KONTAMINASI ENDAPAN
SAMRIANI
H01219 2 001
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan petunjuk dan
Rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang
Kontaminasi Endapan Sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Kimia Analitik Fisik.
kepada para sahabat, dan keluarganya yang senantiasa berjuang dalam menyebarkan
al-haq di atas muka bumi ini. Semoga mereka senantiasa dalam rahmat Rabb-Nya.
aplikasinya dalam penelitian. Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini
di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya
Samriani
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
.................................................................................................................................
i
DAFTAR ISI...................................................................................................................
.................................................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................
.................................................................................................................................
1
1.1 Latar belakang .......................................................................................................
...............................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................
...............................................................................................................................
2
1.3 Tujuan Makalah .....................................................................................................
...............................................................................................................................
2
BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................
.................................................................................................................................
3
2.1 Metode Pengendapan.............................................................................................
................................................................................................................................
3
2.2 Keadaan Optimum untuk pengendapan.................................................................
................................................................................................................................
6
2.3 Kontaminasi melalui adsorpsi................................................................................
ii
................................................................................................................................
7
2.4 Oklusi oleh adsorpsi...............................................................................................
................................................................................................................................
8
2.5 Meminimalkan kopresipitasi .................................................................................
9
2.6 Pemurnian Endapan...............................................................................................
10
2.7 Jurnal Penelitian Terkait........................................................................................
................................................................................................................................
11
BAB III. PENUTUP.......................................................................................................
.................................................................................................................................
19
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................
...............................................................................................................................
19
3.2 Kritik dan saran......................................................................................................
...............................................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
.................................................................................................................................
20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dua jenis kontaminasi endapan telah didefinisikan: '(I) kopresipitasi, di mana endapan
utama dan pengotor turun bersama-sama; dan (2) postpresipitasi, di mana endapan utama
mungkin awalnya murni, tetapi terkontaminasi oleh zat kedua setelahnya. Post-presipitasi
endapan oleh zat yang biasanya larut. Jadi fakta bahwa dua substansi dibawa bersama tidak
cukup untuk mengklasifikasikan fenomena tersebut sebagai kopresipitasi. Jika berilium oksida
diturunkan secara kuantitatif dengan sejumlah besar aluminium oksida hidro dalam kondisi
sedemikian sehingga keduanya tidak larut, kita berbicara tentang mengumpulkan daripada
kopresipitasi; ketika proporsi relatif dari kedua zat tersebut tidak besar, istilah presipitasi
simultan adalah sesuai. Dua kelas umum dari kopresipitasi telah diketahui : (I) Adsorpsi adalah
membawa kotoran dari permukaan partikel. Bahkan ketika kotoran pada permukaan partikel
koloid primer menjadi semacam permukaan internal dari koloid koagulasi, fenomena tersebut
masih dianggap sebagai proses adsorpsi. (2) Oklusi, kelas kedua, digunakan di sini untuk
menunjukkan penurunan kotoran di bagian dalam partikel primer, dengan mekanisme apa pun
Dua mekanisme tersebut adalah pembentukan larutan padat dan pertumbuhan endapan
di sekitar ion yang teradsorpsi. Inklusi, atau entrainment, kantung cairan induk yang sering
terjadi dalam kristalisasi garam terlarut, tetapi relatif sedikit penting dalam endapan analitik.
inklusi larutan induk dalam celah endapan koloid adalah jenis lain dari entrainment kotor; ini
dapat diminimalkan dengan pemilihan kondisi presipitasi yang tepat untuk menghasilkan bentuk
presipitasi?
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui kontaminasi
endapan secara umum dan beberapa contoh penelitian yang terkait. Selain itu, tujuan lainnya
pengotor-pengotor atau kontaminan yang mungkin terbentuk dalam endapan sehingga bisa
mencegahnya dengan teknik tertentu tergantung sifat kimia dari pengotor tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
selanjutnya dibakar dan ditimbang sebagai AgCl atau ZnP2O7. Aspek yang terpenting dan perlu
diperhatikan pada metode tersebut adalah endapannya mempunyai kelarutan yang sangat kecil
sekali dan dapat dipisahkan secara filtrasi. Kedua, sifat fisik endapan sedemikian rupa, sehingga
mudah dipisahkan dari dari larutanya dengan filtrasi, dapat dicuci untuk menghilangkan
pengotor, ukuran partikelnya cukup besar serta endapan dapat diubah menjadi zat murni dengan
Pada temperatur tertentu kelarutan zat pelarut tertentu didefenisikan sebagai jumlahnya
bila dilarutkan pada pelarut tertentu didefenisikan sebagai jumlahnya bila dilarutkan pada pelarut
yang diketahui beratnya dan zat tersebut mencapai kesetimbangan dengan pelarut itu. Hal ini
tergantung pada ukuran partikel. Larutan lewat jenuh adalah larutan dengan konsentrasi zat
terlarut lebih besar dbandingkan dalam keadaan setimbangan pada suhu tertentu . larutan ewat
jenuh merupakan keadaan yang tidak stabil dan dapat diubah menjadi keadaan kesetimbangan
Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas sebap kelarutan bertambah
dahulu berperan sebagai pusat pengendapan. Untuk memperoleh pusat pengendapan yang besar
Beberapa proses yang dapat mengakibatkan pengotoran endapan pada analisis gravimetri
antara lain : kopresipitasi (larutan padat, absorpsi, oklusi) dan pos presipitasi.
1. Kopresipitasi
Dalam arti luas, kopresipitasi adalah ikut mengendapnya dua atau lebih zat pada waktu
yang sama. Hasilnya penambahan larutan perak nitrat ke dalam larutan yang mengandung
natrium klorida dan natrium bromida akan menghasilkan endapan AgCl dan AgBr.
Dalam kimia analisis khusunya dalam menyatakan pengotoran suatu endapan, istilah
kopresipitasi biasanya digunakan dalam arti yang lebih khusus. Dalam hal ini, diartikan sebagai
ikut mengendapnya satu atau lebih zat asing bersama endapan dari komponen zat uji. Padahal zat
asing tersebut yang digunakan. Misalnya kalsium sebagian ikut mengendap pada pengendapan
besi (III) sebagai hidroksida dengan menetralkan larutan asam hingga pH 4 sampai 5. Pada
Dua zat padat larut satu sama lain membentuk larutan padat. Keduanya dapat membentuk
kristal campuran dimana zat yang satu berada dalam kisi kristal yang lain. Hal ini biasanya
Misalnya ion kromat dan sulfat mempunyai struktur, ukuran, muatan dan konfigurasi
elektronik yang serupa, sehingga endapan barium sulfat akan berwarna kuning apabila
3. Adsorpsi
Pada permukaan dari partikel endapan, terdapat gugusan aktif yang dapat menarik dan
mengikat zat yang sebenarnya tidak dapat mengendap. Tentu saja pengotoran ini bertambah.
Oleh karena itu endapan kristal kasar pada analisis gravimetri lebih disukai daripada krisal halus.
Meskipun pengotoran ini mudah dihilangkan dengan pencucian, namun pada endapan yang
gelatinous dimana pengotoran ini sering terjadi, pencucian ini jarang berhasil.
4. Oklusi
Ikut mengendapnya kotoran yang terperangkap di bagian dalam dari partikel endapan
disebut oklusi. Proses ini termasuk juga (dalam arti luas) pembentukan dari larutan padat seperti
diuraikan di atas. Akan tetapi istilah ini lebih khusus digunakan untuk oklusi mekanik, termasuk
terperangkapnya cairan induk dan ion pada pertumbuhan endapan gelatinous dan pengotoran ini
5. Pospresipitasi
Pada pospresipitasi, endapan semula dikotori oleh endapan zat lain yang terbentuk
kemudian. Pengotoran ini terjadi karena kontaminasi merupakan larutan lewat jenuh larutan
magnesium oksalat yang lewat jenuh masih dapat dipertahankan untuk tidak mengendap dalam
Misalnya pada pengendapan kalsium sebagai oksalat dari larutan yang mengandung
magnesium. Bila kalsium oksalat tidak segera disaring setelah pengendapan, magnesium, oksalat
terserap pada permukaan kalsium oksalat, maka ia tidak dapat larut kembali. Sedangkan bila
tanpa adanya kalsium, Pemisahan endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut disebut
kopresipitasi. Hal ini berhubungan dengan absorbs pada permukaan partikel dan
terperangkapnya (oklusi) zat asing selama proses pembentukan Kristal dari partikel primernya.
Adsorbs banyak terjadi pada endapan gelatin dan sedikit pada pengendapan mikro Kristal,
misalkan AgI pada perak asetat dan endapan BaSO4 pada alkali nitrat. Pengotoran dapat juga
disebapkan oleh postpresipitasi, yaitu pengendapan yang terjadi pada permukaan endapan
pertama. Hal ini terjadi pada zat yang sedikit larut kemudian membentuk larutan lewat jenuh. Zat
ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan primernya, misal: pengendapan CaC 2O4.
Dengan adanya Mg2+, MgC2O4 akan terbentuk bersama-sama dengan CaC2O4. Lebih lama
Postpresipitasi dan kopresipitasi merupakan dua fenomena yang berbeda. Sebagai contoh
pada postpresipitasi, semakin lama waktunya, maka kontaminasi bertambah, sedangkan pada
a) Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer, yang bertujuan untuk memperkecil
b) Pereaksi dicampurkan perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan yang tetap. Ini berguna
c) Pengendapan dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk stabil pada
temperature tinggi. Aturan ini tidak selalu benar untuk bermacam endapan organic.
d) Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang lama dengan menggunakan pemanas
ulang.
yang besar, contohnya, flokulasi koloid (logam sulfida, perak halida, hidrous oksida). Koagulasi
lebih besar dari material yang akan terpisah dari larutan, melalui penghilangan muatan yang
Endapan perak halida mengendap dengan alkali halida berlebih dan akan mengendapkan
ion halida yang terserap sebagai kisi ion dan ion logam alkali sebagai ion lawan. Pencucian
dengan asam nitrat encer dapat secara besar menggantikan ion logam alkali melalui penukaran
ion lawan. Hydrogen halide yang teradsorpsi menguap di atas pembakaran endapan. Jika ion
perak diserap pada kisi ion, pencucian tidaklah efektif untuk menghilangkan garam perak yang
terserap, yang mana tidak akan menguap pada saat pembakaran. Jumlah material yang terserap
rekristalisasi menyebabkan berkurangnya nilai dari total permukaan dan juga menimbulkan
struktur permukaan yang mendekati sempurna yang memiliki tendensi yang kecil untuk
Kopresipitasi dengan hidrous oksida, seperti besi(III) dan aluminium, terjadi melalui
adsorpsi dan mungkin juga melalui pembentukan senyawa. Endapannya, mengendap dalam
amorphous (tak berbentuk) atau bentuk Kristal yang rapi dengan permukaan ekstensif, adsorpsi
jumlah besar dari air dan adsorpsi ion hidroksida sebagai ion penentu potensial (potential-
determining).
2.4 Oklusi oleh adsorpsi
sekitar ion yang terserap, merupakan sumber kontaminasi penting, terutama endapan kristalin
seperti barium sulfat dan kalsium oksalat. Dasar dari konsep ini adalah oklusi bukanlah proses
kesetimbangan dan rekristalisasi selama penyimpanan dapat berpengaruh pada kemurnian. Ion
asing berada pada kisi yang cacat kecuali kalau terikat pada larutan padat.
Permukaan dimana adsorpsi zat dalam larutan terjadi termasuk pembentukan Kristal. Jika
hasil dari pembentukan berlanjut, material yang terserap tidak terlepas (desorbed), akan tertahan
dalam Kristal pada posisi dimana tidak akan berada pada permukaan. Tipe dari kopresipitasi ini
secara umum lebih penting dibandingkan adsorpsi yang berpengaruh pada semua endapan, tidak
hanya dengan permukaan yang besar. Sejak beberapa oklusi terjadi melalui mekanisme adsorpsi,
dapat secara kualitatif diprediksi dengan aturan yang sama. Terdapat faktor tambahan, order
dimana reagen bercampur diharapkan berpengaruh pada perluasan oklusi dari tipe particular ion.
Ketika endapan kation garam ditambahkan perlahan-lahan dalam larutan garam anion,
kopresipitasi kation asing adalah predominan. Sementara itu, oklusi anion asing diminimalisir,
karena di bawah keadaan sekitar konsentrasi endapan anion selama pembentukan Kristal secara
relative tinggi. Dengan demikian, oklusi kation asing dapat diminimalisir jika order penambahan
terseleksi sehingga endapan kation dalam larutan berlebih selama presipitasi dan pembentukan
Kristal.
Pengaruh order pencampuran oklusi anion digambarkan melalui data Weiser dan
Sherrick, yang menemukan bahwa oklusi klorida berkurang dari 15,8 ke 1,25 milimol per mol
barium sulfat dengan menambahkan barium ke sulfat dibanding sebaliknya. Rieman dan Hagen
membuat perbandingan variasi metode dari endapan barium sulfat; mereka menyimpulkan
bahwa metode Hintz han Weber, meliputi penambahan barium klorida dengan cepat ke dalam
larutan sulfat, memberikan hasil yang sangat baik untuk sulfat, terutama dengan adanya natrium
klorida. Hasil yang baik diperoleh dengan metode ini mengambil tempat kompensasi eror, hasil
yang tinggi dari beberapa tipe oklusi dan hasil yang rendah dari yang lainnya.
1. Metode penambah dari kedua reagen. Jika diketahui bahwa baik sampel maupun endapan
mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang mengandung ion ini dapat ditambahkan
ke larutan lain. Dengan cara ini, konsentrasi pengotor dijaga serendah mungkin selama tahap-
tahap awal pengendapan. Dalam kasus hidrous oksida, muatan yang dibawa oleh partikel-
mereka terkepung. Dengan endapan-endapan mirip dadih dan yang bersifat gelatin, seseorang
harus mempunyai suatu elektrolit dalam larutan pencuci untuk menghindari peptisasi.
3. Pencernaan. Teknik ini bermanfaat sekali bagi endapan kristalin, cukup bermanfaat bagi
endapan mirip dadih, tetapi tidak digunakan bagi endapan yang bersifat gelatin.
4. Pengendapan kembali. Jika zatnya bisa dilarutkan kembali (sepeti garam dari asam lemah
dalam asam kuat), ia dapat disaring, dilarutkan kembali dan diendapkan kembali. Ion
pengotor akan berada dalam suatu konsentrasi yang rendah selama pengendapan kedua, dan
5. Pemisahan. Pengotor itu bisa dipisahkan atau sifat kimiawinya diubah dengan suatu reaksi
Pemisahan endapan dari larutan tidak selalu menghasilkan zat murni. Ada dua jenis
kontaminasi yang telah ditetapkan, yaitu (1) kopresipitasi yang artinya endapan dan kotoran
endapannya murni, namun terkontaminasi karena adanya substansi atau zat yang berikutnya.
Post-presipitasi biasanya terjadi pada larutan yang lewat jenuh. Dengan kata lain, Post-presipitasi
adalah pengotoran pada pengendapan yang terjadi pada permukaan endapan pertama.
Secara garis besarnya ada dua bagian kopresipitasi yang diakui (1) adsorpsi kotoran yang
tidak tumbuh di luar dimensi koloid dan akhirnya akan mengendap sebagai koloid yang
berkoagulasi. (2) Oklusi dimana partikel-partikel asing terkepung sewaktu proses pertumbuhan
Kristal. Jadi dengan bertumbuhnya ukuran partikel, maka pengotor tersebut bisa tertutup dalam
Kristal.
pencucian digunakan larutan elektrolit kuat, dan dia harus mengandung ion sejenis dengan
endapan untuk mengurangi kelarutan endapan. Larutan tersebut juga harus mudah menguap agar
mudah untuk menimbang endapanya. Garam ammonium dapat digunakan sebagai cairan pencuci
a. Larutan yang mencegah terbentuknya koloid yang mengakibatkan dapat lewat kertas saring,
c. Larutan yang dapat mencegah hidrolisis garam dari asam lemah atau basa lemah
Setiap endapan harus dicuci sebelum diubah menjadi bentuk timbang. Tujuannya untuk
1. Memasukkan cairan pencuci ke dalam penyaring sampai sedikit di atas endapan, kemudian
dibiarkan cairan melewati kertas saring sampai habis. Setelah habis baru ditambah cairan
untuk pencucian berikutnya. Demikian sampai endapan bersih, dikerjakan berulang kali.
2. Dengan cara dekantasi. Endapan dan cairan pencuci diaduk dan dibiarkan mengendap,
setelah mengendap cairan dituang ke dalam penyaring, endapan dibiarkan di dalam gelas
piala, tambahkan lagi cairan pencuci, diaduk, dibiarkan mengendap. Kemudian cairan di atas
endapan dituang ke dalam penyaring sampai habis. Pekerjaan ini diulang berkali-kali sampai
endapan bersih. Kemudian yang terakhir endapa dipindahkan secara kuantitatif ke dalam
penyaring.
Proses peleburan timah menghasilkan limbah berupa slag II dalam jumlah besar. Slag
II adalah limbah pengolahan timah yang mengeras menyerupai batu dan mengandung Sn, Si,
serta unsur radioaktif berupa uranium dan thorium [1]. Pemanfaatan slag II sebagai bahan
radioaktif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemisahan unsur radioaktif dari slag II tersebut.
a. Metodologi
Bongkahan slag II dengan ukuran bijih lebih dari 20 mesh digiling dengan crusher kemudian
dihaluskan dengan disk mill dan diayak sehingga diperoleh slag II ukuran bijih -20 + 48 mesh.
Slag II berukuran -20 + 48 mesh dilebur dengan NaOH dengan perbandingan 1 : 2 pada suhu
700C selama 2 jam. Hasil peleburan kemudian dihaluskan menggunakan mortal dan diayak
sehingga diperoleh slag II berukuran lolos 325 mesh (-325 mesh). Slag II hasil peleburan
dilarutkan dengan H2SO4 pada perbandingan 1:1, selama 60 menit pada suhu 43C dan
dihasilkan larutan yang mengandung uranium dan thorium. Larutan ini digunakan sebagai umpan
pengendapan.
Pengendapan bertujuan untuk memisahkan uranium dan thorium pada larutan sulfat.
Proses pengendapan dilakukan dengan memvariasikan beberapa kondisi proses antara lain:
variasi reagen (NaOH dan NH4OH), variasi konsumsi reagen (variasi pH) pada pH 4; 4,5; 5; 5,5;
6; 6,5; 7, variasi suhu pelarutan, pada suhu 30, 40, 45, 50, 55, 60, 70, dan 80°C, dan variasi
waktu pelarutan selama 10, 15, 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 menit. Endapan dan filtrat yang
Penentuan kondisi optimal proses pemisahan uranium dan thorium dengan metode pengendapan
Kesempurnaan reaksi pengendapan uranium dan thorium dapat ditentukan berdasarkan recovery
%Rec𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = recovery unsur (%), WU = berat unsur dalam umpan (g), WR = berat unsur dalam
endapan (g).
Penentuan berat uranium, thorium, LTJ dan fosfat hasil pengendapan dapat dihitung dengan
Uranium dan thorium dalam slag II yang telah melalui proses peleburan dengan NaOH
dan pelarutan dengan H2SO4 akan berubah menjadi larutan uranium dan thorium sulfat. Uranium
dan thorium dalam larutan sulfat dapat dipisahkan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan
reagen basa, yaitu NaOH dan NH4OH. Reaksi antara uranium dan thorium dengan NaOH dan
NH4OH dapat mengendapkan uranium dan thorium secara bersamaan. Oleh sebab itu, perlu
dicari kondisi optimum yang dapat memisahkan kedua unsur tersebut. Pada penelitian ini
dilakukan variasi pH. Pada PH tertentu, reaksi uranium dan thorium dengan reagen basa
menghasilkan endapan thorium, sedangkan uranium tetap dalam larutan. Larutan hasil reaksi
uranium-thorium dengan NaOH dan NH4OH variasi pH dianalisis dengan ICP-OES pada limit
Tabel 1. Data hasil analisis unsur dalam larutan dengan ICP-OES (variasi pH).
Kadar uranium dalam larutan hampir sama dengan kadar thorium pada kondisi reaksi
dengan NaOH pada pH 4. Sedangkan reaksi dengan NH4OH pada pH yang sama, kadar uranium
lebih kecil dibandingkan kadar thorium. Kadar uranium dan thorium semakin berkurang dengan
terendapkan secara bersamaan. Efektifitas proses pemisahan uranium dan thorium dapat dilihat
dari persen recovery yang dihasilkan pada proses ini. Recovery pemisahan uranium dan thorium
variasi pH dengan reagen basa terlihat pada Gambar 3. Kondisi pengendapan pada suhu (T) 27°C
Uranium dan thorium akan bereaksi dengan reagen basa membentuk uranium dan
thorium hidroksida. Ksp uranium hidroksida (UO2(OH)2) sebesar 1,1x10-22 dan thorium
hidroksida (Th(OH)4) sebesar 4x10-45. Nilai Ksp kedua unsur tersebut sangat kecil sehingga
kedua unsur tersebut mudah mengendap. Nilai Ksp thorium lebih kecil dibandingkan nilai Ksp
uranium. Pada kondisi tertentu thorium akan mengendap terlebih dahulu sedangkan uranium
tetap berada dalam filtrat sehingga uranium dan thorium dapat dipisahkan.
Pengaruh pH terhadap hasil reaksi pengendapan uranium dan thorium dengan NaOH
maupun NH4OH hampir sama seperti terlihat pada Gambar 3 (a dan b). Uranium dan thorium
terpisah pada pH 4, baik pada penambahan reagen NaOH maupun NH4OH. Pada penelitian ini
dipilih NH4OH sebagai reagen pengendapan karena penanganan hasil samping reaksi NH 4OH
dengan unsur dalam slag II lebih mudah dibandingkan dengan NaOH. Hasil samping reaksi
antara NH4OH dengan unsur dalam slag II berupa (NH 4)2SO4 yang dapat dihilangkan dengan
proses pemanasan. (NH4)2SO4 akan menguap menjadi gas NH4. Hasil samping reaksi NaOH
dengan unsur dalam slag II berupa Na2SO4 dan SO2. Na2SO4 jika dipanaskan akan menghasilkan
endapan Na yang akan menjadi pengotor dan perlu pengolahan lebih lanjut untuk menghilangkan
Na dari endapan.
Gambar 3. Kurva recovery pengendapan variasi pH (a) reagen NaOH (b) reagen NH4OH.
Selain kondisi pH, kondisi optimum pengendapan juga dapat dipengaruhi oleh suhu dan
waktu pengendapan. Suhu pengendapan yang semakin tinggi menyebabkan efektifitas reaksi
uranium-thorium sulfat dengan NH4OH maupun NaOH akan semakin berkurang. Semakin
tinggi suhu maka ion OH yang akan mengikat uranium dan thorium menjadi uranium dan
thorium hidroksida akan berkurang. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan ion OH berubah
menjadi gas sehingga tidak ada cukup OH untuk mengikat uranium dan thorium menjadi
uranium dan thorium hidroksida. Waktu pengendapan berpengaruh pada lamanya reaksi antara
uranium dan thorium sulfat dengan NH4OH atau NaOH. Semakin lama waktu reaksi maka
reaksi akan berjalan sempurna. Akan tetapi, suatu reaksi akan mencapai keadaan setimbang pada
waktu optimum. Reaksi yang telah mencapai keadaan setimbang ditandai dengan tidak ada
perubahan pada hasil reaksi apabila waktu reaksi ditambahkan. Pengaruh suhu dan waktu
pengendapan ditentukan berdasarkan kadar uranium dan thorium dalam filtrat. Tabel 2 dan Tabel
3 menunjukan kadar uranium dan thorium dalam larutan dengan variasi suhu dan waktu
pengendapan.
Tabel 2. Data hasil analisis unsur dalam larutan dengan ICP-OES (variasi suhu).
Tabel 3. Data hasil analisis unsur dalam larutan dengan ICP-OES (variasi waktu).
Tabel 2 dan 3 menunjukan bahwa kadar uranium dan thorium dalam filtrat tidak
terdeteksi untuk semua kondisi variasi suhu dan waktu pengendapan. Hal ini berarti kadar
uranium dan thorium dalam filtrat sangat kecil atau kurang dari limit deteksi ICP-OES (< 10
ppb). Kadar uranium dan thorium yang kecil menandakan bahwa uranium dan thorium telah
mengendap sehingga kadar uranium dan thorium dalam filtrat sangat kecil. Pada penelitian ini,
pengaruh suhu dan waktu pengendapan terhadap hasil proses pemisahan uranium dan thorium
sulfat tidak dapat diketahui karena perubahan kadar uranium dan thorium dalam filtrat sangat
kecil.
c. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa uranium dan thorium dapat
dengan kondisi optimum proses pada pH 4. Suhu dan waktu reaksi tidak mempengaruhi proses.
Recovery pengendapan yang dihasilkan adalah 93,84% uranium dan 84,33% thorium.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kesimpulan secara umum dari makalah ini adalah spektroskopi NMR merupakan salah
satu alat yang digunakan untuk mengetahui struktur suatu molekul senyawa yang diukur.
Tentunya dilengkapi dengan data hasil pengukuran spektroskopi lain seperti UV, FTIR dan MS
sangat membantu. Dalam menginterpretasikan data spektrum NMR ada beberapa parameter
penting yang harus dikuasai, diantaranya adalah lingkungan kimia, multiplisistas sinyal, nilai
Dengan selesainya penyusunan makalah ini maka saya selaku penyusun sangat berharap
kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran terhadap isi dari makalah ini sebagai bentuk
partisipasi. Selain itu, demi memperbaiki kesalahan dan melengkapi materi yang dibahas.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, M., Sarono, B., Waluyo, S., Rusydi, dan Sujono, 2015, Pengendapan Uranium dan
Thorium Hasil Pelarutan Slag II, Eksplorium, 36(2): 125-132.
Laitinen, H. A. dan Harris, W. E., tanpa tahun, Chemical Analysis An Advanced Text and
Reference, McGraw-Hill Book Company, New York
Utami, T. F. Y., 2008, Analisis Kuantitatif Secara Gravimetri (online, diakses tanggal 20
Oktober 2009)