Anda di halaman 1dari 18

Tugas Umum

Non destrtructive testing (NDT)


Non destrtructive testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi terhadap suatu
benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda
yang kita tes atau inspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa
material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati damage tolerance. Material
pesawat diusahakan semaksimal mungkin tidak mengalami kegagalan (failure) selama
masa penggunaannya.NDT dilakukan paling tidak sebanyak dua kali. Pertama, selama dan
diakhir proses fabrikasi, untuk menentukan suatu komponen dapat diterima setelah melalui
tahap-tahap fabrikasi. NDT ini dijadikan sebagai bagian dari kendali mutu komponen.
Kedua, NDT dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial sebelum melampaui damage tolerance-
nya.
Material tipis yang mengalami korosi general akan sulit ditentukan dengan tepat, jika
tidak menggunakan metode tambahan berupa metode tidak merusak, seperti ultrasonic.
Retakan awal yang disebabkan oleh stress corrosion atau corrosion fatigue seringkali sulit
untuk dideteksi secara visual. Jika kerusakan akibat korosi jenis ini terjadi, maka cara
mengidentifikasinya dengan metode lain, seperti metode magnetic atau eddy current.
Ketika mengidentifikasi korosi secara visual, alat-alat penunjang seperti kamera-video,
boroskop, dan peralatan penunjang lainnya yang dapat mendokumentasikan korosi yang
terjadi dapat digunakan untuk melihat bagian dalam suatu pipa.

Metode utama Non Destructive Testing meliputi:


1. Visual Inspection
Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT.
Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini
tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa
pembesar ataupun boroskop.
Gambar 1. Visual inspection dengan boroskop
Perangkat penunjang yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran korosi secara
visual ini adalah :

a) Boreskop
Boreskop merupakan peralatan optik yang berbentuk panjang, tipis, yang
memungkinkan pengamat dapat melihat ke area bagian dalam dengan cara mentrasmisikan
sebuah gambar dari satu ujung bidang ke bagian lainnya. Struktur tertentu, seperti mesin,
didesain untuk dapat memungkinkan boreskop masuk untuk melihat area kritis. Sebuah
boreskop bekerja dengan membentuk sebuah gambar dari area yang dilihat dengan
menggunakan lensa objektif. Gambar ini ditransfer disepanjang batang boreskop dengan
menggunakan system lensa intermediet. Gambat akan diterima pada lensa okuler, yang
akan membentuk gambar yang dapat dilihat. Lensa okuler dapat difokuskan untuk
pengamatan yang lebih jelas.

b) Fiberskop
Fiberskop merupakan iktan dari kabel fiber optic yang mentransmisikan cahaya dari
ujung ke ujung. Perangkat ini mirip dengan boreskop, namun lebih fleksibel dan dapat
dimasukkan kedalam bagian yang tidak terjangkau. Alat ini menggabungkan sumber
cahaya untuk menerangi area subjek dan peralatan untuk membengkokksn ujungnya sesuai
arah yang diinginkan. Sama seperti gambar yang dihasilkan boreskop, gambar yang
dihasilkan oleh fiberskop juga dibentuk pada lensa okuler.

c) Video Imaging Systems (Videoscope)


Alat ini terdiri dari kamera yang terletak pada ujung dari suatu probe yang fleksibel.
Boreskop dan fiberskop dapat digabungkan dengan perangkat ini. Pada alat ini terdapat
kamera untuk menerima gambar, sebuah prosesor, dan sebuah monitor untuk melihat
gambar. Gambar yang dihasilkan dapat diperbesar ataupun diperkecil dengan
menggunakan skala pengukuran. Selain itu, juga dapat dicetak untuk mendapatkan
dokumentasi korosi yang permanen. Perangkat ini dapat digunakan untuk menganalisa,
mengidentifikasi, mengukur dan
mengklasifikasikan kerusakan yang menjadi fokus pengamatan.

2. Pengukuran dengan micrometer


Cara pengukuran dengan menggunakan micrometer bisa dilakukan untuk mengukur
kecepatan korosi maupun tingkat korosi pada peralatan yang relatif kecil seperti pipa, tube
dan sebagainya. Pada awal pemakaian, sesuatu pipa atau tube diukur dulu tebalnya dengan
menggunakan micrometer. Pada akhir pemakaian, yaitu ketika alat sedang shut-down,
dilakukan pengukuran kembali ketebalan pipa atau tube dengan menggunakan micrometer.
Selisih tebal alat sebelum terkorosi pada awal pemakaian dan tebal alat setelah korosi pada
akhir pemakaian (ketika shut-down) menunjukkan tingkat korosinya. Kecepatan korosi
adalah tingkat korosi persatuan waktu.

3. Dye Penetrant

Dye Penetrant merupakan test untuk mengetahui ada tidaknya crack pada weld (hasil
lasan). Test ini sangat mudah dilakukan dan pelaksanaannya juga sangat singkat. Dye
penetration test dilakukan dengan cara menyemprotkan cat berwarna (biasanya merah) ke
permukaan alat atau konstruksi yang akan diperiksa, apakah mengalami korosi (terutama
cracking corrosion). Setelah disemprot dengan penetrant merah, dibiarkan sebentar agar
porous atau crack menyerap penetrant. Kemudian alat yang diperiksa tersebut dibersihkan
dengan kain lap yang dibasahi cairan remover. Penetrant yang masuk ke dalam metal yang
porous atau crack tetap tinggal selama dilakukan pembersihan permukaan dari sisa
penetrant. Kemudian disemprotkan developer yang berwarna putih, dan pada porous atau
crack akan tampak gurat-gurat warna merah atau spot di permukaan logam yang diperiksa.
Besar dan panjangnya cracking serta arahnya dapat dilihat dari gurat merah tersebut.
Dye Penetrant terdiri dari :
3.1 Pre Treatment.
3.2 Penetrant.
3.3 Cleaning.
3.4 Developer.
Dye Penetrant Test memiliki beberapa prosedur untuk dilakukan :

3.1.1 Pre Treatment (dapat berupa perlakuan panas terhadap hasil lasan yang harus
dilakukan sebelum test dilakukan).
3.1.2 Cleaning, yakni proses pembersihan pada daerah yang akan diperiksa dengan
tujuan agar kotoran yang ada pada daerah tersebut tidak mengalangi cairan
Penetrant (warna merah) dan Developer (warna putih).
3.1.3 Penyemprotan Penetrant pada salah satu sisi dan kemudian dilanjutkan dengan
penyemprotan Developer pada sisi yang lainnya..
3.1.4 Terakhir, akan terlihat hasil dari test yang dilakukan. Jika terdapat/muncul warna
merah seperti warna Penetrant pada sisi yang disemprotkan oleh Developer, berarti
weld (hasil lasan) tidak bagus karena ditemukan adanya crack. Jika tidak muncul
warna merah tersebut, maka hasil lasan tersebut sudah baik. Hasil test ini
didapatkan setelah kurang lebih 10 sampai 20 menit setelah proses penyemprotan
Penetrant dan Developer.

Gambar 2. Penetrant

4. Magnetic Particle Inspection


Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan
(subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah
dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan
magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini
mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi
adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik
dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan
magnet. Dalam melakukan MPI kita harus melakukan beberapa langkah :
a. Membersihkan area atau daerah weld ( lasan ) sebelum ditest.
b. Setelah dibersihkan, daerah yang akan diperiksa tersebut diberikan sejenis penetrant
( warna putih ).
c. Kemudian magnet ditempelkan di atasnya.
d. Jika ditemukan adanya garis garis seperti retak dan berwarna hitam atau gelap maka
dapat dipastikan bahwa hasil dari lasan tersebut terdapat cacat crack.

Gambar 3. Magnetic Field & Magnetic particle indication

Untuk defect seperti crack yang berada sedikit di bawah permukaan, tidak dapat
dilihat dengan mata ataupun dengan pemeriksaan memakai PT. Untuk itu dipakai cara
pemeriksaan dengan MT. Di sini diperlukan magnet dan suatu larutan yang mengandung
serbuk tertentu. Bila ada crack atau defect, maka ada penyimpangan dalam garis-garis
busur yang menghubungkan kutup kedua magnet.
Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu,
medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta
diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

5. Ultrasonic Inspection
Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang
dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan
interpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 20 MHz.
Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material.
Gelombang ultrasinic ini dibnagkitkan oleh tranducer dari bahan piezoelektri yang dapat
menubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik
lagi.
Gambar 4. Sound Intensity

Ultrasonografi menggunakan gelombang ultrasonic untuk mendeteksi serta


mengukur tingkat korosi pada alat. Alat ultrasonografi dilengkapi dengan probe yang
memancarkan gelombang ultrasonic ke peralatan (objek) yang dideteksi, sekaligus juga
menerima pantulan gelombang ultrasonic dari objek yang dideteksi. Pantulan tersebut
diterima oleh sistem komputer dengan layar monitor. Pada monitor akan terlihat kondisi
bagian dalam dari objek yang diamati. Data yang diperoleh dapat disimpan dan di-print-out
dalam bentuk gambar.

6. Eddy Current Test


Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan
pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini
dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus
Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan
berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada
cacat.
Pemeriksaan dengan ET mirip dengan UT tapi biasanya dipakai untuk material non
magnetic seperti SS (sekarang sudah bisa untuk SS). Prinsipnya adalah arus pusar /
elektromagnetik yang dibangkitkan oleh probe tertentu dan dapat dievaluasi oleh ahlinya di
layar monitor. Kecepatan pemeriksaan jauh lebih baik dari UT, namun untuk pemeriksaan
yang memerlukan ketelitian tinggi biasanya masih juga dipakai UT dengan kecepatan
lambat.
Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat
dijangkau. Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.

Gambar 5. Eddy Currents Process

7. Radiography (X Ray Test)

X Ray Testing merupakan test pada hasil lasan yang bertujuan untuk mengetahui
struktur bagian dalam dari lasan. X Ray Test ini dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya
cacat lasan pada bagian dalam dari lasan itu sendiri, misalnya porosity dan crack.
Pemeriksaan struktur bagian dalam lasan ini dilakukan dengan media sinar X. Dan
hasilnya dapat dilihat pada artifak/film dimana seluruh struktur dari bagian dalam lasan
dapat terlihat. Identifikasi dengan menggunakan radiografi dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan radioaktif atau sinar X (jarang karena alat berat). Pemeriksaan dengan
radiografi yaitu menggunakan sinar (isotop) atau sinar X yang menembus bahan, dan
bayangan bahan yang diperiksa tergambar pada film radiografi. Kerusakan diinterpretasi
pada bayangan di film radiografi. Di samping ini juga dikembangkan system perunut
(tracer) untuk menentukan posisi kebocoran dalam suatu peralatan. Sejumlah bahan
radioaktif dimasukkan ke dalam aliran fluida dalam alat yang dideteksi. Keberadaan bahan
radioaktif dimonitor dari luar alat yang dideteksi (objek yang diamati) dengan
menggunakan detektor radioaktif yang dihubungkan dengan sistem komputer. Sistem
komputer dilengkapi dengan layar maupun print-out berupa gambar atau foto. Apabila
pada objek yang diamati terdapat bocoran akibat korosi, maka hal ini dapat diketahui dari
aliran fluida bocoran yang mengandung bahan radioaktif yang terdeteksi oleh detektor.

Gambar 6. X Ray Test Process

Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah hasilnya berupa film fotografi yang
premanen. Film yang digunakan tersebut diletakan pada bagian yang yang berlawanan
pada bagian sambungan terhadap sumber sinar-X. teknik ini memberikan gambar dengan
kualitas yang lebih baik dari sambungan, tetapi metode inspeksi ini memiliki kekurangan
yang berbeda jika dibandingkan dengan Ultrasonic Test (UT) :
i. Lebih mahal tiap satuan panjang dari sambungan (weld).
ii. Sangat berbahaya untuk pekerjaan struktur karena adanya radiasi.
iii. Tidak dapat digunakan untuk mencari keretakan pada bagian bersudut.

8. Acoustic Emission Testing (AE)


Pada dewasa ini kebutuhan logam yang berkualitas pada industri industri sangat
dibutuhkan sebagai alat alat penunjang yang dibutuhkan oleh manusia. Hampir dari
semua ciptaan manusia didominasi oleh logam, mulai dari mobil, sepeda motor, jembatan
dan lain sebagainya. Tentu logam yang digunakan bukan hanya berjenis satu logam tetapi
dari berbagai macam jenis logam. Selain pemilihan jenis logam yang digunakan, produsen
produsen pengguna logam juga harus mempertimbangkan kualitas dari logam tersebut.
Oleh karena itu sebuah logam pasti akan melalui proses Quality Conrol (QC).
Setiap material akan mengalami deformasi ketika mengalami stress. Oleh karena
itu diperlukan pengukuran terhadap material tersebut. Dari banyaknya macam pengujian
yang ada dan salah satunya adala Non Destructive Test ( Pengujian Tak Merusak). NDT
adalah metode untuk memeriksa kondisi material atau komponen material yang ditujukan
untuk mengetahui lifetime material atau perbaikan diwaktu yang akan datang. Dalam NDT
dikenal beberapa teknik diantaranya adalah eddy current, leak testing technique,
gammagraphy, magnetic particle technique, x-ray radiography, ultrasonic, acousto-
ultrasonic, dan acoustic emission. Yang akan di bahas disini adalah Acoustic Emission.
Teknik Accoustic Emission memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan teknik- teknik
yang lainnya. Oleh karen itu teknik ini banyak digunakan di dalam industri.

Gambar 7. Acoustic Emission

AE dapat digunakan untuk memonitoring kerusakan lokal pada material (dapat


mencapai skala mikro). Hal ini sangat berguna untuk memperhitungkan lifetime suatu
material. Biasanya AE dimanfaatkan di industri industri yang banyak menggunakan
storage tank, pressure vessel dan pipa pipa penyaluran, industri kontuksi bangunan dan
jembatan, serta industri penerbangan dan antariksa. Penggunaan AE di lapangan sebagai
berikut untuk dapat memonitoring AE dibutuhkan sebuah sensor yang diletakkan pada
permukaan material. Sensor ini akan menangkap energi pulsa elastic yang dihasilkan dari
deformasi lokal. Sinyal emisi tersebut akan diamplifikasi kemudian di filter oleh sistem
pengolah sinyal. Sinyal kemudian akan dimonitor melalui PC secara real time. Lokasi
kerusakan material dapat diketahui dengan cara mengekstrak koordinat sumber AE.

Di saat suatu material solid diberi tegangan akan menambah parah kondisi cacat
jika semua material memancarkan ledakan singkat dari suatu energi akustik (acoustic
energy) yang disebut emissi. Pada pengujian ultrasonic, emissi ini dapat dideteksi
dengan receiver khusus. Sumber emissi dapat dievaluasi melalui penelitian dari
intesitasnya. Perkembangan cacat dapat dicari lokasinya menggunakan teknik segitiga
(hampir sama seperti mencari lokasi episentrum dari gempa).

Teknik acoustic emission memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan teknik-


teknik lainnya, oleh karena itu penggunaannya dalam industri merupakan hal yang biasa.
Acoustic emission (AE) adalah fenomena akustik yang sering terjadi sehari-hari. AE
didefinisikan sebagai keluarnya atau munculnya gelombang akustik yang berada dalam
range frekuensi 20 kHz-1MHz, dari suatu material ketika material tersebut mengalami
pembebanan atau stimulasi dari gangguan luar. Contoh sederhana dari AE adalah suara
pensil yang patah atau kayu yang retak.

Sumber AE

Emisi akustik dapat dihasilkan dari inisiasi dan pertumbuhan retak, dan dislokasi
gerakan, kembar, atau transformasi fase logam. Dalam kasus apapun, AE berasal dari
sebuah stres. Ketika stres yang diberikan pada bahan, ketegangan diinduksi juga terjadi di
dalam materi. Tergantung pada besarnya stres dan sifat-sifat material, obyek dapat kembali
ke dimensi semula atau cacat permanen setelah stres dihilangkan. Kedua kondisi ini
masing-masing dikenal sebagai deformasi elastis dan plastik.

Emisi akustik terdeteksi terjadi ketika materi mengalami deformasi plastik atau
ketika bahan dimuat di dekat tegangan luluh-nya. Pada tingkat mikroskopis, deformasi
plastik terjadi ketika pesawat atom tergelincir melewati satu sama lain, melalui gerakan
dislokasi. deformasi skala atom melepaskan energi dalam bentuk gelombang elastis yang
"dapat dianggap USG seperti dihasilkan secara alami" bereaksi melalui objek.

Misalnya retakan yang mengakibatkan stress lokal dan mengemisikan energi pulsa
elastik yang yang akan merambat ke seluruh interior material. Teknik AE berbeda dengan
teknik ultrasonic atau radiografi karena AE tidak membutuhkan energi dari luar.

Ketika retakan ada di logam, tingkat stres di depan ujung retak beberapa kali lebih
tinggi dari daerah sekitarnya. Oleh karena itu, aktivitas AE juga akan diamati ketika bahan
sampai di ujung retak mengalami deformasi plastik (mikro-menghasilkan). Dua sumber
retak juga dapat menyebabkan AE. Sumber pertama adalah partikel memancarkan
(misalnya inklusi non-logam) pada asal ujung retak. Karena partikel-partikel ini bersifat
ulet, mereka cenderung lebih mudah pecah ketika stress, sehingga menimbulkan sinyal AE.
Sumber kedua adalah penyebaran ujung retak yang terjadi melalui pergerakan dislokasi
dan skala kecil pembelahan yang dihasilkan oleh tekanan triaksial.
Jumlah energi yang dilepaskan oleh emisi akustik dan amplitudo gelombang
berhubungan dengan besarnya dan kecepatan sumber. Amplitudo emisi sebanding dengan
kecepatan penjalaran retak dan jumlah luas permukaan dibuat. Besar, diskrit retak
lompatan akan menghasilkan sinyal AE lebih besar dari celah-celah yang merambat
perlahan-lahan di jarak yang sama. Deteksi dan konversi gelombang elastis untuk sinyal-
sinyal listrik adalah dasar dari pengujian AE. Analisis sinyal menghasilkan informasi
berharga mengenai asal-usul dan pentingnya diskontinuitas dalam suatu material.
peralatan khusus yang diperlukan untuk mendeteksi energi gelombang dan menguraikan
sinyal adalah sebagai berikut.
A. Aktivitas Sumber AE
Sinyal AE dihasilkan dalam pola pembebanan yang berbeda dapat memberikan
informasi berharga mengenai integritas struktural dari material. Tingkat beban yang
sebelumnya telah diberikan pada bahan tidak menghasilkan aktivitas AE. Dengan kata lain,
diskontinuitas dibuat dalam bahan tidak memperluas atau bergerak sampai bahwa stres
terlampaui. Fenomena ini, dikenal sebagai Kaiser Effect, dapat dilihat pada beban versus
AE petak ke kanan. Sebagai objek dimuat, peristiwa emisi akustik menumpuk (segmen
AB).
Gambar 8. Emisi Komulatif
Ketika beban dihilangkan dan diterapkan kembali (segmen BCB), peristiwa AE

tidak terjadi lagi sampai beban pada titik B terlampaui. beban diberikan pada bahan
meningkat lagi (BD), AE dihasilkan dan berhenti ketika beban dihilangkan. Namun, pada
titik F, beban yang diterapkan cukup tinggi untuk menyebabkan emisi yang signifikan
meskipun beban maksimum sebelumnya (D) tidak tercapai. Fenomena ini dikenal sebagai
Felicity Efek. Efek ini dapat diukur dengan menggunakan Rasio Felicity, yang merupakan
beban AE resume, dibagi dengan beban maksimum yang diterapkan (F / D).
Ilmu tentang Kaiser Efek dan Felicity Efek dapat digunakan untuk menentukan
apakah cacat struktural utama . Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan beban konstan
(relatif terhadap beban desain diberikan pada materi) dan "mendengarkan" untuk melihat
apakah emisi terus terjadi sementara beban ada. Seperti terlihat pada gambar, jika sinyal
AE terus terdeteksi selama adanya beban ini (GH), ada kemungkinan bahwa cacat
struktural yang ada besar . Selain itu, bahan mungkin mengandung cacat, jika beban yang
identik diterapkan kembali dan sinyal AE akan terus dideteksi.

B. Noise (Kebisingan)
Sensitivitas sistem emisi akustik sering dibatasi oleh jumlah kebisingan latar
belakang yang berada di sekitarnya. Kebisingan dalam pengujian AE mengacu pada setiap
sinyal yang tidak diinginkan yang terdeteksi oleh sensor. Contoh sinyal ini termasuk
sumber gesekan (misalnya baut longgar atau konektor bergerak yang bergeser bila terkena
beban angin) dan sumber dampak (misalnya hujan, benda terbang atau debu angin-driven)
di jembatan. Sumber kebisingan juga dapat hadir dalam aplikasi di mana daerah sedang
diuji dapat terganggu oleh getaran mekanik (misalnya pompa).
Untuk mengimbangi efek dari kebisingan latar belakang, berbagai prosedur dapat
diimplementasikan. Beberapa pendekatan yang mungkin melibatkan fabrikasi sensor
khusus dengan gerbang elektronik untuk menahan kebisingan, mengambil tindakan
pencegahan untuk sensor tempat sejauh mungkin dari sumber-sumber kebisingan, dan
penyaringan elektronik (baik menggunakan waktu kedatangan sinyal atau perbedaan dalam
isi spektral sinyal AE dan kebisingan latar belakang ).
C. Sumber Pseudo
Mekanisme sumber semu menghasilkan sinyal AE yang terdeteksi oleh peralatan
AE. Contohnya termasuk pencairan dan pemadatan, gesekan pada bantalan berputar,
transformasi fase padat-padat, kebocoran, kavitasi, dan penataan kembali atau
pertumbuhan domain magnetik.

Penggunaan AE di lapangan

AE dapat digunakan untuk memonitoring kerusakan lokal pada material (dapat


mencapai skala mikro). Hal ini akan sangat berguna untuk memperkirakan lifetime suatu
material. Biasanya AE dimanfaatkan di industri-industri seperti industri-industri yang
banyak menggunakan storage tank, pressure vessel, dan pipa-pipa penyaluran, industri
konstruksi bangunan dan jembatan, serta industri penerbangan dan antariksa.

Pengujian ini dilakukan dengan pemancaran suara yang dapat ditangkap dengan
mikropone yang peka dengan memonitor suara dapat diketahui keadaan pengelasan.
Incomplete penetration, incomplete fussion, keretakan, porositas, dapat dideteksi. Untuk
dapat me-monitoring AE, dibutuhkan sensor yang diletakkan pada permukaan material.
Sensor ini akan menangkap energi pulsa elastic yang dihasilkan dari deformasi lokal.
Sinyal emisi tersebut akan diamplifikasi kemudian difilter oleh sistem pengolah sinyal.
Sinyal kemudian akan dimonitor melalui PC secara real time. Lokasi kerusakan material
dapat diketahui dengan mengekstrak koordinat sumber AE.

Emisi akustik sangat serbaguna, cara non-invasif untuk mengumpulkan informasi


tentang bahan atau struktur. Acoustic Emission testing (AET) diterapkan untuk memeriksa
dan memantau jaringan pipa, bejana tekan, tangki penyimpanan, jembatan, pesawat
terbang, dan truk ember, dan berbagai komponen komposit dan keramik. Hal ini juga
digunakan dalam aplikasi kontrol proses seperti proses monitoring pengelasan. Beberapa
contoh aplikasi AE :

A. Pemantauan Las
Selama proses pengelasan, perubahan suhu menyebabkan tekanan antara lasan dan
logam dasar. Tekanan ini sering lega dengan perlakuan panas las. Namun, dalam beberapa
kasus tempering las tidak mungkin dan kemungkinannya kecil terjadi. Retak dapat terjadi
terus sampai 10 hari setelah las telah selesai.
Menggunakan las stainless steel dengan inklusi yang dikenal dan accelerometers
untuk tujuan deteksi dan pemantauan kebisingan latar belakang, ditemukan oleh WD Jolly
(1969) bahwa sinyal tingkat rendah dan semburan lebih yang cukup besar terkait dengan
pertumbuhan retakan mikro dan retak yang lebih besar masing-masing. ASTM E 749-96
adalah praktek standar pemantauan AE pengelasan terus menerus.
B. Tabung Gas
Uji emisi akustik pada bertekanan trailer tabung jumbo disahkan oleh Departemen
Perhubungan pada tahun 1983. Menggunakan pengujian hidrostatik, di mana tabung harus
dihapus dari layanan dan dibongkar, AET memungkinkan untuk di uji in situ. Sebuah 10%
over-bertekanan dilakukan di sebuah stasiun pengisian normal dengan sensor AE melekat
pada tabung disetiap akhir. Sebuah sistem akustik multichannel digunakan untuk deteksi
dan lokasi sumber dipetakan. Lokasi Tersangka selanjutnya dievaluasi menggunakan
pemeriksaan ultrasonik, dan ketika cacat dikonfirmasi tabung dihapus dari penggunaan.
AET dapat mendeteksi kelemahan subkritis sedangkan pengujian hidrostatik tidak bisa
menemukan celah sampai mereka menyebabkan pecahnya tabung. Karena tekanan tinggi
dalam arah melingkar dari tabung, tes diarahkan menemukan retakan kelelahan
longitudinal.
C. Jembatan
Jembatan mengandung banyak las-an, sendi dan koneksi, dan kombinasi beban dan
faktor lingkungan sangat mempengaruhi mekanisme kerusakan seperti kelelahan retak dan
logam menipis akibat korosi. Jembatan menerima inspeksi visual setiap dua tahun dan
ketika kerusakan terdeteksi, jembatan ini baik ditutup, kapasitas berat diturunkan, atau
dipilih untuk pemantauan. Acoustic Emission semakin banyak digunakan untuk aplikasi
monitoring jembatan karena dapat terus mengumpulkan data dan mendeteksi perubahan
yang disebabkan oleh kerusakan tanpa memerlukan penutupan jalur atau shutdown
jembatan. Bahkan, arus lalu lintas yang biasa digunakan untuk memuat atau stres jembatan
untuk pengujian AE.

D. Lainnya
i. Komposit polimer-matriks serat-diperkuat, khususnya kaca serat diperkuat bagian
atau struktur (pisau misalnya fan).
ii. Bahan penelitian (misalnya investigasi sifat material, mekanisme kerusakan, dan
perilaku merusak).
iii. Inspeksi dan jaminan kualitas, (misalnya proses pengeringan kayu, tes awal).
iv. Real-time uji kebocoran dan lokasi dalam berbagai komponen (katup kecil, garis
uap, dasar tangki).
v. Deteksi dan lokasi tegangan tinggi debit parsial dalam transformator
Kereta api tangki mobil dan roket pengujian bermotor.

Beberapa standar dan pedoman yang menggambarkan AE pengujian dan aplikasi


prosedur seperti yang disediakan oleh American Society for Testing dan Material (ASTM).
Contohnya adalah ASTM E 1932 untuk pemeriksaan AE dari bagian-bagian kecil dan
ASTM E1419-00 untuk metode memeriksa mulus, gas penuh, tekanan pembuluh.
Dalam pengukuran AE ada beberapa faktor yang perlu diketahui. Faktor- faktor
tersebut adalah gelombang AE, gelombang sinyal AE, tranducer AE dan pengolah sinyal.
Dalam pengolahan sinyal AE, dibutuhkan beberapa komponen elektronik seperti
tranduser, pre-amplifier, filter, amplifier, serta kabel.
Peralatan
Uji emisi akustik dapat dilakukan di lapangan dengan instrumen portabel atau di
laboratorium stasioner. Biasanya, sistem mengandung sensor, preamplifier, filter, dan
penguat, bersama dengan pengukuran, tampilan, dan peralatan penyimpanan (misalnya
osiloskop, voltmeter, dan komputer pribadi). Sensor emisi akustik menanggapi gerakan
dinamis yang disebabkan oleh sebuah peristiwa AE. Hal ini dicapai melalui transduser
yang mengubah gerakan mekanik menjadi sinyal tegangan listrik. Unsur transduser dalam
sensor AE hampir selalu kristal piezoelektrik, yang umumnya terbuat dari keramik seperti
timbal zirkonat titanat (PZT). Transduser dipilih berdasarkan frekuensi operasi, kepekaan
dan karakteristik lingkungan, dan dikelompokkan menjadi dua kelas: resonan dan
broadband.
Mayoritas peralatan AE responsif terhadap pergerakan pada kisaran frekuensi
operasi dari 30 kHz sampai 1 MHz. Untuk bahan dengan pelemahan tinggi (misalnya
komposit plastik), frekuensi yang lebih rendah dapat digunakan untuk lebih membedakan
sinyal AE. Hal sebaliknya berlaku juga.
Sinyal AE yang mencapai mainframe akan bebas dari kebisingan latar belakang dan
gangguan elektromagnetik. Namun, sensor dan preamplifier dirancang untuk membantu
menghilangkan sinyal yang tidak diinginkan. Pertama, preamplifier meningkatkan
tegangan untuk memberikan keuntungan dan kemampuan kabel penggerak . Untuk
meminimalkan gangguan, preamplifier ditempatkan dekat dengan transduser; banyak
transduser saat ini dilengkapi dengan preamplifier yang terintegrasi. Selanjutnya, sinyal
diteruskan ke filter bandpass untuk penghapusan frekuensi rendah (umum untuk
kebisingan latar belakang) dan frekuensi tinggi. Setelah selesai proses ini, sinyal perjalanan
ke sistem mainframe akustik dan akhirnya ke komputer atau perangkat serupa untuk
analisis dan penyimpanan.
Setelah melewati sistem mainframe AE, sinyal datang ke sirkuit deteksi /
pengukuran seperti yang ditunjukkan pada gambar langsung di atas. Perhatikan bahwa
sirkuit pengukuran dapat digunakan dalam beberapa sistem sensor / saluran untuk
keperluan lokasi sumber. Pada sirkuit pengukuran, bentuk sinyal AC dibandingkan dengan
nilai ambang tegangan yang telah diprogram oleh operator. Sinyal yang baik kontinyu
(analog dengan Gaussian, kebisingan acak dengan amplitudo bervariasi sesuai dengan
besarnya peristiwa AE). Setiap kali tegangan ambang terlampaui, rangkaian pengukuran
melepaskan pulsa digital. Pulsa pertama digunakan untuk menandai awal hit. (A hit
digunakan untuk menggambarkan kejadian AE yang terdeteksi oleh sensor tertentu. Satu
event AE dapat menyebabkan sistem dengan berbagai saluran untuk merekam beberapa
hits.) Pulsa akan terus dihasilkan saat sinyal melebihi ambang tegangan. Setelah proses ini
telah berhenti untuk jumlah yang telah ditetapkan waktu, hit yang selesai (sejauh sirkuit
yang bersangkutan). Data dari hit ini kemudian membaca ke mikro dan rangkaian
pengukuran ulang.

Pengukuran

Dalam pengukuran AE ada beberapa faktor yang perlu diketahui seperti yang telah
disinggung sebelumnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah gelombang AE,
gelombang sinyal AE , transduser AE, dan pengolah sinyal.

Gelombang AE adalah gelombang elastik yang merupakan energi dari deformasi


retakan material. Gelombang sinyal adalah sinyal keluaran dari peralatan AE setelah
gelombang AE diolah secara elektrik.Spektrum frekuensi gelombang sinyal AE
dipengaruhi oleh properti transduser, material, dan penjalaran gelombang.

Faktor yang paling penting dalam pengukuran AE adalah pemilihan transduser AE


yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Transduser yang digunakan harus memiliki
kompresi yang sesuai dengan material. Secara umum, transduser AE yang digunakan
adalah piezoelectric (PZT). PZT mengubah atau mengkonversi gerakan yang dihasilkan
oleh gelombang elastik menjadi sinyal elektrik. Untuk material yang memiliki atenuasi
yang besar digunakan transduser AE dengan resonansi yang rendah. Sedangkan untuk
material yang memiliki atenuasi yang kecil (seperti metal) digunakan transduser AE
dengan resonansi yang tinggi.

Dalam pengolahan sinyal AE, dibutuhkan beberapa komponen elektronik seperti


transduser, pre-amplifier, filter, amplifier, serta kabel. Berikut ini gambar skema
pengukuran AE.

Beberapa sistem desain AE tersedia (menggabungkan berbagai pilihan,


sensitivitas, dan biaya), sebagian besar sistem AE menggunakan arsitektur hit-driven.
Desain hit-driven mampu secara efisien mengukur semua sinyal terdeteksi dan merekam
deskripsi digital untuk setiap fitur individu. Selama masa non-aktif, sistem tertidur. Setelah
sinyal baru terdeteksi, sistem mencatat hit atau hits, dan data login atau display masa
depan.
Kebanyakan sistem AE adalah kemampuan untuk melakukan tugas-tugas rutin yang
bernilai bagi AE inspeksi. Tugas ini meliputi pengukuran kuantitatif sinyal dengan waktu
yang sesuai dan / atau pembacaan beban, diskriminasi antara sinyal nyata dan palsu
(noise), dan pengumpulan informasi statistik tentang parameter dari masing-masing sinyal.
Gambar 9. Sinyal AE dan pengukuran sinyal AE

Kelebihan dan Kekurangan AE


Kelebihan teknik AE adalah :

a) Posisi retakan dapat diketahui. Sumber AE dapat ditentukan dari diferensial waktu
sinyal AE pada sejumlah transduser AE.
b) Klasifikasi dan arah retakan dapat diperhitungkan melalui analisis bentuk gelombang
AE dengan menggunakan komponen tensor.
c) Dinamika material dapat diamati secara real time.

Kekurangan teknik AE adalah :

a) Sulit untuk membedakan sinyal AE dengan background noise selama pengukuran.


b) Untuk beberapa material, AE tidak terjadi hingga material tersebut mencapai batas
deformasinya sehingga sulit diketahui keretakannya.
c) Sinyal keluaran transduser AE adalah kombinasi dari sumber gelombang AE,
propagasi, dan respon transduser. Untuk material kayu, AE yang dihasilkan dari kayu
tidak dapat dideteksi sebagai sinyal AE karena terjadi atenuasi gelombang AE ketika
propagasi sehingga sulit dideteksi. Namun tidak untuk material metal yang memiliki
atenuasi gelombang AE yang kecil.

Fontana, M. 1987. Corrosion Engineering. Singapore : McGraw-Hill


Grosse, Christian U.; Kruger, Markus; Glaser, Steven D. 1999 Wireless Acoustic Emission
Sensor Networks for Structural Health in Civil Engineering. World Leader in
Acoustic Emission
Herawati Evalina. 2008. Pengujian Nondestruktif Kayu. Medan : Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Jokosisworo Sarjito & Yudo Hartono. 2007. Proses Pengujian Tidak Merusak. Semarang :
Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Kurnia Dewi Tri, dkk. 2003. Korosi. PT. Pusri : Palembang
Physical Acoustic Corporation. 2009. Acoustic Emission Technology.
Revie, W. 2011. Uhligs Corrosion Handbook 3rd Edition. New Jersey: John
Wiley and Son.
Roberge, P. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. New York: McGraw-Hill.
Soedardjo. 1998. Studi Pengujian Bahan Dasar Feromaknetik Komponen Reaktor Daya.
Serpong : Prosiding Presentasi llmiah Teknologi Keselamatan Reaktor.

Talbot, D. 1998. Corrosion Science and Technology 2nd Edition. Washington: CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai