PERCOBAAN 11
DISOLUSI
Disusun Oleh :
Kelompok 7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur, keregasan,
keseragaman bobot, dan penetapan kadar belum dapat menjamin bahwa suatu
obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi harus dilakukan pada
setiap produksi tablet atau kapsul.
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut
dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat
tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula laju
absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju
rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi
obat tersebut menjadi tidak sempurna.
Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji disolusi, yaitu untuk
mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat yang terlarut dan
terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi. Disolusi
menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi syarat
maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan percobaan disolusi
terhadap tablet.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini untuk memberikan pemahaman dan keterampilan
kepada mahasiswa tentang proses disolusi tablet.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat
menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat
didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan
farmasetik padat terdispersi dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang
kemudian akan terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media
biologis, diikuti dengan absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan
akhirnya menunjukkan respons klinis (Siregar, 2010).
Disolusi yang melibatkan zat murni, karakteristik fisik sediaan, proses
pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan,
proses pengembangan, proses disentegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan
sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari
sediaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi zat aktif adalah :
1. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif
Sifat-sifat fisikokimia zat aktif memiliki peranan dalam pengendalian
disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air diketahui
sebagai salah satu dari berbagai faktor yang menentukan laju disolusi
(Siregar, 2010). Faktor ini meliputi :
a. Efek kelarutan obat
Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam
menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju
disolusi yang cepat. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang
dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan
medium, sehingga laju disolusi meningkat. (Shargel dan Andrew,
1988).
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan
Faktor yang berkaitan dengan sediaan meliputi :
1) Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi
bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat, dan
2
penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil
pada bahan obat yang hidrofob. Oleh karena itu, disolusi bertambah,
sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju
disolusi.
2) Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat
mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan
bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah
hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi (Shargel dan
Andrew, 1988).
c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan
Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang
mempengaruhi proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur
pembuatan, ukuran granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh
gaya kempa, pengaruh penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).
d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi
Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dapat menyebabkan
hasil disolusi berubah-ubah dari uji ke uji pada semua teknik pengujian
yang digunakan. Faktor ini meliputi :
1) Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan
mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat.
Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak. Oleh karena itu, dapat
meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks.
Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan
penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan
penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.
2) Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin
kecil laju disolusi bahan obat.
3) pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet
sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air. Oleh karena itu,
mempercepat laju disolusi. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil
dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya
3
besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam
yang larut (Gennaro, 2000).
e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji
Beberapa faktor parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik
disolusi zat aktif. Faktor- faktor tersebut seperti sifat dan karakteristik
media disolusi, pH, lingkungan dan suhu sekeliling telah
mempengaruhi daya guna disolusi suatu zat aktif (Siregar, 2010).
4
udara, dalam larutan cepat teroksidasi.
Kegunaan : antiaskorbut
5
BAB III
METODE PRAKTIKUM
B. Formulasi
Tablet Vitamin C
R/ Vitamin C 50
Granulatum simplex 96
Talk 3,25
Natrium lauril sulfat 1
6
C. Prosedur Kerja
Tablet ditaruh pada penyangga, lalu bagian atas tablet dituangi lilin cair
sehingga hanya satu tablet terbuka yang langsung dapat bersinggungan
dengan medium disolusi
Penyangga yang sudah berisi sampel ini lalu ditutup dan dihubungkan
dengan motor pemutar
Tabung percobaan yang telah diisi 900 ml media disolusi sudah diatur
dengan thermostat pada 37 ±0,5°C
Sampel hasil disolusi diambil tiap selang waktu 5, 15, 30, 45, dan 60
menit, dan cairan yang diambil segera diganti aquadesti dengan volume
100 ml, selanjutnya sampel yang diperoleh ditentukan kadarnya secara
spektrofotometris
Toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%
vitamin C dari jumlah yang tertera pada etiket
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan/Perhitungan
1. Pengamatan
Hasil yang didapatkan pada praktikum untuk kadar spektrofotometris
pada tablet vitamin C tanpa salut dan tablet vitamin C bersalut dapat dilihat
pada tabel 4.1. dibawah ini :
Tabel 4.1.1. Nilai absorbansi tablet vitamin C tanpa dan dengan salut gula
Nilai Absorbansi (ppm)
Waktu
No Replikasi Vitamin C
(menit)
(tanpa salut)
1 0,093
1. 5 2 0,097
3 0,097
1 0,584
2. 15 2 0,550
3 0,551
1 0,234
3. 30 2 0,236
3 0,238
1 0,226
4. 45 2 0,228
3 0,230
1 0,267
5. 60 2 0,269
3 0,271
8
2. Perhitungan
Tabel 4.2.1 Kurva baku standar yang digunakan
No
Konsentrasi Absorban
.
1. 10 ppm 0,024
2. 30 ppm 0,120
3. 50 ppm 0,229
4. 70 ppm 0,313
5. 90 ppm 0,431
Diperoleh persamaan
regresilinier :
Y = ax + b
a = -0,028
b = 0,005
r = 0,998
9
0,269 0,259−(−0,028)
¿
0,005
0,271
= 57,4
140
120
115.4
100
Konsentrasi
80
60 57.4
52.8 51.2
40
24.6
20
0
0 5 15 30 45 60
Waktu (menit)
10
25.00%
20.00%
15.00%
% vitamin C
10.56% 11.48%
10.00% 10.24%
5.00% 4.92%
0.00%
5 15 30 45 60
Waktu (menit ke-)
B. Pembahasan
Sebelum melakukan uji disolusi, terlebih dahulu cari referensi tentang
kurva baku sampel vitamin C. Setelah didapatkan datanya, dibuat kurva baku
yang berisi perbandingan antara konsentrasi dengan absorbansi. Kemudian
dibuat persamaan garisnya dengan menggunakan metode regresi linier dan
persamaannya adalah sebagai berikut : y = ax + b. Dengan nilai a =-0,028 ; b
= 0,005 ; r = 0,998. Nilai r yang digunakan sangat baik karena nilainya
mendekati satu. Persamaan garis yang didapat tersebut nantinya akan
digunakan untuk menghitung kadar sampel vitamin C pada uji disolusi.
Dari hasil percobaan didapatkan hasil kadar konsentrasi vitamin C, yaitu
pada menit ke-5 = 24,6; menit ke-15 = 115,4; menit ke-30 = 52,8; menit ke-
45 = 51,2; dan menit ke-60 = 57,4, dan hasil persentase kadar vitamin C,
yaitu pada menit ke-5 = 4,92%%; menit ke-15 = 23,08%; menit ke-30 =
10,56%; menit ke-45 = 10,24%; menit ke-60 = 11,48%.
Dari data tersebut terlihat bahwa absorbansi yang dihasilkan kurang tepat
karena seiring peningkatan waktu seharusnya absorbansinya meningkat tetapi
dari data terlihat bahwa absorbansinya naik dan kemudian di menit
selanjutnya turun kembali. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada saat
uji disolusi dilakukan terdapat pengotor atau kontaminan pada pelarut yang
digunakan sebagai medium disolusi dan saat pemasukkan pelarut sebagai
pengganti larutan yang diambil. Hal ini menyebabkan kontaminan tersebut
11
terserap juga absorbansinya pada alat sehingga hasil absorbansi menjadi
kurang akurat.
12
BAB V
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Gennaro, A.R., 2000, Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th
Edition, 860-861, Mack Publisihing Company, Easton Pensylvania.
Shargel, L., Andrew B.C. Yu, 1988, Biofarmasetikadan Farmakokinetika
Terapan, Edisi Kedua, Siti Sjamsiah, Penerjemah; Surabaya, Airlangga
University Press, Terjemahan dari: Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics.
Shargel, L., Andrew, B.C & Sussanna, W.U. 2004. Apllied Biopharmaceutics and
Biopharmakokinetics 5th Ed. Boston: Appleton Century Croft.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 – 115.
14
JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan uji disolusi dan fungsinya pada sediaan tablet?
2. Jelaskan metode-metode yang dapat digunakan pada uji disolusi?
Jawaban :
1. Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai parameter
dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran
kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaanya. Uji disolusi
digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi
berhubungan dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh.
Fungsinya pada tablet, yaitu menjamin keseragaman satu batch, menjamin
bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan uji disolusi
diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah
memenuhi persyaratan keseragaman bobot, kekerasan, waktu hancur dan
penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat
memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap
produksi tablet.
2. Terdapat 7 metode yang digunakan untuk uji disolusi, yaitu :
a. Apparatus 1
Metode Rotating Basket terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh
tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalamsuatu labu
bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelupdalam suatu
bak yang bersuhu konstan 37ºC. Kecepatan beputar dan posisi keranjang
harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar.
Tersedia standar kalibrasi pelarutan untukmeyakinkan bahwa syarat secara
mekanik dan syarat operasi terlah dipenuhi.
b. Apparatus 2
Metode paddle atau alat 2 terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus,
yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan.
Dayung diikat secara vertikel ke suatu motor yang berputar dengan suatu
kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu
pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil
tuberlensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang
15
konstan, seperti pada metode rotating basketdipertahankan pada suhu 37ºC.
Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP.
c. Apparatus 3
Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP “basket and rack” dirakit
untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan makacakram
dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan
partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan
dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah
pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji
pelarutan yang tepat (Shargel, 1988).
d. Apparatus 4
Aliran melalui sel terdiri dari reservoir untuk medium disolusi
dan pompa yang memaksa medium disolusi melalui sel tahanan sampel uji.
Laju alir berkisar 4-16 mL/menit. Enam sampel diuji selama pengujian
disolusi dan menengah dipertahankan pada 37°C. Aparatus 4
dapatdigunakan untuk bentuk sediaan modified-release yang
mengandung bahan aktif yang memiliki kelarutan sangat terbatas.
e. Apparatus 5
Aparatatus 5 terdiri dari pemegang sampel atau perakitan disk yang
memegang produk. Seluruh persiapan ditempatkan dalam labu disolusi yang
diisi media tertentu dipertahankan pada 32°C. Dayung ditempatkan
langsung di atas perakitan disk. Sampel diambil di tengah antara permukaan
media disolusi dan bagian atas pisau dayung pada waktu yang ditentukan.
Mirip dengan pembubaran pengujian dengan kapsul dan tablet, unit enam
diuji selama masing-masing berjalan. Kriteria penerimaan dapat dinyatakan
dalam monografi obat individu.(Shargel, 2004).
f. Apparatus 6
Metode silinder (Apparatus 6) dengan menggunakan labu dari alat1, kecuali
keranjang dan tangkai pemutar diganti dengan elemen pemutarsilinder yang
terbuat dari baja tahan karat dan suhu dipertahankan pada 32º selama
penetapan berlangsung. Sediaan uji ditempatkan pada silinder pada
16
permulaan tiap penetapan. Jarak antara bagian dasar labu dan silinder
dipertahankan 25 mm ± 2 mm selama peenetapan.
g. Apparatus 7
Alat yang terdiri dari satu rangkaian wadah volumetrik untuk larutan yang
sudah dikalibrasi atau ditara, terbuat dari kaca atau bahan inert lainyang
sesuai sebagai, sebuah rangkaian motor dan pendorong untukmenggerakkan
sistem secara horizontal secara otomatis ke deret labuyang berbeda jika
diinginkan, dan satu rangkaian penyangga cuplikan berbentuk cakram.
Wadah larutan sebagian terendam dalam sebuah tangas air yang sesuai
dengan ukuran yang memungkinkan untukmempertahankan suhu bagian
dalam wadah larutan 32º selama pengujian berlangsung.(Depkes RI, 1995).
17