JUDUL PRAKTIKUM
B. TUJUAN
1. Mampu melakukan teknik pemberian obat secara oral,intra muscular, sub kutan, intra
peritoneal dan intravena
2. Mampu memahami hubungan pemberian obat dengan onset time
3. Mampuu memahami hubungan pemberian obat dengan durasi kerja
C. DASAR TEORI
Hewan coba banyak digunakan dalam studi eksperimental berbagai cabang medis
dan ilmu pengetahuan dengan pertimbangan hasil penelitian tidak dapat diaplikasikan
langsung pada manusia untuk alasan praktis dan etis. Pemakaian hewan coba untuk
penelitian klinis pada manusia telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman
tentang berbagai proses fisiologis dan patologis yang mempengaruhi manusia (Ferreira et
al., 2008).
Rodensia atau hewan pengerat merupakan hewan coba yang banyak digunakan
dalam penelitian, yaitu mencapai sekitar 69% karena murah dan mudah untuk ditangani,
rentang hidup yang singkat, mudah beradaptasi pada kondisi sekitarnya dan tingkat
reproduksi yang cepat sehingga memungkinkan untuk penelitian proses biologis pada
semua tahap siklus hidup. Tikus dan mencit merupakan hewan rodensia banyak
digunakan dalam penelitian. Tikus sebagai “mouse model” sangat cocok untuk penelitian
penyakit pada manusia dengan adanya kesamaan organisasi DNA dan ekspresi gen
dimana 98% gen manusia memiliki gen yang sebanding dengan gen tikus. Rodensia
lainnya seperti kelinci dan marmut juga banyak dipakai sebagai subyek penelitian.
Kelinci termasuk keluarga Leporidae dari ordo Lagomorpha (Pearce et al. 2007)
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta
kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah- masalah seperti
berikut:
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat
yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi
obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek
sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang
efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Setiap melakukan injeksi pada mencit perlu digunakan jarum suntik baru dan
steril, serta selalu menyuntikkan dengan bevel jarum menghadap ke atas. Ukuran jarum
dan banyaknya volume cairan yang disuntikan untuk mencit seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran jarum dan volume cairan yang direkomendasikan untuk injeksi
mencit
1. Injeksi intraperitoneal
2. Injeksi subkutan
Injeksi subkutan dapat dapat dilakukan pada bagian tengkuk leher atau di area
kulit yang longga sepanjang punggung mencit. Perlu kehati-hatian dalam mengarahkan
jarum ke tengkuk supaya tidak mengenai jari petugas. Suntikan Subkutan dilakukan
dengan sudut 45° pada kulit yang sedikit diangkat. Namun, jika menggunakan jarum
insulin yang lebih pendek (5, 6 atau 8 mm), direkomendasi sudut suntikan 90°.
3. Injeksi intramuskuler
Injeksi intramuskuler hanya digunakan jika suntikan dengan teknik lain tidak
memungkinkan, karena teknik tersebut sangat menyakitkan. Injeksi dilakukan sepanjang
otot kaki belakang menggunakan jarum sejajar miring ke tulang paha (untuk menghindari
saraf sciatic). Karena massa otot mencit begitu kecil, prinsip kehati-hatian harus
dilakukan untuk injeksi, menggunakan jarum ukuran kecil dengan volume kecil. Suntikan
intramuskuler dapat pula dilakukan pada otot paha depan dibagian anterior. Suntikan
intramuskular harus dilakukan dengan sudut 90° untuk memastikan jarum mencapai otot,
dan mengurangi rasa sakit.
4. Injeksi intravena
5. Oral
Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan
pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke
esofagus dan cairan obat dimasukkan.
E. PROSEDUR KERJA
1. Masing-masing kelompok mendapat 5 mencit, masing-masing mencit ditandai dan
ditimbang.
2. Setelah mendapatkan bobot masing-masing mencit, dosis dan volume obat yang
akan diberikan dapat dihitung. Dosis disesuaikan dengan cara pemberian dan jenis
obat yang diberikan
3. Dosis dan volume obat yang akan diberikan dihitung
4. Mencit diberikan obat dengan dosis dan volume yang sesuai. Masing-masing
praktikan mengerjakan percobaan oral (P.O), Sub kutan (S.C), Intramuscular
(I.M), Intreperitonial (I.P), dan Intravena (I.V)
5. Efek sedasi dan hipnotik diamati dengan cara mengamati ptosis, gerakan bolak-
balik pada platform, dan righting reflex.
6. Cara mengamati:
Mencit didiamkan terlebih dahulu selama 1 jam kemudian dilakukan
pengamatan terhadap 3 parameter yaitu uji ptosis, uji bolak-balik, dan
righting reflex.
Mata
Bobot
No Rute Pemberian 15’ 30’ 45’ 60’
Mencit (g)
1. 33 gram Peroral 0 0 1 1
2. 39 gram Intraperitoneal 0 0 0 0
3. 40 gram Intramuscular 0 0 1 0
4. 32 gram Subkutan 0 1 2 3
5. 39 gram Intravena 0 0 0 0
V. 39 gram I.V 12 9 7 6 5 5 5 4 4 3 1 1
G. PEMBAHASAN
Peroral
Intraperitoneal
Pemberian obat Intraperitonial dilakukan dengan cara menyuntikkan pada daerah
abdomen sampai agak menepi dari garis tengah tubuh mencit hal ini bertujuan agar jarum
suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena
penyuntikan pada hati. Intraperitoneal (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya.
Mencit yang akan disuntikkan berbobot 39 gram, dengan dosis 3 mg/ml maka volume
obat yang disuntikkan yaitu 0,4 ml phenobarbital. Efek dari phenobarbital memang sangat
beragam. Efek utamanya adalah depresi system syaraf pusat.
Mencit dipegang, memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk dan kulit
punggung, diusahakan agar keadaan kulit abdomen mencit cukup kencang dan ekornya
dijepit diantara jari manis dan kelingking kemudian diposisikan terlentang. Sebelum di
suntik, abdomen mencit diusapkan alkohol terlebih dahulu. Usapan alkohol digunakan
agar bagian tubuh yang akan disuntikan steril. Posisi jarum suntik sepuluh derajat dari
abdomen, posisi pada jarum yang runcing, diletakkan dibawah. Agar penyuntikkan tidak
terlalu sakit.
Pada penyuntikkan Intraperitonial praktikum kali ini, terdapat kendala dalam
penditribusian obat, dikarenakan hasil penyuntikkan terdapat gelembung pada bawah
kulit, artinya volume obat yang disuntikkan tidak masuk sepenuhnya, sebagian hanya
masuk pada bagian bawah kulit. Diamati mencit secara berkala setiap 5 menit dalam
rentang waktu 1 jam. Pemberian obat dengan cara intraperitoneal ini jarang digunakan
karena rentan menyebabkan infeksi. Keuntungannya adalah obat yang disuntikkan dalam
rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Namun
pada penyuntikkan ini, mencit tidak mengalami efek yang seharusnya setelah disuntikkan
phenobarbital. Selama 1 jam mencit masih beraktivas secara normal, bolak - balik pada
papan dengan rata - rata 13 kali setiap 5 menitnya. Hanya melakukan beberapa kali
grooming, hal ini terjadi karena ketidaknyamanan, pada menit tertentu. Tidak terdapat
tanda yang menunjukkan bahwa efek obat yang telah disuntikkan bereaksi. Mata mencit
pun tidak menunjukkan efek dari phenobarbital yang kemudian akan membuat mencit
mengantuk. Pada mencit mata masih terlihat normal dan aktif.
Intramuscular
Pada pemberian obat fenobarbital kepada mencit dengan bobot 40 gram dengan
menggunakan cara pemberian melalui injeksi intramuscular (melalui otot pantat atau
lengan atas) diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut. Untuk respon gerak yang
diberikan oleh hewan coba ketika menit-menit awal masih sangat baik, tetapi mulai
menurun pada saat memasuki menit ke 5 sampai menit ke 20 setelah injeksi dilakukan,
mencit mulai berhenti bergerak dan lebih suka berdiam disatu tempat, serta kondisi mata
yang sudah mulai mengantuk pada tahap ini mencit masih dalam kondisi sadar dan tidak
sampai tertidur. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari efek samping obat fenobarbital
yaitu:
Setelah pemberian obat, efek yang ditimbulkan obat ini adalah tidur tidak bereaksi.
Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari
obat. Dimana onset berarti waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya.
Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Sedangkan durasi kerja
adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi (dari awal obat bereaksi hingga obat
tersebut sudah tidak bereaksi lagi). Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat
akan memberikan efek yang yang berbeda-beda. (Gunawan, 2009)
Tetapi karena obat yang diberikan hanya sedikit yaitu 0,4 ml sehingga efek
samping yang dialami oleh mencit pun hanya sebentar yaitu sekitar 20 menit dari awal
injeksi. Dan untuk repleks gerak dari mencitnya sendiri ketika efek samping dari obat
sudah hilang, mencit kembali aktif bergerak.
Sub kutan
Pemberian obat pada mencit Nomor 4 yaitu dengan metode subkutan. Subkutan
adalah salah satu metode yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan coba. Kali
ini digunakan hewan coba mencit. Subkutan dilakukan dengan memasukkan cairan obat
dengan menggunakan alat suntik di kulit di daerah tengkuk yang diangkat. Ketika suatu
sediaan obat diberikan dengan cara ekstravaskular (peroral, intramuskular,
intraperitoneal, subkutan, dan melalui rektum), maka obat mengalami proses absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME), sebelum mencapai Reseptor. Obat akan
berada dalam sirkulasi sistemik dengan kadar tertentu, kemudian menembus keluar dari
pembuluh darah, terdistribusi ke seluruh jaringan organ dan akhirnya berikatan pada
reseptor pada membran sel. Ikatan obat dengan reseptor inilah yang memicu berbagai
reaksi kimia di dalam sel, sampai timbul efek obat. (Stevani, Hendra. 2016. Praktikum
Farmakologi. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia)
Onset time menurut rute pemberiannya dari tercepat ke paling lambat secara
berurutan yaitu: Intravena, Intraperitoneal, Intramuskular, Subkutan, dan Peroral. Onset
timenya yaitu 10-30 menit, durasinya yaitu 4-6 hari. Rute pemberian secara Subkutan
dinilai agak lama sampai ke respon obat didapatkan. Hal ini pun terbukti dengan lebih
cepatnya efek yang didapat daripada mencit dengan rute pemberian obat peroral. Dalam
pemberian obat secara Subkutan ini perlu kehati-hatian dalam mengarahkan jarum ke
tengkuk supaya tidak mengenai jari praktikan. Suntikan Subkutan dilakukan dengan
sudut 45° pada kulit yang sedikit diangkat. Kesulitan yang didapatkan yaitu jika
praktikan memasukkan jarum suntik terlalu dalam maka akan mengenai pembuluh darah
dan tengkuk mencit menjadi berdarah. Kemudian mencit yang tidak mau diam membuat
praktikan harus berkonsentrasi keras untuk menghindari jari atau tangan praktikan
terkena jarum suntik yang meleset.
Intravena
Pada pemberian obat fenobarbital kepada mencit dengan bobot 40 gram dengan
menggunakan cara pemberian melalui injeksi intramuscular (melalui otot pantat atau
lengan atas) diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut. Untuk respon gerak yang
diberikan oleh hewan coba ketika menit-menit awal masih sangat baik, tetapi mulai
menurun pada saat memasuki menit ke 5 sampai menit ke 20 setelah injeksi dilakukan,
mencit mulai berhenti bergerak dan lebih suka berdiam disatu tempat, serta kondisi mata
yang sudah mulai mengantuk pada tahap ini mencit masih dalam kondisi sadar dan tidak
sampai tertidur. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari efek samping obat fenobarbital
yaitu:
Setelah pemberian obat, efek yang ditimbulkan obat ini adalah tidur tidak bereaksi.
Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari
obat. Dimana onset berarti waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya.
Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Sedangkan durasi kerja adalah
lama obat menghasilkan suatu efek terapi (dari awal obat bereaksi hingga obat tersebut
sudah tidak bereaksi lagi). Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan
memberikan efek yang yang berbeda-beda. (Gunawan, 2009)
Tetapi karena obat yang diberikan hanya sedikit yaitu 0,4 ml sehingga efek samping
yang dialami oleh mencit pun hanya ssebentar yaitu sekitar 20 menit dari awal injeksi. Dan
untuk repleks gerak dari mencitnya sendiri ketika efek samping dari obat sudah hilang,
mencit kembali aktif bergerak.
Pemberian obat pada mencit ke 5 yaitu dengan cara intravena. Dimana obat
diberikan dengan diinjeksikan pada pembuluh darah vena yang terdapat pada ekor mencit.
Keberhasilan penginjeksian ditandai dengan larutan obat masuk ke dalam aliran darah vena
pada ekor mencit. Pemberian obat melalui intravena harusnya memberikan efek yang
paling cepat dibanding dengan rute pemerian obat lainnya. Hal ini dikarenakan pemberian
obat melalui intravena langsung masuk ke dalam pembuluh darah tanpa harus melewati
organ lainnya terlebih dahulu. Akan tetapi pada percobaan yang dilakukan dengan
pemberian obat phenobarbital pada mencit tidak memberikan efek hipnotik sedatif, ditandai
dengan tidak terlihatnya efek ngantuk pada mencit. Hal ini dikarenakan pada saat
pemberian obat melalui vena tidak semua obat yang diinjeksikan masuk ke pembuluh darah
dan bisa juga dikarenakan kondisi mencit yang sudah toleransi terhadap obat phenobarbital
yang sering mencit terima saat percobaan.
H. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa efek samping dari phenobarbital
adalah perubahan perilaku, merasa lelah dan mengantuk, serta merasa tidak stabil dan
goyah. Pada semua pemberian obat kepada hewan coba belum sepenuhnya memenuhi
onset time, karena setelah 1 jam pengamatan semua hewan coba hanya mengalami
perubahan perilaku, tidak kehilangan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press,
D.I Yogayakarta.
Ferreira LM, Hochman B, Barbosa MV. 2005. Modelos experimentais em pesquisa. Acta Cir
Bras.20:28–34. [PubMed]
Ganiswara, Sulistia G (Ed)., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Balai Penerbit Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Pearce AI, Richards RG, Milz S, Schneider E, Pearce SG. 2007. Animal models for implant
biomaterial research in bone: A review. Eur Cell Mater.13:1–10. [PubMed].
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Tjay, T.H. dan K. Rahardja., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek -Efek
Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta.
Disusun oleh:
Kelas I A
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
BANDUNG
2018
Lampiran