Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

PERCOBAAN I
DASAR EKSPERIMEN FARMAKOLOGI

Dosen Pengampu :
Apt.Baiq Nurbaety, M.Sc

Penyusun :
Nama : Nabila Rahmatina Zaen
Nim : 2020E1C071
Kelas : 3B

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN AJARAN 2021-2022
PERCOBAAN I
DASAR EKSPERIMEN FARMAKOLOGI

A. TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa mampu menerapkan prinsip kerja dasar-dasar eksperimental


farmakologi.

B. DASAR TEORI

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh
termasuk menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara
oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan
petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur,
berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk
pemakaiannya.

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa


terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu
kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan
yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan
farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of weighing). Obat
didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu,
misalnya membuat seseorang infertil atau melumpuhkan otot rangka selama
pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan
farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan
obat.

Banyak obat, banyak juga cara pemberiannya kepada pasien. Sediaan per-
oral sering kita temukan dalam perkembangan pemberian obat. Namun, banyak
Cara Pemberian & Minum Obat ke pasien selain per-oral. Mengapa hal ini terjadi?
Cara Pemberian Obat Ke Pasien didasarkan beberapa faktor, diantaranya: Faktor
Formulasi. Faktor zat aktif serta stabilitasnya menjadi alasan bahwa obat dibuat
dalam sediaan yang cocok untuk zat aktif tersebut.

Pemberian obat ikut juga dalam menentukan cepat lambatnya dan lengkap
tidaknya resorpsi suatu obat. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek
sistemik (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat) dan keadaan pasien serta
sifat-sifat fisiko-kimiawi obat, dapat dipilih di antara berbagai cara untuk
memberikan obat.

 Untuk Memberikan Efek Sistemik (Obat disebar ke seluruh tubuh)

1. Oral:

Yaitu pemberiannya melalui mulut, mudah dan aman pemakaiannya. lazim


dan praktis, tidak semua obat dapat diberikan per-oral, misalnya Obat yang
bersifat merangsang (emetin. aminofilin) atau yang diuraikan oleh getah lambung
(benzilpenisilin, insulin dan oksitoksin), dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum
diedarkan ke tempat kerjanya, dapat juga untuk mencapai efek lokal misalnya:
obat cacing, obat diagnostik untuk pemotretan lambung usus, baik sekali untuk
mengobati infeksi usus. Bentuk sediaan oral: Tablet, Kapsul, Obat hisap. Sirup
dan Tetesan.

2. Injeksi

Yaitu pemberiannya dengan jalan suntikkan, efek yang diperoleh cepat, kuat
dan lengkap. keberatannya lebih banyak dari pasien, alat suntik harus steril dan
dapat merusak pembuluh darah atau syaraf jika tempat penyuntikkannya tidak
tepat. Terutama untuk obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung
atau tidak tidak diresorpsi oleh dinding usus.

Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan :

A. Mencit

1. Pemberian Obat secara Oral

Gavaging digunakan untuk dosis seekor binatang dengan volume tertentu


materi langsung ke dalam perut. Hanya khusus, tersedia secara komersial jarum
gavage harus digunakan untuk mencoba prosedur ini. Jarum untuk injeksi secara
peroral (Oral Gavage) memiliki karakter ujung tumpul (bulat). Hal ini untuk
meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan diberikan
sediaan uji. Proses pemberian dilakukan dengan teknik seperti pada gambar
dibawah ini. Secara perlahan geser melewati ujung belakang lidah. Pastikan
bahwa oral gavage tidak masuk ke dalam tenggorokan karena akan berdampak
buruk. Hal ini dapat diketahui bila dari hidung hewan uji keluar cairan seperti
yang kita berikan menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pemberian.

Gambar 2. Pemberian Obat secara Oral

Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi


bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari
tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme
oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui
organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas
pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral,
sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian
pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran
cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien
koma.

Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat
Bahan : aquadest steril

Alat : spuit 1 ml, jarum oral ukuran 20 gauge, sarung tangan

b. Hewan Uji : Mencit


c. Cara Kerja
1) Pegang hewan uji pada tengkuknya
2) Jarum oral yang telah diisi dimasukkan ke mulut mencit melalui langit-
langit masuk esophagus
3) Dorong larutan tersebut ke dalam esophagus
4) Evaluasi kondisi hewan uji setelah dilakukan perlakuan dan catat hasil
pengamatan
2. Pemberian Obat secara Subkutan
Sub cutan atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh
digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya
biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.
Metode injeksi menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk memegang
tengkuk (kulit). Bersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70 %.
Masukkan jarum suntik secara paralel dari arah depan menembus kulit.

Gambar 3. Pemberian Obat secara Subkutan

Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat

Bahan : aquadest, alcohol 70%, kapas


Alat : spuit 1 ml, sarung tangan

b. Hewan Uji : Mencit


c. Cara Kerja
1) Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang
ujungnya runcing
2) Memegang mencit dengan menjepit bagian tengkuk menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking
3) Posisi hewan tetap mengarah kebawah (tidak terbalik)
4) Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan terlebih dahulu
membersihkannya dengan alcohol 70%
5) Arah suntikan dari depan
6) Melakukan suntikan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.
7) Bersihkan kembali daerah penyuntikan menggunakan kapas alcohol
8) Evaluasi kondisi hewan uji setelah dilakukan perlakuan dan catat hasil
pengamatan
3. Pemberian Obat Secara Intravena
Intra Vena tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam

sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat,
dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah
mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah
dan jaringan,dan obat tidak dapat ditarik kembali.
Swab ekor dengan 70% etanol. Memulai usaha suntikan di tengah atau
sedikit bagian distal ekor. Dengan ekor ketegangan di bawah, masukkan jarum,
bevel up, kira-kira sejajar dengan vena dan masukkan jarum minimal 3 mm ke
dalam pembuluh darah. Dalam proses penyuntikan jangan sekali-kali
memasukkan udara karena akan menyebabakan vena rusak atau tidak stabil.
Menyuntikkan materi yang lambat, gerakan fluida. Anda harus dapat melihat vena
jarum pucat jika diposisikan dengan benar.
Jika ada pembengkakan di tempat suntikan atau injeksi terjadi
perlawanan, keluarkan jarum dan masukkan kembali itu sedikit di atas awal
injeksi. Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat,
karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh
dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan
karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran
darah.

Gambar 4. Pemberian Obat secara Intravena


Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat

Bahan : aquadest, alcohol 70%, kapas


Alat : spuit 1 ml, sarung tangan

b. Hewan Uji : Mencit

c. Cara Kerja :
1) Lakukan dilatasi pada ekor mencit dengan cara merendamnya dalam air
hangat atau diolesi dengan aseton atau eter
2) Carilah vena dan suntikkan larutan obat ke dalamnya, bila terasa ada
tahanan artinya jarum tersebut tidak memasuki vena dan bila piston ditarik
tidak ada darah yang keluar
3) Bila harus dilakukan penyuntikan ulang maka lakukan pengulangan
dimulai dari bagian distal ekor
4. Pemberian Obat Secara Intraperitoneal

Intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk


manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar. Proses injeksi
dilakukan dengan teknik menahan tikus pada tengkuk. Mengekspos sisi ventral
hewan, memiringkan kepala ke bawah pada sudut kecil. Preparasi situs dengan
70% etanol. Jarum yang steril harus ditempatkan, bevel atas, di bawah kuadran
kanan atau kiri dari perut binatang.Masukkan jarum pada 30° sudut.

Gambar 5. Pemberian Obat secara Intraperitoneal

Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat

Bahan : aquadest, alcohol 70%, kapas

Alat : spuit 1 ml, sarung tangan

b. Hewan Uji : Mencit/Tikus

c. Cara Kerja :
1) Pegang mencit pada tengkuknya sedemikian hingga posisi abdomen lebih
tinggi dari kepala
2) Suntikan larutan obat ke dalam abdomen bawah dari mencit disebelah
garis midsagittal
3) Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan terlebih dahulu
membersihkannya dengan alcohol 70%
4) Arah suntikan dari depan

5) Melakukan suntikan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.

6) Bersihkan kembali daerah penyuntikan menggunakan kapas alcohol

7) Evaluasi kondisi hewan uji setelah dilakukan perlakuan dan catat hasil
pengamatan
5. Rute Pemberian Obat Secara Intramuscular
Intra Muscular atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan
absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air.Absorpsi lebih cepat terjadi
di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus.Pemberian obat
seperti ini memungkinkan obatakan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot
obat.

Gambar 6. Pemberian Obat secara Intramuscular


Cara Percobaan

a. Bahan dan Alat

Bahan : aquadest, alcohol 70%, kapas


Alat : spuit 1 ml, sarung tangan

b. Hewan Uji : Mencit/Tikus

c. Cara Kerja :

1) Letakkan mencit diatas kandang bertutup kawat

2) Suntikan larutan obat pada otot paha mencit

3) Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan terlebih dahulu
membersihkannya dengan alcohol 70%
4) Arah suntikan dari depan

5) Melakukan suntikan dengan cepat agar tidak terjadi pendarahan.

6) Bersihkan kembali daerah penyuntikan menggunakan kapas alcohol


7) Evaluasi kondisi hewan uji setelah dilakukan perlakuan dan catat hasil
pengamatan.

Hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah
hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologic. Hewan
percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada
manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah
berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan
nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan ummat manusia di
dunia adalahadanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik
percobaan yang meng-gunakan manusia antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset
lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian
jelas hewan per-cobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya
menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis.

Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Hewan Percobaan Penanganan


hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif
dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :

1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.

2. Faktor-faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana


kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

3. Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon


hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan
yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil
percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara
pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu
mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang
akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum
senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus
melalui proses absorpsi terlebih dahulu.

Pengaruh Variasi Biologis Hewan Percobaan


Variasi biologis berarti tidak ada dua akan memberikan atau lebih sediaan
uji yang diharapkan akan memberikan hasil yang identic dan sediaan yang sama
pada saat yang sama diharapkan menimbulkan reaksi yang berbeda.

Ada 4 hal dilihat dalam menentukan hewan coba:


1. Umur:
Bayi atau hewan yang baru lahir memiliki respon yang berbeda dengan
hewan yang telah dewasa. Disebabkan oleh pendewasaan organisme. Misalkan
tikus, hamster, dan mencit. Hewan tersebut terlahir dengan sawar otak yang secara
fungsional tidak matang dan kadar amino tak lebih rendah dari hewan
dewasannya. Indikasi lain untuk membedakan hewan yang lebih muda dan lebih
tua dengan memberikan reseprin pada bayi tikus dan terjadi penggosongan
katekolamin otak, hal tersebut disebabkan oleh dosis resperin jauh lebih intensif
pada hewan muda dibandingkan dengan hewan yang lebih tua.

2. Spesies
Pemilihan spesies akan sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan
penelitian. Percobaan dilakukan ada yang menggunakan spesies yang relative
kecil dan ada juga spesies yang karasteristik yang unit yang memberikan
keuntungan bagi peneliti obat spesifik. Sebagai contoh monyet memiliki system
respirasi dan thoraks yang sama dengan manusia. Setiap hewan berbeda - beda
responnya, disebabkan oleh injeksi SC. Sebagai contoh respon obat pada kelinci
dan tikus. Pada kelinci darahnya yang membuat relative resistensi terhadap
blockade atropine sedangkan pada tikus terjadi reflex muntah.

3. Strain
Strain hewan yang memiliki aplikasi spesifik di dalam penelitian analog
penyakit manusia, termaksuk mencit yang gemuk secara genetis yang kurang peka
terhadap ambilan diafragmatik dan jaringan adipose terhadap glukosa radioaktif
selama pembentukan glikogen. Aktivitas strain mencit secara konsisten lebih
rendah dari pada mencit jantan dansetiap strain yang diwariskan. Strain tikus
dapat diketahui dengan perbedaan konsentrasi sel darah putih yang beredar di
dalam darahnya.

4. Jenis Kelamin
Penelitian untuk menentukan perbedaan aktivitas biologis antara hewan
jantan dan betina. Betina memiliki siklus yang berhubungan dengan ovulasi
misalnya siklus estrus begitu pula dengan sebaliknya. Sebagai contoh pada tikus
dianastesi dengan disuntikkan oksitosin. Selama fase diestrus dan anestrus bersifat
vasodilator. Namaun pada fase estrusoksitosin menyebabkan vasokontrikisi dan
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Pada tikus jantang diketahui memiliki
aktivitas enzim yang lebih besar, seperti enzim aminopirin N-demitilasi dan disaat
berumur 7 minggu mengalami ulkus lambung yang diinduksi oleh respire lebih
nyata dibandingkan dengan tikus betina pada umur yang sama.
C. HASIL PRAKTIKUM

1. Aquades untuk enteral (oral) 0,20 ml


2. Aquades untuk parenteral (subcutan, intra muscular, dan intra peritoneal)
0,20 ml
3. Penyuntikan melalui oral dari mulut ke saluran pencernaan
4. Penyuntikan parenteral ada 4 yaitu :
a. Subcutan : bagian bawah kulit ( tengkuk )
b. Intra muscular : pada bagian otot (paha)
c. Intra paritonial : pada rongga perut ( teknis pemberiannya harus
180° agar tidak menusuk bagian organ - organ dalam yang ada
dihewan uji)
d. Intra vena : pembuluh darah vena (ekor)
Pada penyuntikan intra vena hanya bisa dilakukan satu kali saja pada
hewan uji.
 Namun pada praktikum kali ini kami hanya melaksanakan 4 cara
penyuntikan pada hewan uji (mencit) kami yaitu secara oral, subkutan,
intra muscular, dan intra paritonial.
D. PEMBAHASAN

Mencit dan tikus putih adalah hewan percobaan yang sering dan banyak
digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran
manusia akan mengurangi aktivitasnya.

Percobaan kali ini adalah membahas tentang bagaimana cara penanganan


hewan coba sebelum kita melakukan pemberian obat terhadap hewan coba maka
dari itu kita harus mengetahui bagaimana cara penanganan hewan coba yang baik
dan benar terlebih dahulu.

Dalam percobaan kali ini kami menggunakan mencit sebagai hewan uji
sehingga kami akan membahas cara penangan hewan uji mencit.

Berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati.percobaan dengan


hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penanganan/ perlakuan
yang khusus.

1. Mencit (Mus musculus).

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di


dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk. percobaan. Hewan ini
mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran
manusia akan mengurangi aktivitasnya

1.1.Cara Memegang mencit

Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya. dengan tangan


kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya
seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari
kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang
oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.
1.2. Pemberian perlakuan terhadap hewan coba mencit

a. Cara pemberian oral:

Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang
dilengkapi janum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan ke dalam
mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan. melalui langit-langit ke arah
belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu
diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai
pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar.
Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-paru
dapat menyebabkan gangguan pemafasan dan kematian.

b. Cara pemberian intra peritoneal

Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit. abdomennya


tegang. kemudian jarum disuntikkkan dengan membentuk sudut 100 dengan
abdomen pada bagian tepi abdomen dan tidak terlalu ke arah kepala untuk
menghindari terkenanya. kandung kemih dan hati,

c. Cara pemberian subkutan:

Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk. dicubit


di antara jempol dan telunjuk kemudian jarum ditusukkan di bawah kulit i antara
kedua jari tersebut.

d. Cara pemberian intramuskular:

Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada daerah otot paha

e. Cara pemberian intravena:

Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan ke dalam


kandang individual yang sempit dengan ekor dapat menjulang ke luar. Dilatasi
vena untuk memudahkan penyuntikan, dapat dilakukan dengan pemanasan di
bawah lampu atau dengan air hangat dapat dilakukan dengan pemanasan di bawah
lampu atau dengan air hangat.
E. KESIMPULAN
Kesimpulan dari pratikum kali ini adalah:

1. Mencit adalah hewan yang secara fisiologi hampir menyerupai dengan


manusia dan hewan mamalia lainnya sehingga memungkinkan untuk
dijdikan hewan percobaan.
2. Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan
kanan, biarkan menjangkau mencengkeram alas yang kasar (kawat
kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit
kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan
kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri
3. Beberapa cara atau rute pemberian obat, yaitu: oral, subkutan, intravena,
intramaskular,intraperitoneal.
4. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UL. (2007)." Farmakologi Dan


Terapi ". Edisi 5.Gaya Baru: Jakarta, Hal 886, 894-895

Gan, S. (1980), "Farmakologi Dan Terapi", Edisi 2, Penerbit buku Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta. Halaman 120-
122

Hitner, H., and Nagle, B. (1999). "Basic Pharmacology". Fourth Edition. Mc


Graw Hill; USA.Pages 231-232.

Katzung, B.G. (2002). "Farmakologi Dasar dan Klinik". Edisi VIII. Penerbit
Buku Salemba Medika Jakarta. Halaman 44-46.

Mary, K.. and Keogh, J. (2005). "Pharmacology Demistified". Mc Graw Hill;


New Jersey. Pages 42-44

Maksum Radji. (2005). "Pendekatan Farmakogenomik Dalam Pengembangan


Obat Baru"
Lampiran

Pemberian Obat Evaluasi Kondisi Gambar


Hewan Uji
Secara Oral Agak baik

Secara Subkutan Mulai tidak baik

Secara Intraperitoneal Memburuk

Secara Intramuscular Agak mulai membaik

Anda mungkin juga menyukai