Anda di halaman 1dari 17

A.

JUDUL PRAKTIKUM

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP RESPON OBAT (Pemberian


sedative hipnotik berbagai cara pemberian)

B. TUJUAN
1. Mampu melakukan teknik pemberian obat secara oral,intra muscular, sub kutan, intra
peritoneal dan intravena
2. Mampu memahami hubungan pemberian obat dengan onset time
3. Mampuu memahami hubungan pemberian obat dengan durasi kerja

C. DASAR TEORI

Hewan coba banyak digunakan dalam studi eksperimental berbagai cabang medis
dan ilmu pengetahuan dengan pertimbangan hasil penelitian tidak dapat diaplikasikan
langsung pada manusia untuk alasan praktis dan etis. Pemakaian hewan coba untuk
penelitian klinis pada manusia telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman
tentang berbagai proses fisiologis dan patologis yang mempengaruhi manusia (Ferreira et
al., 2008).

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah di bidang kedokteran atau


biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana
percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis
yang mirip kejadiannya pada manusia. (Tjay, T.H dan Rahardja,K, 2002).

Rodensia atau hewan pengerat merupakan hewan coba yang banyak digunakan
dalam penelitian, yaitu mencapai sekitar 69% karena murah dan mudah untuk ditangani,
rentang hidup yang singkat, mudah beradaptasi pada kondisi sekitarnya dan tingkat
reproduksi yang cepat sehingga memungkinkan untuk penelitian proses biologis pada
semua tahap siklus hidup. Tikus dan mencit merupakan hewan rodensia banyak
digunakan dalam penelitian. Tikus sebagai “mouse model” sangat cocok untuk penelitian
penyakit pada manusia dengan adanya kesamaan organisasi DNA dan ekspresi gen
dimana 98% gen manusia memiliki gen yang sebanding dengan gen tikus. Rodensia
lainnya seperti kelinci dan marmut juga banyak dipakai sebagai subyek penelitian.
Kelinci termasuk keluarga Leporidae dari ordo Lagomorpha (Pearce et al. 2007)

Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor


yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan
biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda
karena jumlah suply darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang
terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat
yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari
rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta
kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah- masalah seperti
berikut:

1. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik


2. Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
3. Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
4. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
5. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
6. Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute
7. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat
yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi
obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek
sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang
efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).

Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama


yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas
bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP.
Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat
anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai
dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. (Ganiswara,1995).

Phenobarbital merupakan derivat barbiturat yang berdurasi lama (long acting)


karena berada dalam darah antara 2 – 7 hari mekanisme kerja dari phenobarbital yaitu,
dengan cara membatasi penjalaran aktivitas, bangkitan dan menaikkan ambang rangsang.
Penggunaan Phenobarbital dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek
toksik, kematian, indeks terapi yang sempit, dan efek samping yang tidak menyenangkan.
Akan tetapi penggunaan phenobarbital sebagai agen primer sebaiknya di kurangi, karena
efek sedasi kecenderungan pengaruh obat dapat mengganggu perilaku pada anak. Bila
diberikan dalam keadaan nyeri dapat menimbulkan gelisah, eksitasi, bahkan delirium.
Kadar puncak dalam waktu 1-3 jam dengan durasi kerja 10-12 jam. Waktu paruh
eliminasi phenobarbital adalah 75-120 jam. Obat ini di metabolism di hati dan di
ekskresikan melalui ginjal lebih dari 25% phenobarbital di ekskresi di urin dalam bentuk
utuh

Injeksi cairan atau obat

Setiap melakukan injeksi pada mencit perlu digunakan jarum suntik baru dan
steril, serta selalu menyuntikkan dengan bevel jarum menghadap ke atas. Ukuran jarum
dan banyaknya volume cairan yang disuntikan untuk mencit seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran jarum dan volume cairan yang direkomendasikan untuk injeksi
mencit

Tipe Injeksi Ukuram Jarum Volume


Intraperitoneal (IP) 25-27G 0,1 ml/ BB
Subkutan (SC) 25G 2-3 ml
Intramuskular (IM) 27G 50-100 µl per
area, pada otot
quadricep
Intravena 26-28G 200 µl, vena lateral
Teknik injeksi untuk memasukkan cairan obat ke tubuh mencit dapat dilakukan
dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. Injeksi intraperitoneal

Suntikan intraperitoneal dapat dilakukan pada bagian kuadran posterior abdomen.


Mencit dipegang pada bagian punggungnya, jarum diinjeksikan di posisi bawah lekukan
lutut; kiri atau kanan dari garis tengah. Hindari melakukan injeksi pada garis tengah
untuk mencegah penetrasi ke dalam kandung kemih. Sudut kemiringan jarum sekitar 45°
ke tubuh.

2. Injeksi subkutan

Injeksi subkutan dapat dapat dilakukan pada bagian tengkuk leher atau di area
kulit yang longga sepanjang punggung mencit. Perlu kehati-hatian dalam mengarahkan
jarum ke tengkuk supaya tidak mengenai jari petugas. Suntikan Subkutan dilakukan
dengan sudut 45° pada kulit yang sedikit diangkat. Namun, jika menggunakan jarum
insulin yang lebih pendek (5, 6 atau 8 mm), direkomendasi sudut suntikan 90°.

3. Injeksi intramuskuler

Injeksi intramuskuler hanya digunakan jika suntikan dengan teknik lain tidak
memungkinkan, karena teknik tersebut sangat menyakitkan. Injeksi dilakukan sepanjang
otot kaki belakang menggunakan jarum sejajar miring ke tulang paha (untuk menghindari
saraf sciatic). Karena massa otot mencit begitu kecil, prinsip kehati-hatian harus
dilakukan untuk injeksi, menggunakan jarum ukuran kecil dengan volume kecil. Suntikan
intramuskuler dapat pula dilakukan pada otot paha depan dibagian anterior. Suntikan
intramuskular harus dilakukan dengan sudut 90° untuk memastikan jarum mencapai otot,
dan mengurangi rasa sakit.

4. Injeksi intravena

Pembuluh darah mencit dilebarkan dengan cara menghangatkan badan mencit


terlebih dahulu sebelum dimasukkan dalam restrainer. Metode lain untuk melebarkan
pembuluh darah yaitu dengan cara mengoleskan alkohol pada bagian ekor mencit. Jarum
dimasukkan pada salah satu pembuluh darah lateral ekor serendah mungkin menuju
ujung ekor, karena vena di bagian ujung sangat dangkal dan lebih dalam lagi di bagian
pangkal ekor. Jika posisi jarum injeksi benar maka vena akan terlihat jelas pada tempat
suntikan di pangkal ekor, sedangkan jika jarum tidak benar kedudukannya maka akan
terbentuk balon disekitar tempat suntikan.

5. Oral
Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan
pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke
esofagus dan cairan obat dimasukkan.

D. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Spuit Injeksi dan jarum (1-2 ml)
2. Jarum benang tumpul untuk peroral (sonde)
3. Stopwatch
4. Sarung Tangan
5. Kotak kaca
Bahan
1. Obat Golongan Phenobarbital
2. Hewan uji mencit

E. PROSEDUR KERJA
1. Masing-masing kelompok mendapat 5 mencit, masing-masing mencit ditandai dan
ditimbang.
2. Setelah mendapatkan bobot masing-masing mencit, dosis dan volume obat yang
akan diberikan dapat dihitung. Dosis disesuaikan dengan cara pemberian dan jenis
obat yang diberikan
3. Dosis dan volume obat yang akan diberikan dihitung
4. Mencit diberikan obat dengan dosis dan volume yang sesuai. Masing-masing
praktikan mengerjakan percobaan oral (P.O), Sub kutan (S.C), Intramuscular
(I.M), Intreperitonial (I.P), dan Intravena (I.V)
5. Efek sedasi dan hipnotik diamati dengan cara mengamati ptosis, gerakan bolak-
balik pada platform, dan righting reflex.
6. Cara mengamati:
 Mencit didiamkan terlebih dahulu selama 1 jam kemudian dilakukan
pengamatan terhadap 3 parameter yaitu uji ptosis, uji bolak-balik, dan
righting reflex.

F. DATA HASIL PENGAMATAN


Dosis untuk manusia : 250mg/70kg
Dosis untuk mencit : 250mg x 0,0026 : 0,65mg/20gr
0,65 mg 20 gr
Mencit 1 (Per Oral) : = : 0,36ml
x 33 gr
0,65 mg 20 gr
Mencit 2 (Intra Peritoneal) : = : 0,40ml
x 39 gr
0,65 mg 20 gr
Mencit 3 (Intra Muscular) : = : 0,04ml
x 40 gr
0,65 mg 20 gr
Mencit 4 (Subkutan) : = : 0,35ml
x 32 gr
0,65 mg 20 gr
Mencit 5 (Intra Vena) : = : 0,40ml
x 39 gr
Uji Ptosis (Mata)

Mata
Bobot
No Rute Pemberian 15’ 30’ 45’ 60’
Mencit (g)
1. 33 gram Peroral 0 0 1 1
2. 39 gram Intraperitoneal 0 0 0 0
3. 40 gram Intramuscular 0 0 1 0
4. 32 gram Subkutan 0 1 2 3
5. 39 gram Intravena 0 0 0 0

Uji Aktivitas bolak-balik

Rute Aktivitas bolak-balik


No Massa
pemberian
mencit mencit(g) 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60'
obat
I. 33 gram P.O 2 5 5 2 0 0 3 10 0 0 4 2

II. 39 gram I.P 11 13 10 7 15 15 15 10 9 11 19 13

III. 40 gram I.M 6 9 2 14 17 1 15 2 0 0 2 6

IV. 32 gram S.C 0 0 4 1 5 6 1 0 0 0 0 0

V. 39 gram I.V 12 9 7 6 5 5 5 4 4 3 1 1

G. PEMBAHASAN
Peroral

Pada praktikum ini, praktikan melakukan beberapa macam pemberian obat


kepada hewan coba. Hewan coba yang digunakan yaitu mencit. Obat yang diberikan yaitu
Phenobarbital. Ada 6 hewan coba yang tersedia. Hewan coba pertama diberi obat melalui
oral menggunakan alat khusus yang disebut sonde oral. Hal yang diamati yaitu penurunan
aktivitas pada hewan coba dengan cara melihat berapa kali hewan coba melintasi garis
tengah pada plat pengamatan setiap 5 menit terhitung selama 1 jam, ptosis (bola mata)
apakah tetap pada keadaan normal atau tidak, dan rating refleks nya. Hewan coba pertama,
setelah diberi Phenobarbital pada 5 menit pertama melakukan pergerakan bolak-balik
sebanyak 2 kali dengan ekor yang selalu bergetar. Pada 5 menit kedua dan ketiga
melakukan pergerakan sebanyak 5 kali. Pada 5 menit keempat sebanyak 2 kali. 5 menit
kelima dan keenam tidak melakukan pergerakan. Pada 5 menit ketujuh melakukan
pergerakan sebanyak 3 kali. Pada 5 menit kedelapan melakukan banyak pergerakan yaitu
10 kali. Sedangkan pada 5 menit kesembilan tidak melakukan pergerakan sama sekali.
Mulai pada 5 menit kesepuluh, hewan coba diam lemas, mengeluarkan urin, grooming dan
ekor kembali bergetar-getar. Pada 5 menit kesebelas hewan coba kembali melakukan 4 kali
pergerakan. Dan pada 5 menit terakhir hanya melakukan 2 kali pergerakan. Untuk ptosis,
hewan coba mengalami perubahan keadaan mata pada 5 menit ketujuh. Keadaan bola mata
hewan percobaan memasuki nomor 1 (agak sayu dibandingkan normalnya). Lalu untuk
pengetesan rating refleks tidak dilakukan karena setelah 1 jam, hewan coba masih dalam
keadaan sadar. Sehingga rating refleks tidak bisa dilakukan. Hal tersebut diakibatkan
karena onset time Phenobarbital pada pemberian oral 30-60 menit dan durasinya yaitu lebih
dari 6 hari.

Intraperitoneal
Pemberian obat Intraperitonial dilakukan dengan cara menyuntikkan pada daerah
abdomen sampai agak menepi dari garis tengah tubuh mencit hal ini bertujuan agar jarum
suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena
penyuntikan pada hati. Intraperitoneal (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya.
Mencit yang akan disuntikkan berbobot 39 gram, dengan dosis 3 mg/ml maka volume
obat yang disuntikkan yaitu 0,4 ml phenobarbital. Efek dari phenobarbital memang sangat
beragam. Efek utamanya adalah depresi system syaraf pusat.
Mencit dipegang, memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk dan kulit
punggung, diusahakan agar keadaan kulit abdomen mencit cukup kencang dan ekornya
dijepit diantara jari manis dan kelingking kemudian diposisikan terlentang. Sebelum di
suntik, abdomen mencit diusapkan alkohol terlebih dahulu. Usapan alkohol digunakan
agar bagian tubuh yang akan disuntikan steril. Posisi jarum suntik sepuluh derajat dari
abdomen, posisi pada jarum yang runcing, diletakkan dibawah. Agar penyuntikkan tidak
terlalu sakit.
Pada penyuntikkan Intraperitonial praktikum kali ini, terdapat kendala dalam
penditribusian obat, dikarenakan hasil penyuntikkan terdapat gelembung pada bawah
kulit, artinya volume obat yang disuntikkan tidak masuk sepenuhnya, sebagian hanya
masuk pada bagian bawah kulit. Diamati mencit secara berkala setiap 5 menit dalam
rentang waktu 1 jam. Pemberian obat dengan cara intraperitoneal ini jarang digunakan
karena rentan menyebabkan infeksi. Keuntungannya adalah obat yang disuntikkan dalam
rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Namun
pada penyuntikkan ini, mencit tidak mengalami efek yang seharusnya setelah disuntikkan
phenobarbital. Selama 1 jam mencit masih beraktivas secara normal, bolak - balik pada
papan dengan rata - rata 13 kali setiap 5 menitnya. Hanya melakukan beberapa kali
grooming, hal ini terjadi karena ketidaknyamanan, pada menit tertentu. Tidak terdapat
tanda yang menunjukkan bahwa efek obat yang telah disuntikkan bereaksi. Mata mencit
pun tidak menunjukkan efek dari phenobarbital yang kemudian akan membuat mencit
mengantuk. Pada mencit mata masih terlihat normal dan aktif.

Intramuscular

Pada pemberian obat fenobarbital kepada mencit dengan bobot 40 gram dengan
menggunakan cara pemberian melalui injeksi intramuscular (melalui otot pantat atau
lengan atas) diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut. Untuk respon gerak yang
diberikan oleh hewan coba ketika menit-menit awal masih sangat baik, tetapi mulai
menurun pada saat memasuki menit ke 5 sampai menit ke 20 setelah injeksi dilakukan,
mencit mulai berhenti bergerak dan lebih suka berdiam disatu tempat, serta kondisi mata
yang sudah mulai mengantuk pada tahap ini mencit masih dalam kondisi sadar dan tidak
sampai tertidur. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari efek samping obat fenobarbital
yaitu:

Setelah pemberian obat, efek yang ditimbulkan obat ini adalah tidur tidak bereaksi.
Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari
obat. Dimana onset berarti waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya.
Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Sedangkan durasi kerja
adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi (dari awal obat bereaksi hingga obat
tersebut sudah tidak bereaksi lagi). Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat
akan memberikan efek yang yang berbeda-beda. (Gunawan, 2009)

Tetapi karena obat yang diberikan hanya sedikit yaitu 0,4 ml sehingga efek
samping yang dialami oleh mencit pun hanya sebentar yaitu sekitar 20 menit dari awal
injeksi. Dan untuk repleks gerak dari mencitnya sendiri ketika efek samping dari obat
sudah hilang, mencit kembali aktif bergerak.

Sub kutan

Pemberian obat pada mencit Nomor 4 yaitu dengan metode subkutan. Subkutan
adalah salah satu metode yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan coba. Kali
ini digunakan hewan coba mencit. Subkutan dilakukan dengan memasukkan cairan obat
dengan menggunakan alat suntik di kulit di daerah tengkuk yang diangkat. Ketika suatu
sediaan obat diberikan dengan cara ekstravaskular (peroral, intramuskular,
intraperitoneal, subkutan, dan melalui rektum), maka obat mengalami proses absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME), sebelum mencapai Reseptor. Obat akan
berada dalam sirkulasi sistemik dengan kadar tertentu, kemudian menembus keluar dari
pembuluh darah, terdistribusi ke seluruh jaringan organ dan akhirnya berikatan pada
reseptor pada membran sel. Ikatan obat dengan reseptor inilah yang memicu berbagai
reaksi kimia di dalam sel, sampai timbul efek obat. (Stevani, Hendra. 2016. Praktikum
Farmakologi. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia)
Onset time menurut rute pemberiannya dari tercepat ke paling lambat secara
berurutan yaitu: Intravena, Intraperitoneal, Intramuskular, Subkutan, dan Peroral. Onset
timenya yaitu 10-30 menit, durasinya yaitu 4-6 hari. Rute pemberian secara Subkutan
dinilai agak lama sampai ke respon obat didapatkan. Hal ini pun terbukti dengan lebih
cepatnya efek yang didapat daripada mencit dengan rute pemberian obat peroral. Dalam
pemberian obat secara Subkutan ini perlu kehati-hatian dalam mengarahkan jarum ke
tengkuk supaya tidak mengenai jari praktikan. Suntikan Subkutan dilakukan dengan
sudut 45° pada kulit yang sedikit diangkat. Kesulitan yang didapatkan yaitu jika
praktikan memasukkan jarum suntik terlalu dalam maka akan mengenai pembuluh darah
dan tengkuk mencit menjadi berdarah. Kemudian mencit yang tidak mau diam membuat
praktikan harus berkonsentrasi keras untuk menghindari jari atau tangan praktikan
terkena jarum suntik yang meleset.

Intravena

Pada pemberian obat fenobarbital kepada mencit dengan bobot 40 gram dengan
menggunakan cara pemberian melalui injeksi intramuscular (melalui otot pantat atau
lengan atas) diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut. Untuk respon gerak yang
diberikan oleh hewan coba ketika menit-menit awal masih sangat baik, tetapi mulai
menurun pada saat memasuki menit ke 5 sampai menit ke 20 setelah injeksi dilakukan,
mencit mulai berhenti bergerak dan lebih suka berdiam disatu tempat, serta kondisi mata
yang sudah mulai mengantuk pada tahap ini mencit masih dalam kondisi sadar dan tidak
sampai tertidur. Hal ini dapat terjadi karena akibat dari efek samping obat fenobarbital
yaitu:

Setelah pemberian obat, efek yang ditimbulkan obat ini adalah tidur tidak bereaksi.
Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari
obat. Dimana onset berarti waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya.
Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Sedangkan durasi kerja adalah
lama obat menghasilkan suatu efek terapi (dari awal obat bereaksi hingga obat tersebut
sudah tidak bereaksi lagi). Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan
memberikan efek yang yang berbeda-beda. (Gunawan, 2009)
Tetapi karena obat yang diberikan hanya sedikit yaitu 0,4 ml sehingga efek samping
yang dialami oleh mencit pun hanya ssebentar yaitu sekitar 20 menit dari awal injeksi. Dan
untuk repleks gerak dari mencitnya sendiri ketika efek samping dari obat sudah hilang,
mencit kembali aktif bergerak.

Pemberian obat pada mencit ke 5 yaitu dengan cara intravena. Dimana obat
diberikan dengan diinjeksikan pada pembuluh darah vena yang terdapat pada ekor mencit.
Keberhasilan penginjeksian ditandai dengan larutan obat masuk ke dalam aliran darah vena
pada ekor mencit. Pemberian obat melalui intravena harusnya memberikan efek yang
paling cepat dibanding dengan rute pemerian obat lainnya. Hal ini dikarenakan pemberian
obat melalui intravena langsung masuk ke dalam pembuluh darah tanpa harus melewati
organ lainnya terlebih dahulu. Akan tetapi pada percobaan yang dilakukan dengan
pemberian obat phenobarbital pada mencit tidak memberikan efek hipnotik sedatif, ditandai
dengan tidak terlihatnya efek ngantuk pada mencit. Hal ini dikarenakan pada saat
pemberian obat melalui vena tidak semua obat yang diinjeksikan masuk ke pembuluh darah
dan bisa juga dikarenakan kondisi mencit yang sudah toleransi terhadap obat phenobarbital
yang sering mencit terima saat percobaan.

H. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa efek samping dari phenobarbital
adalah perubahan perilaku, merasa lelah dan mengantuk, serta merasa tidak stabil dan
goyah. Pada semua pemberian obat kepada hewan coba belum sepenuhnya memenuhi
onset time, karena setelah 1 jam pengamatan semua hewan coba hanya mengalami
perubahan perilaku, tidak kehilangan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press,
D.I Yogayakarta.

Ferreira LM, Hochman B, Barbosa MV. 2005. Modelos experimentais em pesquisa. Acta Cir
Bras.20:28–34. [PubMed]

Ganiswara, Sulistia G (Ed)., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Balai Penerbit Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Katzung, Bertram G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.

Pearce AI, Richards RG, Milz S, Schneider E, Pearce SG. 2007. Animal models for implant
biomaterial research in bone: A review. Eur Cell Mater.13:1–10. [PubMed].

Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Tjay, T.H. dan K. Rahardja., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek -Efek
Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta.

Saputri, Wina Adestia. 2013. Efek Antikonvulsi Ekstrak Phenobarbital. Purwokerto.


LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP RESPON OBAT

Disusun oleh:
Kelas I A

Iffat Nursaliha P17335117044


Fatimah Ayu Putri Pambudi P17335117015
Sarah Fauziyah Saefudin P17335117016
Shafira Islamadina P17335117012

Ocatariana Putri P17335117045

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
BANDUNG
2018

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai