Anda di halaman 1dari 52

PANDUAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA DASAR

TIM PENYUSUN:
apt. Eka Pebi Hartianty, M.Farm.
Siti Mardiyanti, M.Farm.
apt. Lathvi Masyithah. M.Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan berkah dan
karuniaNya sehingga buku petunjuk praktikum Farmasetika Dasar ini berhasil disusun.
Buku petunjuk ini disusun sebagai sarana untuk memudahkan mahasiswa dalam
pelaksanaan praktikum Farmasetika Dasar Program Studi S1 Farmasi Universitas
Gunadarma yang meliputi penimbangan bahan obat, kelengkapan resep, skrining resep,
pembuatan salinan resep dan verifikasi obat, resep dan pembuatan sediaan pulveres,
pulvis adspersorius, kapsul, salep, dan pasta.

Semoga buku petunjuk praktikum ini ada manfaatnya dan kritik serta saran sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan modul ini. Dalam penyusunan buku petunjuk
praktikum ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunannya.

Depok, Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar …………………………………………………………………... 1


Daftar isi …………………………………………………………………………. 2
Tata tertib Praktikum …………………………………………………………….. 3
Keselamatan Kerja di Laboratorium……………………………………………... 5
BAB I : Materi Praktikum ………………………………………………. 6
BAB II : Pengenalan Alat ………………………………………………... 27
: Penimbangan Bahan …………………………………………… 30
BAB III : Kelengkapan resep, skrining resep, Salinan resep, verifikasi obat 32
dan penyampaian informasi obat ……………………………….
BAB IV : Pulveres ………………………………………………………… 36
BAB V : Pulvis Adspersiorius ……………………………………………. 40
BAB VI : Kapsul ………………………………………………………….. 42
BAB VII : Salep ……………………………………………………………. 45
BAB VIII : Pasta ……………………………………………………………. 47
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 49
Lampiran Format Laporan sementara …………………………………………… 50
Lampiran Format LaporanPraktikum ……………………………………………. 51

3
TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMASETIKA DASAR

1. Praktikan masuk ke laboratorium 10 menit sebelum praktikum dimulai


2. Perlengkapan yang boleh di bawa masuk ke laboratorium hanya kebutuhan
praktikum
3. Setiap praktikan masuk kedalam laboratorium dalam kondisi bersih dan rapih
4. Praktikan diwajibkan memakai jas lab berwarna putih dan bersih
5. Tidak boleh merokok, makan atau minum di ruang laboratorium.
6. Sebelum praktikum dimulai, semua praktikan harus memeriksa kelengkapan alat
masing-masing dalam bila ada kekurangan, pecah, kotor dan sebagainya segera
melapor ke laboran
7. Setiap praktikan yang memecahkan/merusak/menghilangkan alat-alat laboratorium
harus melakukan penggantian dengan alat serupa dalam waktu 1 bulan. Yang tidak
mengganti dalam waktu tersebut tidak diizinkan meneruskan praktikum sampai ada
pengganti.
8. Sebelum praktikum dimulai diberikan responsi mengenai resep yang sudah diberikan
9. Praktikan yang tidak mengikuti responsi tidak dibenarkan mengikuti praktikum
10. Semua peralatan yang digunakan dalam praktikum harus dalam kondisi bersih dan
kering
11. Setiap selesai menimbang wadah bahan obat harus ditutup rapat dan dikembalikan
ke tempat semula sesuai dengan ketentuan penyimpanan
12. Alat-alat yang diletakkan di atas meja, hanya digunakan saat diperlukan
13. Selesai praktikum semua sampah dibuang ke tempat yang telah disediakan
14. Selesai praktikum semua peralatan laboratorium yang dipakai harus dikembalikan ke
tempat semula dalam keadaan bersih dan kering
15. Yang tidak mengindahkan tata tertib laboratorium akan diberikan sangsi sesuai
dengan pelanggaran yang dibuat
16. Masing – masing mahasiswa wajib membawa :
a. Serbet kain dua lembar;
b. Anak timbangan 1 set;
c. Sendok tanduk;
d. Kertas perkamen;
e. Pinset;
f. Sudip dua lembar;
g. Gunting;
h. Botol bedak tabor;
i. Pot salep plastic 100cc dan 250cc;
j. Sendok plastik,
k. Tisu;
l. Plastik kedap;
m. Kapsul kosong;
n. Spatel;

4
KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM

1. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, setiap praktikan diharuskan


mentaati peraturan yang telah ditetapkan dan menjalankan petunjuk yang diberikan
assisten/dosen jaga.
2. Tas dan benda-benda lain yang tidak diperlukan diletakkan pada tempat yang
disediakan. Jangan sekali-kali meletakkannya di atas meja laboratorium!
3. Selalu menggunakan alat pelindung diri dasar seperti masker disposable, sarung
tangan, baju lab, dan tutup kepala.
4. Bersihkan meja laboratorium dengan desinfektan sebelum dan sesudah kegiatan
laboratorium.
5. Cuci tangan dengan sabun sesuai stabdar sebelum dan sesudah melakukan praktikum.
Lakukan hal yang sama bila anda meninggalkan laboratorium untuk ke toilet atau bila
anda ke luar dari ruangan laboratorium dan kembali masuk.
6. Jauhkan tangan anda dari mulut, hidung, mata dan telinga selama anda bekerja di
laboratorium.
7. Jika terjadi kebakaran atau bencana lainnya agar tetap tenang dan ikuti arahan laboran
ataupun dosen pengampu/asisten dosen.

5
BAB I
MATERI PRAKTIKUM

A. RESEP
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
Resep elektronik adalah metode yang kuat untuk mencegah medication error yang
disebabkan oleh kesalahan interpertasi seperti pada resep yang ditulis tangan. Resep
elektronik dapat memastikan bahwa dosis, bentuk sediaan, waktu pemberian yang
tertulis adalah benar dan dapat juga mengetahui adanya interaksi obat, adanya alergi
terhadap obat tertentu dan kesesuaiannya dengan kondisi pasien misal pada pasien
gangguan fungsi ginjal.
Dalam mengerjakan resep-resep yang diterima, mahasiswa harus memeriksa
keabsahan dan kelengkapan resep, meliputi:
1. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter
2. Tempat dan Tanggal penulisan resep
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (artinya ambilah, yang
maksudnya kita diminta untuk menyiapkan obat-obat yang nama dan jumlahnya
tertulis di dalam resep).
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku
6. Nama pasien. Bagi resep yang mengandung obat golongan narkotika harus
disertakan juga alamatnya
7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya
melebihi dosis maksimal

Catatan:

• Resep yang mengandung narkotika


a. Tidak boleh diulang
b. Bila ada obat yang belum ditebus/diambil seluruhnya, maka sisa obat dalam
copy resepnya, hanya dapat ditebus pada apotek yang sama.
c. Harus jelas nama pasien (tidak boleh m.i /mihi ipsi = untuk diri sendiri, atau
u.p/usus propius = untuk dipakai sendiri)
d. Harus ada alamat lengkap pasien dan dilengkapi nomor telepon yang bisa
dihubungi
e. Aturan/signa harus ditulis jelas (tidak boleh S.u.c /signa usus cognitus = cara
pakai diketahui)
• Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis pada bagian
kanan resep: Cito, statim, atau urgent = segera, atau PIM = periculum in mora =
berbahaya bila ditunda.

6
• Bila dokter ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang, dokter akan
menulis iter = diulang, pada bagian kiri atas resep, atau pada masing-masing sub
resep
• Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang tanpa
sepengetahuan, dokter akan menulis NI = ne iteratur = tidak boleh diulang.

B. SALINAN RESEP
Salinan resep memuat semua keterangan obat yang terdapat pada resep asli. Istilah
lain dari salinan resep adalah apograph, exemplum, afschrtif. Menurut peraturan
salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau
Apoteker Penanggung Jawab (APJ), bila APA/APJ berhalangan melakukan
tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf pada salinan resep dapat
dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti dengan
mencantumkan nama lengap dan status Apoteker yang bersangkutan.

Salinan resep harus dibuat bila ada obat yang harus diulang penggunaannya (ada kata
Iter), selain itu salinan resep harus dibuat bila:
a. Atas permintaan pasien /untuk bukti kepada instansi yang menjamin biaya
kesehatan pasien.
b. Bila ada obat yang belum ditebus seluruhnya.

Pada salinan resep nama obat disalin sesuai dengan resep aslinya, kecuali bila ada
jenis obat yang namanya/jumlahnya diganti sesuai dengan persetujuan dokter maka
pada salinan resepnya ditulis nama dan jumlah obat yang sudah diganti.

Salinan resep memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli juga harus
memuat:
a. Nama dan alamat apotek atau Instalasi farmasi
b. Nama dan nomor izin apoteker penanggungjawab
c. Tanggal pembuatan Salinan resep
d. Isi resep asli
e. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan tanda nedet (nedetur)
untuk obat yang belum diserahkan, pada dengan tanda ITER...X diberi tanda
detur orig / detur......X
f. Tanda tangan/paraf apoteker apoteker penanggungjawab disertai stempel
apotek/IFRS

7
RESEP SALINAN RESEP

C. SKRINING RESEP
Berdasarkan Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan Kefarmasian
di Apotek, Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Permenkes No. 74 tahun 2016 tentang standar pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas, skrining/telaah/pengkajian resep meliputi:
Persyaratan administrasi, meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien (Bagi resep
yang mengandung obat golongan narkotika harus disertakan juga alamatnya)
b. Nama, nomor ijin, alamat, nomor telepon dan paraf dokter
c. Tanggal Resep
d. Ruangan/unit asal Resep
e. Nomor rekam medis pasien

Persyaratan farmasetik, meliputi:


a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan Jumlah Obat

8
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
e. Kompatibilitas obat

Persyaratan klinis, meliputi:


a. Ketepatan indikasi
b. Ketepatan dosis dan waktu/lama penggunaan obat
c. Duplikasi /polifarmasi obat
d. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
e. Kontra indikasi
f. Interaksi obat

Bersamaan dengan pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep saat menerima


resep, mahasiswa harus melakukan skrining/telaah/pengkajian resep yang diterima.
Skrining/telaah/pengkajian resep ini wajib dilakukan untuk menganalisa adanya
masalah terkait obat. Apabila ditemukan masalah terkait obat harus melakukan
konfirmasi kepada dokter penulis Resep secara langsung atau melalui telepon.

Dalam pengalaman sehari-hari kita melihat resep dokter yang berupa lembaran resep
manual tulisan tangan, berisi nama dokter, alamatnya, tanda R/ dengan nama obat
dan jumlahnya, nama pasien atauran pakai dan paraf dokter yang seringkali sangat
sukar dibaca sehingga membutuhkan pengalaman yang cukup lama dilapangan untuk
membaca resep seperti tersebut. Apabila menemukan ketidakjelasan dalam
pembacaan resep maka harus konfirmasi langsung ke penulis resep (bukan ke teman,
atasan, atau hanya mengira-ngira).

Dalam kegiatan praktikum semua penggantian dari obat baik dari obat generic ke
paten ataupun paten ke generic harus diusulkan terlebih dahulu kepada
dosena/asisten dosen yang bertugas (dalam praktikum di asumsikan sebagai Dokter
penulis resep/pasien). Resep baru dapat diracik setelah diperiksa kelengkapan
resepnya dan dilakukan skring beserta perhitungan dosis terlebih dahulu. Apabila
dosis obat terlalu kecil (dosis kurang) maupun terlalu besar (dosis berlebih) harus
dikonsultasikan kepada kepada dosen/asisten dosen yang bertugas (dalam praktikum
di asumsikan sebagai Dokter penulis resep). Dalam kegiatan praktikum dosis obat
kurang/lebih dilaporkan kepada pengawas, obat yang dosis kurang akan ditingkatkan
atau obat yang dosisnya tinggi akan diturunkan, tetapi bila pengawas tidak
melakukan perubahan praktikan harus meminta paraf pengawas, sebagai bukti
praktikan telah melaporkan adanya kekurangan atau kelebihan dosis. Setelah
praktikan baru diizinkan meracik obat.

Karena banyak nama obat yang namanya hampir mirip bila kita kurang hati- hati
membacanya maka akan terjadi kesalahan dalam perhitungan dosis, penghargaan,
pengambilan obat, serta penyerahan obat. Untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam menerjemahkan/membaca resep, mahasiswa harus lebih banyak menghafal

9
nama generik/nama resmi obat sesuai Farmakope, sinonim dan nama dagang obat,
serta khasiat obat. Contoh obat yang namanya hampir mirip:

• RESORcin dengan RESOcHin ( resorcin bersifat keratolitik/obat untuk obat luar


dan Resochin merupakan nama dagang dari Quinini fosfat yang berkhasiat
sebagai obat malaria).
• Acidum Salicylicum dengan Acidum ACETYLsalicylicum (Acidum
Salicylicum obat luar yang bersifat keratolitik sedangkan Acidum
Acetysalicylicum obat dalam yang mempunyai khasiat analgetika dan
antipiretika).
• Quinini dengan QuiniDIni (Quinini merupakan obat malaria dan Quinidini obat
• antiaritmia/obat jantung )
• LEMoSin dan LINCoCin (Lemosin merupakan antobiotika dan Lincocin
merupakan desinfektan oral)
• LYCALVit dan LAKTAFit (Lycalvit merupakan multifitamin dan Laktafit
merupakan stimulant ASI)

D. PERHITUNGAN DOSIS OBAT


Dalam pemberian terapi obat yang rasional, dosis obat merupakan factor penting,
karena kelebihan maupun kekurangan dosis obat akan menyebabkan efek yang tidak
diharapkan. Obat dalam dosis yang tepat sangat berguna untuk menyembuhkan
penyakit, tapi dalam dosis tidak tepat, dosis kurang obat tidak efektif dan bila
berlebih dapat merugikan kesehatan bahkan membahayakan jiwa.

Beberapa istilah Dosis obat


1. Dosis obat adalah sejumlah obat yang memberikan efek terapetik pada penderita
dewasa, yang disebut juga dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis
terapetik. Untuk mendapatkan dosis anak dapat dihitung berdasarkan
perbandingan kebutuhan anak terhadap dosis dewasa, yang paling tepat adalah
dengan membandingkan luas permukaan tubuh, kemudian berat serta umur).
2. Dosis maksimum adalah takaran terbesar yang dapat diberikan kepada orang
dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.
3. Dosis toksis adalah takaran obat yang menyebabkan keracunan.
4. Dosis lethalis adalah takaran obat yang menyebabkan kematian.
5. Loading dose/initial dose/dosis awal adalah takaran obat untuk memulai terapi,
sehingga dapat mencapai konsentrasi obat dalam darah dan mempunyai efek
terapi.
6. Dosis pemeliharaan : takaran obat yang diperlukan untuk mempertahankan
konsentrasi terapeutik (= konsentrasi obat dalam darah yang mempunyai efek
terapi).
7. Dosis regimen : pengaturan dosis serta jarak waktu antar dosis untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam darah sehingga memberikan efek
terapi.

10
Dosis obat yang akan diberikan kepada pasien untuk menghasilkan efek yang
diharapkan tergantung dari banyaknya faktor seperti : usia, berat badan, jenis
kelamin, luas permukaan badan, berat penyakit dan keadaan pasien.

Dosis obat dapat dilihat di buku- buku :


1. Dosis obat berdasarkan zat aktifnya dengan nama generik dilihat di Farmakope
Indonesia III, Alder Hey Book of Children’s Doses ( ABCD ) dan Extra
Pharmacopeae Martindale.
2. Dosis obat jadi dengan nama dagang , dosisnya dapat dilihat di ISO,
MIM’S/IMS, DOI dan IONI

Dosis obat dapat dihitung berdasarkan :


1. Umur (untuk anak)
n
Rumus Young = x Dosis Dewasa (Anak < 8 tahun)
n + 12
n
Rumus Dilling = x Dosis Dewasa (Anak > 8 tahun)
20
Dimana: n = umur anak (tahun)
n
Rumus Fried = x Dosis dewasa (Dimana: n = umur anak (bulan)
150

2. Berat badan
Perhitungan dosis obat berdasarkan berat badan sebenarnya paling ideal karena
sesuai dengan kondisi pasien dibandingkan perhitungan berdasarkan umur yang tidak
sesuai dengan berat badan pasien.
Rumus perhitungan dosis obat berdasarkan berat badan
Dosis obat = Berat badan pasien x dosis obat/kg berat badan pasien
Rumus perhitungan berdasarkan berat badan untuk anak
w ank
Rumus Clark’s = x Dosis Dewasa
w dws

1,5 w + 10
Rumus Augsberger = x Dosis Dewasa
100
Dimana: w = berat badan/Kg

11
3. Luas permukaan tubuh.
Cara menghitung luas permukaan tubuh:

Luas Permukaan Tubuh (m2) = √Tinggi x Berat badan

Luas permukaan tubuh (body surface area = BSA adalah akar dari (hasil dari tinggi
badan dikali berat badan, dibagi dengan 3600).
Bila Luas permukaan tubuh pasien tidak diketahui, tetapi tinggi badan dan berat
badannya diketahui selain menggunakan rumus di atas, luas permukaan tubuh pasien
dapat ditentukan dengan menggunakan bantuan nomogram. Cara menggunakan
Nomogram adalah dengan mengetahui berat badan dan tinggi badan, kemudian Tarik
garis lurus diantaranya.

12
a. Nomogram dewasa Berat Badan (Kg)

Luas Permukaan
Tinggi Badan (cm) Tubuh (m2)

13
b. Nomogram anak Berat Badan (Kg)

Luas Permukaan
Tubuh (m2)
Tinggi Badan (cm)

14
Rumus menghitung dosis anak berdasarkan luas permukaan tubuh

Luas Permukaan Tubuh anak (m2)


Dosis anak = X dosis dewasa
1,73 m2

Dimana : 1,73 m2 = luas permukaan tubuh orang dewasa rata-rata

Berikut ini contoh perhitungan dosis dalam resep:

R/ Paracetamol 80 mg
SL qs
mf pulv dtd no XII

S 3 dd pulv I

Perhitungan Dosis Obat:


Diketahui :
Dosis Acetaminophen anak umur 1 – 5 tahun : 1 x pakai = 50 – 100 mg
Sehari = 200 – 400 mg

Dosis dalam resep :


1 x pakai = 100 mg (berada dalam batas dosis yang dianjurkan 50-100 mg).
Dosis sehari = 3 x 100 mg = 300 mg
(berada dalam batas dosis yang dianjurkan 200-400 mg)

Dosis rangkap
Penggunaan 2 obat pada waktu bersamaan yg memiliki khasiat sama dapat saling
mempengaruhi kerja dari masing2 obat tersebut.
Dosis sekali pakai zat A X 100% + Dosis sekali pakai zat B X 100% = ≤ 100%
Dosis maks. Sekali pakai Zat A Dosis maks. Sekali pakai Zat B

Contoh: dalam suatu racikan terdapat paracetamol dan aspirin yang sama-sama
berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik. Sehingga perlu di lakukan perhitungan
dosis rangkap untuk memastikan keamanan penggunaan obat.

F. INKOMPATIBILTAS
Inkompatibilitas atau tak tercampurkan adalah perubahan-perubahan yang tak
diinginkan pada waktu mencampurkan bahan obat atau pengaruh-pengaruh yang
terjadi jika obat yang satu dicampurkan dengan yang lainnya.
Inkompatibilitas terkadang terjadi juga tidak hanya antara obat satu dengan obat yang
lain. Suatu obat jadi pada umumnya terdiri dari bahan obat berkhasiat dan bahan
pembantu. Inkompatibilitas obat sering pula diakibatkan oleh bahan pembantu ini.
Hal ini terjadi karena bahan pembantu yang digunakan dalam obat jarang
dicantumkan pada etiket obat jadi (hanya diketahui oleh produsen saja). Akibatnya

15
di luar pengetahuan dokter yang akan menggunakan obat, khususnya pada waktu
dicampur dengan obat lain mungkin timbul kelainan-kelainan yang tidak diinginkan.
Macam Inkompatibilitas dalam pencampuran obat, yaitu:
1. Inkompatibilitas Terapetik
Bila obat yang satu dicampur/dikombinasikan dengan obat yang lain akan
mengalami perubahan-perubahan demikian rupa hingga sifat kerjanya dalam
tubuh (in vivo) berbeda dari yang diharapkan.
Contoh: Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau
menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Hal ini dapat terjadi
karena kombinasi obat yang antagonis, kontraindikasi.
2. Inkompatibilitas Farmasetik (fisika dan kimia)
Contoh:
• Meleleh dan menjadi lembabnya campuran serbuk, Adsorbsi, Tidak dapat
larut dan tidak dapat bercampur, terbentuknya endapan. (fisika)
➢ Terjadi penurunan titik lebur akan menyebabkan serbuk menjadi lembek.
Contohnya adalah menthol dan champor, hexamine dan asetosal. Hal ini
dapat diatasi dengan memisahkan kedua obat tersebut yang hanya di
gerus bersama dengan bahan inert, atau dapat dilarutkan terlebuh dahulu
dengan etanol 96% masing-masing baru dicampur.
➢ Penurunan tekanan uap relative akan menyebabkan campuran serbuk
menjadi basah atau mencairnya atau menyebabkan lebih higroskopis.
Contoh: Kalium Bromida (KBr) dan Natrium Iodida (NaI), hal ini dapat
diatasi dengan digerus masing-masing dengan menggunakan mortar
panas.
➢ Bebasnya air hablur akan menyebabkan campuran serbuk menjadi
lembab. Contonya adalah Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Natrium
Sulfat (Na2SO4), dapat diatasi dengan menggerus masing-masing.
➢ Proses adsorbsi/penyerapan dapat terjadi antara zat Adsorben dengan
alkaloida-alkaloida dan garam-garamnya. Zat-zat yang telah diikat oleh
pengadsorbi pada umunya akan sukar dilepaskan shg menyebabkan tidak
berkhasiat lagi. Contohnya adalah Bolus alba dengan ekstrak belladonna.
Zat yang bersifat adsobsi antara lain adalah norit, Carbo adsorben, Bolus
alba, Kaolin.
• Reaksi-reaksi yang berasal dari pengaruh zat-zat yang bereaksi asam atau
basa, Perubahan warna, Reaksi terbentuk suatu endapan yang tak larut,
Reaksi-reaksi yg terjadi karena oksidasi atau reduksi, Tidak stabil dalam
larutan. (kimia).
Contohnya:
➢ Senyawa karbonat dan hodrogen karbonat akan terbentuk gas.
➢ VitaminC juga cenderung mudah teroksidasi sehingga untuk
penanganannya vitamin C dibuat serbuk sendiri.

16
Masalah inkompatibilitas farmasetik dapat diatasi dengan merubah teknik
mencampur, penggantian pelarut, penggantian bahan pembantu, merubah bentuk,
atau dibuat secara terpisah, hal ini tergantung masalah yang dihadapi.
Masalah farmasetik dapat diatasi dengan mengkomunikasikan masalah
inkompatibilitas terapi kepada dokter penulis resep, sehingga akan di peroleh
tindaklanjut yang tepat untuk terapi pasien.

G. ATURAN PAKAI
Setiap obat harus dikonsumsi pada waktu yang tepat untuk mendapatkan obat efek
yang optimal. Penentuan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi suatu obat
didasarkan atas pertimbangan sifat obat, tujuan pengobatan serta jenis obat apa saja
yang sedang di konsumsi pasien. Apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan
menjadi penting karena makanan dapat menyebabkan obat lebih lama berada di
lambung yang akan terpapar oleh asam lambung lebih lama. Obat yang rusak oleh
suasana asam sebaiknya digunakan sebelum makan (perut kosong) agar obat hanya
sebentar berada di lambung sehingga jumlah obat yang rusak oleh asam lambung
diharapkan hanya sedikit. Pada sisi lain, ada juga obat yang perlu suasana asam agar
dapat diserap oleh tubuh dengan baik, sehingga obat harus diminum setelah makan
agar terpapar asam dan lebih banyak diserap tubuh sehingga efek obat lebih baik.
Jika pasien sedang mengkonsumsi beberapa obat dalam kurun waktu yang sama juga
dapat menjadi factor penentu waktu minum obat, karena ada obat-obat yang tidak
boleh diminum secara bersamaan yang akan mempengaruhi efektifitas dari masing-
masing obat.
1. Penggunaan obat sebelum makan
Penggunaan obat sebelum makan dimaksudkan agar obat diminum dalam
keadaan perut kosong yaitu diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah
makan. Contoh obat diminum sebelum makan:
a. Obat yang akan dirusak oleh lambung.
b. Obat yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan makanan yang
mengandung calsium sehingga terbentuk senyawa yang ukuran molekulnya
besar yang tidak dapat diabsorpsi oleh dinding.
c. Obat yang bekerjanya di lambung/di saluran cerna.
d. Obat yang absorpsinya sangat kecil (bioavailabilitasnya kecil), adanya
makanan dalam lambung dapat menghambat absorpsinya.
e. Obat muntah/ mual (antiemetic, antinausea), diminum sebelum makan.
f. Penekan produksi asam lambung.
g. Senyawa Pompa proton inhibitor tidak stabil pada pH rendah (pH 1-3) dan
akan terurai dalam suasana asam lambung. Sehingga obat dibuat dalam
bentuk granul salut enterik dalam cangkang gelatin atau sebagai tablet salut
enterik. Granul-granul ini hanya dapat melarut pada pH basa di usus.
Sediaan obat-obat ini tidak boleh digerus agar obatnya tidak terurai oleh
asam lambung dan diminum sebelum makan/dalam keadaan perut kosong
agar granul cepat sampai diusus dalam keadaan utuh dan melarut, sehingga
efeknya lebih cepat.

17
h. Obat cacing, sebaiknya diminum sebelum makan agar cacing yang ada tidak
terbungkus di dalam makanan, sehingga terhindar dari obat

2. Obat yang harus diminum sesudah makan (post coenam)


Penggunaan obat sesudah makan dimaksudkan agar obat diminum dalam
keadaan perut berisi makanan. Contoh obat diminum sebelum makan:
a. Obat yang menyebabkan iritasi lambung
b. Obat harus diminum sesudah makan, karena absorpsinya akan lebih baik
bila ada makanan.
c. Obat yang dapat menimbulkan mual atau muntah sebaiknya digunakan
setelah makan untuk meredam efek samping tersebut.
d. Obat-obatan untuk mengobati kondisi di mulut dan / atau tenggorokan dan
pengobatan sariawan di mulut harus digunakan setelah makan. Jika
diberikan sebelum makan proses makan mencuci makanan obat pergi terlalu
cepat dan obat mungkin tidak bekerja.
e. Obat salep untuk sariawan sebaiknya digunakan setelah makan agar obat
tidak hilang bersama dengan makanan dan dapat bertahan lebih lama.
f. Obat yang memerlukan suasana asam agar diserap oleh tubuh, sehingga
penggunaan obat tersebut bersama makan akan membuat obat terpapar oleh
asam lebih lama dan dapat diserap lebih banyak oleh tubuh.
g. Obat lainnya memerlukan makanan agar ia bisa diserap oleh tubuh secara
lebih optimal, diserap lebih baik bila diminum setelah makan makanan
dengan tingkat kalori, lemak dan protein yang tinggi.
h. Obat yang cara kerjanya menghambat absorpsi lemak, sehingga harus
dimakan saat atau setelah makan.

3. Sewaktu Makan (durante coenam)


Obat yang diminum sewaktu makan bertujuan untuk membantu proses
pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi makanan. Selain itu beberapa obat
juga memiliki proses absorbsi yang lebih baik dengan adanya makanan. Obat-
obatan untuk diabetes biasanya diminum sekitar waktu makan. Hal ini untuk
membantu mengurangi kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang
dapat terjadi setelah makan dan menghindari kadar glukosa darah yang sangat
rendah (hipoglikemia). Penggunaan obat sewaktu makan artinya obat digunakan
10-15 menit sebelum makan atau 10-15 menit setelah makan.

Contoh obat yang harus diminum saat makan


a. Obat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman diperut, harus diminum
bersamaan dengan makanan, agar absorpsinya lebih baik dan tidak
menimbulkan muntah.
b. Obat yang jika diminum pada saat makan (terutama makanan berlemak)
agar penyerapannya lebih optimal.

18
4. Penggunaan obat pada waktu-waktu tertentu (pagi/malam)
a. Obat Antihipertensi ( Penurun Tekanan Darah)
Sebaiknya diminum pada pagi hari karena pada jam-jam tersebut tekanan
darah mencapai angka tertinggi sedangkan pada saat tidur malam hari
tekanan darah mencapai angka terendah sehingga perlu kewaspadaan saat
obat dikonsumsi pada malam hari.
b. Obat Antiasma
Sebaiknya diminum pada sore hari karena pada jam-jam tersebut produksi
steroid tubuh berkurang dan mungkin akan menyebabkan serangan asma
pada malam hari. Sehingga jika steroid dihirup pada sore hari maka akan
mencegah terjadinya asma pada malam hari.
c. Obat penurun kolesterol
Sebaiknya digunakan pada malam hari pada saat hendak tidur karena obat
ini bekerja dengan menghambat pembentukan kolesterol yang banyak
terjadi pada malam hari.
d. Diuretik (contoh Furosemide, Hydrochlorothiazide) obat ini menyebabkan
sering buang air kecil sehingga jika digunakan malam hari akan
mengganggu istirahat.
e. Obat pencahar juga sebaiknya diminum pagi hari sewaktu perut kosong,
karena bila digunakan malam hari, dapat menggangu tidur.
f. Obat yang menyebabkan efek samping mengantuk seperti obat anticemas
(diazepam) dan antialergi (cetirizin, CTM) sebaiknya digunakan malam
hari sehingga akan membantu istirahat dan tidak mengganggu aktivitas
siang hari serta dilarang digunakan sebelum mengemudi karena dapat
memicu kecelakaan.

H. INTERVAL PENGGUNAAN OBAT


Jarak waktu minum obat berkaitan dengan ketersediaan obat di dalam tubuh. Setiap
obat dapat memberikan efek terapi apabila kadar obat didalam tubuh memenuhi
kisaran terapi yang diperlukan. Hal ini tergantung dari sifat dan jenis setiap obat, obat
yang cepat tereliminasi dari tubuh karena memiliki waktu paruh yang pendek
sehingga interval yang diperlukan untuk minum obat menjadi lebih pendek dan obat
menjadi harus lebih sering diminum misalnya 3 kali sehari dan ada pula obat yang
lama tereliminasi karena memiliki waktu paruh yang panjang sehingga interval yang
diperlukan untuk minum obat menjadi lebih panjang dan obat menjadi tidak sering
untuk diminum misalnya 1 kali sehari. Waktu paruh obat adalah waktu yang
dibutuhkan untuk setengah dari jumlah awal obat yang dieliminasi oleh tubuh. Bila
kadar obat telah mencapai separuhnya, pasien harus segera meminum obatnya agar
kadar obat meningkat mencapai kadar terapetik. Sebagai contoh obat X mempunyai
waktu paruh metabolite aktifnya adalah 18-24 jam, sehingga obat cukup diminum
satu kali dalam sehari. Jika waktu paruh obat 12 jam maka obat harus diminum 2 x
sehari, dan jika waktu paruhnya 8 jam, obat harus diminum 3 x sehari. Jika obat yang
seharusnya diminum 2 kali sehari, kemudian diminum pada pagi dan siang dengan
interval waktu pendek yaitu 6 jam maka dapat menyebabkan kadar obat di dalam

19
tubuh menjadi lebih besar dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Jika
pada waktu selanjutnya obat diminum dengan interval waktu yang lebih panjang
maka kadar obat di dalam tubuh telah mencapai kadar minimal dan dapat meniadakan
efek obat. Bila obatnya antibiotik dapat menyebabkan resistensi.

I. ETIKET
Terdapat 2 jenis etiket:
1. Etiket untuk pemakaian oral berwarna putih. Contoh : obat-obat oral seperti
puyer, capsul, potio (obat minum).
2. Etiket untuk pemakaian luar. Contoh : salep, cream, lotio, suppositoria , tetes
telinga, tetes mata, dan injeksi.

Etiket di Apotek memuat:


1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan SIPA apoteker penanggungjawab
3. Nomor resep
4. Hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan etiket
5. Nama lengkap pasien
6. Nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat
7. Aturan pakai obat
8. Jumlah obat
9. Paraf yang membuat etiket

Apotek Syaqila Pharma Apotek Syaqila Pharma


Jl. Catharanthus No.22 A, Jakarta Jl. Catharanthus No.22 A, Jakarta
Apoteker: Syaqila Qianzi Azka, M.Farm. Apt. Apoteker: Syaqila Qianzi Azka, M.Farm. Apt.
SIPA: 217/213/234/DINKES/SIPA/II/2012 SIPA: 217/213/234/DINKES/SIPA/II/2012
No. Resep: 002 Jakarta, 25 Februari No. Resep: 002 Jakarta, 25 Februari
2019 2019

An. Radihtya Saputra (3 tahun) An. Radihtya Saputra (3 tahun)


Racikan Puyer Elocon Salep
Diminum 3 x sehari 1 bungkus Oleskan tipis pada bagian yang sakit
Setiap 12 jam 2-3 kali sehari
Sesudah makan Setiap 12 jam atau setiap 8 jam

Etiket dapat dilengkapi dengan etiket tambahan seperti:

Tidak boleh diulang tanpa resep dokter

Etiket di Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1. Nama IFRS*
2. Alamat fasilitas*
3. Nama dan No. SIPA apoteker penanggung jawab*
4. Nomor resep
5. Hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan etiket
6. Identitas pasien (nama, tgl lahir, no. MR)
7. Nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat
20
8. Aturan pakai obat
9. Jumlah obat
10. Nama dokter dan No. SIP*
11. Paraf yang membuat etiket

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ALAMANDA


Jl. Mawar Merah No. 2 A Bogor Barat, Telp: 0237667
Apoteker: Syaqilla Qianzi Azka
SIPA: 0089809-9-000-980

PRC-015 24/04/2018
Nn. Jelita Humaira 20/11/2009 No.MR.G123456
AMOXAN 500 mg TABLET (15 Tablet) ED:
3 x Sehari 1 Tablet, setiap 8 jam
Sesudah makan
dr. Syaina Ahza Latafunnisa No.SIP.12345599

J. Verifikasi Obat/ Pengecekan


Verifikasi obat/ pengecekan obat harus dilakukan setelah penyiapan obat selesai dan
obat telah siap di serahkan kepasien. Verifikasi obat dilakukan untuk memastikan
bahwa obat yang disiapkan sudah sesuai dengan resep, serta mencegah terjadinya
kesalahan pemberian obat kepada pasien. Langkah-langkah dalam verifikasi obat
adalah sebagai berikut:
1. Pengecekan benar identitas pasien
Melakukan pengecekan apakah identitas pasien sesuai antara resep dan etiket
obat
2. Pengecekan Benar obat sesuai resep
Melakukan pengecekan apakah obat sudah sesuai dengan yang di instruksikan
dalam resep, pada etiket obat dan fisik obat.
3. Pengecekan Benar jumlah/dosis obat sesuai resep
Melakukan pengecekan apakah sudah sesuai jumlah/dosis obat obat antara yang
diinstruksikan dalam resep dan pada etiket.
4. Pengecekan Benar rute/cara penggunaan obat sesuai resep dan etiket obat
Melakukan pengecekan apakah sudah sesuai rute/cara pengggunaan obat antara
yang diinstruksikan dalam resep dan pada etiket.
5. Pengecekan Benar waktu dan frekuensi penggunaan obat resep
Melakukan pengecekan apakah sudah sesuai waktu dan frekuensi penggunaan
obat antara yang diinstruksikan dalam resep dan pada etiket.
6. Pengecekan Benar obat tidak kadaluarsa sesuai pada kemasan obat
Melakukan pengecekan waktu kadaluarsa obat dan memastikan bahwa obat
tidak kadaluarsa sebelum diserahkan.

21
Contoh Format Ceklist Verifikasi Obat
No Verifikasi Obat Ya Tidak
() ()
1 Benar Identitas pasien
2 Benar obat sesuai resep
3 Benar jumlah/dosis sesuai resep
4 Benar rute sesuai resep
5 Benar waktu dan frekuensi sesuai resep
6 Benar tidak kadaluarsa sesuai pada kemasan
NAMA DAN PARAF PETUGAS

JAM

K. Penyampaian Informasi Obat


Penyampaian informasi obat pada saat penyerahan merupakan point penting dalam
pelayanan farmasi. Hal ini menjadi dasar pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam
penggunaan obat. Untuk itu mahasiswa farmasi perlu melatih diri dalam
mempraktikan penyampaian informasi obat pada saat penyerahan obat ke pasien.
Informasi yang harus disampaikan kepada pasien pada saat penyerahan obat adalah
sebagai berikut:
a. Klarifikasi identitas pasien
b. Nama sediaan farmasi/alkes lengkap
c. Aturan pakai dan lama penggunaan
d. Cara penggunaan
e. Efek pemakaian obat-obat tertentu secara umum
f. Kemungkinan terjadinya interaksi dengan obat lain, dengan makanan serta
minuman secara umum
g. Kadaluarsa obat
h. Cara penyimpanan
i. Informasi Salinan resep jika ada

Penyampaian informasi obat dapat menggunakan alat bantu ceklist seperti contoh
tabel ceklist di bawah. Setelah melakukan penyerahan obat dan menceklist semua
point informasi yang harus disampaikan. Mintakan paraf dan alamat pasien (terutama
jika ada obat narkotika dan psikotripka) kepada pasien sebagai dokumen.

22
Contoh Format Ceklist Informasi Penyerahan Obat
No INFORMASI Ya
()
1 Identitas pasien
2 Nama sediaan farmasi/alkes lengkap
3 Aturan pakai dan lama penggunaan
4 Cara penggunaan
5 Efek pemakaian obat-obat tertentu secara umum
6 Kemungkinan terjadinya interaksi dengan obat lain,
dengan makanan serta minuman secara umum
7 Tidak kadaluarsa
8 Cara penyimpanan
9 Salinan resep (jika ada)
NAMA DAN PARAF PETUGAS

JAM

Nama Paraf Jam


Petugas
penyerahan

Penerima

Nomor Telepon:

Alamat pasien jika obat


narkotika/psikotropika/precursor:

23
BAB II
PENGENALAN ALAT- ALAT
LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR

A. TUJUAN
Mahasiswa mengetahui beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan
praktikum peracikan obat.

B. DASAR TEORI
Di dalam laci meja praktikan harus tersedia peralatan yang akan dipergunakan untuk
kegiatan peracikan obat. Sebelum dan sesudah praktikum peralatan harus
diinventarisir dan harus dalam keadaan bersih. Contoh gambar beberapa peralatan
yang dibutuhkan untuk kegiatan praktikum peracikan obat.
1. Mortir dan stamfer ( Lumpang dan alu)
Mortir dan stamfer digunakan untuk: 1. menghaluskan dan mencampur serbuk
dalam pembuatan puyer; 2. mencampur bahan aktif dan basis salep ; 3. Membuat
emulsi dan suspensi; 4. Melarutkan bahan-bahan yang memerlukan penggerusan
terlebih dahulu.

2. Waterbath.
Alat pemanas dengan menggunakan uap air. Alat ini biasanya digunakan untuk
mencairkan basis salep.

3. Beaker gelas
Beaker gelas ada bermacam- macam ukuran berguna untuk melarutkan bahan
dengan bantuan batang pengaduk.

24
4. Erlenmeyer
Erlenmeyer tersedia dalam berbagai ukuran, digunakan untuk melarutkan
bahan.

5. Cawan poselen
Cawan poselen berguna untuk menimbang bahan obat cair, atau wadah untuk
mencairkan basis salep/ menguapkan cairan diatas waterbath.

6. Gelas ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur pelarut/ volume obat cair.

25
7. Pipet tetes
Pipet digunakan untuk memindahkan/mengambil cairan dalam satuan
tetes/dalam jumlah kecil, seperti minyak atsiri.

8. Kaca Arloji
Kaca Arloji digunakan untuk menimbang cairan / cairan kental dalam jumlah
kecil.

26
MENIMBANG BAHAN OBAT

A. TUJUAN
Mahasiswa terampil menguasai cara dan teknik menimbang bahan obat

B. DASAR TEORI
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menimbang bahan obat adalah
sebagai berikut:
1. Periksa dahulu apakah timbangan sudah tepat, caranya :
a. Meja timbangan harus datar/sejajar, di lihat pada water pas atau batu duga
b. Lengan timbangan harus datar, dilihat dari jarum timbangan yang letaknya
tepat di tengah skala
c. Putar tombol tuas ketika timbangan terangkat akan terlihat apakah piringan
seimbang atau tidak, bila tidak seimbang putar mur ke kanan/kiri sesuai
dengan keseimbangannya.
2. Setelah seimbang letakkan kertas perkamen di kedua sisi piringan, angkat tuas
untuk memastikan keseimbanngannya, bila sudah seimbang dapat dimulai
dengan penimbangan bahan obat.
3. Cara menimbang:
a. Waktu menimbang, di atas kedua piring timbangan, selalu diletakkan kertas
perkamen sebagai alas.
b. Anak timbangan terletak pada piring sebelah kiri dan bahan obat terletak
pada piring sebelah kanan
c. Angkat pelan-pelan tuas penyangga diputar sampai piring timbangan
terangkat untuk melihat apakah bahan-bahan yang ditimbang kurang atau
lebih, dengan melihat kesetimbangan.
d. Setiap kali akan menambahkan atau mengurangi bahan yang ditimbang tuas
penyangga timbangan diturunkan (piring timbangan tidak dalam keadaan
terangkat)
e. Proses timbangan telah selesai bila tuas penyangga timbangan diputar dan
piring timbangan terangkat serta jarum sudah menunjukkan kesetimbangan.
f. Selesai menimbang bahan dan anak timbangan diturunkan dari piring
timbangan.
g. Jika akan menimbang kembali maka kertas perkamen harus selalu diganti
dengan yang baru.
4. Cara Menara:
a. Gunakan penara harus mudah dibersihkan.
b. Setelah timbangan setimbang, wadah yang akan di tara diletakkan di piring
timbangan sebelah kanan.
c. Butir-butir penara dengan wadahnya diletakkan dipiring timbangan sebelah
kiri secukupnya.
d. Naikkan tuas penyangga, jika belum setimbang butir penara ditambahkan
atau dikurangi sampai dicapai titik kesetimbangan.
27
e. Lakukan penimbangan, dengan meletakkan anak timbangan diluar wadah
penara.
5. Timbangan obat miligram digunakan untuk menimbang bahan obat yang
beratnya kurang dari satu gram.
6. Bahan obat yang berbentuk kristal dan bahan-bahan yang higroskopis ditimbang
di atas gelas arloji
7. Bahan obat yang lembek / setengah padat, ditimbang di atas kertas perkamen.
8. Bahan-bahan obat cair
a. Tanpa pengerjaan lebih lanjut, ditimbang langsung ke dalam botol
b. Dengan pengerjaan lanjutan, ditimbang di atas cawan penguap,
erlenmeyer atau gelas arloji jika jumlahnya sedikit
9. Bahan-bahan obat yang mudah yang mudah menguap ditimbang di wadah
tertutup
10. Bahan-bahan obat yang mudah rusak oleh zat organik atau bersifat oksidator,
ditimbang di atas gelas arloji dengan menggunakan sendok porselen untuk
mengambilnya
11. Bahan obat yang mempunyai bau keras, ditimbang di atas gelas arloji dengan
menggunakan sendok porselen
12. Ekstrak kental (spissum) ditimbang di atas kertas perkamen yang telah diolesi
parafin cair

PENGENCERAN OBAT
Bahan obat yang tertulis di dalam resep, pada umumnya ditulis dalam satuan:
a. Gram yang biasa tidak dituliskan satuannya misalnya Lactosum 2 artinya
lactosum beratnya 2 gram, atau ada juga yang menuliskan lengkap misalnya
Lactosum 2 gram/2 g tetapi tidak boleh dituliskan 2 gr, karena 1 grain =
0.06479891 gram atau = 64,79891 miligram.
b. Milligram, berbeda dengan satuan gram, satuan miligram harus ditulis dengan
jelas. Contoh Chlorpheniramini maleas 8 mg.
c. SI (Satuan Internasional) atau UI (Unit International), obat dengan satuan ini
biasanya digunakan untuk bahan obat yang tidak dapat diperoleh dalam keadaan
murni. Satuan ini merupakan konsentrasi zat aktif didalam campurannya. Contoh
: sediaan Vitamin A 1000 UI, Bacitracin 4.000.000 UI, Insulin 100 UI,
Asparaginase 5000 UI, dll.
d. Microgram (mcg) contoh vitamin B12 20 mcg
e. Satuan volume : mililiter (mL), centimeter cubic (cc),microgram (μg), microliter
(μL), 1 cc = 1 mL = 1000 μL.

Berat bahan obat yang boleh ditimbang minimal 50 mg, bila beratnya kurang dari 50
mg maka harus dibuat pengenceran. Pengenceran juga berlaku untuk sediaan
tablet/capsul yang jumlahnya dalam bentuk pecahan misalnya 0,5 tablet, 1/4
tablet/capsul juga harus dibuat pengenceran. Untuk bahan yang akan ditimbang
kurang dari 50 mg, dapat menggunakan perbandingan 1:5, 1:10, 1:50, atau dapat
melakukan pengenceran bertingkat.

28
Contoh 1:
Asetilsistein yang diperlukan dalam terapi pasien sebesar 30 mg. Jika kita
menggunakan perbandingan 1:5, maka penimbangannya adalah:
• Asetilsistein ditimbang sebesar 50 mg
• Tambahkan SL sebesar 200 mg
• Total campuran bahan adalah 50 mg + 200 mg = 250 mg

Hasil pengengenceran yang diambil untuk racikan obat:


30 mg/ 50 mg x 250 mg = 150 mg

Sisa pengenceran = 250 mg – 150 mg = 100 mg

Contoh 2:
Asetilsistein yang diperlukan dalam terapi pasien sebesar 30 mg. Jika kita
menggunakan perbandingan 1:10, maka penimbangannya adalah:
• Asetilsistein ditimbang sebesar 50 mg
• Tambahkan SL sebesar 450 mg
• Total campuran bahan adalah 50 mg + 450 mg = 500 mg

Hasil pengengenceran yang diambil untuk racikan obat:


30 mg/ 50 mg x 500 mg = 300 mg

Sisa pengenceran = 500 mg – 300 mg = 200 mg

Contoh 3:
Asetilsistein yang diperlukan dalam terapi pasien sebesar 3 mg. Jika kita
menggunakan perbandingan 1:50, maka penimbangannya adalah:
• Asetilsistein ditimbang sebesar 50 mg
• Tambahkan SL sebesar 2450 mg
• Total campuran bahan adalah 50 mg + 2450 mg = 2500 mg

Hasil pengengenceran yang diambil untuk racikan obat:


3 mg/ 50 mg x 2500 mg = 150 mg

Sisa pengenceran = 2500 mg – 150 mg = 2350 mg

Contoh 4:
R/ Vitamin B kompleks tablet no 1/4 tab
mf. Pulv dtd no. XV

• Tablet yang dibutuhkan sebesar: 1/4 x 15 = 3,75 tablet


• Sehingga harus diambil bulatan 4 tablet
• 3 tablet akan di gerus utuh, sedangkan 1 tablet akan dilakukan pengenceran.

29
• Maka pengencerannya:
➢ Timbang 1 tablet vit. B komp. = X mg (misalnya: 100 mg)
➢ Tambahkan bahan inert sebesar 400 mg (1:5)
➢ Total campuran bahan adalah 100 mg + 400 mg = 500 mg
➢ Hasil pengengenceran yang diambil untuk racikan obat:
1/4 x 500 mg = 125 mg

Sisa pengenceran = 500 mg – 125 mg = 375 mg

Contoh 5:
Asetilsistein yang diperlukan dalam terapi pasien sebesar 0,3 mg.
Menggunakan pengenceran bertingkat, maka penimbangannya adalah:
Tingkat I
• Asetilsistein ditimbang sebesar 50 mg
• Tambahkan SL sebesar 2450 mg
• Total campuran bahan adalah 50 mg + 2450 mg = 2500 mg
Hasil pengengenceran yang diambil untuk racikan obat (campuran 1):
3 mg/ 50 mg x 2500 mg = 150 mg (dalam 150 mg mengandung 3 mg Asetilsistein)

Tingkat II
• Timbang campuran 1 sebesar 150 mg
• Tambahkan SL sebesar 350 mg
• Total campuran bahan adalah 150 mg + 350 mg = 500 mg (campuran 2)
Hasil pengengenceran (campuran 2) yang diambil untuk racikan obat:
0,3 mg/ 3 mg x 500 mg = 50 mg

Catatan: Jika belum mencukupi 50 mg, maka pengenceran dapat dilakukan ke


beberapa tingkat lagi.

Contoh 6:
Pengenceran zat aktif dalam bentuk padat didalam bahan setengah padat, contohnya
adalah pengenceran Triamcinolone di dalam sediaan cream. Prinsipnya sama seperti
pengenceran obat dalam puyer.

R/ Triamcinolone acetas 0,1%


mf cream 30

• Perhitungan Triamcinolone acetas = 0,1% x 30.000 mg = 30 mg (berat < 50 mg)


harus dibuat pengenceran dengan menggunakan basis cream.
• Timbang Triamcinolon sebesar 50 mg
• Tambahkan basis cream sebesar 450mg
• Total campuran bahan adalah 50 mg + 450 mg = 500 mg
• Hasil pengengenceran yang diambil untuk racikan obat:
30 mg/50 mg x 500 mg = 300 mg

30
(mengandung basis cream = 300 mg – 30 mg = 270 mg)
Sisa pengenceran = 500 mg – 300 mg = 200 mg

Kekurangan basis cream dalam resep tersebut adalah


3000 mg – 270 mg = 2730 mg

31
BAB III
KELENGKAPAN RESEP, SKRINING RESEP,
PEMBUATAN SALINAN RESEP, VERIVIKASI OBAT DAN
PENYAMPAIAN INFORMASI OBAT

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu memeriksa kelengkapan resep dan skrining resep sebelum
menyiapkan obat sesuai resep.

B. DASAR TEORI
Dalam mengerjakan resep-resep yang diterima, mahasiswa harus memeriksa ke
absahan dan kelengkapan resep, meliputi:
1. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter.
2. Tanggal penulisan resep.
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (artinya ambilah, yang
maksudnya kita diminta untuk menyiapkan obat-obat yang nama dan jumlahnya
tertulis di dalam resep).
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Nama pasien. Bagi resep yang mengandung obat golongan narkotika harus
disertakan juga alamatnya.
7. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya
melebihi dosis maksimal.

SALINAN RESEP
Salinan resep memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli juga harus
memuat:
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor izin apoteker pengelola apotek
c. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek
d. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan tanda nedet (nedetur)
untuk obat yang belum diserahkan, pada dengan tanda ITER...X diberi tanda
detur orig / detur......X
e. Tanggal pembuatan Salinan resep

SKRINING RESEP
Persyaratan administrasi, meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien (Bagi resep yang
mengandung obat golongan narkotika harus disertakan juga alamatnya)
b. Nama, nomor ijin, alamat, nomor telepon dan paraf dokter
c. Tanggal Resep
32
d. Ruangan/unit asal Resep
e. Nomor rekam medis pasien

Persyaratan farmasetik, meliputi:


a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan Jumlah Obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
e. Kompatibilitas obat

Persyaratan klinis, meliputi:

a. Ketepatan indikasi
b. Ketepatan dosis dan waktu/lama penggunaan obat
c. Duplikasi /polifarmasi obat
d. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
e. Kontra indikasi
f. Interaksi obat

Verifikasi Obat/ Pengecekan


Verifikasi obat/ pengecekan obat harus dilakukan setelah penyiapan obat selesai dan
obat telah siap di serahkan kepasien. Verifikasi obat dilakukan untuk memastikan
bahwa obat yang disiapkan sudah sesuai dengan resep, serta mencegah terjadinya
kesalahan pemberian obat kepada pasien.
Penyampaian Informasi Obat
Penyampaian informasi obat pada saat penyerahan merupakan point penting dalam
pelayanan farmasi. Hal ini menjadi dasar pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam
penggunaan obat. Untuk itu mahasiswa farmasi perlu melatih diri dalam
mempraktikan penyampaian informasi obat pada saat penyerahan obat ke pasien.

C. PROSEDUR KERJA
1. Tulislah kelengkapan resep yang diberikan oleh dosen/asisten dosen, jika resep
tidak lengkap tulislah solusi untuk mengatasinya.
2. Buatlah Salinan resepnya, dengan kondisi obat sudah diambil semua, obat diambil
setengahnya.
3. Lakukan skrining resep terhadap resep tersebut dengan menggunakan format yang
telah disediakan dosen/asisten dosen, tulislah masalah-masalah yang ditemui
dalam resep tersebut dan tulis solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Lakukan tahapan verifikasi obat dengan menggunakan format yang telah
disediakan.
5. Lakukan tahapan penyampaian informasi obat saat penyerahan sesuai dengan
menggunakan format yang telah disediakan.

33
DAFTAR TILIK SKRINING RESEP (DTSR)
NAMA APOTEK :
ALAMAT APOTEK :
APOTEKER :
Nomor Kode : ................................................................... Tanggal : ..................................
Resep/Skrining
Skrining 1 (Asal-usul Resep) Fakta
“INSCRIPTIO”
1. Dari Dokter : ................................... Valid Invalid Meragukan
2. Alamat dokter : ................................... Valid, clear Invalid Meragukan
3. Tanggal penulisan ................................... Valid Invalid Meragukan
4. SIP Dokter : ................................... Valid Invalid Meragukan
Masih berlaku Kadaluwarsa
“SUBCRIPTIO”
5. Td tgn/Paraf dokter : ................................... Valid Invalid Meragukan
“INVOCATIO”
6. Tanda resep diawal :
penulisan resep (R/)
Keputusan Apoteker Lolos Tolak
Skrining 2 (Asal-usul Pasien) “PRO” Fakta
7. Nama Pasien : ................................... Valid Invalid Meragukan
8. Umur Pasien : ................................... Valid Invalid Meragukan
9. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan OKE
10. Berat Badan (tuliskan) : ................................... Valid Invalid Meragukan
11. Tinggi Badan (tuliskan) : ................................... Valid Invalid Meragukan
12. Alamat Jelas (tuliskan) : ........................................................................................................................ (Baru→pindahkan ke MR)
Keputusan Apoteker Lolos Tolak
Skrining 3 (Obat-obat yang diminta) “PRAESCRIPTIO”
13. Nama dagang Nama Generik Btk. Sediaan Kekuatan Dosis Jumlah Dosis Terapi

Skrining 4 (Spesifikasi Permintaan) “SIGNATURA” Fakta Permintaan


14. Permintaan Cara Pakai Obat
15. Permintaan Aturan Pakai Obat
16. Permintaan Cara penyiapan Obat
17. Informasi khusus/lainnya Tidak Ada Ada, sebutkan

Skrining 5 (Analisis Kesesuaian Farmasetis) → Sesuaikan dengan Skrining 4


18. Kesesuaian bentuk sediaan dan stabilitas obat Sesuai Tidak sesuai
19. Kesesuaian antara potensi dan dosis Sesuai Tidak sesuai
20. Inkompatibilitas Kompatibel Inkompatibel
21. Cara Pakai Obat Benar Tidak benar
22. Aturan Pakai Obat dan Lama Pemberian Benar Tidak benar
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
23. Konfirmasi ke dokter Ya, Perlu
24. Komunikasi ke pasien Ya, perlu
Keputusan Apoteker Lanjut Ditunda Ditolak

Skrining 6 (Analisis Pertimbangan Klinis) → Sandingkan dengan PMR Pasien pada kunjungan2 sebelumnya
25. Adanya riwayat alergi pada pasien Ada Tidak ada
26. Reaksi atas efek samping penggunaan Ada / Pernah Tdk Ada / Tdk Pernah
27. Interaksi antar komponen obat Ada masalah Tdk ada masalah
28. Kesesuaian dosis dengan kondisi pasien Sesuai Tidak sesuai
29. Hal-hal khusus terhadap pasien Tidak ada Ada, sebutkan
Sikap Apoteker Hasil komunikasi
30. Konfirmasi ke dokter Ya, Perlu
31. Komunikasi ke pasien Ya, perlu
Keputusan Apoteker Lanjut Ditunda Ditolak
Catatan Tambahan

34
Contoh Format skrining/telaah/pengkajian resep di RS

PENGKAJIAN RESEP
No Aspek Telaah Ada Tida
() k ()
1 Kejelasan tulisan
2 Nama pasien
3 Tanggal lahir pasien
4 Nomor rekam medis pasien
5 Berat badan (pasien anak)
6 Nama Dokter/DPJP
7 No. SIP Dokter
8 Informasi riwayat alergi pasien
9 Benar obat
10 Benar dosis dan jumlah obat
11 Benar rute/cara penggunaan
12 Benar waktu dan frekuensi penggunaan
13 Duplikasi obat
14 Interaksi obat
15 Kontraindikasi lain
NAMA DAN PARAF
PETUGAS
JAM

PERSETUJUAN PERUBAHAN RESEP


Perubahan Resep Petugas Disetujui Oleh
Tertulis Menjadi Farmasi

35
BAB IV
PULVERES

A. TUJUAN
Praktikum ini melatih mahasiswa dalam hal: menghitung dosis puyer, menghitung
jumlah bahan puyer, menyelesaikan puyer resep racikan, membagi puyer sama
banyak, membungkus puyer dengan rapih, membuat etiket puyer, melakukan
verifikasi obat puyer, membuat salinan resep (jika diminta), menyerahkan obat
kepada pasien, dengan memberikan informasi tentang puyer yang diserahkan.

B. DASAR TEORI
Pulveres adalah serbuk atau campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, homogen diberikan dalam bentuk terbagi, dibungkus untuk sekali
minum.

Keuntungan sediaan serbuk sebagai obat dalam:


1. Karena mempunyai luas permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi
dan lebih mudah larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan.
2. Dapat diberikan pada anak anak atau orang dewasa yang sukar menelan kapsul
atau tablet.
3. Disiapkan secara indivual sesuai dosis
4. Untuk obat yang terlalu besar volumenya bila untuk dibuat tablet atau capsul.
5. Untuk obat- obat yang tidak stabil jika diberikan dalam bentuk larutan atau
suspensi dalam air dapat dibuat serbuk atau granul.

Kerugian :
1. Rasa dan bau yang tidak menyenangkan
2. Serbuk memiliki luas permukaan yang besar sehingga mudah terekspose oleh
udara, kadang-kadang akan menyebabkan serbuk menjadi menyerap gas dan
menjadi lembab.

Dalam menyelesaikan resep racikan puyer seorang farmasis harus lebih dahulu
menelaah komposisi obat dalam puyer tersebut seperti:
1. Apakah komposisi obat dalam puyer rasional atau tidak. Sebagai contoh pada
resep puyer yang mengandung obat kausal (antibiotik) dicampur dengan obat
simptomatik seperti antipiretik. Antibiotik harus diminum secara teratur, terus-
menerus sampai habis, sedangkan antipiretik yang seharusnya diminum pada
saat timbulnya gejala demam saja. Bila obat dicampur, pasien akan terpapar oleh
obat-obat yang tidak perlu yang berisiko menimbulkan efek samping.
2. Apakah ada obat yang aturan penggunaannya berbeda-beda misalnya ada yang
setiap 24 jam, ada yang 12 jam dan ada yang 8 jam. Obat- obat yang aturan

36
pakainya berbeda-beda seperti setiap 12 jam/24 jam/8 jam tidak boleh dicampur
penggunaannya.
3. Apakah ada sediaan tablet yang tidak boleh diracik/dihancurkan, karena
tablettersebut sudah diformulasikan sedemikian rupa dalam bentuk enteric
coated yaitu tablet yang zat aktifnya diinginkan bekerja diusus halus. Karena bila
digerus zat aktifnya dapat mengiritasi lambung, bila digerus zat aktifnya akan
rusak, bila digerus tabletnya akan basah karena mengandung zat yang sangat
higroskopis sehingga puyernya akan lembab/basah.
4. Apakah terdapat sediaan lepas lambat (time delays)/slow release medicines atau
long acting medicines, sedian tablet ini tidak boleh dikunyah atau dihancurkan
sebelum ditelan. Hal tersebut karena sediaan tablet telah dirancang sedemikian
rupa slow release medicines (obat lepas lambat) atau long acting medicines telah
dirancang bekerja secara bertahap, 8 jam, 12 jam, 24 jam atau lebih. Zat aktifnya
dilepas sedikit demi sedikit dari formulasinya untuk diserap oleh tubuh dan
bekerja dalam waktu yang cukup panjang. Dosisnya sudah diatur sedemikian
rupa sehingga penyerapannya oleh tubuh sesuai dengan keperluan. Jika tablet
slow release atau long acting ini dihancurkan atau dikunyah, maka formulasinya
akan rusak. Akibatnya, dosis menjadi tidak terkontrol lagi, yang dapat berakibat
fatal, sehingga dapat terjadi overdosis, karena dosis yang seharusnya terbagi
untuk beberapa jam akan dilepas sekaligus atau, waktu kerja obat menjadi terlalu
singkat sehingga tidak dapat memberikan efek terapi dalam waktu tertentu
sebagaimana yang diinginkan. Tablet model ini dapat ditandai oleh adanya
tulisan SR (slow/sustained release), SA (sustained action), LA (long acting), XL
(extended length), CR (controlled release), TR (time release) ER (extended
release), XR (extended release), Contin (continuous acting). Contoh obatnya:
Zoladex LA, Voltadex Retard, Xanax XR, Xatral XR, Xatral XL, Efexor XR,
Isoptin SR, Euphyllin Retard, Retaphyl SR, Adalat Oros, Adalat Retard, Berifen
100 SR, Cedocard Retard, Ciproxin SR, Diamicron MR, Glucontrol XL Efexor
XR, MST Contin, Ritalin SR tablet, Ritalin LA capsul.
5. Bila pasien mendapat resep tablet slow release medicines atau long acting
medicines, harus ditanyakan apakah pasien dapat menelan tablet, karena
tabletnya tidak boleh dihancurkan harus ditelan dalam keadaan utuh. Bila pasien
tidak dapat menelan tablet, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep agar
menganti bentuk sediaan tablet menjadi tablet bisa yang dapat yang dapat
diracik/dihancurkan di mulut.
6. Apakah di dalam resep terdapat sedian spansule (capsule slow release) biasanya
berisi pellet atau butiran-butiran granul yang bekerjanya long acting umumnya
berisi granula. Isi capsul tidak boleh dikeluarkan dan digerus, capsul harus
ditelan dalam keadaan utuh. Contohnya: Omeprazol capsul, Losec capsul.
7. Apakah dalam resep terdapat sediaan Sublingual atau Bukal. Pemberian sediaan
melalui sublingual (dibawah lidah) atau bukal (diantara pipi dan gusi)
dimaksudkan agar obat dapat segera diabsorpsi melalui aliran darah disekitar
bawah lidah atau diantara gusi dan pipi. Sehingga bila obat-obat yang harus
diberikan secara sublingual atau bucal pemberiannya dilakukan melalui

37
nasogastric tube (NGT) obat menjadi tidak efektif, karena melalui cara ini obat
harus dihaluskan terlebih dahulu. Contoh sediaan yang diberikan dibawah lidah
Cedocard, Fasorbid, ISDN (Isosorbid dinitrat), dll.

C. PROSEDUR KERJA
1. Periksa kelengkapan resep, jika ada yang tidak lengkap minta klarifikasi dari
dosen/asisten dosen.
2. Lakukan skrining resep, catat masalah yang ditemui serta catat usulan, kemudian
laporkan masalah tersebut serta sampaikan usulan solusi kepada dosen/asisten
dosen untuk disetujui.
3. Hitung dosis obat.
4. Hitung jumlah obat dan bahan lain yang akan di timbang.
5. Siapkan semua peralatan yang bersih dan kering.
6. Lakukan penimbangan bahan sesuai perhitungan.
7. Lakukan peracikan obat
Cara peracikan puyer :
a. Bila bahan untuk puyer berupa bahan baku
1) Bahan obat berbentuk kristal atau bongkahan digerus hingga halus.
2) Bahan obat dalam jumlah kecil digerus bersama bahan tambahan.
3) Bahan obat dengan berat jenis (BJ) kecil digerus terlebih dahulu,
kemudian bahan obat dengan BJ besar.
4) Bahan obat yang berwarna digerus di antara 2 bahan tambahan.
5) Bahan obat yang bobotnya di bawah 50 mg, dilakukan pengenceran.
b. Bila bahan obat untuk puyer berupa tablet
1) Tablet yang ukurannya paling kecil di gerus terlebih dahulu;
2) Tablet yang ukurannya lebih besar di gerus kemudian;
3) Kemudian semua serbuk di gerus hingga halus dan homogen,
homegenitas di lihat bila tabletnya warna warni, hasil akhirnya berupa
serbuk halus, tidak terdapat butiran-butiran kasar dengan warna yang
homogen.
4) Bila semua serbuk atau tablet berwarna putih, pada waktu penggerusan
ditambahkan zat pewarna khusus makanan agar dapat di lihat
homogenitas dari pewarnaan yang merata.
5) Baru kemudian diasukkan bahan obat yang berupa serbuk, kemudian
seluruhnya diaduk hingga homogen.
Bila bobot sangat kecil (kurang dari 500 mg per bungkus) harus ditambahkan zat
pengisi (laktosa) sampai bobotnya menjadi 500 (lima ratus) mg per bungkus.
8. Lakukan pembagian obat
a. Bila serbuk yang diminta 10 bungkus, serbuk dapat dibagi langsung sama
banyak pada setiap bungkusnya sesuai dengan pangan mata.
b. Bila jumlah serbuk lebih dari 10 bungkus tetapi dalam jumlah genap
misalkan 12
c. bungkus, serbuk dibagi dua bagian sama banyak dengan menggunakan
timbangan. Kemudian bagian dibagi 6 bungkus sama banyak.

38
d. Bila jumlah serbuk ganjil lebih dari 10, misalkan 15 (lima belas) bungkus,
seluruh serbuk ditimbang, dihitung berat satu bungkus, timbang satu
bungkus, sisa serbuk ditimbang sama banyak, kemudian masing-masing
dibagi 7 bungkus.
9. Pengemasan sediaan obat
Setelah semua obat terbagi dan dibungkus rapih, masukkan semua bungkus ke
dalam wadah (Pot/klip plastic)
10. Pembuatan dan penempelan etiket obat
11. Pembuatan Salinan resep (jika diminta)
12. Lakukan verifikasi obat
13. Penyerahan obat dan penyampaian informasi obat

39
BAB V
PULVIS ADSPERSORIUS

A. TUJUAN
Praktikum ini melatih mahasiswa dalam hal: menghitung bahan bedak tabur,
menyalin resep standar serbuk tabur, menghitung jumlah bahan obat bedak tabur,
cara mengerjakan bahan-bahan dalam pulvis adspersorius, menentukan nomor
pengayak yang akan digunakan untuk bedak tabur, cara mengayak serbuk tabur, cara
mengemas serbuk tabur.

B. DASAR TEORI
Pulvis adspersorius atau serbuk tabur/bedak tabur adalah serbuk ringan untuk
penggunaan topical (untuk pemakaian luar), dapat dikemas dalam wadah yang
bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan pada kulit.
Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari
partikel padat, sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan
mengurangi pergeseran pada daerah intertriginosa (lipatan seperti ketiak, lipat paha,
intergluteal/antara dua otot besar bokong, lipat payudara, antara jari tangan atau
kaki). Penggunaannya dengan cara ditaburkan dan digosokkan dengan telapak tangan
pada permukaan kulit.

Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100 mesh,
agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka. Syarat serbuk tabur harus
homogen dengan derajat kehalusan pengayak No. 60 bila tidak mengandung lemak,
bila mengandung lemak diayak dengan pengayak No. 44.
• Pengayak Nomor 44 artinya setiap 1 cm2 permukaan ayakan terdapat 44 lubang.
• Pengayak Nomor 60 artinya setiap 1 cm2 permukaan ayakan terdapat 60 lubang.

Cara meracik beberapa bahan obat dalam serbuk tabur:


1. Asam salisilat, mentol, kamfer dan Balsam Peru dilarutkann terlebih dahulu
dengan etanol 95% beberapa tetes hingga larut, keringkan dengan pembawanya
(talcum). Untuk massa kamfer dan mentol tidak ikut diayak guna mencegah
penguapan.
2. Adeps lanae dicairkan dimortir panas, setelah cair ditambah talcum aduk hingga
merata.
3. Bila ada penambahan minyak menguap diteteskan dicampurkan dengan serbuk
tabur yang sudah diayak.
4. Zinc Oxyd diayak terlebih dahulu dengan pengayak nomor 60 baru kemudian
ditimbang.

40
C. PROSEDUR KERJA
1. Periksa kelengkapan resep, jika ada yang tidak lengkap meminta klarifikasi dari
dosen/asisten dosen.
2. Lakukan skrining resep, catat masalah yang ditemui serta catat usulan, kemudian
laporkan masalah tersebut serta sampaikan usulan solusi kepada dosen/asisten
dosen untuk disetujui.
3. Hitung dosis obat.
4. Hitung jumlah obat dan bahan lain yang akan di timbang.
5. Siapkan semua peralatan yang bersih dan kering.
6. Lakukan penimbangan bahan sesuai perhitungan.
7. Lakukan peracikan obat
8. Pengemasan sediaan obat
9. Pembuatan dan penempelan etiket obat
10. Pembuatan Salinan resep (jika diminta)
11. Lakukan verifikasi obat
12. Penyerahan obat dan penyampaian informasi obat

41
BAB VI
KAPSUL

A. TUJUAN
Praktikum ini melatih mahasiswa dalam hal: menghitung dosis obat yang akan di
kapsul, menghitung jumlah bahan obat, menyelesaikan resep racikan kapsul,
membagi bahan obat sama banyak, memasukan bahan obat kedalam cangkang
kapsul, mengemas kapsul ke dalam wadah, membuat etiket, melakukan verifikasi
obat kapsul, membuat salinan resep (jika diminta), menyerahkan obat kepada pasien,
dengan memberikan informasi tentang puyer yang diserahkan.

B. DASAR TEORI
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut.
• Keuntungan kapsul : Selain mempunyai bentuk dan warna yang menarik, capsul
dapat digunakan untuk bahan-bahan obat yang mempunyai rasa yang sangat
pahit seperti (Kloramfenikol, Erythromycin.) mempunyai bau yang tidak enak
(seperti minyak ikan, Chloralhidras), Obat yang diinginkan bekerjanya pada
usus halus misalnya obat cacing dan obat yang mempunyai profil lepas lambat
• Kekurangan sediaan bentuk capsul tidak dapat diberikan kepada pasien yang
tidak dapat menelan obat (capsul, tablet).

Dalam praktek prinsip pengerjaannya sama seperti resep puyer hanya hasil akhirnya,
serbuk tidak dibungkus tetapi dimaksukkan kedalam cangkang capsul keras.
Pada saat membuat sediaan capsul mahasiswa harus memilih capsul sesuai dengan
banyaknya serbuk yang akan dimasukkan kedalam capsul, tidak boleh ada obat yang
tersisa.
Ukuran capsul dan warnanya harus sama serta dibersihkan permukaan capsulnya
sebelum capsul diserahkan kepada pasien.

C. PROSEDUR KERJA
1. Periksa kelengkapan resep, jika ada yang tidak lengkap minta klarifikasi dari
dosen/asisten dosen.
2. Lakukan skrining resep, catat masalah yang ditemui serta catat usulan, kemudian
laporkan masalah tersebut serta sampaikan usulan solusi kepada dosen/asisten
dosen untuk disetujui.
3. Hitung dosis obat.
4. Hitung jumlah obat dan bahan lain yang akan di timbang.
5. Siapkan semua peralatan yang bersih dan kering.
6. Lakukan penimbangan bahan sesuai perhitungan.
7. Lakukan peracikan obat
Cara peracikan bahan obat kapsul sama dengan cara peracikan puyer :

42
a. Bila bahan obat berupa bahan baku
1) Bahan obat berbentuk kristal atau bongkahan digerus hingga halus.
2) Bahan obat dalam jumlah kecil digerus bersama bahan tambahan.
3) Bahan obat dengan berat jenis (BJ) kecil digerus terlebih dahulu,
kemudian bahan obat dengan BJ besar.
4) Bahan obat yang berwarna digerus di antara 2 bahan tambahan.
5) Bahan obat yang bobotnya di bawah 50 mg, dilakukan pengenceran.
b. Bila bahan obat berupa tablet
1) Tablet yang ukurannya paling kecil di gerus terlebih dahulu;
2) Tablet yang ukurannya lebih besar di gerus kemudian;
3) Kemudian semua serbuk di gerus hingga halus dan homogen,
homegenitas di lihat bila tabletnya warna warni, hasil akhirnya berupa
serbuk halus, tidak terdapat butiran-butiran kasar dengan warna yang
homogen.
4) Bila semua serbuk atau tablet berwarna putih, pada waktu penggerusan
ditambahkan zat pewarna khusus makanan agar dapat di lihat
homogenitas dari pewarnaan yang merata.
5) Baru kemudian diasukkan bahan obat yang berupa serbuk, kemudian
seluruhnya diaduk hingga homogen.
8. Pemilihan Ukuran kapsul, timbang bahan obat, kemudian tentukan ukuran
kapsul.
Ukuran cangkang umumnya bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar (000). Umumnya ukuran 00 adalah ukuran terbesar yang dapat
diberikan kepada pasien. Ukuran capsul terbesar 000 biasanya digunakan untuk
hewan.
Berat bahan obat (mg) Ukuran cangkang capsul
200 – 300 2

> 300 – 400 1

> 400 - 500 0

> 500 - 700 00


9. Lakukan pembagian obat
a. Bila jumlah pulveres yang dibuat 10 bungkus maka seluruh serbuk yang
sudah homogen, dapat langung dibagi menjadi 10 sama rata berdasarkan
pandangan mata.
b. Bila jumlah pulveres lebih dari 10 bungkus dan jumlahnya genap (misalnya
12 bungkus), berat puyer seluruhnya dibagi dua bagian. Masing masing
bagian dibagi sama banyak. Misalnya bila diminta 12 bungkus, maka setiap
bagiannya dibagi menjadi 6 bagian, kemudian tiap bagian dimasukkan
kedalam capsul.
c. Bila jumlah pulveres lebih dari 10 bungkus dan jumlahnya ganjil (misalnya
15 bungkus), serbuk ditimbang seluruhnya kemudian dicari bobot rata-rata
43
1 bungkus. Kemudian ditimbang untuk 1 (satu) bungkus, sisanya dibagi
seperti cara b.
10. Memasukkan serbuk ke dalam capsul
a. Siapkan cangkang capsul yang ukurannya sesuai untuk volume serbuk yang
telah dibagi dengan sama rata. Serbuk yang sudah dibagi sama rata
dimasukkan dengan sempurna kedalam capsul, kemudian capsul ditutup
dan ditekan. Seluruh capsul yang telah selesai diisi dibersihkan
permukaannya dari serbuk obat yang menempel.
b. Bagi Anda yang tangannya sering berkeringat, harus sering dikeringkan
agar permukaan capsul tidak menjadi lembab. Pengisian capsul juga dapat
dilakukan dengan bantuan alat pengisi capsul.

Alat pengisi capsul manual

c. Penggunaan alat pengisi capsul


Kapsul dibuka dan badan kapsul dimasukkan ke dalam lubang dari bagian
alat yang tidak bergerak. Serbuk yang akan dimasukkan ke dalam kapsul
dimasukkan/ ditaburkan pada permukaan kemudian diratakan dengan kertas
film (sudip) atau dalam gambar 4.4. lembar plastik yang berwarna kuning.
Kapsul ditutup dengan cara merapatkan/menggerakkan bagian yang
bergerak. Dengan cara demikian semua kapsul akan tertutup.
11. Lakukan pembersihan kapsul dari serpihan/debu serbuk, dengan meletakkan
kapsul diatas sepotong kain (linen wol) kemudian dogosok-gosokkan sampai
bersih.
12. Pengemasan sediaan obat
Setelah semua kapsul bersih, masukkan semua kapsul ke dalam wadah (Pot/klip
plastic).
13. Pembuatan dan penempelan etiket obat
14. Pembuatan Salinan resep (jika diminta)
15. Lakukan verifikasi obat
16. Penyerahan obat dan penyampaian informasi obat

44
BAB VII
SALEP

A. TUJUAN
Praktikum ini melatih mahasiswa dalam hal: menghitung dosis obat yang akan di
buat salep, menghitung jumlah bahan obat, menyelesaikan resep racikan salep,
mengemas sediaan salep ke dalam wadah, membuat etiket, melakukan verifikasi obat
salep, membuat salinan resep (jika diminta), menyerahkan obat kepada pasien,
dengan memberikan informasi tentang puyer yang diserahkan.

B. DASAR TEORI
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir.
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan
air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu
dasar salep tersebut.
Pemilihan dasar salep tergantung dari beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan,sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalkan obat -obat
yang cepat terhidrolisa, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar
salep yang mengandung air.
Dasar salep kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar digunakan Vaselin Putih.
Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan
dasar salep yang disebutkan diatas. Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal.
Namun, dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan dapat diperoleh bentuk
sediaan yang paling baik.
Aturan umum pembuatan salep:
1. Bahan obat yang larut dalam dasar salep, dilarutkan di dalamnya, jika perlu
dengan pemanasan.
2. Bahan obat yang larut dalam air, dilarutkan di dalamnya. Dengan catatan air
yang digunakan dapat diserap oleh dasar salep.
3. Bahan obat yang sukar larut dalam dasar salep, digerus halus dan dicampur
dengan dasar salep.
4. Salep yang dibuat dengan cara melebur dasar salep, harus digerus sampai dingin.

Batas kesalahan salep dihitung dengan membandingkan:


(Berat salep yang seharusnya – Berat salep yang dihasilkan) x 100%
Berat salep yang seharusnya
Hasilnya tidak boleh lebih dari 5%.

45
C. PROSEDUR KERJA
1. Periksa kelengkapan resep, jika ada yang tidak lengkap minta klarifikasi dari
dosen/asisten dosen.
2. Lakukan skrining resep, catat masalah yang ditemui serta catat usulan, kemudian
laporkan masalah tersebut serta sampaikan usulan solusi kepada dosen/asisten
dosen untuk disetujui.
3. Hitung dosis obat.
4. Hitung jumlah obat dan bahan lain yang akan di timbang.
5. Siapkan semua peralatan yang bersih dan kering.
6. Lakukan penimbangan bahan sesuai perhitungan.
7. Lakukan peracikan obat
a. Bahan obat yang larut dalam air, harus dilarutkan dulu dalam air.
b. Bahan obat yang larut dalam Etanol 95%, harus dilarutkan terlebih dahulu
dalam Etanol 95%, baru kemudian ditambah basis salep.
c. Bahan obat yang harus ditambahkan terakhir karena mudah rusak bila
diaduk terlalu lama, contoh : Balsam Peru.
d. Bahan obat mudah menguap dimasukkan teakhir, karena bila dimasukkan
sejak awal lebih banyak yang menguap contoh: minyak menguap seperti
Oleum Rosae, Minyak Cayuputi, Minyak Mentahe piperitae.
e. Untuk bahan lain yang tidak mempunyai sifat tersebut di atas, seperti
Chloramphenicol, Hidrocortison, Mikonazol, Sulfur, Zinc Oxyd, dihaluskan
terlebih dahulu baru kemudian dicampur dengan basis salep.
8. Pengemasan sediaan obat
Massa salep yang telah dicampur homogen, dimasukkan kedalam pot salep
menggunakan sudip hingga salep tidak tersisa lagi di mortir, bagian luar pot obat
harus bersih, etiket ditempel dibagian luar pot.
9. Pembuatan dan penempelan etiket obat
10. Pembuatan Salinan resep (jika diminta)
11. Lakukan verifikasi obat
12. Penyerahan obat dan penyampaian informasi obat

46
BAB VIII
PASTA

A. TUJUAN
Praktikum ini melatih mahasiswa dalam hal: menghitung dosis obat yang akan di
buat pasta, menghitung jumlah bahan obat, menyelesaikan resep racikan pasta,
mengemas sediaan pasta ke dalam wadah, membuat etiket, melakukan verifikasi obat
sediaan pasta, membuat salinan resep (jika diminta), menyerahkan obat kepada
pasien, dengan memberikan informasi tentang puyer yang diserahkan.

B. DASAR TEORI
• Menurut FI. IV, Pasta adalah sediaan semi padat yang mengadung satu atau lebih
bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
• Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan
berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
• Cara pemakaian dengan cara dioleskan langsung pada luka atau mengoleskan
pasta pada kain kassa, baru kemudian kasa ditempelkan pada luka.
• Pasta berlemak misalnya pasta zink oksida, merupakan salep yang padat, kaku,
tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada
bagian yang diolesi.
• Pasta lebih mudah menyerap dibandingkan dengan salep, cenderung untuk
menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi dan daya
maserasi lebih rendah dari salep. Sehingga pasta digunakan untuk lesi akut yang
cenderung membentuk kerak, menggelembung atau mengeluarkan cairan.
• Bahan dasar serta pembuatan pasta pada umumnya sama dengan salep.
• Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, wadah tertutup rapat atau dalam tube.

C. PROSEDUR KERJA
1. Periksa kelengkapan resep, jika ada yang tidak lengkap minta klarifikasi dari
dosen/asisten dosen.
2. Lakukan skrining resep, catat masalah yang ditemui serta catat usulan, kemudian
laporkan masalah tersebut serta sampaikan usulan solusi kepada dosen/asisten
dosen untuk disetujui.
3. Hitung dosis obat.
4. Hitung jumlah obat dan bahan lain yang akan di timbang.
5. Siapkan semua peralatan yang bersih dan kering.
6. Lakukan penimbangan bahan sesuai perhitungan.
7. Lakukan peracikan obat
Dalam pembuatan pasta umumnya bahan dasar/basis yang berbentuk setengah
padat dicairkan terlebih dahulu baru kemudian dicampur dengan bahan padat
dalam keadaan panas agar basis salep tidak cepat membeku, selama proses
pencampuran hingga diperoleh massa yang homogen.

47
8. Pengemasan sediaan obat
Massa pasta yang telah dicampur homogen, dimasukkan kedalam pot plastik
menggunakan sudip hingga pasta tidak tersisa lagi di mortir, bagian luar pot obat
harus bersih, etiket ditempel dibagian luar pot.
9. Pembuatan dan penempelan etiket obat
10. Pembuatan Salinan resep (jika diminta)
11. Lakukan verifikasi obat
12. Penyerahan obat dan penyampaian informasi obat

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, Farmakope Indonesia, Edisi III, 1979


2. Departemen Kesehatan RI, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1995
3. Departemen Kesehatan RI, Farmakope Indonesia, Edisi IV2014
4. Anief M, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1990
5. Howard C. Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, 1989.
6. Handbook Pharmaceutical Excipients
7. McLachlan A, Ramadhan I. Meals and medicines. Aust Prescr 2006; 29: 40-2
Fakultas Farmasi, Universitas Sydney, NSW
8. MIMS
9. ISO (Indeks Spesialit Obat Indonesia)

49
FORMAT LAPORAN SEMENTARA
(Buku Batik)

A. RESEP ASLI
B. RESEP STANDAR (JIKA ADA)
C. PEMERIKSAAN RESEP
No. Kategori Pemeriksaan Permasalahan Penyelesaian Persetujuan
Resep No Rincian Dosen/Asisten
Permasalahan Dosen
1 Kelengkapan Resep
2 Skrining Resep
(Sesuai Format)

D. DATA BAHAN OBAT DAN BAHAN TAMBAHAN


1. Sinonim
2. Rumus Molekul
3. Berat molekul
4. Pemerian
5. Kelarutan
6. OTT
7. Dosis
8. Efek samping
9. Interaksi obat

E. PERHITUNGAN DOSIS
F. PERHITUNGAN BAHAN
G. TABEL PENIMBANGAN

No Nama Bahan Jumlah yang akan Persetujuan Dosen/Asisten


ditimbang Dosen

H. PROSEDUR KERJA
I. ETIKET
J. SALINAN RESEP (Jika diminta)

50
K. VERIFIKASI OBAT
No Verifikasi Obat Ya Tidak Persetujuan
() () Dosen/Asisten Dosen
1 Benar Identitas pasien
2 Benar obat sesuai resep
3 Benar jumlah/dosis sesuai resep
4 Benar rute sesuai resep
5 Benar waktu dan frekuensi sesuai resep
6 Benar tidak kadaluarsa sesuai pada
kemasan
NAMA DAN PARAF
PETUGAS
JAM

L. EDUKASI PENYERAHAN OBAT


INFORMASI PENYERAHAN SEDIAAN FARMASI DAN ALKES
No INFORMASI Ya
()
1 Identitas pasien
2 Nama sediaan farmasi/alkes lengkap
3 Aturan pakai dan lama penggunaan
4 Cara penggunaan
5 Efek pemakaian obat-obat tertentu secara umum
6 Kemungkinan terjadinya interaksi dengan obat lain,
dengan makanan serta minuman secara umum
7 Tidak kadaluarsa
8 Cara penyimpanan
9 Salinan resep (jika ada)
NAMA DAN PARAF PETUGAS

JAM

Nama Paraf Jam


Petugas
penyerahan

Penerima

Nomor Telepon:

Alamat pasien jika obat


narkotika/psikotropika/precursor:

M. REFERENSI

51
LAPORAN PRAKTIKUM
(DIKETIK)

A. PENDAHULUAN
B. DASAR TEORI
C. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. RESEP ASLI (Lampirkan resep asli)
2. RESEP STANDAR (jika ada)
3. PEMERIKSAAN RESEP (Skrining/pengkajian resep)
4. DATA BAHAN OBAT DAN BAHAN TAMBAHAN
1. Sinonim
2. Rumus Molekul
3. Berat molekul
4. Pemerian
5. Kelarutan
6. OTT
7. Dosis
8. Efek samping
9. Interaksi obat
5. PERHITUNGAN DOSIS
6. PERHITUNGAN BAHAN
7. PROSEDUR KERJA
8. ETIKET
9. SALINAN RESEP (Tempelkan Salinan resep yang sudah dibuat dan acc saat
prakrikum)
10. VERIFIKASI OBAT
11. PENYAMPAIAN INFORMASI OBAT
D. REFERENSI

52

Anda mungkin juga menyukai