FARMAKOLOGI
PERCOBAAN I
DASAR EKSPERIMEN FARMAKOLOGI
Dosen Pengampu :
Apt.Baiq Nurbaety, M.Sc
Penyusun :
Nama : Nabila Rahmatina Zaen
Nim : 2020E1C071
Kelas : 3B
A. TUJUAN PRAKTIKUM
B. DASAR TEORI
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh
termasuk menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara
oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan
petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur,
berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk
pemakaiannya.
Banyak obat, banyak juga cara pemberiannya kepada pasien. Sediaan per-
oral sering kita temukan dalam perkembangan pemberian obat. Namun, banyak
Cara Pemberian & Minum Obat ke pasien selain per-oral. Mengapa hal ini terjadi?
Cara Pemberian Obat Ke Pasien didasarkan beberapa faktor, diantaranya: Faktor
Formulasi. Faktor zat aktif serta stabilitasnya menjadi alasan bahwa obat dibuat
dalam sediaan yang cocok untuk zat aktif tersebut.
Pemberian obat ikut juga dalam menentukan cepat lambatnya dan lengkap
tidaknya resorpsi suatu obat. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek
sistemik (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat) dan keadaan pasien serta
sifat-sifat fisiko-kimiawi obat, dapat dipilih di antara berbagai cara untuk
memberikan obat.
1. Oral:
2. Injeksi
Yaitu pemberiannya dengan jalan suntikkan, efek yang diperoleh cepat, kuat
dan lengkap. keberatannya lebih banyak dari pasien, alat suntik harus steril dan
dapat merusak pembuluh darah atau syaraf jika tempat penyuntikkannya tidak
tepat. Terutama untuk obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung
atau tidak tidak diresorpsi oleh dinding usus.
A. Mencit
Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat
Bahan : aquadest steril
Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat
sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat,
dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah
mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah
dan jaringan,dan obat tidak dapat ditarik kembali.
Swab ekor dengan 70% etanol. Memulai usaha suntikan di tengah atau
sedikit bagian distal ekor. Dengan ekor ketegangan di bawah, masukkan jarum,
bevel up, kira-kira sejajar dengan vena dan masukkan jarum minimal 3 mm ke
dalam pembuluh darah. Dalam proses penyuntikan jangan sekali-kali
memasukkan udara karena akan menyebabakan vena rusak atau tidak stabil.
Menyuntikkan materi yang lambat, gerakan fluida. Anda harus dapat melihat vena
jarum pucat jika diposisikan dengan benar.
Jika ada pembengkakan di tempat suntikan atau injeksi terjadi
perlawanan, keluarkan jarum dan masukkan kembali itu sedikit di atas awal
injeksi. Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat,
karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh
dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan
karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran
darah.
c. Cara Kerja :
1) Lakukan dilatasi pada ekor mencit dengan cara merendamnya dalam air
hangat atau diolesi dengan aseton atau eter
2) Carilah vena dan suntikkan larutan obat ke dalamnya, bila terasa ada
tahanan artinya jarum tersebut tidak memasuki vena dan bila piston ditarik
tidak ada darah yang keluar
3) Bila harus dilakukan penyuntikan ulang maka lakukan pengulangan
dimulai dari bagian distal ekor
4. Pemberian Obat Secara Intraperitoneal
Cara Percobaan
a. Bahan dan Alat
c. Cara Kerja :
1) Pegang mencit pada tengkuknya sedemikian hingga posisi abdomen lebih
tinggi dari kepala
2) Suntikan larutan obat ke dalam abdomen bawah dari mencit disebelah
garis midsagittal
3) Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan terlebih dahulu
membersihkannya dengan alcohol 70%
4) Arah suntikan dari depan
7) Evaluasi kondisi hewan uji setelah dilakukan perlakuan dan catat hasil
pengamatan
5. Rute Pemberian Obat Secara Intramuscular
Intra Muscular atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan
absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air.Absorpsi lebih cepat terjadi
di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus.Pemberian obat
seperti ini memungkinkan obatakan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot
obat.
c. Cara Kerja :
3) Usahakan lokasi suntikan pada daerah kulit tipis dengan terlebih dahulu
membersihkannya dengan alcohol 70%
4) Arah suntikan dari depan
Hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah
hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologic. Hewan
percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada
manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah
berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan
nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan ummat manusia di
dunia adalahadanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik
percobaan yang meng-gunakan manusia antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset
lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian
jelas hewan per-cobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya
menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis.
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Spesies
Pemilihan spesies akan sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan
penelitian. Percobaan dilakukan ada yang menggunakan spesies yang relative
kecil dan ada juga spesies yang karasteristik yang unit yang memberikan
keuntungan bagi peneliti obat spesifik. Sebagai contoh monyet memiliki system
respirasi dan thoraks yang sama dengan manusia. Setiap hewan berbeda - beda
responnya, disebabkan oleh injeksi SC. Sebagai contoh respon obat pada kelinci
dan tikus. Pada kelinci darahnya yang membuat relative resistensi terhadap
blockade atropine sedangkan pada tikus terjadi reflex muntah.
3. Strain
Strain hewan yang memiliki aplikasi spesifik di dalam penelitian analog
penyakit manusia, termaksuk mencit yang gemuk secara genetis yang kurang peka
terhadap ambilan diafragmatik dan jaringan adipose terhadap glukosa radioaktif
selama pembentukan glikogen. Aktivitas strain mencit secara konsisten lebih
rendah dari pada mencit jantan dansetiap strain yang diwariskan. Strain tikus
dapat diketahui dengan perbedaan konsentrasi sel darah putih yang beredar di
dalam darahnya.
4. Jenis Kelamin
Penelitian untuk menentukan perbedaan aktivitas biologis antara hewan
jantan dan betina. Betina memiliki siklus yang berhubungan dengan ovulasi
misalnya siklus estrus begitu pula dengan sebaliknya. Sebagai contoh pada tikus
dianastesi dengan disuntikkan oksitosin. Selama fase diestrus dan anestrus bersifat
vasodilator. Namaun pada fase estrusoksitosin menyebabkan vasokontrikisi dan
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Pada tikus jantang diketahui memiliki
aktivitas enzim yang lebih besar, seperti enzim aminopirin N-demitilasi dan disaat
berumur 7 minggu mengalami ulkus lambung yang diinduksi oleh respire lebih
nyata dibandingkan dengan tikus betina pada umur yang sama.
C. HASIL PRAKTIKUM
Mencit dan tikus putih adalah hewan percobaan yang sering dan banyak
digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran
manusia akan mengurangi aktivitasnya.
Dalam percobaan kali ini kami menggunakan mencit sebagai hewan uji
sehingga kami akan membahas cara penangan hewan uji mencit.
Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang
dilengkapi janum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan ke dalam
mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan. melalui langit-langit ke arah
belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu
diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai
pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar.
Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-paru
dapat menyebabkan gangguan pemafasan dan kematian.
Katzung, B.G. (2002). "Farmakologi Dasar dan Klinik". Edisi VIII. Penerbit
Buku Salemba Medika Jakarta. Halaman 44-46.