Anda di halaman 1dari 35

PENUNTUN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA II

Disusun Oleh :
Korps Asisten Laboratorium Proses dan Operasi Teknik Kimia

Laboratorium Proses dan Operasi Teknik Kimia


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JAMBI
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Biodiesel

I. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan terhadap konversi minyak
menjadi metil ester.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari temperatur reaksi terhadap pembentukan
metil ester.
3. Untuk mengetahui pengaruh dari waktu reaksi terhadap pembentukan
metil ester.
4. Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja proses pembuatan Metil Ester.

II. Tinjauan Pustaka


Biodiesel adalah nama untuk jenis fatty ester, umumnya merupakan
monoalkyl ester yang terbuat dari minyak tumbuh tumbuhan (minyak nabati).
Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel dapat berasal
dari kacang kedelai, kelapa, kelapa sawit, padi, jagung, jarak, papaya dan banyak
lagi melalui proses transesterifikasi sederhana. (Mardiah, Agus Widodo, Alfi
Trisningwati, dan Aries Purijatmiko, 2006)
Biodiesel dicampur dengan bahan bahar diesel minyak bumi dalam
berbagai rasio. Jika 0,4 5 % biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel
minyak bumi, otomatis akan meningkatkan daya lumas bahan bakar. Biodiesel
mempunyai rasio keseimbangan energi yang baik. Rasio keseimbangan energi
biodiesel minimum 1 2,5. Artinya, untuk setiap satu unit energi yang digunakan
pada pupuk, pestisida, bahan bakar, pemurnian, proses, dan transportasi,
minimum terdapat 2,5 unit energi dalam biodiesel. Campuran 20 % biodiesel dan
80 % bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B20. Campuran B20
merupakan bahan bajar alternatif yang terkenal di Amerika Serikat, terutama
untuk bis dan truk. B20 mengurangi emisi, harganya relatif murah, dan tidak
memerlukan modifikasi mesin. (Andi Nur Alam Syah, 2006).
Kajian bahwa biodiesel dapat didegradasi secara biologis empat kali
lebih cepat daripada bahan bakar diesel minyak bumi, yaitu mencapai 98 % dalam
2
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

tiga minggu. Akibat biodegradasi secara biologis, emisi dan bau yang tidak sedazp
dapat dikurangi.
Keuntungan dari biodiesel :
a. Campuran dari 20 % biodiesel dengan 80 % petroleum diesel dapat digunakan
pada unmodified diesel engine.
b. Sekitar setengah dari industri biodiesel dapat menggunakan lemak atau minyak
daur ulang.
c. Biodiesel tidak beracun.
d. Biodiesel memiliki cetane number yang tinggi (di atas 100, bandingkan dengan
bahan bakar diesel yang hanya 40).
e. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang umur mesin diesel karena
biodiesel lebih licin.
f. Biodiesel menggantikan bau petroleum dengan bau yang lebih enak.
Emisi biodiesel jauh lebih rendah daripada emisi diesel minyak bumi.
Biodiesel mempunyai karakteristik emisi seperti berikut :
a. Emisi karbon dioksida netto (CO2) baerkurang 100 %.
b. Emisi sulfur dioksida (SO2) berkurang 100 %.
c. Emisi debu berkurang 40 60 %.
d. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10 15 %.
e. Emisi hidrokarbon berkurang 10 50 %.
f. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) berkurang, terutama PAH yang
beracun, seperti : phenanthren berkurang 97 %, benzofloroanthen berkurang 56
%, benzapyren berkurang 71 %, serta aldehida dan senyawa aromatik
berkurang 13 %.
Dengan mengembangkan metode yang murah. Diharapkan dapat
diproduksi biodiesel yang lebih murah, yang dapat bersaing secara ekonomi
dengan petroleum, dan menjadikan biodiesel sebagai salah satu bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan.

3
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Metanol
Untuk membuat biodesel, ester dalam minyak nabati perlu dipisahkan
dari gliserol. Ester tersebut merupakan bahan dasar penyusun biodiesel. Selama
proses transesterifikasi, komponen gliseroldari minyak nabati digantikan oleh
alkohol, baik etanol maupun metanol. Etanol merupakan alkohol yang terbuat dari
padi padian. Metanol adalah alkohol yang dapat dibuat dari batubara, gas alam,
atau kayu. (Yuli Setyo Indartono, 2006).
Metanol disebut juga metil alkohol merupakan senyawa paling sederhana
dari gugus alkohol. Rumus kimianya adalah CH3OH. Metanol berwujud cairan
yang tidak berwarna, dan mudah menguap. Metanol merupakan alkohol yang
agresif sehingga bisa berakibat fatal bila terminum, dan memerlukan kewaspadaan
yang tinggi dalam penanganannya. Jika menghirup uapnya cukup lamaatau jika
kena matadapat menyebabkan kebutaan, sedangkan jika tertelan akan
mengakibatkan kematian. ( Andi Nur Alamsyah, 2006 ).
Sebagian besar produksi metanol diubah menjadi formaldehid yang pada
akhirnya digunakan untuk membuat polimer, juga digunakan sebagai pelarut.
Memiliki berat molekul 32,042 , titik leleh 98oC dan titik didih 64oC.
Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi adalah
metanol, karena harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi
dibandingkan dengan alkohol rantai panjang, sehingga metanol ini mampu
memproduksi biodiesel yang lebih stabil. Berbeda dengan etanol, metanol tersedia
dalam bentuk absolut yang mudah diperoleh, sehingga hidrolisa dan
pembentukansabun akibat airyang terdapat dalam alkoholdapat diminimalkan.
Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup tinggi. Akibatnya, bahan bakar
diesel berbasis etanol tidak berdaya saing secara ekonomis dengan metil ester
asam lemak, sehingga membiarkan bahan bakar diesel fosil bertahan sendiri.
Disamping itu, harga alkohol juga tinggi sehingga menghambat penggunaannya
dalam produksi biodiesel dalam skala industri. (Erliza, dkk, 2007).

4
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Katalis Natrium Hidroksida (NaOH)


Dari aspek ekonomi, proses transesterifikasi tanpa katalis tampaknya
sangat sulit karena ester yang akan dibakar dalam mesin diesel memerlukan input
energi yang tinggi, waktu reaksi yang lama, dan harga pasar yang rendah. Karena
itu agar hasil esternya memuaskan, produksi biodiesel secara umum perlu
menggunakan katalis. (Yuli Setyo Indartono, 2006).
Katalis adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai reaksi dengan
bahan lain. Katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi, terlibat dalam
reakso tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Pemilihan katalis ini
sangatbergantung pada jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak tersebut.
Jenis asam lemak dalam minyak sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik
dan kimia biodiesel, karena asam lemak ini akan membentuk ester atau biodiesel
itu sendiri. (Mardiah, Agus Widodo, Efi Trisningwati, dan Arie Purijatmiko,
2006).
Kandungan lemak bebas yang tinggi (lebih dari 0,5 % - 1 %), dan
kandungan air (moisture) dalam reaktan (minyak nabati) akan menyebabkan
terbentuknya sabun, sehingga membentuk emulsi dengan metanol dan minyak.
Terbentuknya emulsi ini mengakibatkan reaksi metanolisis tidak dapat terjadi,
menurunkan yield ester dan mempersulit pemisahan ester dan glyserol yang
mungkin terbentuk. Kehadiran asam lemak bebas dalam minyak juga akan
mengkonsumsi katalis sehingga menurunkan efisiensi katalis. (Mardiah, Agus
Widodo, Efi Trisningwati, dan Arie Purijatmiko, 2006).
Rekasi penyabunan merupakan reaksi samping yang tidak dikehendaki.
Hal ini terlihat pada ekstraksi adanya gumpalan gumpalan putih yang melekat
pada dinding corong pemisah akibat proses ekstraksi menjadi sulit dan
memerlukan ekstraksi yang berulang ulang. Dengan adanya reaksi samping
yang berupa penyabunan inilah konversi minyak menjadi ester (biodeisell)
menjadi kecil.
Karena itu, reaksi transesterifikasi dengan katalisator KOH dan NaOH
disarankan untuk minyak nabati yang melewati tahapan deasifikasi,sehingga kadar
air kurang dari 0,3 % dan kadar FFA kurang dari 0,5 %. Sedangkan pada

5
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

katalisator asam tidak menyebabkan reaksi penyabunan sepeti halnya pada


katalisator biasa. (Tim Biodiesel Jurusan Teknik Kimia UGM, 2006)

Esterifikasi
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki
kadar FFA tinggi (> 5 %), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade, dan
minyak jarak, proses transesterifikasiyang dilakukan untuk mengkonversi minyak
menjadi biodiesel tidak akan efisien. Bahan bahan di atas, perlu melalui proses
pra esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5 %.
Umumnya, proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam asam
pekat seperti asam sulfat (sulphuruic acid) dan sam klorida (cloride acid) ada;ah
jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis. Pada tahap ini
akan diperoleh banyak minyak dengan campuran metil ester kasar dan metanol
sisi yang kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan proses
esterifikasi alkalin (transesterifikasi) terhadap produk tahap pertama di atas
dengan menggunakan katalis alkalin. Pada proses ini digunakan sodium
hidroksida 1 wt % dan alkohol (umumnya metanol) 10 wt %. Kedua proses
esterifikasi inidilakukan pada temperatur 70oC.

Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan suatu proses penggantian a;kphp; dari suatu
gugus ester (trigliserida) dengan ester lain atau mengubah asam asam lemak ke
dalam bentuk ester sehingga menghasilkan alkyl ester. Proses tersebut dikenal
sebagaiproses alkoholisis. Proses alkoholisis ini merupakan reaksi yang biasanya
berjalan lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis. Katalis
yang biasanya digunakan adalah katalis asam seperti HCl dan H2SO4, dan katalis
basa NaOH dan KOH. (Yuli Setyo Indartono, 2006).
Proses ini dapat dijalankan secara batch atau sinambung, dimana pada
proses batch menggunakan labu leher tiga atau autoclave. Selain itu, dalam
autoclave proses dapat berjalan pada suhu tinggi dalam fase cair, sehingga akan
bisa berlangsung lebih cepat. Proses sinambung dilaksanakan dalam reaktor

6
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

CSTR dengan alat pencampur yang berupa pengaduk atau gas inert. Proses ini
lebih sulit dikarenakan perlu bahan baku yang lebih banyak dan waktu yang lebih
panjang.
Proses ini dapat dijalankan secara batch maupun sinambung, dimana pada
proses batch menggunakan labu leher tiga atau autoclave. Selain itu dalam
autoclave proses dapat berjalan pada suhu tinggi dalam fase cair, sehingga akan
bisa berlangsung lebih cepat. Proses sinambung dilaksanakan dalam reactor CSTR
dengan alat pencampur yang berupa pengaduk atau gas inert. Proses ini lebih sulit
dikarenakan perlu bahan baku yang lebih banyak dan waktu yang lebih panjang.
Metanolisis merupakan reaksi pembentukan metal ester dengan
menggunakan methanol dimana reaksinya seimbang dan kalor reaksinya kecil.
Untuk menggeser reaksi ke kanan biasanya menggunakan metanol berlebihan
disbanding gliserida, maka reaksi yang terjadi bisa dianggap reaksi searah.
Mekanisme reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan methanol atau disebut
juga dengan metanolisis yang terlihat di bawah ini, (Andi Nur Alam Syah, 2006) :

CH2COOR1 NaOH CH2OH


CHCOOR2 + 3 CH3OH 3 RCOOCH3 + CHOH
3
CH2COOR CH2OH
Trygliseride Methanol Methyl Ester Glycerol
Upper Phase Lower Phase

Kinetika Reaksi
Reaksi antara methanol dan minyak jarak pagar berlangsung menurut reaksi
sebagai berikut :

CH2COOR1 CH2OH
CHCOOR2 + 3 CH3OH 3 RCOOCH3 + CHOH
CH2COOR3 CH2OH
Trygliseride Methanol Methyl Ester Glycerol

7
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

A + 3B C + D

Karena reaksi ini menggunakan methanol yang berlebihan, maka reaksi dapat
dianggap searah dan berorde satu terhadap minyak, sehingga reaksinya menjadi :

A + 3B C + D

Persamaan reaksinya menjadi :

(1)

(2)

(3)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3) kedalam persamaan (2) maka didapatkan


:

(4)

Dengan mengintegralkan persamaan (4) diperoleh persamaan :

(5)

8
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

III. Metodologi

Peralatan dan Bahan

Keterangan :

1. Heating mantle
2. Magnetic stirrer
3. Labu leher tiga
4. Thermometer
5. Condenser
6. Pipet hisap
7. Pompa
8. Ember

Persiapan Bahan Baku


a. Minyak
Minyak yang digunakan dapat berupa minyak goring, minyak jelantah,
minyak CPO.
b. Metanol
c. Katalis NaOH
Analisa Bahan Baku
Analisa bahan baku dilakukan untuk mengetahui asam lemak bebas, asam lemak
total, dan berat jenisnya.

Prosedur Pembuatan Metil Ester :


1.) Reaksi Esterifikasi
1. Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat
hingga mencapai ukuran 100 ml.
2. Setelah minyak berbentuk liquid, masukkan minyak ke dalam labu leher
tiga yang telah dilengkapi dengan thermometer, pemanas, dan condenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 70C. Reaksi ini
berlangsung secara batch.

9
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

3. Campurkan methanol dan katalis dalam jumlah tertentu kedalam minyak


yang telah dipanaskan tersebut.
4. Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam.
5. Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan.

2.) Reaksi Trans Esterifikasi


Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi yaitu
1. Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali
pada suhu 70C.
2. Setelah mencapai temperature 70C, minyak tersebut ditambahkan dengan
campuran methanol dan katalis KOH dalam jumlah tertentu.
3. Reaksikan campuran minyak, alcohol dan KOH tersebut selama 1 jam,
reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.
4. Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta dihilangkan
alkoholnya.
5. Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metal
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah.
6. Metil ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara

mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50 C.
7. Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali hingga
hasil cucian terakhir terlihat bersih.
8. Terakhir lakukan pemanasan pada metal ester (biodiesel) sampai suhu 100
C untuk menghilangkan kadar alcohol yang masih ada pada biodiesel.
9. Lakukan percobaan yang sama untuk variasi minyak & methanol (1:1,
1:1,5, 1:2), perbandingan katalis H2SO4 (1%, 2%, dan 3%) serta
perbandingan katalis KOH (1%, 2%, dan 3%)
10. Metil Ester (biodiesel) dapat dianalisa.

10
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

KOROSI

I. Tujuan
1. Untuk mengetahui laju korosi pada logam besi , aluminium dan tembaga
yang telah mengalami perlakuan , yaitu : digores, dipukul, atau tidak
mengalami perlakuan, bila dimasukkan dalam media asam , basa , ataupun
netral.
2. Untuk mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3. Untuk mengetahui cara menghitung laju korosi.
4. Mengetahui macam macam korosi dan pengaruhnya pada industri kimia.

II. Tinjauan pustaka


Korosi merupakan suatu bentuk reaksi elektrokimia akibat interaksi
antara logam dan logam , atau sebagai suatu bentuk degradasi logam dari
keadaan berenergi tinggi ke energi rendah.
Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau penurunan kualitas
material yang disebabkan oleh reaksi dengan lingkungan atau kebalikan dari
proses metalurgi ekstraktif.
Biji besi yang terdapat di alam dalam bentuk oksida berada dalam
tingkat energi yang rendah karena mempunyai ikatan kimia yang stabil.
Untuk mengubahnya menjadi produk jadi seperti baja lembaran ataupun pipa,
diperlukan energi yang sangat besar, terutama pada waktu peleburan.
Sehinggga produk berada pada tingkat energi yang tinggi atau bentuk antara
yang tidak stabil.
Semua proses alam cenderung untuk merubah secara spontan kea rah
tercapinya suatu kesetimbangan. Oleh karena itu produk yang berada pada
tingkat energi tinggi cenderung berubah kembali menjadi bentuk asalnya.
Dalam industri dan konstruksi, korosi menjadi masalah terutama karena
menurunnya kekuatan logam atau tidak berfungsinya suatu sistem
sebagaimana mestinya. Misalnya pipa yang bocor akibat korosi erosi , tangki

11
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

yang bocor akibat korosi sumuran, lambung kapal menipis dan akhirnya
pecah akibat korosi merata, sebuah jembatan runtuh akibat korosi retak
tegang , dan lainnya.
Prinsip dasar korosi , adanya reaksi kimia disertai transfer elektron; meliputi
terpenuhinya empat syarat pokok, yaitu :

1. Hubungan listrik
2. Logam anoda
3. Logam katoda
4. Elektrolit

skema reaksi elektrokimia

Korosi baru terjadi bila terdapat keempat syarat ini terpenuhi :


1. Logam anoda
Logam dengan potensial antarmuka yang relatif lebih negatif dari logam
terhadapa mana ia berhubungan.
2. Logam katoda
logam dengan potensial antarmuka yang relatif lebih positif dari
terhadap mana ia berhubungan.
3. Hubungan listrik
Media yang dapat menghasilkan arus listrik yang berlangsung antara
anoda dan katoda. Pada umumnya hubungan listrik ini berupa
sambungan logam.
4. Elektrolit
Media pada mana logam yang anodik dan katodik berada. Elektrolit
dalam korosi dapat berupa air, tanah , dan udara basah.
Korosi , karena tidak seragamnya partikel logam timbul beda potensial antara
bagian yang aktif dan yang pasif.

12
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Di anoda
Oksidasi : M M+n + ne-

Di Katoda
Reduksi :
2H+ + 2e- H2 Pelepasan Hidrogen

O2 + 4H+ +4e- 2H2O Reduksi Oksigen dalam larutan asam

O2 + 2H2O +4e- 4OH Reduksi Oksigen dalam lar. Basa /


netral

Mk+ + l e- Mk-l Reduksi ion logam

M+n + n e- M Pengendapan logam

Bentuk Bentuk korosi


1. Korosi Merata (uniform corrosion)
Korosi yang menyerang logam secara merata pada semua bagian
permukaan logam, sehingga diperoleh laju korosi yang cenderung sama
di semua bagian.
2. Korosi Celah (crevice corrosion)
korosi yang terjadi pada daerah celahan, yaitu daerah yang terdapat pada
antara dua permukaan yang dilapiskan. korosi ini timbul karena
perbedaan konsentrasi oksigen di dalam dan di luar celah.
3. Korosi Erosi (erosion / abrasion corrosion)
Korosi yang disebabkan oleh adanya gerakan relatif antara fluida dengan
permukaan logam. Ada dua teori mengenai korosi ini; wear- oxidation,
korosi yang didahului keausan lalu oksidasi; dan oxidation-wear.
4. Korosi Sumuran (pitting corrosion)
Korosi yang menyerang logam secara lokal , yang terjadi pada daerah
anodik logam yang berlangusng secara terus menerus.

13
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

5. Korosi Retak Tegang (stress corrosion cracking)


Korosi yang terjadi akibat interaksi antara tiga hal pokok , adanya
tegangan , adanya linkungan yang korosif dan adanya logam yang rawan
korosi lokal pada lingkungan yang dimaksud.
6. Korosi Batas Butir (Intergranular corrosion)
Korosi yang menyerang batas butir logam, terjadi pada baja tahan karat
yang mengalami pemanasan pada suhu kurang lebih setengah dari
temperatur cair sehingga batas butir berbentuk karbida.
7. Korosi Selektif (selective corrosion)
korosi yang menyerang satu unsur logam dari sebuah logam paduan.
8. Kosori Galvanik
Korosi yang menyerang dua logam yang berbeda jenis yang saling
berhubungan. Perbedaan jenis logam menyebabkan perbedaan potensial
antarmuka kedua logam.
9. Penggetasan Hidrogen (hydrogen embrittlement)
Perubahan sifat mekanik logam akibat disusupi hidrogen. Penyusupan
ion hidrogen ini terjadi bila konsentrasi ion hidrogen dekat permukaan
logam cukup tinggi , terdapat pendorong untuk masuk ke logam.
10. Differential aeration corrosion
11. Freeting corrosion
12. Filiform corrosion
13. Corrosion fatique
14. Microbial corrosion
15. Dew point corrosion.

14
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Gambar bentuk bentuk Korosi

15
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Teknik Pengendalian Korosi


Proses korosi dapat dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi atau
reduksi atau dengan mencegah kontak langsung antara lingkungnan dengan bahan
konstruksi logam yang bersangkutan. Pada dasarnya kalau di dalam sistem tidak
terjadi perpindahan elektron, proses elektrokimia tidak akan berlangsung.
Bertolak dari kenyataan itu , teknik teknik pengendalian korosi yakni :
1. Design
Mencegah dengan pengaturan bentuk, letak , agar terhindar jebakan
elektrolit.
2. Material selection
Digunakan bahan yang tahan terhadap zat yang akan di-handle.
Hastelloy = HCl panas
Pb = H2SO4 encer
Cu/ Al = lingkungan atmosfer
Titanium = oksidator kuat
Tantalum = untuk ketahanan prima
Baja = H2SO4 pekat
Stainless steel = HNO3
Ni / Ni alloy = caustic
Monel = HF
Sn = Air aquadest

3. Coating (pelapisan)
Dilakukan dengan cara :
o Dipping ( pencelupan untuk logam yang berukuran kecil )
o Spraying ( penyemprotan untuk logam yang berukuran besar )
o Cladding (pembungkusan )
o Vapror deposisiton ( penempatan zat dalam serbut zat pelindung )
o Electrodeposition ( zat dilindungi di katoda, zat pelindung di anoda ,
dialirkan listrik selama waktu tertentu )
o Diffusion ( logam yang akan melindungi terdifusi ke permukaan
karena suhu tinggi ).
16
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

4. Pengaturan lingkungan
o Menurunkan suhu
o Flowrate diperkecil
o Menurunkan konsentrasi elektrolit (O2 dalam air dengan O2
Scavenger, hidrazin, Na2SO3)
o Penggunaan Inhibitor (bahan kimia yang jika ditambahkan dalam
lingkungan yang dapat mengkorosikan logam, dengan penambahan
sedikit saja efektif untuk mencegah korosi)

5. Proteksi katodik dan Proteksi anodik


Proteksi Katodik : mengubah struktur menjadi katoda semua dengan
member arus listrik DC dari luar atau anoda korban.
Proteksi Anodik : mengubah struktur menjadi anoda, yakni dengan
menggunakan logam yang dapat membentuk lapisan protektif seperti
stainless steel, titanium, vanadium, kromium.

Identifikasi dan pengukuran korosi


Ada dua macam cara identifikasi dan pengukuran kecepatan atau tingkat korosi :
1. Cara tidak merusak (Non Destruktive Test)
o Pengamatan visual
o Pengukuran dengan Micrometer
o Dye Penetration Test (PT)
o Magnetic Particle Test (MT)
o Ultrasonografi Test (UT)
o Eddy Current Test (ET)
o Radiografi (RT)
o Acoustic Emission (AE)
2. Cara merusak (Destruktive Test)
o Weight Loss Test
o Microscopic Investigation
o Cara Elektrokimia

17
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

III. Metodologi

ALAT DAN BAHAN

I. Alat :
1. Beker Gelas
2. Logam : Besi, Tembaga, Aluminium
3. Amplas
4. Dryer
5. Solder
6. Timah Solder
II. Bahan :
1. Aquadest
2. Larutan HCl 1 N, H2SO4 1 N, NaOH 1 N

PROSEDUR PERCOBAAN

I. Kasus Beda Potensial Logam yang Direkayasa.


1. Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian
celupkan ke dalam HCl. Keringkan logam dengan menggunakan dryer.
2. Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.
3. Rangkai logam yang telah dibersihkan dengan baterai yang telah
disiapkan.
4. Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, H2SO4 1
N, NaOH 1 N) dengan volume yang memadai untuk pengujian.
5. Masukkan logam yang telah dirangkai dengan baterai ke dalam cawan
yang berisi larutan.
6. Masukkan logam pembanding dalam cawan berbeda dengan larutan yang
sama. Perlu diingat bahwa logam pembanding ini sama dengan logam
yang dirangkai dan dicelup pada waktu yang bersamaan.
7. Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan phenomena yang
terjadi pada logam.

18
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

8. Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang ditentukan.


9. Bersihkan logam dari produk korosi (oksida) dengan cara diamplas dan
dicuci dengan aquadest, kemudian keringkan.
10. Timbang lagi berate benda uji setelah dibersihkan.

II. Kasus Hubungan Dwi Logam.


1. Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian
celupkan ke dalam HCl. Keringkan logam dengan menggunakan dryer.
2. Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.
3. Rangkai logam yang telah dibersihkan dengan logam penggandeng
(Tembaga, seng) yang telah disiapkan.
4. Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, H2SO4 1
N, NaOH 1 N) dengan volume yang memadai untuk pengujian.
5. Masukkan logam yang telah dirangkai ke dalam cawan yang berisi larutan.
6. Masukkan logam pembanding dalam cawan berbeda dengan larutan yang
sama. Perlu diingat bahwa logam pembanding ini sama dengan logam
yang dirangkai dan dicelup pada waktu yang bersamaan.
7. Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan phenomena yang
terjadi pada logam.
8. Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang ditentukan.
9. Bersihkan logam dari produk korosi (oksida) dengan cara diamplas dan
dicuci dengan aquadest, kemudian keringkan.
10. Timbang lagi berate benda uji setelah dibersihkan.

19
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

HASIL PENGAMATAN

Kasus Beda Potensial Logam yang Direkayasa.

Waktu pencelupan :
Waktu pengambilan :

1. Larutan HCL 1 N

No. Jenis Bahan Berat Awal Berat Akhir W1


1. Besi + Baterai
2. Besi

2. Larutan H2SO4 1 N

No. Jenis Bahan Berat Awal Berat Akhir W1


1. Besi + Baterai
2. Besi

3. Larutan NaOH 1 N

No. Jenis Bahan Berat Awal Berat Akhir W1


1. Besi + Baterai
2. Besi

20
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Safonifikasi

I. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dan proses Safonifikasi
2. Mengetahui cara menghitung konversi dan yield safonifikasi
3. Mengetahui cara menghitung neraca massa dan neraca panas safonifikasi

II. Tinjauan Pustaka


Safonifikasi adalah proses hidrolisis dari alkali pada lemak yang disengaja,
biasanya dilakukan dengan penambahan basa kuat (kaustik soda) membuat
alcohol dan garam dan sisanya asam.

Lemak + basa kuat sabun + gliserol


(gliserida) (garam) (alkohol)

Atau secara singkat safonifikasi merupakan suatu reaksi yang terjadi antara lemak
dan kaustik soda atau peristiwa dari ester- ester.

Proses Pembuat Sabun


Gliserida atau lemak ketel dipanasi dengan menggunakan pipa uap dan
selanjutnya ditambahkan NaOH sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang
terbentuk (Na-asetat) dapat diambil pada lapisan teratas dari campuran sabun,
gliserol dan sisa basa. Agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan, NaCl ditambahkan ke dalam campuran.

A. Jenis Sabun
Jenis sabun yang sering ditemui adalah:
1. Sabun Keras
Sabun keras adalah reaksi antara asam alkanoat suhu tinggi dengan NaOH
yang menghasilkan garam natrium.
21
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

2. Sabun Lunak
Sabun lunak adalah reaksi antara asam alkanoat dengan KOH yang
menghasilkan garam kalium.

B. Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak merupakan campuran ester-ester gliseril dari asam
lemak (fatty acid) atau trigliserda. Ada bermacam macam sumber aslinya yang
berbeda dan tergantung dari sifat sifat fisis dan kimia dari campuran ester. Ester
- ester tersebut dapat berbentuk solid (padatan), liquid (cairan), volatile saturated
(uap jenuh yang mudah menguap) dan sebagian senyawa yang unsaturated (tidak
jenuh). Komposisi trigliserida terdiri dari ester 5% gliserida dan 95% fatty acid
(asam lemak) yang merupakan gabungan dari ester-ester.
Formula dari gliserida
R = R = R

H C OOCR

H C OOCR

H C OOCR

Gugus tersebut diatas adalah merupakan ester-ester dari lemak atau gliserida.
Lemak-lemak adalah ester dari gliserol atau asam palmitat atau asam stearat.
Gugus alkyl (R), untuk masing- masing R, R, R bisa sama di dalam ikatan
molekulnya dan juga R = R = R. Hal ini tergantung dari ikatan molekul asam
lemak itu sendiri. Ester ester lemak suku tinggi dari asam lemak jenuh lebih
stabil. Sebagai contoh :

22
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

H H

H C OOC15H31 H C OOC17H35

H C OOC15H31 H C OOC17H35

H C OOC15H31 H C OOC17H35

H H

Karena sumber fatty acid merupakan bagian yang penting dari molekul
molekul gliserida dan merupakan bagian yang aktif maka sifat sifat fisis dan
kimia dari lemak sebagian besar tergantung dari sifat sifat fisis dan kimia setiap
komponen fatty acid.
Hasil dari hidrolisa lemak akan diperoleh gliserol dan fatty acid. Bila
ditambahkan kaustik soda kedalam larutan tersebut akan diperoleh sabun dari
asam lemak.
Reaksinya :
Gliseril tristearat + 3 NaOH Sodium tristearat + Gliserol

C. Soap (Sabun) dan Detergen


Istilah agen permukaaan aktif adalah meliputi soap (sabun) dan detergen,
wetting agent (agen basa) dan penetransts. Masing masing mempunyai aktifitas
dan sifat khusus yang berbeda pada kontak dua fase.
Surface active agent merupakan gabungan antara water attracting atau
hidrofilik group terhadap suatu molekul lainya. Detergen secara umum dapat
diartikan sebagai pembersih. Untuk memulai pengertian tentang detergen, dapat
dimulai dari sabun. Dimana sabun merupakan produk kaustik. Lemak merupakan
campuran dari gliserida dimana komposisinya berbeda-beda sesuai dengan
sumbernya. Trigliserilasetat adalah ester-ester yang terjadi bila glycerol alcohol
terhidrat digabungkan dengan asam lemak yang mempunyai sifat khusus tetapi
natural fat (lemak alami).

23
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Angka penyabunan adalah suatu bilangan yang menunjukan jumlah


milligram dari potassium hidroksida yang diperlukan untuk menyabun 1 gram dari
berat lemak/minyak. Minyak atau lemak terdiri dari asam asam lemak yang
mempunyai berat molekul reandah melalui proses safonifikasi menjadi berat
molekul tinggi dari asam lemak pada gliserida. Disamping pentingnya angka
penyabunan dalam proses pembuatan sabun, masih ada beberapa bilangan lainya
yang serta sekali hubunganya dengan proses pembuatan sabun. Bilangan tersebut
adalah:
a. Acid Value
Adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas didalam 1 gram minyak atau lemak.
b. Hanner Value
Adalah bilangan yang menyatakan persentase asam 0- asam lemak yang tidak
larut dalam lemak atau minyak.

Mekanisme Kerja Sabun


Kotoran yang melekat pada kulit atau pakaian ataupun benda - benda
lainya, pada umunya berasal dari lemak, minyak dan keringat, butir - butir tanah
dan sebagainya.
Zat - zat tersebut sangat sukar larut dalam air karena bersifat non polar.
Untuk itu diperlukan sabun untuk membersihkanya.
Suatu gugus sabun terdiri dari bagiam muka berupa gugus - COONa yang
polar serta bagian ekor berupa rantai alkyl yang bersifat non polar. Ketika sabun
dimasukan kedalam air maka sabun akan mengalami ionisasi. Gugus - gugus ini
akan membentuk buih, dimana akan mengarah kepada air (karena sama - sama
polar), sedangkan bagian yang lain akan mengarah kepada kotoran (karena sama -
sama non polar). Karena itu kotoran - kotoran terikat pada sabun dan terikat pada
air, maka dengan adanya gerakan tangan atau mesin cuci, kotoran tersebut akan
tertarik atau terlepas. Jika berupa minyak atau lemak, maka akan membentuk
emulsi minyak dalanm air dan sabun sebagi emulgator.

24
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Jika sabun bertemu dengan kotoran tanah, maka akan diabsorbsi oleh
sabun dan membentuk suspensi butiran tanah, air dimana sabun sebagai zat
pembentuk suspensi. Lemak adalah senyawa yang tak larut dalam air, dapat larut
dalam pelarut polar, misalnya eter atau chloroform. Secara kimiawi lemak dapat
diartikan sebagai trimester gliserol yang biasa disebut trigliserida.

25
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

III. Metodologi
3.1 Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan, yaitu :
Beaker glass 1000 ml 2 buah
Beaker glass 100 ml 1 buah
Termometer 1 buah
Gelas ukur 100 ml 1 buah
Pengaduk Kayu
Pemanas (water bath)
Neraca Analitis
Mortar

Bahan yang digunakan, yaitu :


Garam 15 gram
Aquadest 50 gram
Minyak sayur 225 gram
NaOH 75 Gram
Pewarna secukupnya

3.2 Prosedur Percobaan


1. Haluskan garam.
2. Panaskan air di waterbath, kemudian larutkan garam di dalamnya.
3. Campur minyak dan NaOH dan dipanaskan dalam water bath pada
temperature 800C sampai mendidih sambil diaduk terus.
4. Tambahkan larutan garam (dalam keadaan panas) dan pewarna ke
dalam campuran minyak dan NaOH sambil diaduk terus sampai
kental dan timbul minyak.
5. Pisahkan minyak dari campuran bahan dan timbang berat minyak
tersebut.

26
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

6. Campuran yang telah dipisahkan dimasukan kedalam wadah plastik


(yang ditimbang terlebih dahulu) dan timbang berat campuran dengan
wadah plastik.
7. Tunggu sampai 2 hari, kemudian timbang.

27
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Water Treatment

1. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses-proses yang terjadi dalam suatu peralatan water
treatment.
b. Mengetahui jenis-jenis peralatan dalam pengolahan air.
c. Mengetahui prinsip kerja dan manfaat dalam aplikasi kehidupan dan dalam
lingkungan pabrik.

2. Dasar Teori
Air yang berasal dari alam (ex.sungai) mengandung kotoran (impurities).
Impurities dalam air dapat dikelompokan menjadi dua jenis yaitu :
1. Impurities yang tidak larut (suspended solid).
Contoh : Partikel partikel halus yang menyebabkan air keruh, gas-gas
terlarut (ex: Oksigen, Karbondioksida, Hidro Sulfida, dan
ammonia. Mikroorganisme yang menimbulkan bau,dll.
2. Impurities yang larut (Dissolved solid)
Contoh : Calcium Bikarbonat, Natrium Klorida, Calcium Sulfat,
Magnesium Bikarbonat, garam-garam silikat, dll.

Metoda yang dipakai untuk kedua jenis impurities tersebut berbeda yaitu :
Suspended solid yang dihilangkan melalui proses : klarifikasi dan filtrasi.
Dissolved solid dihilangkan melalui proses : softening dan demineralisasi.

Klarifikasi adalah proses penghilangan suspended solid melalui


mekanisme : KOAGULASI, FLOKULASI dan SEDIMENTASI.
Clarifier dilengkapi dengan alat pengaduk (Mixer) sehingga proses
pencampuran dapat berlangsung dengan baik (homogen). Mixer tersebut
ada yang putaran cepat (high speed mixer) dan putaran lambat (low speed
mixer).

28
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Didalam Clarifier terjadi proses :


- Koagulasi
- Flokulasi
- Sedimentasi

Koagulasi : adalah suatu mekanisme penetralan dimana partikel


partikel koloid yang bermuatan (ionic) dinetralkan muatannya, setelah
muatannya netral maka partikel partikel tersebut bias / akan saling
mendekat / menempel satu sama lain dan mulai terbentu floc yang kecil
(pin floc).

Flokulasi : adalah suatu mekanisme dimana floc kecil yang sudah


terbentuk dalam proses koagulasi tadi, melalui suatu media flokulan
(ex.Poly-Electrolyte) digabungkan menjadi floc yang lebih besar sehingga
cukup berat untuk bias mengendap (settling).

Sedimentasi : adalah suatu mekanisme dimana floc yang sudah cukup


besar tadi akan mengendap dan turun ke bawah permukaan air dibawah
pengaruh gaya gravitasi.

PROSES KOAGULASI
Chemicals Alumunium Sulfat Al2(SO4)3 . 18 H2O (KOAGULAN)
Alumunium Sulfat (alum) sebagai koagulan diinjeksikan kedalam
clarifier dengan dosis berkisar antara (45 50) ppm, tergantung dari
kualitas raw water intakenya.
Fungsi alum adalah membentuk flok inti (pin floc)
Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3 + 3 Ca(OH)3 ---------> 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4)4

Al2(SO4)3 + 3 Ca(OH)3 ---------> 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4)4


29
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Proses Koagulasi berlangsung melalui 3 tahapan sebagai berikut :


1. Tahap pengadukan cepat (rapid-mixing) antara koagulan dengan air.
Faktor ini sangat penting dan diperlukan agar :
- Probability tumbukan antara partikel untuk netralisasi cukup besar
sehingga netralisasi sempurna.
- Distribusi koagulan dalam air cukup baik dan merata.
- Ada input energi yang cukup untuk tumbukan antara partikel dari
partikel partikel yang telah netral, sehingga bisa terbentuk pin-
floc.
2. Netralisasi muatan
3. Dengan adanya input energi dari pengadukan (mixing) tadi, partikel
yang telah dinetralkan, bertubrukan satu sama lain dan mulai terbentuk
floc kecil (pin-floc).

PROSES FLOKULASI
Pin-floc halus yang dihasilkan pada proses awal koagulasi masih belum
cukup besar untuk bisa mengendap (settling) dengan baik dibawah
pengaruh gravitasi.
Penggabungan pin-floc dapat dibantu / dipercepat dengan suatu
flokulan (bisa disebut coagulant aid = flocculant), yaitu suatu senyawa
polimer yang berantai panjang dan mempunyai berat molekul tinggi.
Sifat polimer flokulan biasanya tidak bermuatan (non-ionik) atau sedikit
kationik (slighty cationic) ataupun sedikit anionic (slightly anionic).
Rantai yang panjang dan banyak cabangnya (BM-tinggi) adalah
persyaratan utama bagi flokulan, dengan rantai yamg panjang dan
bercabang tersebut, flokulan dapat berfungsi sebagai jembatan
penhubung bagi pin-floc untuk membentuk suatu flok yang lebih
besar.
Jika mekanisme flokulasi diatas telah dipahami maka dapat terlihat
dengan jelas bahwa rantai flokulan tersebut harus diusahakan agar tidak
pecah / terputus dalam pemakaiannya.
30
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Apabila rantainya putus menajdi pendek, maka jumlah pin-floc yang


bisa diikat menjadi lebih sedikit sehingga floc yang terjadi tidak cukup
besar.

Proses Sedimentasi
Dasar teori yang dipakai untuk proses sedimentasi adalah hukum
STOKES dengan rumus sebagai berikut :
V = 18.5 D2 ( S1 S2) / Z .. Hukum Stokes
Dengan :
V = kecepatan jatuhnya partikel (pengendapan).
D = diameter partikel
S1 = densitas partikel
S2 = densitas media (fluida)
Z = viskositas media (fluida)
Dibagian atas Clarifier akan terbentuk air yang relatif sudah bersih,
untuk kemudian dialirkan dengan cara di over flowkan untuk kemudian
dialirkan ke unit filtrasi.
Proses filtrasi terjadi di Unit Sand Filter.
FILTRASI (penyaringan) dilakukan dengan menggunakan pasir
(sand), koral (gravel), dan anthrasit untuk menghilangkan / merduksi
zat tersuspensi (pin-floc) yang terikut bersama air umpan (dari outlet
clarifier). Secara periodik (24 jam), saringan harus di backwash untuk
menghilangkan flok yang tersaring di permukaan filter.
Air yang keluar dari sand filter kemudian dipompakan ke tangki
pengumpul (storage tank).
Untuk menjaga agar pH air bersih tersebut on specification (7.5-8.5)
maka diinjeksikan NaOH liquid.
Sedangkan kumpulan flok yang turun mengendap akan dibuang secara
intermitten melalui blowdown dengan tetap menjaga keseimbangan flok
di dalam clarifier agar tidak pecah/rusak ataupun jangan sampai flok
berlebihan.

31
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

Produk air bersih (treated water) ditampung pada storage tank dan siap
didistribusikan.
Distribusi air bersih (treated water) sbb :
1. Proses lebih lanjut untuk :
- Air minum (drinking water).
- Air Umpan Boiler (demineralized water)
2. Air Pendingin Sirkulasi (circulated cooling water).
3. Service water, penggunaan air dalam kilang.

Faktor faktor yang mempengaruhi proses Clarifier adalah sebagai


berikut ;
Dosis Koagulan dan Floakulan.
Pengadukan (Rapid Mixing).
Temperature.
pH (derajat keasaman).
warna raw water intake.
Level interface lumpur di Clarifier.
Blowdown dari Clarifier, dll.

FUNGSI CARBON ACTIVE FILTER (CAF)


Mengurangi / menghilangkan kandungan senyawa organik dengan cara
adsorpsi.
Mengurangi / menghilangkan kandungan oksidator (ex Chlorin, dll)
Mengurangi / menghilangkan zat padat (solid) yang tersuspensi dalam
air.

32
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

3. Alat dan Bahan


Alat :
- Clifier.
- Sand Filter.
- Batang Pengaduk.
- pH meter.

Bahan ;
- Tawas.
- Alumunium Sulfat.
- Air Comberan 4500 ml.
- Air Rawa 4500 ml.

4. Prosedur Percobaan.
a. Persiapkan peralatan Water Treatment agar dapat digunakan.
b. Persiapkan air yang akan dimasukkan ke dalam Water Treatment.
c. Analisa pH meter serta bagaimana kondisi air.
d. Masukkan air kedalam Clarifier lalu diberikan Alumunium Sulfat
sebanyak 7 gram.
e. Aduk air dalam Clarifier dengan pelan sampai zat pengotor dalam air
mengendap.
f. Uji pH meter pada air di Clarifier.
g. Masukkan air kedalam sand filter, sebelumnya ditimbang dulu air yang
akan dimasukkan.
h. Setelah air melalui sand filter, analisa bau, warna serta pH air tersebut.
i. Timbang berta air yang telah melalui sand filter.
j. Hitung % yield air tersebut.
k. Buat hasil gambar sebagai pembanding.

33
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

34
Laboratorium Unit Proses II Teknik Kimia Universitas Jambi

DAFTAR PUSTAKA

Coulson, J.M, J.F. Richardson, J.R Backhurst, dan J.H. Harker. 1991. Coulson
Richardsons Chemical Engineering Series, Volume 2: Particle
technology And Separation Processes. Fouth edition. Butterworth
Heinenmann.

Coulson, J.M,. J.F. Richardson, J.R. Backhurst, dan J.H Harker. 1979. Coulson
Richardsons Chemical Engineering Series, Volume 5. Solutions to the
Problem Chemical Engineering Volume 2. Pergamon Press.

Holland, F.A. dan F.S Chapman. 191966. Liquid Mixing and Processing in
Stirred Tanks, New York: Reinhold Publishing Coorporation.

Ludwig, E.E. 1979. Applied Process Design for Chemical and Petrochemical
Plant Volume II. Second Edition. Houston, Texas. Gulf Publishing
Company.

McCabe,Warren L. Julian C.Smith, dan Peter Harriot. 1993. Unit Operations of


Chemical Engineering. Fifth Edition. United states of America: McGraw
Hill.

Perry, Robert H dan Don Green. CH.1999. Perrys Chemical Engineers


Handbook. Edisi Ketujuh USA: McGraw-Hill.

Snnott,R.1983.Coulson Richardsons Chemical Engineering Series, Volume 6:


Chemical Engineering Design. Second Edition Rev Pergamon Press.

Treyball,Robert E.1987. Mass Transfer Operation. Edisi Ketiga, USA: McGraw-


Hill Company.

35

Anda mungkin juga menyukai