Anda di halaman 1dari 65

PRAFORMULASI

SEDIAAN PARENTERAL
Tujuan Perkuliahan
Praformulasi Sediaan Steril :
Peserta kuliah akan dapat :
1. Menjelaskan sediaan steril dari
aspek : keuntungan-kerugian, macam-
macam sediaan parenteral sesuai
dengan bentuk dan rute pemakaiannya
2. Menjelaskan aspek praformulasi
sediaan steril
Pustaka :

1. Turco, S. and King, R.E. Sterile


Dosage Form, Their Preparation and
Clinical Application. 2nd ed. Lea
Febiger, Philadelphia. 1979
2. Banker, G.S. and Rhodes C.T. Modern
Pharmaceutics, Marcel Dekker Inc.,
New York. 1979
3. Gibson, M. (Ed). Pharmaceutical
Preformulation and Formulation. CRC
Press, Florida. 2004.
SEDIAAN STERIL

PERSYARATAN :
1. BEBAS MIKROORGANISME
2. BEBAS PARTIKEL
3. BEBAS PIROGEN

PEMAKAIANNYA LANGSUNG , PADA JARINGAN


TUBUH ATAU DIGUNAKAN PADA BAGIAN TUBUH LAIN
YANG TIDAK MEMPUNYAI SISTEM PERTAHANAN
TUBUH PRIMER( KULIT DAN MEMBRAN MUKUS)
SEDIAAN STERIL
Injeksi Intravena pertama dibuat pada abad
17
1628 : Sir Christoper Wren : menyuntikkan opium
pada hewan coba
1657 : Major, Elsholtz & Fabricius : menyuntik
secara iv pada manusia
1853 : Dr. Alexander Wood : menyuntik Sub
Kutan
1926 : Ketentuan Resmi tentang sediaan injeksi
( di National Formulatory)
KEUNTUNGAN PENGGUNAAN
SEDIAAN PARENTERAL

1. Respon fisiologis cepat, penting untuk


beberapa penyakit : serangan jantung,
asma, shock
2. Sebagai alternatif bila pasien tidak
dapat menggunakan sediaan oral
3. Ketergantungan pada dokter, dapat
digunakan untuk memaksa agar
pasien kontrol ulang
Lanjutan …

4. Dapat digunakan untuk terapi lokal


(gigi, anestesi)
5. Efektif untuk terapi pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
6. Efektif untuk membantu pemberian
nutrisi
KERUGIAN PENGGUNAAN SEDIAAN
PARENTERAL

1. Memerlukan tenaga kesehatan yang


terampil
2. Memerlukan kondisi khusus ( aseptis
dsb.)
3. Lebih mahal
4. Bila muncul efek samping, sulit
mencegah atau mengatasinya
SEDIAAN STERIL

1. SEDIAAN PARENTERAL

2. SEDIAAN OPTHALMIK
MACAM-MACAM BENTUK SEDIAAN
STERIL

1. Sediaan Parenteral
2. Sediaan Tetes Mata, Cuci Mata
3. Cairan Irigasi
4. Salep mata, salep luka bakar
5. Serbuk Steril
MACAM WADAH SEDIAAN PARENTERAL

VIAL BOTOL
AMPUL

KANTONG (BAG) BOTOL PLASTIK BOTOL INFUS


MACAM-MACAM SEDIAAN BERDASAR
CARA PENYUNTIKANNNYA

1. Sub Kutan :- disuntikkan bawah kulit


- Volume maks = 1 ml

2. Intra Muskuler : - disuntikkan ke otot


- Volume 2 ml – 5 ml

3. Intra Vena : - disuntikkan ke vena


- Volume 1 ml – 3 liter / hari
4. Intra kutan: - disuntikkan kedalam kulit
- Volume : 0,1 ml – 0,5 ml

5. Intra tekal : - disuntikkan ke sumsum tlg belakang


- Volume 1 ml – 2 ml

6. Intra artikuler : - disuntikkan ke sendi


- Volume 1 ml – 2 ml

7. Intra kardial : - disuntikkan ke rongga


jantung
- Volume besar ( mis. Infus glukosa)
Rute Pemakaian Sediaan
Parenteral

1. Intravena ( IV )
2. Intra muskular
3. Sub Cutan (SC )
4. Intra Derma/Intra kutan
5. Intra Artikular
6. Intra Arterial
7. Intra Spinal
SEDIAAN PARENTERAL :
I. Intravena

Ada 2 macam :
IV bolus : digunakan langsung secara intra vena
dalam waktu yang cepat (hanya beberapa detik-
menit)

IV drips : diberikan perlahan, dalam waktu yang lama


(infus)
Karena langsung disuntikkan pada intravena, onset of
action cepat, dapat diprediksi dan dan
availabilitas100%

Lama Kerja Obat tergantung pada :


a. Dosis Awal b. Metabolisme c. Eksresi
Lanjutan intravena…..
Volume 1 ml – 100 ml (Jarum 1 ½ in , 20 atau
22 Gauge) pada vena besar proksimal pd.
Lengan depan

Sirkulasi darah mempunyai pengaruh


pengenceran pada sediaan parenteral vena,
mengurangi rasa sakit pada dinding (sesuai
obat yg. mengiritasi)

Dosis tunggal lebih dari 10 ml harus bebas


pirogen dan bila lebih dari 15 ml :tidak boleh
mengandung bakterisida
Lanjutan intravena…..

Kadar obat dalam serum langsung tinggi :


hati-hati dengan toksisitas obat. Solusi :
penyuntikan perlahan
Obat dengan kelarutan rendah : dapat
mengendap dan menimbulkan emboli.
Solusi : pelarut yang sesuai dan
penyuntikan perlahan
Propilen glikol dapat menyebabkan
hiperosmolaritas pada bayi
Obat dengan kelarutan dalam lemak tinggi
misal diazepam dapat menembus sawar
otak
II. Intramuskular ( otot)

Untuk obat yang bila diberikan dibawah


kulit menimbulkan iritasi, bisa disuntikkan
kedalam serabut otot ,yang terletak
dibawah sub kutan
Tempat penyuntikan (a.l):
a. Otot gluteus(pantat),
b. Deltoid (lengan atas)
c. Otot vastus lateralis

Volume 1 – 3 ml ( bila diperlukan 10 ml,


dosis terbagi , penyuntikan dilakukan di
otot gluteus)
Vastus
Lateralis
Muscle
Lanjutan intramuskular…….

Jarum : 1-1 ½ in ; 19-22 gauge (1 ½ in dan 22


gauge)
Terjadi kerusakan jaringan. Untuk mengurangi rasa
sakit, otot harus relaks, disuntikkan perlahan
Bentuk sediaan i.m. : larutan,emulsi o/w, emulsi w/o,
suspensi dalam air maupun minyak, suspensi koloid
Lebih aman dibanding IV dan efek lebih lama
Penyuntikan di deltoid lebih cepat mula kerjanya
Obat tidak larut dalam air : digunakan pelarut
propilen glikol atau mineral oil
Lanjutan intramuskular……

Dapat digunakan untuk depo / membentuk


depot pada
otot , sehingga pelepasan dapat berjalan
lambat
dalam waktu yang lama

Pelepasan dipengaruhi oleh :


a. Kekompakan depot d. Ukuran partikel
b. Rheologi e. Sifat pembawa
c. Konsentrasi obat f. Volume
III. Sub Kutan / Hipoderma
( Bawah Kulit)

Disuntikkan pada bagian bawah kulit, pada lapisan


lemak di bawah kulit (aman untuk injeksi)
Volume maksimal 1 ml. Dapat ditambah vasokonstriktor
untuk melokalisir efek obat. Bila digunakan volume 3-4
ml, harus dikombinasi dengan hialuronidase
Jarum yang digunakan : ½ - 1 in; 22 gauge (atau <)
Saat penyuntikan harus diperhatikan jangan sampai
menembus vena
Lokasi penyuntikan dapat dipijat untuk membantu
absorbsi. Efek lebih lambat dibanding IM
Dapat digunakan untuk alternatif pengganti intra vena,
bila vena sulit ditemukan
Lanjutan sub kutan …….

Penyuntikan sub kutan dapat


mengakibatkan terjadinya abses, nekrosis
atau radang

Tempat penyuntikan : lengan, kaki atau


abdomen. ( bila diperlukan penyuntikan
rutin, lokasi dapat diganti-ganti)
IV. Intra arterial

Diinjeksikan pada arteri, misal :


contrast radiopague
1. Harus hati-hati
2. Resiko Terjadinya kerusakan serabut
syaraf
3. Dosis harus minimal dan diberikan
bertahap
V. INTRA ARTIKULAR

Disuntikkan pada Joint (persendian)


Misalkan unutk lokal anestesi pada
rekonstruksi ligamen
VI. Intraderma/Intrakutan

Disuntikkan pada lapisan dermis dari kulit

Misalkan untuk test alergi, antigen, vaksin


Volume sangat kecil : 100-200 ul ( ± 50 ul)
dan harus isotonis
Jarum yang digunakan ½ in atau 5/8 in; 25-
26 gauge
VII. INTRA SPINAL

Disuntikkan pada tulang belakang, misalkan daerah


epidural dan intra thekal

Epidural = daerah diluar dural, jadi tidak pada


cairan cerebrospinalis

Intra Thekal = langsung pada cairan serebrospinalis


SEDIAAN PARENTERAL
BERDASARKAN VOLUME

1. Small Volume Parenteral


(Volume < 100 ml )

2. Large Volume Parenteral


( Volume > 100 ml )
Single dose, Tidak mengandung pengawet
3. Bebas pirogen (≥10 ml )
Large Volume Parenteral

1. Hiperalimentasi Parenteral:
Penggunaan nutrisi dalam jumlah
besar, misal : karbohidrat, asam
amino dan vitamin) yang diberikan
kepada pasien yang tidak mendapat
asupan nutrisi per oral
Lanjutan large volume …..
2. Larutan Dialisis Peritoneal
a. Disuntikkan langsung pada perut,
selanjutnya dikeluarkan lagi
b. Tujuan : mengeluarkan bahan toksik
pada tubuh meningkatkan kerja ginjal
c. Kandungan larutan dialisis peritonial :
glukosa, ion-ion lain yang terkandung
pada cairan ekstraseluler
Lanjutan large volume …..

3. Larutan Irigasi
a. Digunakan untuk mencuci,
menyemprot atau membersihkan
body cavity maupun luka
b. Larutan irigasi tidak boleh untuk iv ,
tapi larutan iv bisa digunakan untuk
isrigasi (misalkan normal saline)
PRAFORMULASI
SALAH SATU TAHAP DALAM PROSES
BIDANG RISET DAN PENGEMBANGAN ,
DIMANA PARA PENELITI PRAFORMULASI
MELAKUKAN KARAKTERISASI TERHADAP
SIFAT2 FISIKA, SIFAT2 KIMIA DAN I
SIFAT2 MEKANIS DARI BAHAN OBAT
DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN
BENTUK SEDIAAN YANG AMAN, EFEKTIF
DAN STABIL
 Praformulasi :
Penerapan prinsip biofarmasi pada
parameter fisika kimia suatu obat,
dengan tujuan untuk menghasilkan
rancangan pelepasan obat yang
optimum.
Karakterisasi molekul obat merupakan
tahapan yang penting dalam fase
praformulasi .
SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN OBAT
1. Rumus Molekul / Bobot Molekul .
2. Warna
3. Bau
4. Titik leleh
5. Profil Thermal Analysis
6. Potensial Higroskopisitas
7. Spektra Absorbansi
8. Kelarutan
9. Stabilitas (suhu, pH, cahaya dsb.)
1. Rumus Molekul/Bobot Molekul

Merupakan karakter dasar dari bahan obat , dapat


digunakan untuk menduga reaksi dapat dialami
bahan tersebut . Sebagai contoh :
a. Hidrolisa : ester, amida, thiohalida,thioester
b. Oksidasi : aldehida, amina, alkohol,fenol
c. Dekarboksilasi : dekarboksilasi asam karboksilat
(RCOOH) akan terjadi bila R: dapat menarik
elektron secara kuat, misal fenil, -CCl3, -
CN
2. Warna

Warna suatu bahan ada hubungannya dengan


derajat ketidak jenuhan molekul suatu
senyawa

Intensitas warna terkait dengan besar kecilnya


konjugasi dengan senyawa tidak jenuh
Contoh : Chromophore –NH2, -NO2, -CO-
(keton) akan meningkatkan intensitas warna

Perubahan warna dapat menjadi indikasi


stabilitas bahan
4. Ukuran Partikel, Bentuk Partikel dan
Kristalinitas

Ukuran partikel dan bentuk partikel


dapat dianalisis dengan
menggunakan evaluasi mikroskop :
misal Scanning Electrone Microscope
(SEM)
Bentuk Kristal - Bentuk Amorf :
kelarutan, stabilitas, bioavailabilitas
5. Titik Leleh

Penentuan titik leleh sangat penting untuk indikasi


awal kemurnian bahan , sebab keberadaan
kontaminasi walaupun jumlahnya sangat sedikit,
sudah cukup untuk mempengaruhi titik leleh :
- Titik leleh turun
- Rentang titik leleh melebar
Perubahan titik leleh (juga perubahan volume dsb)
harus dicatat dan dievaluasi lebih lanjut, karena
kemungkinan terjadi : transisi polimorfisme,
oksidasi dsb.
6. Profil Analisis Thermal

Sintesis bahan obat sering menggunakan


pemanasan, sehingga menghasilkan
bahan obat dengan profil suhu tertentu :
pelepasan panas (eksoterm) atau
penyerapan panas (endoterm)
Teknik yang digunakan : DTA atau DSC.
Peristiwa eksoterm atau endoterm
menjadi indikasi adanya perubahan fase,
misal : transisi, polimorfisme, sublimasi
7. Higroskopisitas

Bahan yang sangat higroskopis dapat


mempengaruhi sifat fisika kimia
obat,sehingga mempersulit proses
pembuatan sediaan farmasi, memerlukan
kondisi tertentu

8. Spektra Absorbansi
Molekul yang strukturnya tidak jenuh dapat
mengabsorbsi cahaya pada rentang frekuensi
tertentu : untuk analisis kualitatif/ kuantitatif
9. Kelarutan

Penentuan kelarutan penting , sebab :


1. Berpengaruh pada bioavailabilitas
obat
2. Berpengaruh pada laju pelepasan
3. Berpengaruh pada efektifitas terapi

Kelarutan diuji dengan menggunakan


berbagai solven yang digunakan dalam
formulasi, diantaranya adalah :
Pelarut yang digunakan untuk studi
preformulasi adalah :

I. Air VIII. Benzyl Alcohol


II. Polyethylene Glycols IX. Isopropyl Alcohol
III. Propylene Glycol X. Tweens
IV. Glycerin XI. Polisorbate
V. Sorbitol XII. Minyak Jarak
VI. Ethyl Alcohol XIII.Minyak Kacang
VII. Methanol XIV. Minyak Wijen
XV. Buffers berbagai pH
10. Stabilitas
- Stabilitas terhadap suhu
- Stabilitas terhadap cahaya
- Stabilitas terhadap Oksigen
- Sabilitas terhadap pH
- Stabilitas terhadap otoklaf
PEDOMAN DASAR UNTUK
PEMBUATAN LARUTAN
PARENTERAL
1. Pemilihan Volume
- Small Volume Parenteral biasanya untuk
sekali penggunaan, dan disebut bolus
- Bila small volume parenteral digunakan
untuk dicampur dengan infus, biasanya
dibuat lebih pekat ( larutan infus yang
mengencerkan)
Pertimbangan Pemilihan
Volume :
1. Rute pemakaian
2. Kelarutan
3. Stabilitas

Bila total volume melebihi batas


penyuntikan, dapat disuntikkan di 2
tempat
2. Pemilihan pH
Pertimbangan :
1. pH stabilitas
2. pH kelarutan
3. Target pH = 7,4 sesuai dengan pH
tubuh
Toleransi tubuh intra vena ( pH 2-12
bisa ditolerir walaupun tidak
direkomendasi)
Lanjutan pemilihan pH…..

4. Intra muskuler dan sub kutan, toleransi


lebih sempit, yaitu : 3 – 11,
pH < 3 : rasa sakit dan pheblitis
pH > 9 : nekrosis pada jaringan

5. Buffer dihindari hanya digunakan bila


perubahan pH mempengaruhi kelarutan
dan stabilitas secara bermakna
Masalah stabilitas, konsentrasi larutan
buffer harus rendah

Masalah kelarutan, konsentrasi


larutan buffer harus tinggi, agar
waktu terjadi pengenceran, tidak
terjadi presipitasi
6. Larutan buffer yang dapat
digunakan adalah :
- Buffer Citrat dan Acetat : untuk
larutan pH rendah
- Buffer Phosphat : untuk larutan pH
tinggi
7. Kapasitas buffer harus menjadi
pertimbangan
3. Pertimbangan Sterilitas
Proses sterilitas merupakan hal mutlak dan
harus menjadi perhitungan pada setiap
tahap.
1. Stabilitas terhadap sterilitasi panas
basah. Dengan demikian, faktor-faktor
lain yang terkait dengan kenaikan suhu,
harus dipertimbangkan, misalnya pH
2. Preservatif dihindari, kecuali pada
multiple dose
4. PERTIMBANGAN TONISITAS

Diusahakan sediaan parenteral isotonis (0,9%


Na Cl) atau Osmolaritas = 280-290 m Osm/l

Toleransi tonisitas untuk Small Volume


Parenteral, cukup luas

Larutan hipotonik dapat dibuat isotoni dengan


menambahkan eksipien :
- Na Cl
- Mannitol
- Dekstrose
PERMASALAHAN DALAM
PRAFORMULASI
1. KELARUTAN RENDAH

2. STABILITAS RENDAH
1. UPAYA MENINGKATKAN
KELARUTAN
1. Kosolven
Penggunaan kosolven, secara umum 10%
Upaya awal mengatasi permasalahan kelarutan

Jenis kosolven tergantung pada :


- Rute pemakaian
- Kecepatan penggunaan
- Untuk terapi penyakit kronis (penggunaan
jangka lama) atau tidak
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan …..
2. Mengatur pH :
- Obat bentuk garam dapat ditingkat
kelarutannyadengan mengatur pH
larutan
- Sediaan yang digunakan secara im
dan sc, harus diperhatikan karena pH
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
dapat menimblkan rasa sakit
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan …..
3. Pembawa Non Aqua
Untuk intra muskular (misalkan:
sediaan lepas lambat)
Sering digunakan : oleum sesami
Minyak tumbuhan sering
menimbulkan alergi, maka harus
dicantumkan pada label
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan …..
4. Penambahan surfaktan
Surfaktan yang sering digunakan =
polisorbat
Konsentrasi penggunaannya sangat rendah,
yaitu : 0,5 %
Sediaan yang mengandung surfaktan kadar
tinggi, harus diencerkan sampai kadar
tertentu
Contoh Cordarone mengandung polisorbat
10%, harus diencerkan sampai 1,2%
Etoposide , mengandung polisorbat 8%
Harus diencerkan sampai 0,6%
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan …..
sediaan parenteral im dan sc dapat
menggunakan
polisorbat 80 dengan kadar lebih besar,
12%
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan …..
5. Kompleksing agent
Contoh :
a. Siklodekstrin ( α, β dan γ )
Siklodekstrin yang sering digunakan adalah :
hidroksipropil β Siklodekstrin

b. Sulfabutylether

Anda mungkin juga menyukai