Dosen Pengampu :
Ibu Apt. Silfi Nurafni, M. Farm
Disusun oleh
Nama : Anisa Pebrianti (20012039)
Kelas : S1 B Reguler Khusus
Semester : 6 (Enam)
2.1 Mencit
Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk
kedalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memilliki
beratantara 25 - 40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas
mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih
dan mata merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998). Mencit merupakan hewan
yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang
dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal.
Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki
karakteristik yang berbeda,seperti mencit lebih penakut dan fotofobik,
cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah ditangani, lebih
aktif pada malam hari (nocturnal),aktifitas terganggu dengan adanya manusia,
suhu normal 37,4°C, laju respirasi 163/menit sedangkan pada hewan tikus
sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat fotofobik, lebih resisten
terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan sesama sangat kurang atau
diperlakukan secara kasar akan menjadi liardan galak, suhu normal 37,5°C,
laju respirasi 210/menit pada mencit dan tikus persamaannya gigi seri pada
keduanya sering digunakan untuk mengerat / menggigit benda-benda yang
keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji
diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Di dalam
suatu dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai dengan
data mengenai penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila obat itu
diaplikasikan kepada manusia dilakukan perbandingan luas permukaan tubuh.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran
/ biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau
sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara
lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewanadalah
berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar ataukecil)
serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan
kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga
bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).
2.3 Midazolam
Midazolam adalah obat penenang yang biasa digunakan sebelum tindakan
operasi. Obat ini dapat mengurangi rasa cemas, serta membuat pasien rileks
dan mengantuk sebelum operasi. Midazolam juga diberikan kepada pasien
perawatan intensif yang membutuhkan ventilator.
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepine. Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan aktivitas zat kimia alami GABA (gamma-
aminobutyric acid) di sistem saraf pusat. Cara kerja ini akan menimbulkan
efek tenang, rileks, dan kantuk. Selain sebagai obat penenang sebelum operasi,
midazolam juga digunakan untuk meredakan kejang pada status epileptikus,
yaitu kejang yang terus berlangsung atau berulang hingga 5 menit atau lebih.
Dosis midazolam pada pasien sebagai pembiusan yaitu :
Pasien yang sudah minum obat penenang: 0,15–0,2 mg/kgBB melalui
suntikan IV lambat.
Pasien yang belum minum obat penenang: 0,3–0,35 mg/kgBB melalui
suntikan IV lambat.
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat
Spuit 1 cc
Sonde oral
Gelas piala
Batang pengaduk
Stopwatch
Desikator
3.2 Bahan
3 mencit tiap pecobaan
Midazolam iv
Aquadest
2. Intravena
Masukkan mencit Rendam ekor dengan air hangat sampai
pada botol , keluarkan pembuluh darah lebar, suntikkan pada
ekornya ekor dengan memegang ujung ekor
3. Intraperitonial
4. Subkutan
Suntikkan pada bagian Jangan sampai darah keluar, bila
tengkuk mencit ada darah penyuntikkan masuk
dalam pembuluh darah dan harus
diulangi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Pengamatan Percobaan
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat
terhadap absorbsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga
merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek
yang merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang digunakan adalah tubuh hewan
(uji invivo). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena metabolisme dalam
tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai
objek
pengamatan.Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan
melalui cara oral, intravena, subkutan, dan intraperitoneal.
Pertama, dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk kesaluran
intestinal) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar tidak
membahayakan bagi hewan uji. Pemberian obat secara oral merupakan cara
pemberian obat yang umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah.
Namun kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi
bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama. Sedangkan
pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena,memiliki keuntungan
karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan
pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat
dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung
dengan respons penderita. Sedangkan rute pemberian yang cukup efektif
adalah intra peritoneal (i.p.) karena memberikan hasil kedua paling cepat
setelah intravena. Namun suntikan
i.p. tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu
besar (Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995).
Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah
dilihat dan dapat membuat obat langsung masuk ke pembuluh darah).
Keuntungannya obat cepat masuk dan bioavailabilitas 100%, sedangkan
kerugiannya perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi,
resiko terjadi kadar obat yang tinggi kalau diberikan terlalu cepat.
Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk
hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat
dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya
dalam pemberian obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal
ditempat injeksi.
Keempat dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga
perut). Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi.
Keuntunganadalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan
diabsorpsi cepat,sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Pada percobaan ini,
kelompok kami menggunakan 3 ekor mencit untuk masing-masing cara
pemberian obat ttal mencit yang digunakan ada 12 ekor mencit. Banyaknya
volume obat yang akan diinjeksi utuk mencit dibuat terlebih dahulu larutan
blanko yang sudah dihitung pada perhitungan diatas, untuk pemberian melalu
ip dan po diberikan sebanyak 1 ml sedangkan cara pemberian melalui sc dan
iv diberikan sebanyak 0,5 ml.
Obat yang digunakan dalam percobaan yaitu midazolam yang memberikan
efek menenangkan pada mencit. Dosis yang digunakan yaitu dosis manusia
0,75 mg yang dihitung sesuai dengan dosis pada mencit.
Pada hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa paling muncul cepat
waktu efek obat yang muncul yaitu dengan cara pemberian intraperitonial
denga waktu rata-rata 7,6 detik, dilanjutkan dengan cara pemberian subkutan
dengan waktu 8 detik, lalu dengan cara pemberian oral waktu 17,6 detik dan
yang terakhir atau waktu terlama muncul efek obat dengan cara pemberian
obat iv dengan waktu 35 detik.
Hal ini tidak sesuai literatur dimana pada pemberian obat dengan cara
intravena, yang menurut literatur reaksi obatnya akan berlangsung dengan
cepat. Tapi pada saat praktikum kami tidak mendapatkan hasil dikarenakan
kegagalan dalam penyuntikan, pada saat penyuntikan, jarum suntik yang
digunakan kemungkinan kurang tajam sedangkan ekor dari mencit sangatlah
keras sehingga kemungkinan obat yang disuntikan tidak masuk kedalam
pembuluh vena pada ekor mencit. Pada pemberian obat secara subkutan dan
intraperitonial mempunyai efek yang cepat karena saat penyuntikan obat
masuk semua tidak ada yang berceceran sehingga dosis sesuai dan lebih tinggi
dari dosis cara pemberian iv yang pada saat pemberian obat tidak masuk
semua dan berceceran. Pada saat hilang kesadaran menci terlihat lemas
Untuk pengamatan hilangnya waktu obat tidak bisa ditentukan karena ada
data waktu pada pemberian obat secara iv dan ip yang kosong karena esadara
mencit belum sadarkan diri. Jadi data untuk mengetahui lama waktu sadar
tidak akurat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi dosis yang dberikan akan memberikan efek yang lebih cepat.
Dan hasil pratikum onset of action dari rute pemberian obat secara ip lebih
cepat dan cara pemebrian iv efek muncul obat lebih lambat. Hal ini dapat
terjadi mungkin karena Kesalahan penyuntikan dapat menyebabkan
ketidaktepatan dosis yang diberikan kepada hewan uji, sehingga hasil yang
diperoleh pun tidak akurat.
5.2 Saran
Pada saat praktikum alangkah baiknya mempejari cara pemberian obat
trelebih dahulu agar pada saat pemberian obat pada mencit tepat dan
pengamatan yang dihasilkan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Pemberian obat
secara IP
Pemberian obat
secara peroral
Sonde Oral