Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA


“UJI DISOLUSI”

OLEH:

KELOMPOK III
STIFA D 2020

DOSEN : Apt. Michrun Nisa, S.Farm, M.Sc

LABORATORIUM FARMASETIKA FARMASI


PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi Fisika adalah kajian atau cabang ilmu hubungan antara fisika
(sifat-sifat fisika) dengan kefarmasian (sediaan farmasi, farmakokinetik,
serta farmakodinamiknya) yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta
kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang berhubungan dengan sifat
fisikanya serta menganalisis pembuatan dan pengujian hasil akhir dari
sediaan obat (Santi Sinala, 2016).
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Salah satu parameter uji yang
dilakukan untuk pengujian sediaan tablet adalah dilakukan uji disolusi. Uji
ini dilakukan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan
kapsul, kecuali dalam etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah (Dirjen
POM, 2020).
Disolusi adalah proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dan
melarut dalam media pelarut. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai
proses melarutnya suatu solid. Sebelum melakukan uji disolusi, metode
analisis yang digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan
seksama antara lain: komposisi media disolusi, jumlah media, waktu,
kecepatan pengaduan, prosedur penetapan konsentrasi dan toleransi.
Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses
analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Santi Sinala, 2016).
Dalam bidang farmasi uji disolusi berperan untuk mengontrol kualitas
dan menjaga terjaminnya standar dalam produksi tablet, mengetahui
terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu menggunakan alat disolution
tester sehingga bisa menentukan waktu paruh dari sediaan tersebut dan
karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat
yang memuaskan (Santi Sinala, 2016).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun masud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan
memahami cara menentukan konstanta laju disolusi dari suatu sediaan oral.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara
menentukan konstanta kecepatan disolusi suatu sediaan padat pada
pelarut yang sesuai serta mampu menggunakan alat uji disolusi.
I.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini adalah penentuan konstanta
kecepatan disolusi obat parasetamol pada pelarut yang sesuai dengan
menggunakan alat uji disolusi tipe I dan tipe II.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan
atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat
digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat
dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke
dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan
tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat
dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan
tergantung pada desain cetakan (Dirjen POM, 2014).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang
biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang
sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara
pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan
pada pemberian obat secara oral (Ansel, 2011).
II.2 Disolusi
Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat yang memiliki
karakteristik kelarutan yang seimbang ke dalam larutan. Dalam sistem
biologi pelarutan obat dalam media berair merupakan bagian yang penting.
Kecepatan disolusi didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terlarut
dalam media disolusi per satuan waktu (Aisyah, dkk., 2019).
Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam
darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan
berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati
membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat
dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil
kecepatan disolusi tidak larut atau disintegrasi sediaan relatif karena
pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif (Syukri, 2002).
II.2.1 Metode uji disolusi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), ada dua metode uji
disolusi yaitu :
a. Metode basket
Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat
penggerak. Idak Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat
mempertahankan suhu tablet atau kapsul granul atau agreget partikel halus
obat dalam larutan obat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan lain dalam
wadah 370 ± 0,50C selama penguji berlangsung. Bagian dari alat termasuk
lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan,
goncangan, atau getaran signifikasi yang melebihi gerakan akibat
perputaran alat pengaduk. Wadah sdisolusi dianjurkan berbentuk silinder
dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106
mm, dengan volume sampai 1000 ml. batang logam berada pada posisi
tertentu sehingga sumbuhnya tidak lebih drai 2 mm, berputar dengan halus
dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan
kecepatan alat.
b. Metode dayung
Sama seperti metode dayung, tetapi pada alat ini digunakan dayung
yang terdiri atas dayung dan batang seperti pengaduk. Batang dari dayung
tersebut sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa
goyangan yang berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam
yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu panyalut inert
yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung
mulai berputar.
Gambar Alat Disolusi
II.2.2 Media Disolusi
Menurut Agoes (2008), media disolusi yang biasa digunakan adalah:
1. Air Suling
Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet.
Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda
dengan cairan fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat
dipengaruhi oleh pH.
2. Larutan Ionik
Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh
(Agoes, 2008):
a. Larutan asam (pH 1,2) dibuat dari asam klorida encer baik ditambah atau
tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida, sehingga pH
cairan mendekati komposisi cairan lambung.
b. Larutan dapar alkali (pH 7-8) paling sering digunakan untuk meniru pH
usus dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi
terjaga setelah melewati cairan yang asam.
II.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi
Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi dibagi menjadi tiga
yaitu (Prasetya dkk., 2012) :
a. Faktor Intrinsik Obat
Adapun faktor intrinsik obat meliputi luas permukaan spesifik partikel,
distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, polimorfi serta bentuk asam, basa,
garam.
b. Faktor Lingkungan Medium
Adapun faktor intrinsik obat meliputi temperature, viskositas cairan,
konsentrasi partikel yang terdisolusi, kecepatan mengalirnya cairan,
komposisi medium disolusi (pH, kekuatan ionisasi, tegangan permukaan).
c. Faktor Teknologi
Perbedaan metode yang digunakan dalam produksi juga
mempengaruhi disolusi obat. Begitu juga pada pengunaan bahan-bahan
tambahan dalam produksi. Contoh bahan tambahan yang sering digunakan
adalah pensuspensi, yang mengakibatkan turunnya laju disolusi karena
naiknya kekentalan. Contoh lain adalah bahan pelicin yang bersifat
hidrofobik karena menolak air sehingga menurunkan laju disolusi obat.
II.3 Uraian bahan
1. Parasetamol (Ditjen POM, 2020, Hal: 1359)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Asetamiofen/Parasetamol
RM/BM : C8H9NO2/ 151,16 g/mol
Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam Natrium
hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup Rapat, tidak tembus cahaya.
2. Asam Klorida (Dirjen POM, 2020, Hal: 185)
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam Klorida
RM / BM : HCl/ 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika
diencerkan dengan 2 bagian air asap dan bau hilang.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat percobaan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat uji disolusi
tipe 1 dan tipe 2, gelas beaker, dan pipet volume.
III.1.2 Bahan percobaan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah HCl 0,1 N
dan tablet parasetamol.
lll.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Bak mantel yaitu tempat labu disolusi dimasukkan, diisi dengan air
suling.
3. Suhu diatur pada suhu 37 ℃ ± 0,5 ℃ dalam (jalankan alat sesuai
prosedur tetap).
4. Labu disolusi diisi dengan medium disolusi yang telah dihangatkan
sehingga suhu 37 ℃ sebanyak 900 mL.
5. Alat disolusi dijalankan pada kecepatan 100 rpm atau sesuai prosedur.
6. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan dalam labu
disolusi.
7. Pada menit ke 5, 10 dan 15 diambil media disolusi sebanyak 10 mL
dengan pipet volume. Setiap selesai pengambilan sampel, segera
digantikan dengan 10 mL air suling.
8. Ukur kadar obat dalam cuplikan dengan metode yang sesuai.
9. Tabelkan hasil yang di peroleh dan buatlah kurva hubungan antara
konsentrasi yang diperoleh dengan waktu pengambilan sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan
IV.1.1 Data Uji Disolusi

Menit Ke Absorbansi

10 1,886

20 2,884

30 4,884

IV.2 Perhitungan
1. Persamaan regresi

Y = 0,0154x + 0,022
𝑅2 = 0,9978
2. Konsentrasi setiap pengambilan hasil disolusi
1,886−0,022
Menit ke 10 = X = = 121,039 µg/mL
0,0154
2,884−0,022
Menit ke 20 = X = = 185,844 µg/mL
0,0154
4,884−0,022
Menit ke 30 = X = = 315,714 µg/mL
0,0154

3. Menentukan konsentrasi koreksi dimana Cp = X


5 5
Ck1 = X1 + 1000 (𝑋1) = 121,039 + ( 121,039) = 121, 644 µg/mL
1000
5
Ck2 = X2 + 1000 (𝑋1 + 𝑋2)
5
= 185,844 + 1000 (121,039 + 185,844)

= 187,378 µg/mL
5
Ck3 = X3 + 1000 (𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3)
5
= 315,714 + 1000 (121,039 + 185,844 + 315,714 )

= 318,827 µg/mL
4. Jumlah obat dalam medium (example media yang digunakan 1000
mL)
Menit ke 10 = 121, 644 x 1000 = 121644 µg =121, 644 mg
Menit ke 20 = 187,378 x 1000 = 187378 µg = 187,378 mg
Menit ke 30 = 318,827 x 1000 = 318827 µg = 318,827 mg
5. % disolusi
121,644
Menit ke 10 = x 500 = 24, 329%
500
121,644
Menit ke 20 = x 500 = 37, 476%
500
121,644
Menit ke 30 = x 500 = 63,765%
500
IV.3 Pembahasan
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk kedalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Obat yang memiliki disolusi yang baik
akan memberikan biavibilitas yang baik pula sehingga semakin banyak
jumlah obat yang diabsorbsi secara utuh oleh tubuh dan masuk kedalam
sirkulasi sistemik. Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang
menyatakan banyaknya suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut setiap
suatu waktu. Adapun hubungan yang menggambarkan proses disolusi zat
padat yang dikembangkan Noyes dan Whitmey.
Dalam praktikum ini, dilakukan uji disolusi dengan menentukan
kecepatan disolusi sediaan tablet dengan menggunakan alat uji disolusi.
Didapatkan hasil % disolusi yang kemudian dari nilai tersebut dibuatkan
kurva disolusi dengan menentukan nilai % diposisi pada garis y dan waktu
pengambilan (menit) sebagai garis x.
Sehingga didapatkan hasil pengamatan tab pct didapatkan
konsentrasi setiap pengambilan hasil disolusi pada menit ke 10 yaitu
121,039 µg/mL dengan jumlah obat dalam medium 121,644mg dan
didapatkan % disolusi 25,329%, pada menit ke 20 yaitu 185,844 µg/mL
dengan jumlah obat dalam medium yaitu 187,378mg dan didapatkan %
disolusi 37,467%, sedangkan pada menit ke 30 yaitu 315,714 µg/mL,
dengan jumlah obat dalam medium 318,827mg dan didaptkan % disolusi
yaitu 63,765%.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada tab pct
didapatkan konsentrasi setiap pengambilan hasil disolusi pada menit ke 10
yaitu 121,039 µg/mL dengan jumlah obat dalam medium 121,644mg dan
didapatkan % disolusi 25,329%, pada menit ke 20 yaitu 185,844 µg/mL
dengan jumlah obat dalam medium yaitu 187,378mg dan didapatkan %
disolusi 37,467%, sedangkan pada menit ke 30 yaitu 315,714 µg/mL,
dengan jumlah obat dalam medium 318,827mg dan didaptkan % disolusi
yaitu 63,765%.
V.2 Saran
V.2.1 Untuk Dosen
Diharapkan selalu mendampingi praktikan pada saat praktikum
berlangsung agar pengamatan yang dilakukan dapat hasil yang baik
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Diharapkan meningkatkan kerjasamanya dengan praktikan agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan alat dan bahan praktikum tersedia dalam jumlah lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes. 2008. Pengembangan Sedian Farmasi. Bandung: ITB.

Aisyah F, dkk. 2019. Teknologi Farmasi Sediaan Solida. Makassar. Myria


Publisher.
Ansel. 2011. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Pres.
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Prasetya, Jemmy Anton, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika.
Jimbaran: Udayana University Press.
Sinala, Santi. 2016. Farmasi Fisik. Jakarta: Kemkes Republik Indonesia.
Syukri. 2002. Biofarmasetika. Yogyakarta. UII Pres.

Anda mungkin juga menyukai