Anda di halaman 1dari 52

MODUL IV & VII

EMULSI & KRIM

I. Teori Dasar
1.1. Teori Emulsi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Emulsi adalah sistem dua fase,
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan
kecil. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Emulsi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa,
distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Macam-macam emulsi (Syamsuni, H.A. 2006):

1) Oral, umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang
tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi
dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.
2) Topikal, umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor
misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan
yang penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal.
3) Injeksi, sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat
melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi.

Tipe-tipe emulsi

1) Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak
yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase
internal, air sebagai fase eksternal.
2) Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang
tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal,
minyak sebagai fase eksternal (Syamsuni, H. A. 2006).
1.1.1. Data preformulasi zat aktif emulsi
1. Paraffin Cair
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi;
tidak berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%);
larut dalam kloroform dan eter.
Titik Didih : 50°-57°C
Bobot Jenis : 0,840-0,890
Stabilitas : Terurai dengan adalanya cahaya di udara dari luar.
Disimpan pada temperatur tidak melebihi
temperatur 40°C.
Inkompatibilitas : Ketidakmampuan terurai dengan zat pengoksidasi
kuat.
Khasiat : Laksativa
(Dirjen POM, 1979:474)

1.1.2. Data preformulasi zat eksipien


1. PGA (Gom Arab)
a. Pemerian : serbuk, putih atau putih kekuningan, tidak
berbau.
b. Polimorfisme : -
c. Ukuran partikel : penampang 0,5-6 cm
d. Kelarutan : larut hampir sempurna dalam air, tetapi
sangat lambat. Praktis tidak larut dalam
etanol dan eter.
e. Titik lebur/titik didih : -
f. Pka/Pkb : -
g. Bobot jenis : -
h. pH : 4,5-5
i. Stabilitas : mudah terurai dengan adanya udara, terurai
oleh bakteri dan reaksi enzimatik, mudah
teroksidasi.
j. Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amidopyrin,
apomorfin, aerosol, etanol 95 %, garam
ferri, morfin, tanin, timol, banyak
kandungan garam menurunnya viskositas.
k. Khasiat : zat tambahan.
(Dirjen POM, 1979:279) (Raymond et al, 2009:2)

2. Tween 80
a. Pemerian : cairan kental, berwarna kuning, rasa pahit,
bau khas dan hangat.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : larut dalam air dan etanol.
e. Titik lebur/titik didih : -
f. Pka/Pkb : 4,3
g. Bobot jenis : 1,065-1,095
h. pH : 2-10
i. Stabilitas : stabil terhadap elektrolit, asam lemah dan
basa lemah, pereaksi saponifikasi terjadi
jika dilakukan penambahan basa/asam
kuat.
j. Inkompatibilitas : perubahan warna atau pengendapan dapat
terjadi dengan berbagai bahan, tertama
fenol dan tanin.
k. Khasiat : emulgator
(Raymond et al, 2009:551)
3. Span 80
a. Pemerian : cairan kental seperti minyak jernih, kuning,
bau asam lemak khas.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol 95%
P, sukar larut dalam parafin cair dan dalam
minyak biji kapas.
e. Titik lebur/titik didih : -
f. Pka/Pkb :-
g. Bobot jenis : 346
h. pH :≤8
i. Stabilitas : membentuk busa bila direaksikan dengan
asam kuat dan basa, stabil dalam asam
lemah, basa lemah. Dapat disimpan dalam
wadah tertutup baik ditempat kering.
j. Inkompatibilitas : asam kuat dan basa kuat, oksidator kuat.
k. Khasiat : zat tambahan.
(Raymond et al, 2009:130)

4. Cetyl Alcohol
a. Pemerian : serpihan putih, licin, granul atau kubus
putih, bau khas, rasa khas.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan
eter, kelarutan berubah dengan adanya
suhu.
e. Titik lebur/titik didih : 316-344oC
f. Pka/Pkb :-
g. Bobot jenis : 0,908 g/cm3
h. pH :-
i. Stabilitas : stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya
dan udara, disimpam dalam wadah tertutup.
j. Inkompatibilitas : inkompatibel dengan oksidator kuat.
k. Khasiat : zat tambahan
(Dirjem POM, 1995:72)

5. CMC-Na
a. Pemerian : serbuk atau butiran putih sampai putih
kekuningan, kuning gading, tidak berbau
sampai hampir tidak berbau, higroskopis.
b. Polimorfisme : -
c. Ukuran partikel : -
d. Kelarutan : mudah terdispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol
95% P, dalam eter dan dalam pelarut
organik.
e. Titik lebur/titik didih : 227-252oC
f. Pka/Pkb : 4,30
g. Bobot jenis : -
h. pH : 2-10
i. Stabilitas : higroskopik, hindari tempat lembab.
j. Inkompatibilitas : larutan asam kuat, besi, alumunium,
merkuri, dan seng (Zn), membentuk
kompleks dengan gliserin dan pektin.
k. Khasiat : emulgator
(Raymond et al, 2009:97-99)

6. Aquadest
a. Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan :-
e. Titik lebur/titik didih : 100oC
f. Pka/Pkb : 8,4
g. Bobot jenis : 1 gr/cm3
h. pH :7
i. Stabilitas : stabil diudara, stabil dalam bentuk es, air,
dan uap. Saat penyimpanan dan
penggunaan harus terlindungi dari
kontaminasi.
j. Inkompatibilitas : pereaksi dengan obat-obat dan zat
tambahan lainnya yang rentang terhadap
hidrolisis.
k. Khasiat : pelarut
(Dirjen POM, 1979:96)

1.2. Teori Cream

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan


setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka
krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban
yang ada dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh
produk menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi
adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. Terdistribusi
merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada
penggunaan (Anief, 1994)..
Ada dua tipe krim, yaitu (Anief, 1994):

1) Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak. Contoh : cold cream.
2) Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contoh: vanishing cream.

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses


emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75°C,
sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam
air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan
berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair
dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan
didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental.
Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair (Munson, 1991).

1.2.1. Data preformulasi zat aktif cream


1. Paraffin Cair
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi;
tidak berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%);
larut dalam kloroform dan eter.
Titik Didih : 50°-57°C
Bobot Jenis : 0,840-0,890
Stabilitas : Terurai dengan adalanya cahaya di udara dari luar.
Disimpan pada temperatur tidak melebihi
temperatur 40°C.
Inkompatibilitas : Ketidakmampuan terurai dengan zat pengoksidasi
kuat.
Khasiat : Laksativa
(Dirjen POM, 1979:474)

1.2.2. Data preformulasi zat eksipien


1. Emulgid
a. Pemerian : cairan berwarna putih/hampir putih, cairan
lilin.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : tidak larut air.
e. Titik lebur/titik didih : 50-54oC
f. Pka/Pkb :-
g. Bobot jenis :-
h. pH :-
i. Stabilitas : stabil dan dapat disimpan dalam wadah
tertutup baik dalam keadaan dingin
ditempat kering.
j. Inkompatibilitas : ketidak campuran dengan tanin, fenol, dan
benzokain.
k. Khasiat : emulgator
(Raymond et al, 2009:685)

2. Aquadest
a. Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan :-
e. Titik lebur/titik didih : 100oC
f. Pka/Pkb : 8,4
g. Bobot jenis : 1 gr/cm3
h. pH :7
i. Stabilitas : stabil diudara, stabil dalam bentuk es, air,
dan uap. Saat penyimpanan dan
penggunaan harus terlindungi dari
kontaminasi.
j. Inkompatibilitas : pereaksi dengan obat-obat dan zat
tambahan lainnya yang rentang terhadap
hidrolisis.
(Dirjen POM, 1979:96)

3. Asam Stearat
a. Pemerian : zat keras mengkilat, putih/kuning, bentuk
hablur.
b. Polimorfisme : -
c. Ukuran partikel : -
d. Kelarutan : praktis tidak larut air, larut dalam 20
bagian etanol 95% P, dalam 2 bagian
kloroform P, dan 3 bagian eter P.
e. Titik lebur/titik didih : ≥ 54oC
f. Pka/Pkb : -
g. Bobot jenis : 0,980 g/cm3
h. pH :-
i. Stabilitas : stabil dengan anti oksidan yang dianjurkan
untuk dikonsumsi.
j. Inkompatibilitas : tidak sesuai dengan basis, zat pereduksi,
basa.
k. Khasiat : solubility agent.
(Dirjen POM, 1979:57)

4. Trietilamin (TEA)
a. Pemerian : cairan tidak berwarna, berbau kuat
amoniak.
b. Polimorfisme :-
c. Ukuran partikel :-
d. Kelarutan : sukar larut dalam air, dapat bercampur
dengan etanol, eter dan air dingin.
e. Titik lebur/titik didih : TD 20-21oC, TL 335oC
f. Pka/Pkb :-
g. Bobot jenis : 149,1 gr/cm3
h. pH :-
i. Stabilitas : saat terpapar udara berwarna coklat,
penyimpanan dalam wadah kedap cahaya.
j. Inkompatibilitas : asam mineral, tembaga, reagen seperti
tionil klorida.
k. Khasiat : emulgator
(Dirjen Pom, 1995:1203)

II. Alat dan Bahan


2.1. Sediaan Emulsi
Alat Bahan
Cawan Porselen Aquadest
Gelas Ukur CMC Na
Hotplate Paraffin Cair
Matkan Perkamen
Mortir dan Stamper PGA
Penangas Air Setil Alkohol
Piknometer Span 80
Pipet Tetes Tween 80
Spatel
Stirer
Sudip
Tabung Sedimentasi
Termometer
Timbangan Digital

2.2. Sediaan Cream


Alat Bahan
Batang Pengaduk Asam Stearat
Cawan Porselen Aquadest
Gelas Ukur Emulgid
Lap Paraffin Cair
Matkan TEA (Trietanolamin)
Mortir dan Stamper
Perkamen
Pipet Tetes
Termometer
Timbangan Digital
Ultra Thurax

III. Perhitungan dan Penimbangan


3.1. Sediaan Emulsi

Nama Zat Konsentrasi Untuk 1 botol Untuk 2 atau 4


botol

Paraffin cair 30% 30 gram 120 gram

PGA 10% 10 gram 20 gram

Air untuk 1,5 bagian 15ml 30ml


PGA
Tween 80 & 10% Tween: 7,2 gram Tween: 14,4 gram
Span 80 Span: 2,8 gram Span: 5,6 gram
Setil alkohol 5% 5 gram -

Aquadest - Add 100ml Add 100ml

1. Parafin cair
30
Untuk pembuatan 100 ml = 100 𝑥 100 𝑚𝑙 = 30 𝑔𝑟𝑎𝑚

2. PGA
10
Untuk pembuatan 100 ml = 100 𝑥 100 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚

Air yang digunakan = 10 𝑥 1,5 = 15 𝑚𝑙


3. Tween dan Span
10
Untuk pembuatan 100 ml = 100 𝑥 100𝑚𝑙 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚

(10 x 12) = ( a x 15) + ((10 – a ) x 4,3)

120 = 15a + 43 – 4,3a

77 = 10,7a

a = 7,196 ~ 7,2 gram

a = Tween 80

Span 80 = 10gram – 7,2 gram

= 2,8gram

4. Setil alkohol
5
Untuk pembuatan 100 ml = 100 𝑥 100 = 5 𝑔𝑟𝑎𝑚

5. Aquadest ad 100 ml

3.2. Sediaan Cream

Nama zat Konsentrasi Untuk 1 pot Untuk 2 pot


krim
krim

Paraffin cair 30% 6,6 gram 13, 2 gram

Emulgid 7,5% 1,65 gram -

Asam stearat 7,5% 1,65 gram -

TEA 2% 0,44 gram -

Aquadest 62,5% 13,75ml -

60, 5% 13,31ml -
Aquadest

1. Parafin cair
30
Untuk pembuatan 100 ml = 100 𝑥 100 𝑚𝑙 = 30 𝑔𝑟𝑎𝑚
7,5
2. Emulgid = 100 x 20= 1,5 gram

Dilebihkan 10% = 1,5gram + (1,5 x 10%)


= 1,65 gram
7,5
3. Asam Stearat = 100 x 20 gram= 1,5 gram

Dilebihkan 10% = 1,5gram + (1,5 x 10%)


= 1,65 gram
2
4. TEA 2% = 100 x 20 gram= 0,4 gram

Dilebihkan 10% = 0,4gram + (0,4 x 10%)


= 0,44 gram
5. Aquadest untuk emulgid + paraffin cair.
Aquadest = 22gram – (1,65 gram +6,6 gram)
= 13,75gram
6. Aquadest untuk asam stearate, TEA, paraffin cair
Aquadest = 22gram – (1,65 gram +6,6 gram+ 0,44 gram)
= 13,31gram
IV. Prosedur Pembuatan Sediaan dan Evaluasi
4.1. Sediaan Emulsi
4.1.1. Sediaan emulsi dengan emulgator PGA (cara kering)
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan-bahan
ditimbang dengan PGA sebanyak 10 gram dan paraffin cair sebanyak 30 gram.
Lalu paraffin cair dimasukan ke dalam PGA didalam mortir dan digerus hingga
homogen. Setelah itu, ditambahkan air sebanyak 15 ml dan digerus kembali
hingga homogen sampai terbentuk corpus emulsi. Kemudian campuran
dimasukan kedalam matkan dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml dengan
diaduk menggunakan stirrer. Stirrer yang digunakan dengan kecepatan 300 rpm
selama 5 menit lalu dimasukan kedalam tabung sedimentasi. Setelah itu dilakukan
evaluasi meliputi uji organoleptik, tinggi sedimentasi, bobot jenis dan uji tipe
emulsi dengan kertas saring.

4.1.2. Sediaan emulsi dengan emulgator PGA (cara basah)


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan-bahan
ditimbang dengan PGA sebanyak 10 gram dan paraffin cair sebanyak 30 gram.
Lalu dimasukan air 15 ml ke dalam mortir dan ditaburkan PGA diatasnya digerus
hingga terbentuk mucilago. Setelah itu, ditambahkan paraffin liquid dan digerus
kembali hingga terbentuk corpus emulsi. Kemudian campuran dimasukan
kedalam matkan dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml dengan diaduk
menggunakan stirrer. Stirrer yang digunakan dengan kecepatan 300 rpm selama 5
menit lalu dimasukan kedalam tabung sedimentasi. Setelah itu dilakukan evaluasi
meliputi uji organoleptik, tinggi sedimentasi, bobot jenis dan uji tipe emulsi
dengan kertas saring.

4.1.3. Sediaan emulsi dengan emulgator CMC-Na (cara kering)


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Didihkan aquadest.
Kemudian bahan-bahan ditimbang. Lalu paraffin cair dimasukan ke dalam CMC
Na didalam mortir dan digerus hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan air air
panas dan digerus kembali hingga homogen sampai terbentuk corpus emulsi.
Kemudian campuran dimasukan kedalam matkan dan ditambahkan aquadest
hingga 100 ml dengan diaduk menggunakan stirrer. Stirrer yang digunakan
dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit lalu dimasukan kedalam tabung
sedimentasi. Setelah itu dilakukan evaluasi meliputi uji organoleptik, tinggi
sedimentasi, bobot jenis dan uji tipe emulsi dengan kertas saring.

4.1.4. Sediaan emulsi dengan emulgator CMC-Na (cara basah)


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Didihkan aquadest.
Kemudian bahan-bahan ditimbang. Lalu CMC Na dikembangkan dengan
dimasukan air panas ke dalam mortir lalu digerus hingga terbentuk mucilago.
Setelah itu, ditambahkan paraffin liquid sedikit demi sedikit dan digerus kembali
hingga terbentuk corpus emulsi. Kemudian campuran dimasukan kedalam matkan
dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml dengan diaduk menggunakan stirrer.
Stirrer yang digunakan dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit lalu dimasukan
kedalam tabung sedimentasi. Setelah itu dilakukan evaluasi meliputi uji
organoleptik, tinggi sedimentasi, bobot jenis dan uji tipe emulsi dengan kertas
saring.

4.1.5. Sediaan emulsi dengan emulgator surfaktan (Tween 80 & Span 80 10%)
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan-bahan
ditimbang dengan span 80 sebanyak 2,8 gram, paraffin cair sebanyak 30 gram
dan tween 80 sebanyak 7,2 gram. Lalu span 80 dan paraffin cair dimasukan ke
dalam cawan 1 sebagai fase minyak kemudian dipanaskan diatas penangas hingga
suhu 600-700C. Sedangkan itu dipanaskan juga tween 80 dan air pada cawan 2
sebagai fase air. Setelah itu kedua cawan dicampurkan kedalam matkan dan
ditambahkan aquadest hingga 100 ml. Kemudian diaduk menggunakan stirrer
selama 5 menit dengan kecepatan 300 rpm. Lalu dimasukan ke tabung
sedimentasi dan dilakukan evaluasi meliputi uji organoleptik, tinggi sedimentasi,
bobot jenis dan uji tipe emulsi dengan kertas saring.
4.1.6. Sediaan emulsi dengan emulgator surfaktan (Tween 80 & Span 80 10%)
dan setil alkohol
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan-bahan
ditimbang dengan tween sebanayk 7,2 gram; span 80 sebanyak 2,8 gram; paraffin
cair sebanyak 30 gram dan setil alcohol sebanyak 5 gram. Lalu span 80, paraffin
cair dan setil alkohol dimasukan ke dalam cawan 1 sebagai fase minyak
kemudian dipanaskan diatas penangas hingga suhu 600-700C. Sedangkan itu
dipanaskan juga tween 80 dan air 10 ml pada cawan 2 sebagai fase air. Setelah itu
kedua cawan dicampurkan kedalam matkan dan ditambahkan aquadest hingga 100
ml. Kemudian diaduk menggunakan stirrer selama 5 menit dengan kecepatan 300
rpm. Lalu dimasukan ke tabung sedimentasi dan dilakukan evaluasi meliputi uji
organoleptik, tinggi sedimentasi, bobot jenis dan uji tipe emulsi dengan kertas
saring.

4.2. Prosedur Evaluasi Emulsi


1. Organoleptik
Meliputi uji kejernihan, bau, rasa, dan warna
2. Tinggi sedimentasi
Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi berskala. Tinggi yang
diamati merupakan tinggi awal (H0) dan tinggi akhir (Hu) setelah beberapa
waktu diamati dengan terjadinya sedimentasi. Tinggi akhir tersebut diukur
(Hu). Lalu tinggi sedimentasi diukur.
3. Bobot Jenis
Piknometer yang digunakan harus bersih dan kering. Kemudian
piknometer kosong tersebut ditimbang sebagai W1. Kemudian piknometer
diisi dengan aquadest dan bagian luarnya dilap bersih dan kering lalu
ditimbang kembali sebagai W2. Setelah itu, aquadest dibuang lalu
piknometer dilap dan dikeringkan. Kemudian piknometer diisi dengan
sediaan yang akan diukur bobot jenisnya kemudian ditimbang kembali
sebagai W3.
4. Uji Tipe Emulsi
- Uji Creaming
Dilihat dari arah creaming yang terjadi. Jika arah creaming keatas maka
emulsi m/a dan jika arah creaming ke bawah maka emulsi a/m
- Uji Kertas Saring
Dilihat dari lama menyebarnya pada kertas saring. Jika emulsi m/a maka
akan cepat menyebar pada kertas saring dan jika emulsi a/m maka tidak
ada penyebaran.

4.3. Sediaan Cream


4.3.1. Sediaan cream dengan emulgator emulgid
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan-bahan
ditimbang dengan paraffin cair sebanyak 6 gram, emulgid sebanyak 1,65 gram
dan aquadest sebanyak 13,75 gram atau 13,75 ml. Lalu paraffin cair dan emulgid
dimasukan ke dalam cawan 1 sebagai fase minyak kemudian dipanaskan diatas
penangas hingga suhu 600-700C. Sedangkan itu dipanaskan aquadest pada cawan
2 sebagai fase air. Setelah itu kedua cawan dicampurkan kedalam matkan.
Kemudian diaduk menggunakan ultraturax sampai campuran dingin dengan
kecepatan 3200 rpm. Lalu dimasukan ke pot salep dan dilakukan evaluasi meliputi
uji organoleptik (warna dan bau) dan uji homogenitas

4.3.2. Sediaan cream dengan emulgator asam stearate dan TEA


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan-bahan
ditimbang dengan paraffin cair sebanyak 6 gram, asam strearat sebanyak 1,65
gram, TEA sebanyak 0,44 gram dan aquadest sebanyak 13,31 gram atau 13,31 ml.
Lalu paraffin cair dan asam stearat dimasukan ke dalam cawan 1 sebagai fase
minyak kemudian dipanaskan diatas penangas hingga suhu 600-700C. Sedangkan
itu dipanaskan juga TEA dan aquadest pada cawan 2 sebagai fase air. Setelah itu
kedua cawan dicampurkan kedalam matkan. Kemudian diaduk menggunakan
ultraturax sampai campuran dingin dengan kecepatan 3200 rpm. Lalu dimasukan
ke pot salep dan dilakukan evaluasi meliputi uji organoleptik (warna dan bau) dan
uji homogenitas
4.4. Prosedur Evaluasi Cream
1. Organoleptik
Meliputi uji warna dan bau
2. Homogenitas
Sediaan dioleskan tipis pada kaca objek. Lalu ditumpuk oleh kaca objek
lagi. Kemudian diamati keberadaan partikel yang masih kasar.

V. Hasil pengamatan dan Pengolahan Data


5.1. Sediaan Emulsi
5.1.1. Tabel hasil pengamatan sediaan emulsi

Sediaan Organoleptis Tipe BJ Tinggi Sedimentasi


Emu
Warna Bau Rasa 10’ 20’ 30’ 60’ 120’ 1 2
lsi
hari hari

PGA Kecokla Tida Tidak m/a 0,9 0,9 0,9 0,8 0,5 0,5 0,9 6,4
Kering tan k beras 96
(1) berb a
au

PGA Kecokla Tida Tidak m/a 0,8 0,9 0,9 0,6 0,6 0,03 0,39 0,5
Basah tan k beras 82
(1) berb a
au

T80 & Putih Bau Tidak m/a 0,9 0,9 0,9 0,8 0,9 0,6 0,49 15
S80 (1) khas beras 40
a

T80 & Putih Bau Tidak m/a 0,9 0,9 0,9 0,9 0,6 0,9 0,86 7
S80+SA khas beras 38 ~0,9
(1) a
CMC Keruh Lem - m/a 0,8 0,0 0,02 0,02 0,33 0,33 0,51 0,33
Kering ah 54 24 4 4 3 3 5 3
(2)

CMC Keruh Lem - m/a 0,8 0,3 0,27 0,34 0,34 0,29 0,40 0,32
Basah ah 66 07 9 1 1 1 7 9
(2)

T80 & Putih Lem - m/a 0,9 0,7 0,75 0,72 0,69 0,62 0,5 0,48
S80 (2) ah 29 59 9 8 6 0 7

T80 & Putih Lem - m/a 0,9 1 1 1 1 1 1 1


S80+SA ah 80
(2)

PGA Putih Tida Tidak m/a 0,9 1 1 0,43 0,58 0,58 0,62 0,63
Kering Kekuni k Beras 745 32 29 82 03 64
(3) ngan Berb a
au

PGA Putih Tida Tidak m/a 0,9 0,8 0,61 0,46 0,55 0,64 0,66 0,68
Basah Kekuni k Beras 692 052 69 75 19 94 88 18
(3) gan Berb a
au

T80 & Putih Tida Pahit m/a 0,9 1 1 1 1 1 1 1


S80 (3) Susu k 530
Berb
au

T80 & Putih Tida Pahit m/a 0,9 1 1 1 1 1 1 1


S80+SA Susu k 064
(3) Berb
au
CMC-Na Keruh Berb Tidak m/a 0,9 0,7 0,72 0,71 0,67 0,66 0,18 0,87
Kering au beras 16 1
(4) a

CMC-Na Keruh Berb Tidak m/a 0,9 0,8 0,80 0,74 0,73 0,74 0,18 0,5
Basah au beras 22 3
(4) a

T80 & Putih Berb Tidak m/a 0,9 1 1 1 1 0,52 0,42 0,4
S80 (4) au beras 51
a

T80 & Putih Berb Tidak m/a 0,9 1 1 1 1 1 1 1


S80+SA au beras 35
(4) a

PGA putih Sepe Tidak a/m 0,9 1 1 1 1 1 0,72 0,36


Kering susu rti beras 83 7 9
(5) susu a

PGA Putih Sepe Tidak a/m 0,9 0,9 0,87 0,84 0,84 0,81 0,81 0,61
Basah susu rti beras 93 06 5 3 3 3
(5) susu a

T80 & Putih Kha Pahit m/a 0,9 0,9 0,89 0,84 0,76 0,63 0,53 0,51
S80 (5) susu s 60 3
T80 & Putih Kha Pahit m/a 0,9 0,9 0,96 0,95 0,93 0,93 0,93 0,96
S80+SA susu s 43 8 9 9
(5)

*SA: Setil Alkohol; BJ: Bobot Jenis; T80:Tween 80; S80: Span 80.

5.1.2. Pengolahan data sediaan emulsi


5.1.2.1 Kelompok 1
a. Perhitungan BJ (Bobot Jenis)
𝑊3−𝑊1
BJ = 𝑊2−𝑊1

Keteragan:
W1 = Bobot piknometer kosong W3 = Bobot piknometer +
cairan
W2 = Bobot piknometer + air suling
Diketahui:
W1 = 18,437 gram
W2 = 29,798 gram
- PGA Kering
W3 = 29,408 gram
29,408 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,971 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,966
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

- PGA Basah
W3 = 28,454 gram
28,454 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,017 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,882
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80


W3 = 29,117 gram
29,117 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,68 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,94
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80 + Setil Alkohol


W3 = 29,036gram
29,036 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,599 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,93
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

b. Volume Sedimentasi
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜

Keteragan:
VU = Volume awal
VO = Volume akhir
F1 = PGA Kering F3 = Tween dan Span 80
F2 = PGA Basah F4 = Tween dan Span 80 + Setil
Alkohol
- t = 10’
15,2𝑐𝑚
F1 = 16,8𝑐𝑚 = 0,9
15,5𝑐𝑚
F2 = = 0,9
16,4𝑐𝑚
13,7𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,88~0,9
15,6𝑐𝑚
F4 = 17,4𝑐𝑚 = 0,89~0,9

- t = 20’
15,2𝑐𝑚
F1 = = 0,9
16,8𝑐𝑚
14,5𝑐𝑚
F2 = 16,4𝑐𝑚 = 0,88~0,9
13,1𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,85~0,9
15,3𝑐𝑚
F4 = 17,4𝑐𝑚 = 0,87~0,9

- t = 30’
10,3𝑐𝑚
F1 = 16,8𝑐𝑚 = 0,6
13𝑐𝑚
F2 = 16,4𝑐𝑚 = 0,79~0,8
12,7𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,8
15,2𝑐𝑚
F4 = 17,4𝑐𝑚 = 0,87~0,9

- t = 60’
10𝑐𝑚
F1 = 16,8𝑐𝑚 = 0,59~0,6
10,2𝑐𝑚
F2 = 16,4𝑐𝑚 = 0,5
11𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,7
15,2𝑐𝑚
F4 = 17,4𝑐𝑚 = 0,87~0,9

- t = 120’
0,5𝑐𝑚
F1 = 16,8𝑐𝑚 = 0,03
8,3𝑐𝑚
F2 = 16,4𝑐𝑚 = 0,5
9𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,58~0,6
15,2𝑐𝑚
F4 = 17,4𝑐𝑚 = 0,87~0,9

- t = 1 hari
0,5𝑐𝑚
F1 = 16,4𝑐𝑚 = 0,9
6,4𝑐𝑚
F2 = 16,4𝑐𝑚 = 0,39
7,6𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,49
15𝑐𝑚
F4 = 17,4𝑐𝑚 = 0,86~0,9

- t = 2 hari
0,5𝑐𝑚
F1 = 16,8𝑐𝑚 = 0,029~0,03
6,4𝑐𝑚
F2 = 16,4𝑐𝑚 = 0,39
7𝑐𝑚
F3 = 15,4𝑐𝑚 = 0,45
15𝑐𝑚
F4 = 15,4𝑐𝑚 = 0,86

5.1.2.2 Kelompok 2
a. Perhitungan BJ (Bobot Jenis)
𝑊3−𝑊1
BJ = 𝑊2−𝑊1

Keteragan:
W1 = Bobot piknometer kosong W3 = Bobot piknometer +
cairan
W2 = Bobot piknometer + air suling
Diketahui:
W1 = 18,437 gram
W2 = 29,798 gram
- CMC Kering
W3 = 28,14 gram
28,14 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 9,703 𝑔𝑟
BJ = 29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟 = 11,361 𝑔𝑟 = 0,854

- CMC Basah
W3 = 28,28 gram
28,28 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 9,843 𝑔𝑟
BJ = 29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟 = 11,361 𝑔𝑟 = 0,866

- Tween dan Span 80


W3 = 28,99 gram
28,99 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,553 𝑔𝑟
BJ = 29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟 = 11,361 𝑔𝑟 = 0,929

- Tween dan Span 80 + Setil Alkohol


W3 = 29,570 gram
29,570 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 11,133 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,980
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

b. Volume Sedimentasi
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜

Keteragan:
VU = Volume awal
VO = Volume akhir
F1 = CMC Kering F3 = Tween dan Span 80
F2 = CMC Basah F4 = Tween dan Span 80 + Setil
Alkohol
- t = 10’
0,4 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,024
5,5 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,307
12 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,759
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1
- t = 20’
0,4 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,024
5 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,279
12 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,759
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1

- t = 30’
5,5 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,333
6,1 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,341
11,5 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,728
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1

- t = 60’
5,5 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,333
6,1 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,341
11 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,696
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1

- t = 120’
5,5 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,333
5,2 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,291
9,8 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,620
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1

- t = 1 hari
5,5 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,333
5,5 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,307
7,9 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,5
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1

- t = 2 hari
5,5 𝑐𝑚
F1 = 16,5𝑐𝑚 = 0,333
5,9 𝑐𝑚
F2 = 17,9 𝑐𝑚 = 0,329
7,4 𝑐𝑚
F3 = 15,8 𝑐𝑚 = 0,468
17,5 𝑐𝑚
F4 = 17,5 𝑐𝑚 = 1

5.1.2.3 Kelompok 3
a. Perhitungan BJ (Bobot Jenis)
𝑊3−𝑊1
BJ = 𝑊2−𝑊1

Keteragan:
W1 = Bobot piknometer kosong W3 = Bobot piknometer +
cairan
W2 = Bobot piknometer + air suling
Diketahui:
W1 = 17,2728 gram
W2 = 27,4967 gram
- PGA Kering
W3 = 27,4967 gram
27,2360 𝑔𝑟 − 17,2728𝑔𝑟 9,9632 𝑔𝑟
BJ = 27,4967 𝑔𝑟 −17,2728 𝑔𝑟 = 10,2239 𝑔𝑟 = 0,9745

- PGA Basah
W3 = 27,1815 gram
27,1815 𝑔𝑟 − 17,2728𝑔𝑟 9,9087 𝑔𝑟
BJ = = = 0,9692
27,4967 𝑔𝑟 −17,2728 𝑔𝑟 10,2239 𝑔𝑟

Diketahui:
W1 = 18,437 gram
W2 = 29,798 gram
- Tween dan Span 80
W3 = 29,2636 gram
29,2636 𝑔𝑟 − 18,437𝑔𝑟 0,8266 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 = 0,9530
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80 + Setil Alkohol


W3 = 28,7349 gram
28,7349 𝑔𝑟 − 18,437𝑔𝑟 10,2979 𝑔𝑟
BJ = = = 0,9064
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟 11,361 𝑔𝑟

b. Volume Sedimentasi
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜

Keteragan:
VU = Volume awal
VO = Volume akhir
F1 = PGA Kering F3 = Tween dan Span 80
F2 = PGA Basah F4 = Tween dan Span 80 + Setil
Alkohol
- t = 10’
18,7 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 1
12,4 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,8052
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 20’
18,7 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 1
9,5 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,6169
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 30’
8,1 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 0,4332
7,2 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,4675
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 60’
10,9 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 0,5829
8,5 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,5519
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 120’
11 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 0,5882
10 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,6494
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 1 hari
11,6 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 0,6203
10,3 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,6688
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 2 hari
11,9 𝑐𝑚
F1 = 18,7 𝑐𝑚 = 0,6364
10,5 𝑐𝑚
F2 = 15,4 𝑐𝑚 = 0,6818
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

5.1.2.4 Kelompok 4
a. Perhitungan BJ (Bobot Jenis)
𝑊3−𝑊1
BJ = 𝑊2−𝑊1
Keteragan:
W1 = Bobot piknometer kosong W3 = Bobot piknometer +
cairan
W2 = Bobot piknometer + air suling
Diketahui:
W1 = 18,4370 gram
W2 = 29,7982 gram
- CMC Kering
W3 = 28,8318 gram
28,8318 𝑔𝑟 − 18,4370 𝑔𝑟 10,3948 𝑔𝑟
BJ = = = 0,916
29,7982 𝑔𝑟 −18,4370 𝑔𝑟 11,345 𝑔𝑟

- CMC Basah
W3 = 28,9008 gram
28,9008 𝑔𝑟 − 18,4370 𝑔𝑟 10,4638 𝑔𝑟
BJ = = = 0,922
29,7982 𝑔𝑟 −18,4370 𝑔𝑟 11,345 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80


W3 = 29,2257 gram
29,2257 𝑔𝑟 − 18,4370 𝑔𝑟 10,7887 𝑔𝑟
BJ = = = 0,951
29,7982 𝑔𝑟 −18,4370 𝑔𝑟 11,345 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80 + Setil Alkohol


W3 = 29,0473 gram
29,0473 𝑔𝑟 − 18,4370 𝑔𝑟 10,6103 𝑔𝑟
BJ = = = 0,935
29,7982 𝑔𝑟 −18,4370 𝑔𝑟 11,345 𝑔𝑟

b. Volume Sedimentasi
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜

Keteragan:
VU = Volume awal
VO = Volume akhir
F1 = CMC Kering F3 = Tween dan Span 80
F2 = CMC Basah F4 = Tween dan Span 80 + Setil
Alkohol
- t = 10’
9,5 𝑐𝑚
F1 = 13,4 𝑐𝑚 = 0,71
14 𝑐𝑚
F2 = 16,8 𝑐𝑚 = 0,83
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 20’
9,7 𝑐𝑚
F1 = 13,4 𝑐𝑚 = 0,72
13,5 𝑐𝑚
F2 = = 0,80
16,8 𝑐𝑚
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 30’
9,5 𝑐𝑚
F1 = 13,4 𝑐𝑚 = 0,71
12,5 𝑐𝑚
F2 = 16,8 𝑐𝑚 = 0,74
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 60’
9 𝑐𝑚
F1 = 13,4 𝑐𝑚 = 0,67
12,3 𝑐𝑚
F2 = 16,8 𝑐𝑚 = 0,73
18 𝑐𝑚
F3 = =1
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = 18,3 𝑐𝑚 = 1

- t = 120’
8,8 𝑐𝑚
F1 = 13,4 𝑐𝑚 = 0,66
12,4 𝑐𝑚
F2 = 16,8 𝑐𝑚 = 0,74
9,4 𝑐𝑚
F3 = = 0,52
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 1 hari
3,3 𝑐𝑚
F1 = 13,4 𝑐𝑚 = 0,18
3 𝑐𝑚
F2 = 16,8 𝑐𝑚 = 0,18
7,5 𝑐𝑚
F3 = = 0,42
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

- t = 2 hari
11,6 𝑐𝑚
F1 = = 0,87
13,4 𝑐𝑚
8,4 𝑐𝑚
F2 = 16,8 𝑐𝑚 = 0,5
7,2 𝑐𝑚
F3 = = 0,4
18 𝑐𝑚
18,3 𝑐𝑚
F4 = =1
18,3 𝑐𝑚

5.1.2.5 Kelompok 5
a. Perhitungan BJ (Bobot Jenis)
𝑊3−𝑊1
BJ = 𝑊2−𝑊1

Keteragan:
W1 = Bobot piknometer kosong W3 = Bobot piknometer +
cairan
W2 = Bobot piknometer + air suling
Diketahui:
W1 = 18,437 gram
W2 = 29,798 gram
- PGA Kering
W3 = 29,602 gram
29,602 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 11,165 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,983
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

- PGA Basah
W3 = 29,722 gram
29,722 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 11,285 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,993
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80


W3 = 29,347 gram
29,347 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,91 𝑔𝑟
BJ = = 11,361 𝑔𝑟 = 0,960
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟

- Tween dan Span 80 + Setil Alkohol


W3 = 29,154 gram
29,154 𝑔𝑟 − 18,437 𝑔𝑟 10,717 𝑔𝑟
BJ = = = 0,943
29,798 𝑔𝑟 −18,437 𝑔𝑟 11,361 𝑔𝑟

b. Volume Sedimentasi
𝑉𝑢
F = 𝑉𝑜

Keteragan:
VU = Volume awal
VO = Volume akhir
F1 = PGA Kering F3 = Tween dan Span 80
F2 = PGA Basah F4 = Tween dan Span 80 + Setil
Alkohol
- t = 10’
0 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 1
14,5 𝑐𝑚
F2 = = 0,906
16 𝑐𝑚
15 𝑐𝑚
F3 = 16 𝑐𝑚 = 0,93
16,2 𝑐𝑚
F4 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,98

- t = 20’
0 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 1
14 𝑐𝑚
F2 = 16 𝑐𝑚 = 0,875
14,3 𝑐𝑚
F3 = = 0,89
16 𝑐𝑚
16 𝑐𝑚
F4 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,96

- t = 30’
0 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 1
13,5 𝑐𝑚
F2 = = 0,843
16 𝑐𝑚
13,5 𝑐𝑚
F3 = 16 𝑐𝑚
= 0,84
15,7 𝑐𝑚
F4 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,95

- t = 60’
0 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 1
12 𝑐𝑚
F2 = 16 𝑐𝑚 = 0,76
12 𝑐𝑚
F3 = 16 𝑐𝑚 = 0,76
15,5 𝑐𝑚
F4 = = 0,93
16,5 𝑐𝑚

- t = 120’
0 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 1
13 𝑐𝑚
F2 = 16 𝑐𝑚 = 0,813
10 𝑐𝑚
F3 = 16 𝑐𝑚 = 0,63
15,5 𝑐𝑚
F4 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,93

- t = 1 hari
12 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,727
13,5 𝑐𝑚
F2 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,81
8,5 𝑐𝑚
F3 = = 0,53
16 𝑐𝑚
15,5 𝑐𝑚
F4 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,939

- t = 2 hari
6,1 𝑐𝑚
F1 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,369
10 𝑐𝑚
F2 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,61
8,1 𝑐𝑚
F3 = = 0,51
16 𝑐𝑚
16 𝑐𝑚
F4 = 16,5 𝑐𝑚 = 0,969

5.2. Sediaan Cream


5.2.1. Tabel hasil pengamatan sediaan cream
Sediaan Homogenitas Organoleptis
Warna Bau

Krim A Homogen Putih Tidak Berbau

Krim B Homogen Putih Tidak Berbau

Krim C Homogen Putih Tidak Berbau

Krim D Homogen Putih Tidak Berbau

VI. Pembahasan dan Usulan Formula


6.1. Pembahasan
6.1.1. Sediaan Emulsi
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan emulsi dengan
beberapa metode. Emulsi adalah sediaan yang secara termodinamika tidak stabil
artinya tidak stabil apabila terdapat perubahan panas atau suhu, yang mengandung
paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dimana salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain (pendispersi).
Terdapat beberapa metode pembuatan emulsi yang digunakan /dilakukan
pada saat praktikum, yaitu gom basah, gom kering, dan peleburan (untuk
golongan surfaktan). Hal ini bertujuan untuk melihat konsistensi ataupun
perbedaan pada emulsi dan untuk mengetahui golongan emulgator mana yang
mampu menstabilkan atau menjadi emulgator yang baik bagi sediaan emulsi yang
dibuat. Emulgator yang digunakan pada saat praktikum adalah PGA (gom arab),
tween 80, span 80, dan CMC Na. Sedangkan zat aktif yang digunakan adalah
paraffin cair.
Percobaan yang dilakukan adalah membuat sediaan emulsi dengan cara
gom basah atau metode inggris dan juga metode kering atau metode kontinental.
Perbedaan dari kedua cara ini adalah pada saat proses pembuatannya. Jika pada
metode basah, emulgator yaitu PGA (bahan yang digunakan pada saat praktikum)
dilarutkan atau didispersikan terlebih dahulu dengan air hingga terbentuk
mucilago kemudian barulah ditambahkan fase minyaknya yaitu paraffin cair
(bahan yang digunakan pada saat praktikum). Sedangkan jika pada metode kering,
emulgator yaitu PGA dimasukkan atau dicampur dengan minyak yaitu paraffin
cair hingga terbentuk mucilago kemudian barulah ditambahkan air ke dalamnya.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah pembuatan sediaan emulsi
dengan metode gom basah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya jika gom
basah ini, emulgator didispersikan terlebih dahulu dalam air barulah ditambahkan
minyak. Pertama-tama, PGA (gom arab) dimasukkan ke dalam mortir yang telah
berisi air sebanyak 1,5 kali dari berat PGA kemudian digerus hingga terbentuk
mucilago. PGA yang digunakan adalah PGA dengan konsentrasi 10%. PGA
merupakan zat pengemulsi atau emulgator golongan koloid hidrofil yang akan
membentuk lapiran atau film multimolekuler di sekeliling permukaan globul.
Selain itu, golongan ini juga bersifat mengembang dalam air sehingga dapat
meningkatkan viskositas yang juga akan menstabilkan emulsi. Mucilago adalah
campuran dari emulgator dengan air atau emulgator dengan minyak yang
berbentuk seperti lendir. Setelah itu, baru ditambahkan paraffin cair dan digerus
hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam matkan dan ditambahkan air hingga
100 mL. Paraffin cair dalam sediaan ini berperan sebagai zat aktif yang berfungsi
sebagai laksativa atau pencahar yang dapat mengatasi masalah sembelit. Hal ini
disebabkan karena paraffin cair merupakan minyak yang bersifat licin sehingga
akan memudahkan atau membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Setelah
dimasukkan ke dalam matkan dan ditambahkan air, kemudian diaduk dengan
menggunakan stirer dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit. Hal ini bertujuan
agar campuran atau bahan yang terdapat dalam emulsi tersebut dapat bercampur
dengan sempurna. Dan juga apabila kecepatan pengadukan terlalu besar atau kecil
dapat mempengaruhi ukuran dari globul pada emulsi. Karena jika globul terlalu
kecil maka globul akan mudah untuk memisah. Setelah diaduk dengan
menggunakan stirer maka emulsi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi lalu
dilakukan evaluasi sediaan. Evaluasi sediaan bertujuan untuk mengetahui apakah
sediaan yang dibuat memenuhi karakteristik sediaan dan untuk menentukan
apakah sediaan tersebut memenuhi persyaratan atau tidak. Evaluasi sediaan yang
pertama dilakukan adalah evaluasi secara organoleptik. Evaluasi organoleptis
dilakukan dengan menggunakan panca indra. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sediaan yang dibuat memenuhi syarat seperti pada data
preformulasi atau tidak dari segi rasa, warna, dan bau. Berdasarkan hasil
percobaan, sediaan emulsi dengan PGA 10% cara basah tidak berasa, tidak
berbau, dan berwarna putih agak kekuningan. Hal ini sesuai dengan data
preformulasi atau pemerian (dalam Farmakope Indonesia) bahwa bahan yang
terdapat dalam sediaan emulsi tersebut memenuhi syarat secara organoleptik.
Evaluasi yang kedua adalah menentukan tipe emulsi. Emulsi terbagi menjadi dua
tipe yaitu minyak dalam air (m/a) dan air dalam minyak (a/m). Emulsi m/a adalah
emulsi yang terdiri dari atas butiran minyak yang tersebar atau yang terdispersi
dalam air dimana minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
Sedangkan emulsi a/m adalah emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar
atau terdispersi ke dalam minyak dimana air sebagai fase internal dan minyak
sebagai fase eksternal. Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan beberapa uji
seperti uji konduktivitas (diberikan penghantaran listrik), uji pengenceran
(diencerkan dengan pelarut aquous), uji arah creaming, uji pewarnaan dan uji
kertas saring. Namun penentuan tipe emulsi yang dilakukan pada saat praktikum
adalah uji kertas saring dan uji arah creaming. Pengujian dengan kertas saring ini
dilakukan dengan meneteskan emulsi yang telah dikocok (agar terdispersi) pada
kertas saring lalu dilihat apabila tetesan tersebut menyebar dengan cepat maka
emulsi tersebut emulsi tipe m/a (minyak dalam air (o/w)). Berdasarkan hasil pada
saat praktikum, emulsi dengan cara basah merupakan tipe emulsi minyak dalam
air karena ketika emulsi diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebut cepat
menyebar sehingga arah creaming dari sediaan emulsi yang dibuatpun mengarah
ke atas karena tipe emulsi yang dihasilkan m/a sedangkan apabila emulsi yang
dihasilkan adalah a/m maka arah creaming ke bawah.
Evaluasi ketiga yang dilakukan adalah menentukan bobot jenis dari
sediaan tersebut. Penentuan BJ bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang
dibuat BJ nya mendekati dari BJ pembawa atau tidak. Biasanya BJ yang
dihasilkan tidak terlalu jauh atau mendekati BJ pembawa. Misalnya jika pembawa
yang digunakan adalah air maka BJ sediaan akan sedikit melebihi BJ air karena
terdapat bahan lain dalam sediaan tersebut. Evaluasi bobot jenis ini dilakukan
dengan menggunakan piknometer dimana piknometer kosong ditimbang sebagai
W1 kemudian piknometer disi dengan aquadest lalu ditimbang kembali sebagai
W2 lalu aquadest tersebut dibuang dan piknometer diisi dengan emulsi yang
dibuat dan ditimbang kembali sebagai W3. Berdasarkan hasil pengamatan, BJ dari
emulsi cara gom basah adalah sebesar 0,9692. Hal ini terjadi kerena BJ dari
paraffin cair adalah 0,870-0,890 (fase minyak) kemudian terdapat bahan lain juga
seperti air dan PGA yang akan mempengaruhi BJ dari sediaan tersebut. Selain itu
juga terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi bobot jenis, yaitu volume.
Apabila volume besar maka bobot jenisnya kana berpengaruh pada zat itu sendiri.
Dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat
dapat mempengaruhi bobot jenis. Dalam hal ini terdapat PGA yang berfungsi
sebagai emulgator yang bekerja dengan cara meningkatkan viskositas dari
sediaan. Sehingga viskositas atau kekentalan dari sediaan akan meningkat yang
juga akan meningkatnya bobot jenis dari sediaan emulsi tersebut. Hal ini
didasarkan pada apabila viskositas sediaan semakin besar maka bobot jenis dari
sediaan atau cairan juga akan semakin besar.
Evaluasi terakhir adalah evaluasi tinggi sedimentasi. Tujuan dari evaluasi
ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tinggi sedimen atau endapan yang
terbentuk pada emulsi sehingga dapat mengetahui kestabilan emulsi tersebut atau
untuk mengetahui apakah sediaan emulsi tersebut baik atau tidak.
Evaluasi tinggi sedimentasi dilakukan dengan cara sediaan emulsi
dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi lalu dikocok hingga emulsi terdispersi.
Kemudian didiamkan dan diamati setiap 10 menit (t10), 20 menit (t20), 30 menit
(t30), 60 menit (t60), 120 menit (t120), 1 hari (t1hari), dan 2 hari (t2hari). Berdasarkan
hasil pengamatan pada emulsi cara basah, t10 sebesar 0,8052; t20 sebesar 0,6169;
t30 sebesar 0,4675; t60 sebesar 0,5519; t120 sebesar 6494; t1hari sebesar 0,6688; dan
t2hari sebesar 0,6818. Dari hasil tinggi sedimentasi tersebut, tinggi sedimentasi
yang paling besar adalah pada saat t10 sebesar 0,8052. Hal ini kurang baik karena
sedimen lebih mudah untuk mengendap. Namun pada waktu waktu berikutnya,
tinggi sedimentasi cenderung menurun. Pada emulsi cara gom basah ini emulsi
terdapat dua lapisan, bagian atas berwarna putih seperti busa dan bagian
bawahnya berwarna putih kekuninngan. Emulsi gom basah ini juga ketika
dikocok, emulsi masih bisa terdispersi kembali. Pengendapan atau sedimentasi ini
terjadi karena terbentuknya floc atau agregat atau penggabungan partikel karena
energi bebas permukaan. Atau terjadi flokulasi sehingga kecepatan sedimentasi
pada sediaan menjadi cepat. Flokulasi adalah terbentuknya agregat dari
penggabungan globul-globul dan letaknya tidak beraturan dalam emulsi. Emulsi
yang baik atau stabil adalah emulsi yang energi bebas permukaannya kecil.
Percobaan selanjutnya adalah pembuatan dengan metode gom kering.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa, pada metode ini emulgator dicampur
dengan minyak (zat aktif) kemudian ditambah air. Emulgator yang digunakan
adalah PGA dengan konsentrasi 10%, PGA merupakan zat pengemulsi atau
emulgator golongan koloid hidrofil yang akan membentuk lapisan atau film
multimolekuler di sekeliling permukaan globul. Selain itu, golongan ini juga
bersifat mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas serta
menstabilkan emulsi. Minyak atau zat aktif yang digunakan dalam percobaan ini
yaitu paraffin liquid. Paraffin liquid merupakan cairan kental yang praktis tidak
larut dalam air, tidak berwarna, tidak berbau, juga tidak berasa. Memiliki khasiat
laksativa atau pencahar, untuk melancarkan buang air besar atau sembelit. Karena
paraffin liquid berupa cairan minyak yang dapat mempercepat gerak peristaltik
pada usus. Setelah tercampur antara emulgator, zat aktif dan air kemudian
dimasukkan kedalam matkan dan ditambah air hingga 100 mL. Penambahan air
bertujuan agar sediaan tidak terlalu kental pada saat akan di aduk. Setelah itu, di
aduk menggunakan stirer dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit. Digunakan
stirer untuk pengadukan karena agar sediaan dapat tercampur sempurna.
Kecepatan pengadukan, bila terlalu cepat kemungkinan terjadinya pembusaan,
bila terlalu lambat kemungkinan bahan-bahan yang terkandung tidak tercampur
secara sempurna. Setelah diaduk dengan menggunakan stirer kemudian emulsi
dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi, lalu dilakukan evaluasi sediaan.
Evaluasi sediaan bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat
memenuhi karakteristik sediaan dan untuk menentukan apakah sediaan tersebut
memenuhi persyaratan atau tidak. Evaluasi sediaan yang pertama dilakukan
adalah evaluasi secara organoleptik. Evaluasi organoleptik meliputi bau, rasa, dan
warna. Pada sediaan menggunakan metode kering sediaan tidak berbau, tidak
berasa dan memiliki warna putih kekuningan. Sesuai dengan pemerian masing-
masing zat, dalam Farmakope Indonesia. Selanjutnya evaluasi tipe emulsi. Emulsi
terbagi menjadi dua tipe yaitu minyak dalam air (m/a) dan air dalam minyak
(a/m). Emulsi m/a adalah emulsi yang terdiri dari atas butiran minyak yang
tersebar atau yang terdispersi dalam air dimana minyak sebagai fase internal dan
air sebagai fase eksternal. Sedangkan emulsi a/m adalah emulsi yang terdiri atas
butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak dimana air sebagai fase
internal dan minyak sebagai fase eksternal. Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan
dengan beberapa uji seperti uji konduktivitas (diberikan penghantaran listrik), uji
pengenceran (diencerkan dengan pelarut aquous), uji arah creaming, uji
pewarnaan dan uji kertas saring. Akan tetapi, penentuan tipe emulsi yang
dilakukan pada saat praktikum adalah uji kertas saring dan uji arah creaming.
Pengujian dengan kertas saring dilakukan dengan cara emulsi yang telah
terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan diteteskan pada kertas saring lalu
dilihat persebarannya apabila tetesan tersebut menyebar dengan cepat maka
emulsi tersebut emulsi tipe m/a (minyak dalam air). Berdasarkan hasil
pengamatan, emulsi dengan cara kering merupakan tipe emulsi minyak dalam air
karena ketika emulsi diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebut cepat
menyebar. Kemudian uji arah creaming, setelah didiamkan beberpa menit bahkan
hingga 2 hari, menunjukkan bahwa emulsi memilki tipe m/a. Karena terjadi
creaming pada arah ke atas. Selanjutnya, evaluasi bobot jenis. Evaluasi bobot
jenis ini dilakukan dengan menggunakan piknometer, piknometer kosong
ditimbang sebagai W1, kemudian piknometer disi dengan aquadest lalu ditimbang
kembali sebagai W2, lalu aquadest tersebut dibuang dan piknometer diisi dengan
sediaan emulsi yang dibuat dan ditimbang kembali sebagai W3. Berdasarkan hasil
pengamatan, BJ dari emulsi cara gom kering adalah sebesar 0,9745. Hal ini terjadi
kerena BJ dari paraffin cair adalah 0,870-0,890 (fase minyak) kemudian terdapat
bahan lain seperti air dan PGA yang akan mempengaruhi BJ dari sediaan tersebut
PGA sebagai emulgator yang bekerja meningkatkan viskositas dari sediaan,
sehingga viskositas atau kekentalan dari sediaan akan meningkat juga akan
mengakibatkan meningkatnya bobot jenis dari sediaan emulsi tersebut. Hal ini
didasarkan pada, apabila viskositas sediaan semakin tinggi maka bobot jenis dari
sediaan atau cairan juga akan semakin besar. Evaluasi terakhir adalah evaluasi
tinggi sedimentasi. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar tinggi sedimen atau endapan yang terbentuk pada emulsi sehingga dapat
mengetahui kestabilan emulsi tersebut atau untuk mengetahui apakah sediaan
emulsi tersebut baik atau tidak. Evaluasi tinggi sedimentasi dilakukan dengan cara
sediaan emulsi dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi lalu dikocok hingga
emulsi terdispersi. Kemudian didiamkan dan diamati setiap 10 menit (t10), 20
menit (t20), 30 menit (t30), 60 menit (t60), 120 menit (t120), 1 hari (t1hari), dan 2 hari
(t2hari). Berdasarkan hasil pengamatan pada emulsi cara kering, pada t10 dan t20
tidak terdapat sedimen. Pada t30 0,4332; t60 0,5829; t120 0,5882; t1hari 0,6203; t2hari
0,6364. Menunjukkan bahwa, semakin lama waktu yang ditempuh semakin besar
sedimen atau endapannya. Akan tetapi, endapan tersebut bersifat reversible karena
dapat terdispersi kembali setelah pengocokan. Sedimantasi yang baik adalah 1
atau yang mendekati 1, dapat dilihat bahwa pada menit ke 10 dan 20 sediaan ini
baik karena sedimentasi 1. Perbandingan antara sediaan yang dibuat dengan cara
basa dan cara kering yang terbaik adalah cara kering, sesuai dengan hasil evaluasi
mununjukkan bahwa sedimentasi cara basah lebih tinggi dibandingkan dengan
sedimentasi cara kering.
Pada percobaan selanjutnya dilakukan pembuatan emulsi dengan
menggunakan emulgator kombinasi yaitu Tween 80, Span 80 dan Setil alkohol.
Tween 80 dan Span 80 merupakan emulgator golongan surfaktan. Emulgator
golongan surfaktan ini memiliki mekanisme kerja dengan membentuk lapisan film
monomolekuler/monolayer pada permukaan globul terdispersi. Selain itu
surfakrtan menurunkan tegangan permukaan/ antar permukaan minyak-air
sehingga menurunkan energi bebas dan menstabilkan emulsi. Kemudian setil
alokohol merupakan emulgator yang termasuk kedalam kelompok emulgator
sintesis. Setil alkohol dapat meningkatkan viskositas karena sifatnya seperti lilin
atau wax.
Pada percobaan kali ini digunakan tween 80 & Span 80 dengan
konsentrasi 10% dengan ditambahkan 10% setil alkohol dan digunakan juga
dengan konsentrasi yang berbeda yaitu tween 80 dan span 80 dengan konsentrasi
7,5% dan setil alkohol 7,5%. Perbedaan konsentrasi ini dapat ditunjukkan dari
hasil yang akan di dapatkan. Dan juga hasil evaluasinya. Prinsip pengerjaan dari
cara ini adalah dengan pemanasan. Pemanasan dilakukan dengan memisahkan dua
fasa yang berbeda yaitu fasa larut minyak dan fasa larut air sampai dengan suhu
60-70°C. Tujuan pemanasan adalah untuk melebur setil alkohol yang bentuknya
padat dan akan cair dengan pemanasan. Tujuan lain dari pemanasan adalah
dengan menyamakan suhu agar mudah bercampur suhu disamaratakan sebelum
dicampur. Kemudian digunakan stirrer untuk mengaduk fasa larut minyak dan
fasa larut air dengan tujuan agar kecepatan mengaduk konstan sehingga campuran
tidak pecah, juga pengadukan dengan stirrer ini bertujuan untuk lebih cepat dan
efektif Karena apabila diaduk ditakutkan suhu masing masing fasa sudah turun
sehingga sulit untuk diaduk. Dengan kecepatan 300 rpm dan dengan waktu 5
menit ini stabil karena tidak terbentuk busa. Pengadukkan juga dilakukan untuk
mempermudah dispersi minyak kedalam air. Hasil yang didapatkan dimasukkan
kedalam tabung sedimentasi untuk dilakukan beberapa evaluasi.
Setelah menjadi sediaan langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah sediaan yang telah dibuat
memenuhi karakteristik atau tidak. Pada evaluasi pertama, dilakukan evaluasi
organoleptis. Evaluasi organoleptis ini dilakukan untuk melihat warna, bau dan
rasa. Hasil dari evaluasi organoleptis, warna yang terlihat adalah putih, bau nya
tidak berbau dengan rasa pahit. Rasa yang pahit ini adalah dari span dengan
berdasarkan pada data preformulasi nya.
Evaluasi yang kedua yaitu dengan menentukan bobot jenis dan bobot jenis
yang didapatkan dari sediaan ini adalah 0,9064 untuk konsentrasi tween 80 &
span 80 juga setil alkohol 10%, untuk yang konsentrasi dari masing masing span
80 dan tween 80 juga setil alkohol 7,5% didapatkan bobot jenis sebesar 0,935.
Sedangkan menurut literatur apabila pembawa yang digunakan pada sediaan
supensi adalah air , maka bobot jenis yang dihasilkan umumnya memiliki bobot
jenis yang lebih besar dari bobot jenis pembawanya (Emilia, 2012: 7). Bobot jenis
yang didapatkan lebih kecil dari bobot jenis pelarut.hal ini bisa dikarenakan
penimbangan yang kurang akurat juga bisa karena pada saat memasukkan ke
piknometer kurang penuh.
Evaluasi yang ketiga adalah dengan mengukur tinggi sedimentasi.
Pengukuran dilakukan dengan selang waktu 10’, 20’, 30’, 60’, 120’, 1 hari, dan 2
hari. Pada awal pengukuran hingga akhir pengukuran didapatkan F=1. Volume
sedimentasi (F) yang dihasilkan tersebut seluruhnya sama dengan 1. Suatu emulsi
dinyatakan sebagai floculation equilibrium yaitu sediaan yang baik jika volume
sedimentasi atau F=1 (Anjani et al, 2011). Menandakan bahwa emulsi yang dibuat
cukup stabil dikarenakan tidk adanya fase yang memisah kembali selama proses
penyimpanan. Akan tetapi ada evaluasi yang harus dikaji lagi yaitu evaluasi
redispersi.
Evaluasi yang ketiga adalah kecepatan redispersi. Pada saat akan
melakukan evaluasi ini emulsi yang dibuat tidak bisa di redispersi karena
kekentalannya yang sangat tinggi. Ini dipengaruhi dengan adanya setil alkohol
yang dapat meningkatkan kekentalan dari emulsi ini. Kekentalan yang
ditingkatkan awalnya dengan tujuan agar melambatkan gerakan globul globul
minyak yang telah dipecah agar tidak bersatu kembali dan menjadi terpisah
fasanya. Tetapi memang tujuan itu tercapai, hanya saja viskositas terlalu kental
sehingga tidak bisa di redispersi dan tidak bisa dituangkan. Dan itu merupakan
aspek yang penting karena apabila sulit untuk dituang menjadi sulit juga untuk
dikonsumsinya.
Selanjutnya di lakukan evaluasi uji kertas saring. Uji kertas saring ini
dilakukan untuk mengetahui tipe emulsi yang dibuat pada saat dilakukan uji ini
ternyata pada saat penetesan, tetesannya menyebar yang dimana itu merupakan
ciri dari tipe emulsi minyak dalam air. Jadi dengan menggunakan surfaktan
tween80 dan span 80 juga menggunakan setil alkohol sebagai peningkat viskositas
menjadikan sediaan emulsi yang kurang stabil dikarenakan viskositasnya yang
tinggi.
Dengan adanya perbedaan konsentrasi tidak terlihat adanya perbedaan,
dengan kesamaan nilai F=1, dan tidak bisa di redispersi kembali karena
viskositasnya yang tinggi.

Pada praktikum selanjutnya, percobaan yang dilakukan adalah sediaan


emulsi, dibuat dengan menggunakan zat aktif paraffin cair dan bahan
tambahannya adalah tween 80 sebagai fase air dan span 80 sebagai fase minyak.
Tween 80 dan span 8 juga merupakan suatu surfaktan yang sering dipergunakan
dalam pembuatan sediaan emulsi.

Pada pembuatan emulsi menggunakan emulgator. Emulgator memiliki tiga


golongan diantaranya: golongan surfaktan, golongan koloid hidrofil, dan golongan
zat padat terbagi halus. Pada percobaan ini golongan surfaktan yang dipakai yaitu
tween 80 dan span 80 bertujuan untuk dapat mencampurkan kedua fase yaitu fase
minyak dan fase air sehingga digunakan surfaktan, karena surfaktan dapat
memperkecil tegangan permukaan/tegangan antar muka kedua fase tersebut
sehingga menurunkan energi bebas dan menstabilkan emulsi. Selain itu surfaktan
akan membentuk lapisan film monomolekuler/monolayer pada permukaan globul
fase terdispersi. Untuk penggunaan Tween 80 dan Span 80 kestabilan akan
tercapai pada penambahan Tween 80 dan Span 80 dengan konsentrasi 1-10%.
(Raymond, et al 2009:591). Sedangkan mekanisme kerja emulgator golongan
koloid hidrofil adalah membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling globul
yang terdispersi. Dan mekanisme kerja emulgator golongan zat padat terbagi halus
adalah membentuk lapisan film mono dan multimolekuler. Langkah pertama
untuk membuat sediaan emulsi adalah fase minyak dimasukkan pada satu cawan
(paraffin cair dan span 80) dan fase air juga dimasukkan dalam satu cawan yang
berbeda (tween 80 dan aquadest). Kedua, kedua fase ini dileburkan diatas
penangas air dengan tujuan agar masing-masing fase dapat bercampur. Pembuatan
emulsi ini digunakan metode peleburan dikarenakan viskositasnya akan turun
pada suhu 60-70oC. Parafin cair ini akan mengalami oksidasi ketika dipanaskan
dan terkena sinar atau cahaya. Sehingga jika menggunakan pemanasan
pada proses pembuatan, suhu pada pencampuran parafin tidak boleh terlalu panas
hanya pada rentang 60-70oC. Ketiga, setelah kedua fase ini dileburkan dan
mencapai suhu 60-70oC kedua fase ini dicampurkan kedalam matkan dan
ditambahkan aquadest hangat dengan suhu 60-70oC. Keempat, campuran kedua
fase tersebut diaduk menggunakan stirer dengan kecepatan 300rpm selama 5
menit. Hal ini bertujuan agar kedua fase tersebut (minyak dan air) dapat
bercampur dengan sempurna. Pada pembuatan emulsi terdapat 2 tahap pembuatan
diantaraya: proses pengadukan ini disebut dengan tahap disrubsi, yaitu pemecahan
fase minyak menjadi globul-globul kecil (proses pengadukan menggunakan
stirer). Kemudian ada tahap stabilisasi yaitu stabilisasi globul-globul yang
terdispersi dalam medium pendispersi dengan menggunakan emulgator dan bahan
pengental (proses penambahan tween 80 dan span 80). Apabila kecepatan
pengadukan terlalu besar atau kecil dapat mempengaruhi ukuran globul yang
terbentuk. Karena jika globul berukuran terlalu kecil maka globul akan mudah
untuk memisah kembali. Setelah diaduk dengan menggunakan stirer maka emulsi
dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi lalu dilakukan evaluasi sediaan.

Evaluasi seadaan dilakukan untuk mengetahui karakteristik sediaan yang


dibuat serta untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat telah memenuhi syarat
kelayakan untuk dikonsumsi atau tidak. Evaluasi sediaan yang pertama adalah
organoleptik, uji organoleptik dilakukan bertujuan untuk mengetahui kebenaran
bahan zat aktif atau bahan tambahan yang dipakai pada saat sediaan dibuat. Hasil
yang didapatkan adalah sediaan berwarna putih susu, tidak berbau dan rasanya
pahit. Hal ini sesuai dengan data preformulasi atau pemerian (dalam Farmakope
Indonesia).

Evaluasi sediaan yang kedua adalah menghitung bobot jenis. Bobot jenis
adalah perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air
pada suhu 40C atau temperatur lain yang telah ditentukan (Ansel, 1989). Hasil
yang di dapatkan adalah 0,9530. Hasil bobot yang diperoleh kurang dari 1
dikarenakan bobot jenis minyak lebih rendah dibandingkan dengan bobot jenis air.
Sehingga bobot jenis air yang seharusnya 1 akan turun karena dicampurkan
dengan minyak.
Evaluasi sediaan yang ketiga adalah tinggi sedimentasi, formulanya
menggunakan emulgator tween 80 dan span 80 dengan konsentrasi 10%, dimana
hasil yang didapatkan oleh kelompok kami pada saat praktikum adalah tidak
terdapat sedimentasi atau hasil bagi antara Hu/H0 sama dengan 1, hal ini
menunjukkan bahwa sediaan emulsi yang dibuat stabil. Sedangkan hasil evaluasi
sediaan kelompok 2 dan kelompok 4 yang menggunakan tween 80 dan span 80
dengan konsentrasi 7,5% sediaan tidak stabil dikarenakan sediaan emulsi yang
dibuat terjadi pemisahan fase antara air dan minyak. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi emulgator yang dipakai (direntang 1-10%) maka
sediaan emulsi semakin stabil. Karena emulgator berfungsi sebagai zat yang dapat
menstabilkan suatu sediaan emulsi.

Evaluasi sediaan yang keempat adalah penentuan tipe emulsi. Penentuan


tipe emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: uji konduktivitas
(diberikan penghantaran listrik), uji pengenceran (diencerkan dengan pelarut
aquous), uji arah creaming, uji pewarnaan dan uji kertas saring. Akan tetapi
penentuan tipe emulsi yang dilakukan pada saat praktikum adalah uji kertas saring
dan uji arah creaming. Pengujian dengan kertas saring ini dilakukan dengan cara
meneteskan emulsi yang sebelumnya telah dikocok terlebih dahulu (agar
terdispersi) pada kertas saring, kemudian dilihat apabila tetesan tersebut menyebar
dengan cepat maka emulsi tersebut emulsi tipe m/a (minyak dalam air (o/w)).
Berdasarkan hasil pada saat praktikum, emulsi menggunakan emulgator golongan
surfaktan yaitu tween 80 dan span 80 merupakan tipe emulsi minyak dalam air
(m/a) karena ketika emulsi diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebut cepat
menyebar dan ketika diterawang terlihat jelas air yang menyebarnya.

Pada percobaan selanjutnya, dilakukan pembuatan emulsi menggunakan zat


pengemulsi CMC Na. Pembuatan emulsi dengan CMC Na ini menggunakan dua
metode seperti pada PGA, yaitu cara basah dan cara kering. Perbedaannya terletak
pada proses pembuatannya jika cara basah CMC Na sebagai emulgator dibahasi
dulu dengan air atau dikembangkan terlebih dahulu baru ditambahkan dengan fase
minyak yaitu paraffin cair. Sedangkan jika cara kering, CMC Na dan minyak
langsung digerus secara bersamaan kemudian baru ditambahkan dengan air. CMC
Na merupakan zat pengemulsi yang termasuk ke dalam golongan koloid hidrofil.
Emulgator golongan ini dapat membentuk lapisan film multimolekuler
disekeliling permukaan globul. Selain itu juga, golongan ini bersifat dapat
mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas yang juga
sekaligus akan meningkatkan kestabilan emulsi.

Pembuatan pertama yang dilakukan adalah dengan metode atau cara


basah. Cara ini dilakukan dengan CMC Na sebagai zat pengemulsi dikembangkan
terlebih dahulu dengan air sebanyak 20 kali dari sberat CMC Na hingga terbentuk
mucilago. Kemudian baru ditambahkan minyak dan digerus lalu dimasukkan ke
dalam matkan dan ditambahkan air hingga 100 mL. Setelah itu, diaduk dengan
menggunakan stirer dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit. Pengadukan ini
berfungsi agar emulsi tersebut tercampur dengan merata atau terdistribusi dengan
merata. Namun kecepatan pengadukan jangan terlalu tinggi dan terlalu lama
karena akan merusak globul-globul minyak sehingga akan menyebabkan globul
tersebut mudah untuk memisah. Selanjutnya, emulsi dimasukkan ke dalam
tabung sedimentasi untuk selanjutnya dilakukan evaluasi.

Evaluasi yang pertama dilakukan adalah evaluasi organoleptik. Evaluasi


ini dilakukan dengan panca indra artinya hanya mengamati hal yang dapat terlihat
atau terasa seperti warna, bau dan rasa. Warna dari emulsi cara basah ini keruh,
berbau dan tidak berasa. Selanjutnya dilakukan penentuan tipe emulsi dengan cara
kertas saring. Berdasarkan hasil yang diperoleh, tipe emulsi adalah minyak dalam
air karena ketika emulsi tersebut diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebar
secara cepat yang menunjukkan bahwa emulsi tersebut merupakan tipe minyak
dalam air (m/a). Selanjutnya, dilakukan penentuan bobot jenis dari sediaam
emulsi tersebut. berdasarkan hasil percobaan, bobot jenis yang diperoleh adalah
sebesar 0,922. Bobot jenis yang diperoleh mendekati bobot jenis dari minyak
yang digunakan yaitu paraffin cair sebesar 0,870-0,890. Bobot jenis yang
diperoleh lebih besar dari bobot jenis minyaknya karena dalam sediaan tersebut
sudah mengandung bahan lain seperti CMC Na, dan juga air. Evaluasi terakhir
yang dilakukan adalah mengukur tinggi sedimentasi pada emulsi tersebut.
berdasarkan hasil yang diperoleh, tinggi sedimentasi pada t10 sebesar 0,83; t20
sebesar 0,80; t30 sebesar 0,74; t60 sebesar 0,73; t120 sebesar 0,74; t1hari sebesar 0,18;
dan t2hari sebesar 0,5. Berdasarkan hasil tersebut, tinggi sedimentasi dari waktu ke
waktu cenderung menurun. Namun penurunan paling drastis terjadi ada hari
pengamatan ke satu yaitu sebesar 3 cm (tinggi sedimentasi). Adanya pengendapat
ini terjadi karena terbentuknya floc atau agregat atau terjadi flokulasi sehingga
kecepatan sedimentasi pada sediaan menjadi cepat. Flokulasi adalah terbentuknya
agregat dari penggabungan globul-globul dan letaknya tidak beraturan dalam
emulsi. Emulsi yang baik atau stabil adalah emulsi yang energi bebas
permukaannya kecil. Setelah itu, dilakukan penentuan arah creaming. Berdasarkan
hasil pengamatan, arah creaming emulsi terjadi ke arah atas.

6.1.2. Sediaan Cream


Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan krim dengan
beberapa formula yang berbeda. Krim adalah sediaan setengah padat yang
mengandung satu atau lebih bahan yang terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Krim merupakan sistem emulsi yang berbentuk semipadat. Perbedaan krim
dengan emulsi berada pada bentuk, tujuan penggunaan, dan konsistensinya. Krim
berbentuk semisolid sedangkan emulsi berbentuk liquid, krim digunakan secara
topikal sedangkan emulsi secara oral serta konsistensi krim lebih baik karena
bentuknya yang lebih padat sehingga lebih stabil. Terdapat dua tipe krim yaitu
tipe air dalam minyak (a/m) dan tipe minyak dalam air (m/a). Pembuatan krim
tipe air didalam minyak (a/m) ditujukan untuk mendapatkan sediaan yang waktu
kontaknya dapat lebih lama pada kulit, sedangkan pembuatan krim tipe minyak
dalam air (m/a) akan mendapatkan sediaan yang waktu kontaknya singkat
sehingga lebih mudah hilang oleh air. Zat aktif yang digunakan dalam percobaan
adalah paraffin cair yang berfungsi untuk melembapkan kulit. Paraffin cair dibuat
dalam bentuk sediaan emulsi karena paraffin merupakan minyak.

Percobaan pertama yang dilakukan adalah membuat sediaan krim dengan


formula A (Parafin cair 30% + Emulgid 7,5% + Aquadest). Paraffin cair adalah
zat aktif yang berfungsi melembapkan. Emulgid berfungsi sebagai emulgator
untuk menstabilkan krim. Pertama-tama, paraffin cair yang telah ditimbang
disimpan pada cawan 1. Kemudian ditambahkan emulgid. Cawan 1 ini sebagai
fase minyak. Lalu di cawan 2 ditambahkan aquadest sebanyak 13,75 mL sebagai
fasa air. Lalu kedua cawan dipanaskan secara bersama-sama fungsinya agar suhu
dari kedua cawan sama. Lalu isi kedua cawan dicampurkan didalam sebuah
matkan dan harus langsung diaduk menggunakan ultraturax agar sediaan tidak
pecah. Proses pengadukan atau pencampuran menggunakan ultra turax karena
prinsip kerjanya yaitu pengecilan ukuran partikel sekaligus homogenisasi system
emulsi.

Evaluasi sediaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suatu


sediaan yang dibuat memenuhi karakteristik sediaan dan untuk menentukan
apakah sediaan tersebut memenuhi persyaratan atau tidak. Evaluasi sediaan yang
dilakukan yaitu evaluasi organoleptik meliputi warna dan bau serta evaluasi
homogenitas. Berdasarkan hasil percobaan, sediaan krim berwarna putih dan
tidak berbau. Hal ini sesuai dengan data preformulasi atau pemerian (dalam
Farmakope Indonesia) bahwa bahan yang digunakan berwarna putih dan tidak
berbau. Evaluasi berikutnya adalah uji homogenitas dengan tujuan untuk
menjamin distribusi bahan aktif yang homogen. Homogenitas berpengaruh
terhadap efektivitas terapi karena berhubungan dengan kadar obat yang sama pada
setiap pemakaian. Jika sediaan telah homogen maka kadar zat aktif akan
diasumsikan pada saat pemakaian atau pengambilan akan selalu sama. Pada
pengujian ini, sediaan diletakkan diantara 2 gelas objek, kemudian diamati
homogenitasnya. Hasil yang didapatkan bahwa sediaan bersifat homogen, karena
pada kaca objek tidak ditemukan adanya partikel-partikel yang masih kasar.

Pada percobaan selanjutnya, krim dibuat dengan menggabungkan dua fasa


yang berbeda yaitu fasa minyak yang mengandung bahan-bahan larut minyak dan
fasa air yang mengandung bahan-bahan larut air. Metode tersebut digunakan
karena emulgator (zat yang menstabilkan emulsi) yang digunakan mirip dengan
mekanisme kerja golongan dari surfaktan. Pertama, dibuat fasa minyak dan fasa
air. Untuk fasa minyak dicampurkan paraffin cair dan asam stearat, asam stearat
dimasukkan ke dalam fase minyak karena merupakan asam lemak yang berbentuk
minyak, asam stearat berfungsi sebagai emulgator. Untuk fasa air, dicampurkan
air dan TEA, TEA merupakan emulgator yang larut dalam air sehingga
dimasukkan ke dalam fasa air. Asam stearat dan TEA merupakan pasangan
surfaktan insitu, artinya kedua zat tersebut dapat bekerja sebagai surfaktan hanya
saat kedua zat tersebut direaksikan bersama. TEA merupakan basa lemah yang
jika direaksikan dengan asam lemak maka akan terjadi reaksi saponifikasi
(penyabunan) yang akan menghasilkan sbaun TEA-Stearat dan dapat berfungsi
sebagai emulgator. Kemudian kedua fase tersebut dipanaskan diatas penangas air
sampai suhu 60-70o C, dipilih pemanasan sampai suhu 60-70oC karena pada suhu
tersebut dapat menurunkan viskositas dari cairan dan menurunkan tegangan
permukaan sehingga akan mudah untuk dicampurkan. Selanjutnya, kedua fasa
dimasukkan kedalam matkan lalu dicampurkan dgn menggunakan ultra thurax,
dipilih ultra thurax karena pada ultra thurax energi dari pengocokan lebih besar
dibandingkan alat lainnya. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi
sediaan berupa organoleptis dengan mengamati warna, bau, dan rasa serta
pengamatan homogenitas. Dari hasil yang didapat krim berwarna putih dan tidak
berbau, dan homogenitasnya baik, sehingga dapat dikatakan bahwa krim yang
dibuat baik karena partikel-partikel sudah terdispersi merata pada basis krim.

6.2. Usulan Formula


6.2.1. Sediaan Emulsi
1. Paraffin cair 30%
2. Tween 80 10%
3. Span 80
4. Cetyl alkohol 2%
5. Propil paraben 0,02%
6. Tokoferol
7. Sukrosa 10%
8. Pewarna merah q.s
9. Strawberry flavor q.s
10. Aquadest ad 100 mL
Paraffin cair dibuat sediaan emulsi karena termasuk ke dalam asam lemak.
Span 80 dan tween 80 digunakan sebagai emulgayor, karena span dan tween bisa
berperan sebagai emulgator di tipe emulsi air dalam minyak maupun minyak
dalam air. Surfaktan berfungsi menstabilkan emulsi dengan cara membentuk
lapisan monolayer sehingga globul tidak saling bergabung. Cetyl alkohol
memiliki rentang 2-5% (Raymond et al), cetyl alkohol berfungsi sebagai
peningkat viskositas. Digunakan cetyl alkohol sebanyak 2% agar emulsi memiliki
viskositas yang cukup, karena pada saat penambahan cetyl alkohol 10% sediaan
emulsi terlalu kental bahkan tidak bisa diberi gaya (pengocokan tangan). Propil
paraben memiliki rentang konsentrasi 0,01-0,02% (Raymond et al), propil
paraben digunakan 0,02% yang digunakan sebagai pengawet, untuk menjaga
adanya kontaminasi mikroorganisme dalam sediaan karena dalam emulsi ada fase
air. Tokoferol digunakan sebagai antioksidan yang mencegah tengik pada sediaan
karena emulsi ada fase minyak. Sukrosa digunakan sebagai pemanis, karena untuk
menutupi rasa yang tidak enak pada sediaan emulsi. Pewarna merah dan perasa
strawberry digunakan agar nilai penerimaan pasien tinggi. Aquadest sebagai
pembawa.
6.2.2. Sediaan Cream

Usulan Formula

Paraffin cair 30%


Asam stearat 15%
TEA 4%
Asam benzoat 0,05%
Vitamin e
Aquadest
Penambahan asam benzoat berfungsi sebagai pengawet karena terdapat
aquadest yang merupakan media pertumbuhan mikroba sehingga untuk mencegah
pertumbuhan dari mikroba ditambahkan pengawet. Asam benzoat dipilih karena
bersifat larut air kelarutannya dalam air sebanyak 20 bagian. Penambahan vitamin
e berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah reaksi oksidasi pada minyak
yang ada dalam krim, karena oksidasi minyak dapat menyebabkan minyak
menjadi tengik. Dipilih vitamin e karena vitamin e dapat larut dalam minyak.

VII. Kesimpulan
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa, formula terbaik pada
sediaan emulsi yaitu emulsi yang ditambahkan cetyl alkohol. Akan tetapi, cetyl
alkohol yang digunakan tidak lebih dari 5%.

Dari hasil percobaan yang didapat formulasi krim yang terbaik adalah
krim D dengan emulgator asam stearat 15% dan TEA 4%. Karena pada krim yang
menggunakan emulgid sebagai emulgator terdapat gumpalan, dan pada krim yang
konsentrasi asam stearate dan TEA lebih kecil terdapat gelembung-gelembung.

Daftar Pustaka

Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Ansel, H.C, (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan


oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608,
700, Jakarta, UI Press.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, 1979. Farmakope Indonesia,
Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, 1995. Farmakope Indonesia,


Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Munson, J.W., 1991, Analisis Farmasi, diterjemahkan oleh Harjana, 231-235,


Univeresitas Air Langga, Surabaya.

Raymond, et al.(2009). Handbook Of Pharmaceutical Exipients. 6th, London:


Pahrmaceutical Press and American Pharmacist Association.

Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai