PERCOBAAN I
PENGARUH FORMULASI TERHADAP LAJU DISOLUSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mencapai absorpsi sistemik, suatu obat padatan akan mengikuti beberapa
proses seperti:
Disintegrasi
Disolusi
Absorpsi melalui membran sel.
Pada proses tersebut, laju obat mencapai sirkulasi sistemik ditentukan oleh
tahapan yang paling lambat “rate limiting step”.
Obat yang memiliki kelarutan jelek dalam air, maka disolusi merupakan tahap
penentu dalam proses tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi disolusi obat,
diantaranya:
Salah satu faktor yang akan diamati adalah pengaruh formulasi sediaan obat.
TUJUAN
Agar mahasiswa memahami profil disolusi obat dalam berbagai kondisi pH.
(P.1)
Untuk mengetahui pengaruh formulasi sediaan obat terhadap laju disolusi.
(P.2)
BAB II
LANDASAN TEORI
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan
sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi
dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari sediaannya
dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke
dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis (Siregar, 2010).
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam
proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik sediaan, proses pembasahan
sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan,
proses disintegrasi dan deagregasisediaan, merupakan sebagian dari faktor yang
mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan (Syukri,2002)
Ketika suatu tablet atau sediaan padat masuk ke dalam saluran cerna, obat
tersebut mulai bergerak dari padatan utuh ke dalam larutan. Kecuali tablet tersebut
merupakan bahan polimerik yang bergandengan, matriks padat berdisintegrasi menjadi
granul-granul. Granul-granul yang dihasilkan selanjutnya berdeagregasi menjadi
partikel-partikel halus. Disentegrasi, deagregasi dan disolusi dapat dapat terjadi
bersamaa dengan pelepasan obat dari bentuk penghantarannya. Keefektifan suatu
tablet melepaskan kandungan obatnya untuk absorpsi sistemik sedikit banyak
bergantung pada kecepatan disintegrasi bentuk sediaan dan deagregasi granul. Namun
biasanya yang lebih berpengaruh adalah kecepatan disolusi sediaan padat tersebut.
Disolusi sering kali merupakan tahap penentu atau pengendali kecepatan pada absorpsi
obat berkelarutan rendah karena disolusi kerap kali menjadi tahap paling lambat
diantara berbagai tahap yang terlibat dalam pelepasan obat dari bentuk sediaan dan
pergerakan ke dalam sirkulasi sistemik. Kecepatan suatu padatan melarut dalam suatu
pelarut dinyatakan secara kuantitatif oleh Noyes dan Whitney, kemudian diuraikan
dengan persamaan:
atau,
M adalah massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t; dM/dt adalah kecepatan
disolusi massa (massa/waktu); D adalah koefisien difusi zat terlarut dalam larutan; S
adalah luas permukaan padatan; h adalah tebal lapisan difusi;Cs adalah kelarutan
padatan (yakni konsentrasi ssenyawa dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan
pada temperatur percobaan); dan C adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk
pada waktu t. Kuantitas dC/dt adalah kecepatan disolusi dan V adalah volume larutan.
2. Alat
Dissolution tester
Spektrofotometer UV Vis
Pipet ukur & alat gelas lainnya
b. Cara kerja
Ambil satu sampel uji dengan medium disolusi yang telah ditetapkan.
Penentuan panjang gelombang maksimum PCT
Buat larutan standar dengan konsentrasi 14µg/ml, ukur serapannya pada
220-350nm.
Pembuatan kurva kalibrasi
Buat larutan standar pct dengan konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, dan 14µg/ml dan
ukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.
a. HASIL
1. Penentuan panjang gelombang maksimum PCT
Perhitungan larutan induk 100 ppm
Berat Tab Paten = 590 mg
Berat Tab Generik = 648 mg
Perhitungan larutan induk 100 ppm: timbang tab PCT generik dan paten masing
masing 10 mg, kemudia dimasukkan dalam 100 ml labu ukur
10𝑚𝑔 10𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = = = 100 𝑝𝑝𝑚
100𝑚𝑙 0,1 𝐿
Panjang gelombang maksimum PCT = 243 nm
Besar absorbansi yang didapatkan pada larutan seri adalah sebagai berikut:
Konsentrasi Absorbansi Paracetamol
(ppm)
Generik Paten
4 0,462 0,483
6 0,519 0,527
8 0,583 0,611
10 0,647 0,668
12 0,714 0,725
14 0,785
Sehingga didapatkan kurva kalibrasi seperti gambar berikut:
y= 0,32724 + 0,03234x
r= 0,9994
y= 0,3528 + 0,03125x
r= 0,9963
3. Profil Disolusi PCT
t= 5’, A = 0,341
0,341 − 0,32724
𝑥=
0,03234
x = 0,4254 ppm x fp
x =0,4254 ppm x 25
x = 10,635 ppm
t= 10’, A= 0,376
0,376 − 0,32724
𝑥=
0,03234
x = 1,5077 ppm x fp
x =1,5077 ppm x 25
x = 37,6925 ppm
t= 15’, A= 0,438
0,438 − 0,32724
𝑥=
0,03234
x = 3,4248 ppm x fp
x =3,4248 ppm x 25
x = 85,62 ppm
t= 20’, A= 0,492
0,492 − 0,32724
𝑥=
0,03234
x = 5,0946 ppm x fp
x =5,0946 ppm x 25
x = 127,41 ppm
t= 30’, A= 0,537
0,537 − 0,32724
𝑥=
0,03234
x = 6,4860 ppm x fp
x =6,4860 ppm x fp
x = 162,15 ppm
b. Kadar PCT Paten
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
𝑦−𝑎
𝑥=
𝑏
𝑦 − 0,3528
𝑥=
0,03125
t= 5’, A= 0,373
0,373 − 0,3528
𝑥=
0,03125
x = 0,6464 ppm x fp
x =0,6464 ppm x 25
x = 16,16 ppm
t= 10’, A= 0,402
0,402 − 0,3528
𝑥=
0,03125
x = 1,5744 ppm x fp
x = 1,5744 ppm x 25
x = 39,36 ppm
t= 15’, A= 0,463
0,463 − 0,3528
𝑥=
0,03125
x = 3,5264 ppm x fp
x = 3,5264 ppm x 25
x = 88,16 ppm
t= 20’, A= 0,528
0,528 − 0,3528
𝑥=
0,03125
x = 5,6064 ppm x fp
x = 5,6064 ppm x 25
x = 140,16 ppm
t= 30’, A= 0,559
0,559 − 0,3528
𝑥=
0,03125
x = 0,5984 ppm x fp
x = 0,5984 ppm x 25
x = 164,96 ppm
t=10’
C2 = 37,6925 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥2 = 𝑐2 + ( × 𝑐1 )
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥2 = 37,6925 + ( × 10,635 𝑝𝑝𝑚)
900𝑚𝑙
x2 = 36,6925 ppm + 0,0590 ppm
𝑥2 = 37,515 ppm
t=15’
C3 = 85,62 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥3 = 𝑐3 + ( × (𝑐1 + 𝑐2 )
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥2 = 85,62 + ( × 10,635 + 37,6925 𝑝𝑝𝑚)
900𝑚𝑙
x3 = 85,62 ppm + 0,2684 ppm
𝑥3 = 85,884 ppm
t=20’
C4 = 127,41 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥4 = 𝑐4 + ( × (𝑐1 + 𝑐2 + 𝑐3 )
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥4 = 127,41 + ( × 10,635 + 37,6925 + 85,62 𝑝𝑝𝑚)
900𝑚𝑙
x4 = 127,41 ppm + 0,7441 ppm
𝑥4 = 128,15 ppm
t=30’
C5 = 162,15 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥5 = 𝑐5 + ( × (𝑐1 + 𝑐2 + 𝑐3 + 𝑐4 )
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥5 = 162,15 + ( × 10,635 + 37,6925 + 85,62 + 127,41 𝑝𝑝𝑚)
900𝑚𝑙
x5 = 162,15 ppm + 1,2519 ppm
𝑥5 = 6,5440 ppm
t=15’
C3 = 88,16 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥3 = 𝑐3 + ( × (𝑐1 + 𝑐2 ))
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥2 = 88,16 + ( × (16,16 + 39,36 𝑝𝑝𝑚))
900𝑚𝑙
x3 = 88,16 ppm + 0,3084 ppm
𝑥3 = 88,46 ppm
t=20’
C4 = 140,16 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥4 = 𝑐4 + ( × (𝑐1 + 𝑐2 + 𝑐3 )
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥4 = 140,16 + ( × (16,16 + 39,36 + 88,16 𝑝𝑝𝑚))
900𝑚𝑙
x4 = 140,16 ppm + 0,7982 ppm
𝑥4 = 140,95 ppm
t=30’
C5 = 164,96 ppm
𝑉𝑜𝑙. 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥5 = 𝑐5 + ( × (𝑐1 + 𝑐2 + 𝑐3 + 𝑐4 )
𝑉𝑜𝑙. 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚
5𝑚𝑙
𝑥5 = 164,96 + ( × (16,16 + 39,36 + 88,16 + 140,16 𝑝𝑝𝑚))
900𝑚𝑙
x5 = 164,96 ppm + 1,5768 ppm
𝑥5 = 166,53 ppm
t=10’
37,6925 ppm : 10 menit = 3,7695 permenit
t=15’
85,62 ppm : 15 menit = 5,08 permenit
t=20’
127,41 ppm : 20 menit = 6,3705 permenit
t=30’
162,15 ppm : 30 menit = 5,405 permenit
t=20’
140, 16 ppm : 20 menit = 7,008 permenit
t=30’
164,96 ppm : 30 menit = 5,4986 permenit
b. PEMBAHASAN
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan
sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi
dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari sediaannya
dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke
dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis (Siregar, 2010).
Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses
absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang
cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya.
Mekanisme yang terjadi bila suatu obat di minum, disolusi merupakan fase
pertama dari kerja suatu obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat perlu dilarutkan agar
dapat diabsorpsi. Obat dalam bentuk padat harus disintegrasi menjadi partikel-partikel
kecil agar dapat larut dalam cairan. Jadi disintegrasi adalah pemecahan sediaan obat
padat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, disolusi melarutnya partikel-partikel
yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorpsi.
Alat yang digunakan pada uji percobaan ini yaitu alat disolusi berbentuk
dayung yang terletah di tengah-tengah media dengan tujuan tidak terjadi tubulensi
aliran. Tinggi dasar dayung ke dasar media adalah 2,5 cm tujuannya untuk
memperkecil kemungkinan tablet melayang-layang antara dasar media dengan dasar
dayung bergesekan dengan alat uji (dayung). Suhu yang diatur yaitu 37°C sesuai
dengan suhu tubuh manusia dengan media HCl 0,1 N 900 ml.
Pengujian disolusi PCT generik dan paten yang dilakukan menggunakan alat
disolusi tipe 2 (dayung) dengan kecepatan putaran 50 rpm dan HCl 900 ml sebagai
media disolusi. Media disolusi diatur pada suhu 37°C. Setelah temperatur stabil, tablet
parasetamol dimasukkan pada labu disolusi, dan alat uji disolusi dijalankan dengan
kecepatan 50 rpm. Kemudian sampel diambil sebanyak 5 mL pada menit ke 5, 10, 15,
20, dan ke 30. Setiap pengambilan, volume yang terambil digantikan dengan medium
yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Hal ini dimaksudkan agar pengujian
disolusi berada di bawah kondisi sink atau kondisi pengujian tanpa adanya pengaruh
gradien konsentrasi. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan spoid yang
dihubungkan dengan filter holder. Filter holder bertujuan untuk menghindari molekul-
molekul parasetamol yang tidak larut ikut terambil yang dapat mempengaruhi hasil
pengujian karena konsentrasinya dapat berubah. Kemudian larutan yang diambil
tersebut diukur kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran
absobansi cuplikan menggunakan spektrofotometer dengan prosedur yang saam saat
pengukuran kurva kalibrasi.
Besar serapan tablet PCT generik pada cuplikan sampel yaitu, pada menit 5
sebesar 0,343; pada menit 10 sebesar 0,376 ; pada menit 15 sebesar 0,438 ; pada menit
20 sebesar 0,492; pada menit 30 sebesar 0,573. Setelah didapatkan besaran serapan
kemudian dilakukan perhitungan konsentrasi ke dalam persaman regresi linear tablet
PCT generik. Sehingga didapatkan nilai konsentrasi, yaitu pada menit 5 sebesar 10,635
ppm : pada menit 10 sebesar 37,7515 ppm; pada menit 15 sebesar 85,8884 ppm ; pada
menit 20 sebesar 128,15 ppm ; pada menit 30 sebesar 163,60 ppm.
Besar serapan tablet PCT paten pada cuplikan sampel yaitu, pada menit 5
sebesar 0,373; pada menit 10 sebesar 0,402 ; pada menit 15 sebesar 0,463 ; pada menit
20 sebesar 0,528; pada menit 30 sebesar 0,559. Sehingga didapatkan nilai konsentrasi
PCT paten, yaitu pada menit 5 sebesar 16,16 ppm ; pada menit 10 sebesar 39,44 ppm;
pada menit 15 sebesar 88,46 ppm ; pada menit 20 sebesar 140,95 ppm ; pada menit 30
sebesar 166,53 ppm. .
Adapun % terdisolusi pasien generik pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30 berturut-
turut, yaitu 1,91%; 6,79%; 15,45%; 23,06%; 29,44% dan pada tablet paten berturut-
turut yaitu, 2,90%; 7,09%; 15,92%; 25,37%; 29,97%.
Konsentrasi yang didapat menunjukkan peningkatan dari menit ke menit karena
semakin lama tablet akan hancur dan bercampur dengan media dan meningkat
konsentrasinya. Hasil konsentrasi yang diperoleh kemudian dibuat grafik disolusi
paracetamol yaitu grafik konsentrasi terhadap waktu. Secara keseleruhan cuplikan
sampel yang diambil permenit, hasil konsentrasi dari tablet PCT paten lebih tinggi
dibandingkan PCT generik dan laju disolusi PCT paten lebih besar dibandingkan PCT
generik. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan formulasi yang digunaakn pada
masing-masing produsen. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi
diantaranya bahan pengikat yang dipakain, kecepatan disintegran, interaksi zat aktif
dengan eksipien, dan pengadukan selama produksi. Bahan pengikat dan disintegran
dapat mempengaruhi kuat tidaknya ikatan partikel-partikel dalam tablet tersebut
sehingga mempengaruhi pula kemudahan cairan untuk masuk berpenetrasi ke dalam
lapisan difusi tablet menembus ikatan-ikatan dalam tablet tersebut. Pengadukan
mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga
memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Semakin lama kecepatan
pengadukan maka laju disolusi akan semakin tinggi.
BAB V
KESIMPULAN
Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil berupa kadar terdisolusi (%) dari tablet Paracetamol generik dan paten yang
terdisolusi pada menit ke 5, 10, 15, 20 dan 30 adalah
a. Kadar terdisolusi (%) tablet PCT generik berturut-turut adalah 1,91%; 6,79%;
15,45%; 23,06%; 29,44%.
b. Kadar terdisolusi (%) tablet PCT paten berturut-turut adalah 2,90%; 7,09%;
15,92%; 25,37%; 29,97%.
2. Besar konsentrasi dan persen profil disolusi tablet paracetmaol paten lebih besar
daripada generik. Hal ini disebabkan karena perbedaan formulasi. Faktor formulasi
yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya bahan pengikat yang dipakain,
kecepatan disintegran, interaksi zat aktif dengan eksipien, dan pengadukan
3. Dari perhitungan nilai faktor koresi tersebut antara tablet paracetamol generik dan
memiliki hasil yang similar.
Daftar Pustaka
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet
DasarDasar Praktis. EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 –
115.
Syukri, Y., 2002, Biofarmasetika, UII Press: Jogjakarta