dipotong halus.
b) Timbang sabun sebanyak 0,1 gram sabun, masukkan kedalam tabung rekasi yang
bersih dan kering.
c) Larutkan sabun dengan 2 ml Alkohol netral (bila perlu dipanaskan diatas penangas
air).
d) Kemudian dibubuhi 1-2 tetes indicator PP
2. Penetapan Kuantitatif
a) Penetapan kuantitatif dilakukan dengan cara mengamati hasil dari uji kualitatif Jika
setelah dibubuhi indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah berarti sabun
mengandung asam lemak bebas atau netral
b) Apabila sabun berwarna merah berarti sabun mengandung alkali bebas
Analisis sabun secara kuantitatif meliputi pemeriksaan :
i. Alkali bebas
ii. Asam lemak bebas
iii. Alkali total
iv. Alkali terikat
v. Asam lemak total
vi. Asam lemak terikat
vii. Lemak netral yang tidak tersabunkan
viii. Zat pemberat/ pengisi
ix. Logam minyak/ Minyak Pelikan
x. Kadar air

2.5 Pengertian Sabun


Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat
dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis) panjang dengan jumlah
atom C bervariasi, yaitu antara C12 C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion
amonium (Austin, 1984). Sabun adalah garam logam dari asam lemak.
a. Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara mereaksikan asam lemak dan alkali
sehingga terjadi reaksi penyabunan
b. Reaksi pertama :
Hidrolisa mendidih
Lemak + NaOH Gliserol + Asam lemak
c. Reaksi kedua :
Penyabunan
3RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non-polar,
sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam
air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni
segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Austin, 1984).
Kegunaan sabun ialah kemempuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat
dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun. Pertama,
rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar, seperti tetesan-
tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh
ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tetap tersuspensi (Austin, 1984).
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni senyawa
yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa saja mengandung
suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu ujung hidrofilik. Porsi
hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau lebih agar
efektif (Austin, 1984).
Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang
aktif sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat disebut zat aktif anion.
Gugus RCOO mempunyai sifat ganda, gugus alkil R bersifat hidrofob (menolak air)
sedangkan gugus karboksilat COO bersifat hidrofil (Harold. 1982).
RCOONa RCOO- + Na+
Larutan sabun selalu trhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit alkalis. Dengan
penambahan indikator PP(fenolftalein) selalu berwarna merah muda. Sehingga dalam
waktu bersamaan akan terdapat molekul-moleku RCOONa, RCOOH dan ion-ion RCOO ,
OH dan Na+.
RCOONa RCOOH + Na+
Sabun dan asam lemak dapat membentuk :
X RCOOH + Y RCOONa (RCOOH)X (RCOONa)Y
Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi kasar dan
tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan koloid sabun menjadi
keruh karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun menjadi kental sehingga dapat
dipilin. Titik keruh disebut juga suhu pilin. Suhu titer dan titik keruh tidak jauh berbeda
dan merupakan indikasi dimana larutan sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan
sebagai detergen, larutan sabun dipanaskan sampai mendekati suhu titer (Harold. 1982).
Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara
koloidal di dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R COOL . Gugus R sebagi
alkil bersifat menolak air (hidrofob) dan gugus COOL bersifat menarik air (hidrofil) bila
L berupa kation dari Na, K atau NH 4. Larutan koloidal akan terbentuk dengan cepat pada
suhu makin tinggi (Harold. 1982).
Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali. Di
dalam air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan melelh dan membentuk
lapisan minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.
R COONa + HCl H+ R COOH + NaCl

2.6 Sifat-sifat Sabun


1) Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak
Sabun + air larutan koloid
2) Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari molekul
yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)
3) Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai sabun
kalsium/ natrium.
4) Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.
RCOONa + HCl RCOOH + NaCl
5) Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif
sebagai pencuci (ZAP)
6) Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH, dan
ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+
7) Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat hidrolisa,
suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan 17.
8) Viskositas
Setelah minyak atau lemak disaponifikasikan dengan alkali, maka akan
dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar daripada minyak atau
alkali . Pada suhu di atas 750C viskositas sabun tidak dapat mengikat secara
signifikan, tapi di bawah suhu 750C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat.
Viskositas sabun tergantung pada temperatur sabun ddan komposisi minyak atau
lemak dicampurkan
9) Sabun bersifat basa
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh aor. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
CH3 (CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH
10) Sabun menghasilkan buih atau busa
Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih , peristiwa
ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
11) Sabun mempunyai sifat membersihkan
Sifat ini disebabkan proses kimia koloid , sabun (garam natrium dari asam
lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat plar maupun non polar,
karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai
rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa + sebagai kepala
yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.

Proses Penghilangan Kotoran


1) Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan
sehingga kain menjadi bersih , meresap lebih cepat ke permukaan kain.
2) Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul
sabun membentuk emulsi.
3) Sedangkan bagian kepala molekul sabun di dalam air pada saat pembilasan menarik
molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

2.7 Bahan Pembuatan Sabun


Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun.
Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan
mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan
sabun antara lain (Ralph J. Fessenden, 1992).
2.7.1 Minyak atau Lemak
Lemak dan minyak adalah satu kelompok yang termasuk dalam golongan lipid,
yaitu senyawa organic yang terdapat dialam serta tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organic non-polar. Misalnya dietil eter (C2H5CO2H5), kloroform
(CHCl3), benzene dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam
pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minya mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut tersebut. Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut
dalam pelarut yang sama polaritasnya dengan zat terlarut. Tetapi polaritas bahan dapat
berubah karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutah KOH
berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah
larut serta diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat
dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat (10N) sehingga kembali
menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non polar
(Herlina, 2002)
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada
temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Ralph J.
Fessenden, 1992).
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada
temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan
maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.
Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak
dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit,
sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit
terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan
linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada
keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki
ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang
tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek
dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
2.7.1.1. Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan
Sabun
Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (Fatty
Acid) yang digunakan untuk membuat sabun diperoleh dari minyak dan
lemak yang berasal dari sayuran atau hewan. Biaya produksi dan sifat
karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada jenis dan sifat
dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya
lebih dari 90% dari bahan baku ini. Pertimbangan ketika memilih suatu
campuran lemak untuk pembuatan sabun, bahwa harus mengandung
perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat, panjang dan
pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas yang
diharapkan seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan
kemampuan atau daya membersihkan setelah menjadi produk jadi.
Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun adalah
coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm stearine
atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci, dimana lemak atau minyak
yang biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat
digunakan. Persentase tertinggi dari lemak mengandung asam laurat
(lauric acid) dan asam miristat (myristic acid) membuat sabun
mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat
pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari lemak lunak (soft fats)
dan yang mengandung persentase tertinggi asam lemak tak jenuh
membuat sabun menjadi sangat larut dalam air. Sedangkan lemak seperti
tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi asam
lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun. Dengan
mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh
sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang diharapkan.
Faktor-faktor teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh pembuat
sabun ketika memilih komposisinya.
i. Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya.
ii. Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.
iii. Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor
INS (Iodine Number and Saponification) empiris, titer point (titik
beku) dan perbandingan kelarutan.
iv. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun,
kemampuan membusa, kekerasan dan daya pembersihan.
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk
(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun
di antaranya :
A. Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam
pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak
terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer
point pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer point di bawah 40C
dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-
45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam
linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
B. Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-
40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
C. Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan
bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam
linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan
asam miristat 0,5-1%.
D. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
E. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat
digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm
kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%,
asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%,
dan asam linoleat 2%.
F. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam
lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam
lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-
32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam
miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
G. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
H. Castor Oil ( Minyak Jarak )
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika,
bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis
0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-
181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal
sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam
riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-
2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
I. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun
memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung
beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan
squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di
antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam
oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak
zaitun.
J. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

2.7.2 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol,
monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia
NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri
sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah
larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah
dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari
minyak atau lemak (Ralph J. Fessenden, 1992).
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol,
monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia
NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri
sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah
larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah
dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida
(minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat
mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun
yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa
tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen,
bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering
dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan
keunggulan tertentu.

2.8 Bahan Pendukung


Bahan baku pendukung dapat digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil dari proses saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai
sabun dapat menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl
(garam) dan bahan-bahan aditif. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa.
2.8.1 Garam ( NaCl )
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan
NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di
dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya
berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan
produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena
kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari
besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. NaCl yang terlalu
tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl kunci dalam proses
pembuatan sabun.
2.8.2 Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun. Hal
ini yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas dari produk sabun yang dihasilkan
sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers
inert, antioksidan, pewarna,dan parfum. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses
pembuatan sabun.
2.8.2.1 Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat
mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi
untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada
fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang
tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Umumnya yang
sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2.8.2.2 Filler (Bahan Pengisi)
Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya
supaya lebih murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak
menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula.
Untuk memperoleh sabun yang memperoleh sabun yang , berwarna putih,
gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air panas dan dingin. TiO 2 ada dalam tiga
kristal: anatase, brookit, dan rutile. Biasanya diperoleh secara sintetik. Rutile
adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara luas
sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam
elektrolit, plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat
stabil terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia
tereduksi sebagian ole hidrogen dan karbon monoksida. Titanium oksida murni
dipreparasi dari titanium tetraklorida yang dimurnikan dengan destilasi ulang.
Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus enamel, industri elektronik,
katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih yang dominan di
usaha karena mempunyai sifat yaitu indeks refraksi tinggi dan non toksik. Filler
(bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau
dari aspek.

2.8.3 Bahan Antioksidan


EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk
membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif.
Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk
rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen
yang bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil
untuk metode titriametil. Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun
terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium
tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga
merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai
bleaching agent.
2.8.4 Bahan Pewarna (Coloring Agent)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar
memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli
sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna
merah, putih, hijau maupun orange.
2.8.5 Bahan Pewangi (fragrances)
Parfum atau bahan pewangi (fragrances) termasuk bahan pendukung.
Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan
produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi
bila salah memberi parfum akan berakibat fatal.

2.9 Fungsi Sabun


Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga
dapat di buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun yaitu :
i. sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK, RCOONH4.
ii. sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen (RCOO) 2Ca,
(RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium yang
direaksikan dengan asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu sabun dapat dibuat
dari garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak dan lebih larut dalam air.
Detergent atau sabun dapat digunakan sebagai pembersih pada air sadah karena
detergent tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan menimbulkan endapan
yang dimungkinkan daapat merugikan. Sedangkan pada sabun tidak dapat bekerja pada air
sadah karena sabun bereaksi pada air sadah yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerak
pada baju maupun lantai.
Adapun sebab sabun dan detergen bisa menjadi sebagai pembersih kotoran atau lemak
dikarenakan sabun dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon yang bersifat hidrokarbon
yang bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar. Bagian non polar akan
mengelilingin tetesan minyak dan melarutkannya sesuai dengan asas like dissolved like,
sedangkan ujung polar dari molekul tersebut segera akan terlarut dalam air. Detergent lebih
efektif membersihkan kotoran karena kerja detergent tidak dipengaruhi air sadah.
Sedangkan sabun tidak bekerja efektif pada air sadah.

2.10 Jenis Sabun


Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan sabun. Salah satunya adalah penggolongan
berdasarkan bentuk fisik dan fungsi.
2.10.1 Sabun batang
Terbuat dari lemak netral yang padat dan dikeraskan melalui proses
hidrogenasi. Jenis alkali yang digunakan adalah natrium hidroksida dan sukar
larut dalam air.
2.10.2. Sabun cair
Sabun jenis ini dibuat dari minyak kelapa jernih dan penggunaan alkali
yang berbeda yaitu kalium hidroksida. Bentuknya cair dan tidak mengental pada
suhu kamar.
2.10.3. Shower gel
Sabun dengan kandungan emulsi berupa cocamide DEA, lauramide DEA,
linoleamide DEA, dan oleamide DEA ini berfungsi sebagai substansi pengental
untuk mendapatkan tekstur gel.
2.10.4. Sabun antiseptik
Mengandung bahan aktif antibacterial, seperti triclosan, triclocarban /
trichlorocarbamide, yang berguna untuk membantu membunuh bakteri dan
mikroba, namun tidak efektif untuk menonaktifkan virus.

Anda mungkin juga menyukai