Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA


“DIFUSI”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
STIFA C 2019

ASISTEN OFFLINE : AISYAH HUMAIRA R.S, S.FARM


ASISTEN ONLINE : FAJRIANI RAMADHANI

LABORATORIUM FARMASETIKA
PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Farmasi Fisika merupakan suatu ilmu yang menggabungkan antara ilmu
Fisika dengan ilmu Farmasi. Ilmu Fisika mempelajari tentang sifat-sifat fisika
suatu zat baik berupa sifat molekul maupun tentang sifat turunan suatu zat.
Sedangkan ilmu Farmasi adalah ilmu tentang obat-obat yang mempelajari
cara membuat, memformulasi senyawa obat menjadi sebuah sediaan jadi
yang dapat beredar di pasaran. Gabungkan kedua ilmu tersebut akan
menghasilkan suatu sediaan farmasi yang berstandar baik, berefek baik, dan
mempunyai kestabilan yang baik pula. Jadi, Farmasi Fisika adalah kajian
atau cabang ilmu hubungan antara fisika (sifat-sifat fisika) dengan
kefarmasian (sediaan Farmasi, farmakokinetik, serta farmakodinamiknya)
yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik
dan anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya serta menganalisis
pembuatan dan pengujian hasil akhir dari sediaan obat. (Sinila,2016).
Sediaan obat yang dihasilkan dalam bidang Farmasi, sebelum dilepas di
pasaran harus melalui beberapa pengujian untuk menstandarisasi dan
menjamin kualitas segala aspek sediaan. Pengujian sediaan farmasi
termasuk salah satunya adalah uji disolusi dan uji difusi. Uji disolusi dan
difusi in vitro dapat dijadikan kontrol pengembangan formulasi obat dan
kualitas. Hal ini tidak hanya dapat digunakan sebagai alat utama untuk
memantau konsistensi dan stabilitas produk obat tetapi juga sebagai teknik
yang relatif cepat dan murah untuk memprediksi penyerapan in vivo suatu
sediaan obat (Sinila,2016).
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molecular secara acak dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya suatu membran polimer. Dengan kata lain, difusi adalah proses
perpindahan zat dari konsentrasi tinggi kekonsetrasi yang lebih rendah (Tim
penyusun, 2020). Sel difusi Franz merupakan suatu sel difusi tipe vertikal
untuk mengetahui penitrasi zat secara in vitro. Sel difusi Franz, salah satu
alat untuk menguji permeasi obat melalui kulit komponen (Bosman,1996).
Fungsi difusi dalam farmasi yaitu untuk dapat mengetahui formulasi
yang benar dalam membuat suatu obat, dapat mengetahui faktor yang dapat
meningkatkan kecepatan difusi obat dalam tubuh, dan difusi sebagai dasar
umum absobrsi obat (Sinila,2016).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara
menentukkan konstanta laju difusi obat dari suatu sediaan topikal.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukkan konstanta kecepatan
difusi obat dalam sediaan topikal pada pelarut yang sesuai serta mampu
menggunakan sel difusi Franz.
I.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip kerja pada percobaan ini dengn menggunakan difusi
Franz yaitu dengan meletakkan membran semi permeable diantara
kompartemen donor dan reseptor, kemudian senyawa-senyawa yang masuk
ke dalam cairan reseptor diukur kadarnya menggunakan HPLC (High
Performance Liquid Cromatography).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Sediaan obat yang dihasilkan dalam bidang Farmasi, sebelum dilepas di
pasaran harus melalui beberapa pengujian untuk menstandarisasi dan
menjamin kualitas segala aspek sediaan. Pengujian sediaan farmasi
termasuk salah satunya adalah uji disolusi dan uji difusi. Uji disolusi dan
difusi in vitro dapat dijadikan kontrol pengembangan formulasi obat dan
kualitas. Hal ini tidak hanya dapat digunakan sebagai alat utama untuk
memantau konsistensi dan stabilitas produk obat tetapi juga sebagai teknik
yang relatif cepat dan murah untuk memprediksi penyerapan in vivo suatu
sediaan obat (Sinila, 2016).
Difusi adalah proses berpindahnya suatu zat dari daerah yang
berkonsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah, yang dalam
proses perpindahannya tidak dibutuhkan topikal. Pada absorbsi perkutan,
senyawa bedifusi dari permukaan kulit ke dalam stratum korneum dibawah
pengaruh topikal konsentrasi dan juga berdifusi melalui epidermis, melalui
dermis, dan kedalam sirkulasi darah (Khopar, 2008).
Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi,
viskositas, dan ketebalan topikal. Di samping itu, difusi pasif dipengaruhi oleh
koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat
difusi obat. Kemampuan berdifusi suatu zat melalui kulit dipengaruhi oleh
sifat fisikokimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien partisi), atau
dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik sediaan, basis, dan zat-zat
tambahan dalam sediaan (Khopar,2008).
Uji disolusi memberikan gambaran perubahan jumlah zat aktif yang
terlarut di dalam medium sedangkan uji difusi dapat digunakan untuk
memperoleh parameter kinetik transpor obat melalui membran usus, serta
mempelajari pengaruh komponen penyusun sediaan terhadap profil transpor
obat. Laju disolusi atau kecepatan melarutnya suatu obat sangat penting
karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarutnya sebelum diserap ke dalam
tubuh. Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun, harus memiliki
daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa
yang relatif tidak dapat dilarutkan biasanya memperlihatkan absorpsi yang
tidak sempurna, sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum
(Sinila,2016).
Difusi obat, menjelaskan tentang ruang lingkup difusi obat, mekanisme
difusi obat, pentingnya mengetahui proses difusi zat dan menjelaskan cara
mengetahui laju difusi dengan menggunakan metode yang sesuai.
Sedangkan pada materi disolusi obat, menjelaskan ruang lingkup disolusi
obat dan cara penentuan laju disolusi obat dengan menggunakan metode
tertentu (Sinila,2016).
II.2.1 Pengertian Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya suatu membran polimer. Dengan kata lain, difusi adalah proses
perpindahan zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah (Sinila,2016).
Contoh difusi (Sinila,2016) :
a. Difusi gas
b. Difusi air
Untuk mengetahui kecepatan difusi suatu zat maka digunakan alat
bernama spektrofotometer UV-VIS. Spektrometer menghasilkan sinar dari
topikal dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang diabsorbsi. Jadi spektofotometer digunakan
untuk mengukur topikal secara relatif jika topikal tersebut diabsorbsi. Pada
spektofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat
diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Pada
pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca dapat digunakan tetapi pada
daerah UV harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak dapat
menembus cahaya. Umumnya kuvet adalah 10mm (Khopkar, 2008).
Perbedaan konsentrasi (suatu zat dalam pelarut dari bagian
berkonsentrasi tinggi kebagian yang berkonsentrasi rendah) yang ada pada
dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi akan terus terjadi hingga
seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan
kesetimbangan manakala perpindahan molekul tetap terjadi, walaupun tidak
ada perbedaan konsentrasi (Sinila,2016).
II.2.2 Sel Difusi Franz
Sel difusi Franz merupakan suatu sel difusi tipe vertical untuk
mengetahui penitrasi zat secara in vitro. Sel difusi Franz, salah satu alat
untuk menguji permeasi obat melalui kulit komponen berupa kompartemen
donor, kompartemen reseptor, tempat pengambilan sample, cincin O, dan
water jacket. Kompartemen donor berisi zat yang akan diuji penitrasinya.
Kompartemen reseptor berisi cairan berupa air atau dapur fosfat pH 7,4 yang
mengandung albumin. Fungsi albumin untuk meningkatkan kelarutan zat
yang sukar larut alam cairan kompartemen reseptor yang digunakan. Tempat
penngambilan sampel adalah tempat pada sel difusi Franz untuk mengambil
cairan dari kompartemen reseptor dengan volume tertentu. Water jacket
berfungsi untuk menjaga temperatur tetap konstan selama difusi Franz
dioperasikan. Di antara kompartemen donor dan kompartemen reseptor
diletakkan membran yang digunakan untuk sel difusi Franz. Cincin O
menjaga posisi mebran supaya tidak berubah. Membran bisa berupa sintesis,
membran kulit manusia ataupun membran kulit hewan. Membran kulit hewan
yang digunakan telah dihilangkan bulu dan lapisan lemak subkutannya
(Bosman,1996).
Kondisi di kompartemen reseptor yang ideal harus bisa untuk
memfasilitasi penitrasi zat seperti keadaan in vivo. Konsetrasi zat di
kompartemen reseptor yang tinggi dapat menyebabkan penurunan laju
penetrasi zat. Cara melakukan uji penitrasi secara difusi pasif melalui
mebran. Untuk mengetahui jumlah zat yang berpenetrasi dan laju penetrasi
zat dilakukan sampling cairan dikompartemen reseptor selama waktu tertentu
sampai keadaan mencapai keadaan tunak. Cairan dari kompartemen
reseptor yang diambil digantikan dengan cairan awal sesuai volume yang
diambil. Hal ini bertujuan untuk menjaga volume dalam cairan reseptor tetap
konstan dan untuk menjaga supaya cairan di kompartemen reseptor tetap
dalam keadaan tunak (Bosman,1996).

Keterangan :
A : Kompartemen donor
B : Kompartemen reseptor
C : Membran
D : Cincin O
E : Water jacket
F : Batang pengaduk
G : Tempat pengambilan sampel
II.2.3 Mekanisme Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan atau pergerakan molekul zat atau
gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi melalui membran
dapatberlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu difusi sederhana (simple
difusion), difusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein transmembran
(simple difusionby chanel formed), dan difusi difasilitasi (fasiliated difision).
Difusi sederhana melalui membran berlangsung karena molekul-molekulyang
berpindah atau bergerak melalui membran bersifat larut dalam lemak (lipid)
sehingga dapat menembus lipid bilayer pada membran secara langsung
(Martin,2008).
Membran sel permeabel terhadap molekul larut lemak seperti hormon
steroid vitamin A, D, E, dan K serta bahan-bahan organik yang larut dalam
lemak, Selain itu, memmbran sel juga sangat permeabel terhadap molekul
anorganik seperti O, CO2, HO, dan H2O. Beberapa molekul kecil khusus yang
terlarut dalam serta ion-ion tertentu dapat menembus membran melalui
saluran atau chanel. Saluran ini terbentuk dari protein transmembran,
semacam pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan molekul
dengan diameter lebih kecil dari diameter pori tersebut dapat melaluinya.
Sementara itu, molekul molekul berukuran besar seperti asam amino,
glukosa dan beberapa garam-garam mineral, tidak dapat menembus
membran secara langsung, tetapi memerlukan protein pembawa atau
transporter untuk dapat menembus membran. Proses masuknya molekul
besar yang melibatkan transporter dinamakan difusi difasilitasi (Martin,2008).
II.2.4 Jenis-jenis Difusi
Berdasarkan energi yang dibutuhkan ada dua jenis difusi yang dilakukan
yaitu difusi biasa dan difusi khusus (Sinila,2016) :
a. Difusi Biasa : Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau
molekul yang hydrophobic atau tidak berpolar/berkutub. Molekul dapat
langsung berdifusi kedalam membran plasma yang terbuat dari
phospholipids. Difusi seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP
(Adenosine Tri-Phosphate).
b. Difusi Khusus : Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi
atau molekul yang hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini
memerlukan protein khusus yang memberikan jalur kepada partikel-
partikel tersebut ataupun membantu dalam perpindahan partikel. Hal
ini dilakukan karena partikel-partikel tersebut tidak dapat melewati
membran plasma dengan mudah. Protein-protein yang turut campur
dalam difusi khusus ini biasanya berfungsi untuk spesifik partikel.
Berdasarkan jenis membran yang dilalui, difusi dibagi tiga jenis yaitu
(Sinila,2016) :
a. Difusi molekuler atau permeasi : Difusi molekuler adalah difusi yang
melalui media yang tidak berpori, ketika difusi ini bergantung pada
disolusi dari molekul yang menembus dalam keseluruhan membran.
Contoh: Transpor teofilin yang melalui suatu membran polimer meliputi
disolusi obat tersebut ke dalam membran.
Gambar 1. Membran Homogen tanpa Pori
(Martin, A.N., (1993), Physical Pharmacy)
b. Difusi yang melalui pori suatu membran yang berisi pelarut, manakala
difusi ini dipengaruhi oleh ukuran relatif molekul yang menembus
membran serta diameter dari pori tersebut.
Contoh: Lewatnya molekul-molekul steroid (yang disubtitusi dengan
gugus hidrofilik) melalui kulit manusia yang terdiri dari folikel rambut,
saluran sebum dan pori-pori keringat pada epidermis.

Gambar 2. Membran dari Zat Padat dengan Pori-pori Lurus


(Martin, A.N., (1993), Physical Pharmacy)
c. Difusi melalui suatu membran dengan susunan anyaman polimer yang
memiliki saluran yang bercabang dan saling bersilangan.

Gambar 3. Membran selulosa yang berserat dan bersaluran


(Martin, A.N., (1993), Physical Pharmacy)
II.2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Difusi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi yaitu
(Sinila,2016) :
1. Ukuran partikel : Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel
itu akan bergerak sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
2. Ketebalan membran : Semakin tebal membran, semakin lambat
kecepatan difusi.
3. Luas suatu area : Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan
difusinya.
4. Jarak : Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat
kecepatan difusinya.
5. Suhu : Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk
bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan
difusinya.
6. Konsentrasi Obat : Semakin besar konsentrasi obat, semakin cepat
pula kecepatan difusinya.
7. Koefisien difusi : Semakin besar koefisien difusi, maka besar
kecepatan difusinya.
8. Viskositas
9. Koefisien partisi : Difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu
semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat.
II.2.6 Hukum Fick
Menurut hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan
konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah (Sinila, 2016).
dq DKA
= (Cs – C)
dt h
Keterangan:
Dq = laju difusi
Dt = laju difusi
D = koefisien difusi
K = koefisien partisi
A = luas permukaan membran
h = tebal membran
Cs-C = perbedaan antara konsentrasi obat dalam pembawa dan medium
II.2.7 Metode Kerja Difusi
Salah satu metode yang digunakan dalam uji difusi adalah metode flow
through. Adapun prinsip kerjanya yaitu pompa peristaltik menghisap cairan
reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati
penghilang gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis, kemudian
cairan dialirkan kembali ke reseptor. Cuplikan diambil dari cairan reseptor
dalam gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan dengan
pelarut campur. Kemudian, diukur absorbannya dan konsentrasinya pada
panjang gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung
berdasarkan hukum Fick (Sinila,2016).
Gambar 4. Modifikasi Sel Difusi Franz
II.2.8 Fungsi Difusi Dalam Bidang Farmasi
Adapun fungsi difusi dalam farmasi , yaitu (Martin,2008) :
1. Dapat mengetahui formulasi yang benar dalam membuat suatu obat,
karena bahan tambahan juga akan mempengaruhi difusi contoh jika
bahan tambahan terlalu banyak hal ini berarti memperbesar ketebalan
membran dan obat untuk berdifusi keluar akan lambat. Jika obat
berdifusi lambat maka laju disolusi akan lambat sehingga absorbsi
akan lambat. Dan menggunakan zat yang berbentuk amorf akan
meningkatkan disolusi zat karena bentuk amorf lebih larut.
2. Dapat mengetahui faktor yang dapat meningkatkan kecepatan difusi
obat dalam tubuh.
3. Difusi sebagai dasar umum absobrsi obat.
II.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (Ditjen POM, 1979) :
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur : HꟷOꟷH
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan alkohol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan.
2. Natrium Diklofenat (Ditjen POM, 2014) :
Nama Resmi : DICLOFENCAC SODIUM
Nama Lain : Nartrium diklofenak
RM/BM : C14H10Cl2NNaO2/318,13
Pemerian : Serbuk hablur putih, higroskopik.
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, methanol, agak sukar
larut dalam air, praktis larut dalam kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup.
Kegunaan : Sebagai sampel.
BAB III
PROSEDUR KERJA
III. Alat Dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu
dissolution tester, hot plate stirrer, gelas beaker, enlenmeyer, handscoon,
karet gelang, kertas saring, sel difusi Franz, spektrofotometer, syringe 5 mL,
penangas air, penyangga kertas saring, tabung reaksi, tissu dan vial 10 mL.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan aquadest, dan krim natrium
diklopenac.
III.2 Cara Kerja
1. Dirangkai sel difusi Franz di atas hot-plate stirrer.
2. Diatur pada suhu 37˚C±0,5˚C.
3. Diisi kompartemen sampel dengan media difusi.
4. Diletakkan sampel pada kompartemen sampel yang telah diberi
membran.
5. Dihidupkan motor penggerak pada kecepatan 100 rpm
6. Diambil sampel tiap rentang waktu pada menit 5, 10 , 15, 20 , dan 25
diambil media disolusi sebanyak 5 mL dengan pipet volume. Setiap
selesai pengambilan sampel segera digantikan dengan 5 mL air suling.
7. Diukur kadar obat yang terdifusi dengan metode yang sesuai.
8. Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi sampel yang berdifusi
terhadap waktu.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan
IV.1.1 Tabel Kurva Baku

Konsentrasi Absorbansi
2 0,21
6 0,37
10 0,53
14 0,67
18 0,84
IV.1.2 Tabel Pengukuran Kurva Absorbansi
Waktu (menit) Absorbansi
0 0
15 0,136
30 0,154
45 0,167
60 0,192
90 0,215

IV.2 Gambar Grafik


Kurva Absorbansi Terhadap Konsentrasi
0.9 0.84
0.8 y=0,049x-0,053
0.67
0.7
0.6 0.53
Absorbansi

0.5
0.37
0.4
0.3
0.21
0.2
0.1
0
2 6 10 14 18
Konsentrasi

Kurva Absorbansi Terhadap Konsentrasi


0.25
y=0,049x-0,053
0.2
Absorbansi

0.15

0.1

0.05

0
0 15 30 45 60 90

Waktu (Menit)

IV.3 Perhitungan
IV.3.1 Laju Difusi Krim Natrium Diklofenak

dQ Qb-Qa
=
dt tb-ta

1. Menit 0/15
dQ Q 15-Q0
=
dt t1 5-t0
dQ 0,136−0
=
dt 15−0
dQ 0,136
=
dt 15
dQ
= 0,009
dt
2. Menit 15/30

dQ Q30−Q15
=
dt t 30−t 15
dQ 0,154−0,136
=
dt 30−15
dQ 0,018
=
dt 15
dQ
= 0,0012
dt
3. Menit 30/45

dQ Q 45−Q 30
=
dt t 45−t 30
dQ 0,167−0,154
=
dt 45−30
dQ 0,013
=
dt 15
dQ
= 0,0008
dt
4. Menit 60/45

dQ Q60−Q 45
=
dt t 60−t 45
dQ 0,192−0,167
=
dt 60−45
dQ 0,025
=
dt 15
dQ
= 0,0016
dt
5. Menit 90/60

dQ Q90−Q 60
=
dt t 90−t 60
dQ 0,087−0,138
=
dt 90−60
dQ −0,051
=
dt 30
dQ
= -0,0017
dt
IV.3.2 Konsentrasi (Ppm) Absorbansi Difusi Sampel Krim
Kurva baku hidrokortison yang digunakan y =0,049x-0,053

1. Menit 0

Diketahui : y = 0
y = 0,049x-0,053
0 = 0,049x-0,053
0,049x = 0 + 0,035
0,0 35
x =
0,049
x = 0,71 ppm
2. Menit ke- 15

Diketahui : y = 0,136
y = 0,049x-0,053
0,136 = 0,049x-0,053
0,049x = 0,035 + 0,0622
0,0 972
x =
0,049
x = 1,98 ppm
3. Menit Ke- 30

Diketahui : y = 0,154
y = 0,049x-0,053
0,154 = 0,049x-0,053
0,049x = 0,053 + 0,154
0 ,207
x =
0,049
x = 4,22 ppm
4. Menit ke-45

Diketahui : y = 0,167
y = 0,049x-0,053
0,167 = 0,049x-0,053
0,049x = 0,053 + 0,167
0,22
x =
0,049
x = 4,49 ppm
5. Menit ke-60

Diketahui : y = 0,192
y = 0,049x-0,053
0,192 = 0,049x-0,053
0,049x = 0,053 + 0,192
0,245
x =
0,049
x = 5 ppm
6. Menit ke-90

Diketahui : y = 0,215
y = 0,049x-0,053
0,215 = 0,049x - 0,053
0,049x = 0,053 + 0,215
0,268
x =
0,049
x = 5,47 ppm
IV.4 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan uji difusi obat untuk mengetahui
seberapa banyak obat menembus membrane tiap waktu. Difusi adalah
proses transfer masa molekul tunggal suatu senyawa yang terjadi karena
gerakan molekul acak dan dikaitkan dengan gaya dorong seperti gradient
konsentrasi (Sinko, 2011). Dimana proses perpindahan zat dari konsentrasi
yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah (Sinala, 2016). Prinsip absorpsi
melalui kulit adalah difusi pasif dimana proses tersebut dimulai dari suatu
subtansi dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar
gradian diikuti banyaknya molekul. Difusi pasif ini merupakan bagian terbesar
dari proses tranmembran bagi umumnya obat.
Pada percobaan uji laju difusi dengan sampel krim natrium diklofenak
dengan menggunakan alat instrumen sel difusi frans yang diisi aquadest dan
ditambahkan larutan buffer untuk bagian dalamnya dilapisi membran yaitu
digunakan kertas saring dan diletakkan sampel diatas membran pada
cuplikan 0-90 menit kemudian setiap pengambilan cuplikannya digantikan
dengan aquadest dengan jumlah yang sama dengan cuplikan yang diambil.
Dengan tujuan agar pelarut dalam sel difusi frans tetap. Adapun tetapan suhu
yang digunakan pada percobaan yang sesuai dengan farmakope Indonesia
yaitu 37˚ C yang menyesuaikan suhu tubuh normal pada manusia.
Kecepatan alat difusi frans juga disesuaikan dengan farmakope Indonesia
yaitu 100 rpm.
Pada percobaan ini data yang dihasilkan yaitu pada menit ke-15 nilai
absorpsinya 0,136 dan nilai konsentrasi absorbansinya 1,98 rpm, pada menit
ke-30 nilai absorbsinya 0,154 dan nilai konsentrasi absorbansinya 4,22 ppm.
Pada menit ke-45 nilai absorbsinya 0,167 dan nilai konsentrasi
absorbansinya 4,49 ppm. Pada menit ke-60 nilai absorbsinya 0,192 dan nilai
konsentrasi absorbansinya 5 ppm. Pada menit ke-90 nilai absorbsinya 0,125
dan nilai konsentrasi absorbansinya 5,47 ppm. Dari data yang diperoleh nilai
absorbsinya meningkat dari menit ke-5 hingga menit ke-90 dan hal ini telah
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa hubungan antara
konsentrasi obat yang berdifusi dengan waktu, akan menggambarkan kurva
yang meningkat. Pada kurva dilihat bahwa di menit ke-60 diperkirakan semua
obat melewati membran atau membran telah jenuh sehingga obat tidak ada
berdifusi lagi, namun tahapan pengujian terus-menerus dilakukan dengan
cara diambil cuplikan lalu dimasukkan kembali pengganti cairan yang diambil.
Maka dari itu semakin lama, obat yang ada mengalami keadaan terencerkan
dan menunjukkan kondisi fase eliminasi pada tubuh.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa laju difusi obat
dalam sediaan topikal yaitu krim natrium diklofenak dengan pelarut aquadest
yang ditambahkan larutan buffer menggunakan sel difusi Franz mengalami
peningkatan konsentrasi absorbansinya dari menit ke-5 hingga menit ke-90
karena semakin lama, obat yang ada mengalami keadaan terencerkan dan
menunjukkan kondisi fase eliminasi pada tubuh.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Sebaiknya dosen berinteraksi dan bersosialisasi dengan praktikan agar
terjalin hubungan yang baik.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Sebaiknya asisten tetap menjalin hubungan baik dengan praktikan dan
tetap menjadi pribadi yang ramah.
V.2.3 Saran Untuk Praktikan
Sebaiknya praktikan memahami dan mengetahui cara kerja dan tetap
semangat menuntut ilmunya.
V.2.4 Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat dan bahan di laboratorium lebih di lengkapi lagi
khususnya alat dan bahan yang ingin digunakan praktikan pada saat
praktikum agar praktikum berjalan dengan lancar tanpa kendala baik dalam
hal alat maupun bahan.
DAFTAR PUSTAKA

Bosman, Lawant A.L, dkk. 1996. “A Novel Diffusion Cell for In Vitro
Trandermal Permeation Compatible with Automated Dynamic
Sampling”. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis.

Ditjen Pom. 1979. Farmakope edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Martin, A.N. 1993. Physical Pharmacy Fourt Edition. Lea & Febiger,
Philadelphia: London.

Martin, Alfred dkk. 2008. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik.


Jakarta : UI Press

Sinila, Santi. 2016. Farmasi Fisik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia.

Sinko, Patrick. 2011. Martin Farmasi Fisika Dan Ilmu Farmasetika edisi 5”
Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Tim medical.2019. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. Makassar:
MMN Publsihing.

Tim penyusun. 2020. Modul Praktikum Farmasi Fisika. Makassar: Sekolah


tinggi Ilmu Farmasi.
LAMPIRAN

Gambar Keterangan

Sel difusi franz

Pengambilan cuplikan

Cuplikan di masukkan ke dalam


vial

Pengambilan aquadest 5 mL
sebagai pengganti cuplik
Cuplikan sampel menit ke 5, 10,
15, 20, dan 25

Anda mungkin juga menyukai