Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN

FARMAKOKINETIKA
“UJI DISOLUSI”

Disusun Oleh:
Kelompok 1D

Adilla SuchiAnanda 11161020000077

Khaiva Pratiwi Awaludin 11161020000079

Alifia Fauziyyah Haifa 11161020000082

Ahmad Baharudin 11161020000086

Ayu Haryati 11161020000090

Shinta RizkyAmalia Uno 11161020000095

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1
OKTOBER /2019

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan Praktikum........................................................................................4
BAB II TEORI DASAR...............................................................................................5
2.1. Pengertian Disolusi............................................................................................5
2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi.................................................5
2.3. Proses disolusi....................................................................................................8
2.4. Tablet lepas lambat (Sustained release) dan tablet lepas cepat (Immediate
realease)....................................................................................................................9
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM..................................................................13
3.1 Alat dan Bahan............................................................................................13
3.2 Langkah Kerja............................................................................................14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................15
4.1 Hasil.............................................................................................................15
4.2 Pembahasan.................................................................................................24
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................29

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tablet lepas lambat dibuat dengan dasar pemikiran berbeda dengan
obat lepas cepat. Pada obat lepas cepat, obat diharapkan secepatnya terlarut
dalam saluran cerna sehingga diharapkan segera diabsorpsi masuk ke dalam
sirkulasi sistemik. Namun demikian setelah mencapai kadar puncak dalam
darah obat akan turun. Biasanya kadar turun setelah 2 jam obat oral
diminum. Dengan demikian obat berikutnya harus segera diberikan sebelum
kadarnya dalam darah menyentuh dibawah kadar minimum efektif. Bila
waktu paruh makin kecil maka pemberian obat perharinya makin sering
(Mansur dkk, 2019).
Sedangkan sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang
dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan
atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi
obat. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya
pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik
yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan
sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat pengaruhnya selama
periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel dkk,
2005).
Untuk mengetahui gambaran profil pelepasan obat di dalam tubuh,
dapat dilakukan uji disolusi. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai
proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi
dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari
sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan
absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan
respons klinis (Siregar, 2010). Uji disolusi digunakan untuk uji
bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan dengan
ketersediaan hayati dalam tubuh. (Banakar, 1992).

4
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan uji disolusi pada tablet
obat lepas cepat dan lepas lambat kemudian dibandingkan laju disolusi vs
waktu dari kedua sediaan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan lepas
cepat?
2. Bagimana pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan lepas cepat
ada kinetika obat dalam tubuh?
1.3 Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat
dan lepas cepat.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan
lepas cepat ada kinetika obat dalam tubuh

5
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Disolusi

Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan
sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi
dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas dari
sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan absorpsi
zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan respons klinis
(Siregar, 2010).

2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi

Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi zat aktif adalah :

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif.


Sifat – sifat fisikokimia zat aktif memiliki peranan dalam pengendalian
disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air diketahui
sebagai salah satu dari berbagai faktor yang menentukan laju disolusi
(Siregar, 2010). Faktor ini meliputi : Efek kelarutan obat. Kelarutan obat
dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi.
Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. Efek ukuran
partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan

6
obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi
meningkat. (Shargel dan Andrew, 1988)
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan.
Faktor yang berkaitan dengan sediaan meliputi :
1) Efek formulasi.
Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur
dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur
yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan
obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan
bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.

2) Efek faktor pembuatan sediaan.


Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang
kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti
laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah
laju disolusi (Shargel dan Andrew, 1988)
c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan.
Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi
proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran
granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh gaya kempa, pengaruh
penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).
d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi.
Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dapat menyebabkan hasil
disolusi berubah – ubah dari uji ke uji pada semua teknik pengujian yang
digunakan. Faktor ini meliputi :
1) Tegangan permukaan medium disolusi.
Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju
disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak,
oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium
disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga

7
menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut
dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.
2) Viskositas medium.
Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju
disolusi bahan obat.
3) pH medium disolusi.
Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat
dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju
disolusi. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium
asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada
medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut
(Gennaro, 2000).
e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji
Beberapa faktor parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik disolusi
zat aktif. Faktor – faktor tersebut seperti sifat dan karakteristik media disolusi,
pH, lingkungan dan suhu sekeliling telah mempengaruhi daya guna disolusi
suatu zat aktif (Siregar, 2010).

2.3 Mekanisme Disolusi

Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau


reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami
dua langkah berturut-turut:

1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal


yang tetap atau film disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka
kedua, difusi lebih lambat dan karena itu adalah langkah terakhir.

Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :

Lapisan film (h) dgn


konsentrasi = Cs
Kristal
8
Massa larutan dengan
konsentrasi = Ct
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-
molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan
menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus
permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan
difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati
cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta
absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan
difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari
permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut.

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat,
atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh
seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada
kesanggupannya menembus menembus pembatas membran. Tetapi, jika
laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena
karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya
sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses
absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada
suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi
atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah pemberian
ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam
lambung atau saluran usus halus.

Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada


kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan
berhubungan dengan tersedianya obat di dalam cairan tubuh. Namun
sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di
bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji
ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas
bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah
sebabnya uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh
produk tablet.

9
2.4. Tablet lepas lambat (Sustained release) dan tablet lepas cepat (Immediate
realease).
1. Tablet lepas lambat (Sustained release)

Sustained release merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk


melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, Allen & Popovich,
1999). Secara ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat
pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol (Shargel & Yu, 1999).

Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk


melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).

Berbagai cara pembuatan dan mekanisme kerja sediaan lepas lambat


antara lain:

a. Penyalutan

Penyalutan ini berfungsi mengendalikan ketersediaan bahan aktif dalam


bentuk larutan. Penyalutan serbuk bahan aktif dapat dilakukan dengan metode
mikroenkapsulasi (Simon, 2001). Mikroenkapsulasi adalah suatu proses di mana
bahan-bahan padat, cairan bahkan gas pun dapat dijadikan kapsul (encapsulated)
dengan ukuran partikel mikroskopik, dengan membentuk salutan tipis wall
(dinding) sekitar bahan yang akan dijadikan kapsul (Ansel et al., 2005).

b. Sistem matriks

Pencampuran dengan matriks adalah dengan mencampurkan bahan obat yang


akan dibuat sediaan lepas lambat, digabungkan dengan bahan lemak atau bahan
selulosa, kemudian diproses menjadi granul yang dapat dimasukkan dalam kapsul
atau ditablet (Shargel et al., 2005).

c. Sistem terkontrol membran atau reservoir

10
Membran dalam sistem ini berfungsi sebagai pengontrol kecepatan disolusi
dari bentuk sediaan. Agar obat dapat berdifusi kelar maka membran harus bersifat
permeable terhadap obat misalnya dengan hidrasi air di saluran gastrointestinal.
Obat yang terlarut dalam komponen membran seperti plasticizer tidak seperti
sistem matriks hidrofil, polimer membran tidak bersifat mengembang dan tidak
mengalami erosi (Collett and Moreton, 2002).

d. Sistem pompa osmotik (osmotic pump)

Pelepasan obat dari sistem pompa osmotik dikontrol oleh suatu membran
yang mempunyai satu lubang (hole). Obat dimasukkan dalam suatu tablet inti
yang bersifat larut air dan dapat melarutkan obat ketika kontak dengan air. Tablet
inti disalut dengan suatu membran semipermiabel (dapat melewati air yang masuk
ke dalam tablet inti dan melarutnya). Ketika tablet inti terlarut maka timbul
tekanan hidrostatik dan menekan larutan obat keluar melewati lubang membran
(Collett and Moreton, 2002).

Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan


konvensional sebagai berikut (Ansel et al, 2005).

a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah

b. Mengurangi frekuensi pemberian

c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien

d. Mengurangi efek samping yang merugikan

e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan

Kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah (Simon, 2001):

a. Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif


yang relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping)

b. Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi
obat, karena kandungan bahan aktif yang relatif lebih tinggi

11
c. Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksi
yang relatif lebih tinggi.

2. Tablet lepas cepat (Immediated Release)

Tablet lepas cepat adalah tablet yang dirancang untuk melepaskan obatnya
segera setelah digunakan. Immediate release atau lepas cepat atau disebut juga
fasting release merupakan merupakan mekanisme pelepasan obat dengan cepat,
misalnya segera lepas setelah masuk ke mulut sebelum ke lambung melalui
kerongkongan. Jadi langsung diabsorpsi di membrane mukosa mulut. Sediaan
obat dengan sistem ini keunggulannya praktis digunakan jika bepergian, tidak
memerlukan air, dan bermanfaat untuk kesulitan menelan seperti anak-anak atau
lansia. Sistem ini tidak hanya untuk sediaan obat, tetapi juga digunakan untuk zat
pengaroma mulut misalnya. Biasanya berupa tablet atau mikrosfer. Obat dengan
sistem ini akan terhindar dari adanya efek dari first metabolism sehingga
bioavailabilitas obat lebih besar dan lebih banyak yang dapat dihantar langsung ke
reseptor.

Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah
mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan
kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang
diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar
maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma dapat dicapai secara cepat
dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan
konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan
konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).

Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan


secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam
plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk
mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama
waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau
underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik obat. Obat
dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk

12
mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi
pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat
menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton, 2002).

13
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan


Bahan

Alat :

- 1 set
Alat
Uji

Disolusi Tipe 2 (Tipe Dayung)


- 1 buah Gelas Ukur 1000 mL
- 1 buah Beker Glass 1000 mL
- 1 buah Hot plate
- 6 botol Vial 5 mL
- 2 buah Spuit 5 mL
- 2 buah Selang spuit
- 1 corong
- 6 buah erlemeyer 10 mL
- 1 buah pipet tetes
- 1 set spektrofotometer UV-Vis

14
Bahan :

- 1 Tablet Sustained Released Panadol


- 1 Tablet Immediate Release Panadol
- Larutan NaOH 0,1 N
- 6 helai kertas saring

3.2 Langkah Kerja

- Dibuat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 1000 mL sebagai media disolusi


- Siapkan alat disolusi, diatur kecepatan 50 rpm, dengan waktu 60 menit suhu 37⁰C.
- Dipanaskan media hingga 37⁰C dengan bantuan hotplate
- Media yang sudah mendekati suhu 37⁰C, dimasukkan ke dalam chamber disolusi
sebanyak 900 mL
- Masing-masing chamber yang terisi media, dimasukkan 1 tablet SR Panadol dan 1
tablet IR Panadol.
- Running alat dimulai. Kemudian disampling sebanyak 5 mL pada titik waktu ke-5
menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Setiap pencuplikan,
diisi kembali dengan larutan NaOH 0,1 N fresh sebanyak 5 mL
- Cuplikan yang telah diambil kemudian diencerkan agar saat diperiksa
aabsorbansinya masih masuk ke dalam rentang 0,2-0,8.
- Cuplikan yang telah diencerkan lalu di cek absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Visible.
- Dikonversikan menjadi kadar dan menjadi jumlah obat yang terlarut pada waktu
pengambilan cuplikan
- Dibuat kurva laju disolusi dari tablet Panadol Sustained Release dan Panadol
Immediated Release

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Parasetamol Immediate Release (Kelompok 1)

1. Hasil Uji Tablet Parasetamol Immediate Release


Konsentrasi data Konsentrasi Faktor
Waktu Pengenceran % Disolusi
spektro (ppm) asli (ppm) koreksi (mg)

100 x 94.8 %
5.276 527.6 2.638 mg
5

100 x 98.874 %
5.493 549.3 2.7465 mg
10

100 x 101.268%
5.626 562.6 2.813 mg
20

100 x 98.586 %
5.477 547.7 2.7385 mg
30

100 x 97.632 %
5.424 542.4 2.712 mg
45
16
100 x 104.04 %
5.78 578 2.89 mg
60
2. Perhitungan % Disolusi Tablet Parasetamol Immediate Release

 Menghitung konsentrasi asli

Konsentrasi asli = Konsentrasi data spektro (ppm) x pengenceran

Konsentrasi data
Waktu (t) Pengenceran Konsentrasi asli (ppm)
spektro (ppm)

5 5.276 100 x 527.6

10 5.493 100 x 549.3

20 5.626 100 x 562.6

30 5.477 100 x 547.7

45 5.424 100 x 542.4

60 5.78 100 x 578

 Menghitung faktor koreksi

Faktor koreksi = Konsentrasi asli x volume sampling

Volume sampel yang digunakan = 5 ml

ppm = µg/mL

Waktu Konsentrasi Faktor koreksi (µg) Faktor koreksi (mg)


(t) asli (ppm)

527.6 ppm x 5 mL = 2638


5 527.6 2.638 mg
µg

549.3 ppm x 5 mL= 2746.5


10 549.3 2.7465 mg
µg

562.6 ppm x 5 mL = 2813


20 562.6 2.813 mg
µg

547.7 ppm x 5 mL = 2738.5


30 547.7 2.7385 mg
µg

542.4 ppm x 5 mL = 2712


45 542.4 2.712 mg
µg

17
60 578 578 ppm x 5 mL= 2890 µg 2.89 mg

 Menghitung % disolusi

Diketahui :

Jumlah zat aktif dalam tablet = 500 mg

Volume medium dapar = 900 mL

A= Konsentrasi asli (ppm) x volume medium dapar

% Disolusi = A x 100 / 500

Waktu % Disolusi

5 A= 527.6 µg/ml x 900 ml= 474840 µg

A= 474.84 mg

%D = 94.8 %

10 A= 549.3 µg/ml x 900 ml= 494370 µg

A= 494.370 mg

%D= 98.874 %

20 A= 562.6 µg/ml x 900 ml= 506340 µg

A= 506.34 mg

%D= 101.268%

30 A= 547.7 µg/ml x 900 ml= 492930 µg

A= 492.93 mg

%D= 98.586 %

45 A= 542.4 µg/ml x 900 ml= 488160 µg

A= 488.16 mg

%D= 97.632 %

60 A= 542.4 µg/ml x 900 ml= 520200 µg

18
Waktu Konsentrasi data Konsentrasi Faktor %
Pengenceran
(t) spektro (ppm) asli (ppm) koreksi (mg) Disolusi
2. PerhitunganA=
%520.2
Disolusi
mg Tablet Parasetamol Immediate Release

5.294
 Menghitung
%D=
konsentrasi
104.04 %asli100 529.4 2.647 95.292%
5

5.331 asli = Konsentrasi


10 Konsentrasi 100 533.1(ppm) x pengenceran
data spektro 2.6655 95.958%

20 5.234 Konsentrasi100
data 523.4 2.617 94.212%
Waktu (t) Pengenceran Konsentrasi asli (ppm)
spektro (ppm)
30 4.949 100 494.9 2.4745 89.082%
5 5.294 100 529.4
45 5.149 100 514.9 2.5745 92.682%
10 5.331 100 533.1
60 3.11 100 311 1.555 55.98%
20 5.234 100 523.4

30 4.949 100 494.9

45 5.149 100 514.9

60 3.11 100 311

 Menghitung faktor koreksi

Faktor koreksi = Konsentrasi asli x volume sampling

Volume sampel yang digunakan = 5 ml

ppm = µg/mL

Konsentrasi asli Faktor koreksi (µg) Faktor koreksi

Waktu (t) (ppm) / ( µg/mL) (mg)

5 529.4 529.4 ppm x 5 mL = 2647 µg 2.647

10 533.1 533.1 ppm x 5 mL= 2665.5 µg 2.6655

20 523.4 523.4 ppm x 5 mL = 2617 µg 2.617

494.9 ppm x 5 mL = 2474.5


30 494.9 2.4745
µg

19
514.9 ppm x 5 mL = 2574.5
45 514.9 2.5745
µg

60 311 311 ppm x 5 mL= 1555 µg 1.555

 Menghitung % disolusi

Diketahui :

Jumlah zat aktif dalam tablet = 500 mg

Volume medium dapar = 900 mL

A= Konsentrasi asli (ppm) x volume medium dapar

% Disolusi = A x 100 / 500

Waktu % Disolusi

5 A= 529.4 µg/ml x 900 ml= 476460 µg

A= 476.46 mg

%D = 95 %

10 A= 533.1 µg/ml x 900 ml= 479790 µg

A= 479.79 mg

%D= 95.958 %

20 A= 523.4 µg/ml x 900 ml= 471060 µg

A= 471.06 mg

%D= 94.212 %

30 A= 494.9 µg/ml x 900 ml= 445410 µg

A= 445.41 mg

%D= 89.082 %

45 A= 514.9 µg/ml x 900 ml= 463410 µg

A= 463.41 mg

20
%D= 92.682 %

60 A= 311 µg/ml x 900 ml= 279900 µg

A= 279.9 mg

%D= 55.98 %

3. Kurva Disolusi Parasetamol Immediate Release II

4.1.3 Parasetamol Sustained Release (Kelompok 3 & 4 )

2. Hasil Uji Tablet Parasetamol Sustained Release

Waktu Konsentrasi data Konsentrasi Faktor


Pengenceran % Disolusi
(t) spektro (ppm) asli (ppm) koreksi (mg)

5 2.274 100 227.4 1.137 mg 30.775 %

10 3.301 100 330.1 1.6505 mg 44.675 %

20 3.454 100 345.4 1.727 mg 46.745 %

30 4.166 100 416.6 2.083 mg 56.381 %

45 4.863 100 486.3 2.4315 mg 65.815 %

60 5.287 100 528.7 2.6435 mg 71.553 %

2. Perhitungan % Disolusi Tablet Parasetamol Sustained Release

21
 Menghitung konsentrasi asli

Konsentrasi asli = Konsentrasi data spektro (ppm) x pengenceran

Konsentrasi data
Waktu (t) Pengenceran Konsentrasi asli (ppm)
spektro (ppm)

5 2.274 100 227.4

10 3.301 100 330.1

20 3.454 100 345.4

30 4.166 100 416.6

45 4.863 100 486.3

60 5.287 100 528.7

 Menghitung faktor koreksi

Faktor koreksi = Konsentrasi asli x volume sampling

Volume sampel yang digunakan = 5 ml

ppm = µg/mL

Konsentrasi asli Faktor koreksi (µg) Faktor koreksi


Waktu (t)
(ppm)/ ( µg/mL) (mg)

5 227.4 227.4 ppm x 5 mL = 1137 µg 1.137 mg

10 330.1 330.1 ppm x 5 mL= 1650.5 µg 1.6505 mg

20 345.4 345.4 ppm x 5 mL = 1727 µg 1.727 mg

30 416.6 416.6 ppm x 5 mL = 2083 µg 2.083 mg

486.3 ppm x 5 mL = 2431.5


45 486.3 2.4315 mg
µg

60 528.7 528.7 ppm x 5 mL= 2643 µg 2.6435 mg

22
 Menghitung % disolusi

Diketahui :

Jumlah zat aktif dalam tablet = 500 mg

Volume medium dapar = 900 mL

A= Konsentrasi asli (ppm) x volume medium dapar

% Disolusi = A x 100 / 500

Waktu % Disolusi

5 A= 227.4 µg/ml x 900 ml= 204660 µg

A= 204.66 mg

%D = 30.775 %

10 A= 330.1 µg/ml x 900 ml= 297090 µg

A= 297.09 mg

%D= 44.675 %

20 A= 345.4 µg/ml x 900 ml= 310860 µg

A= 310.86 mg

%D= 46.745 %

30 A= 416.6 µg/ml x 900 ml= 374940 µg

A= 374.94 mg

%D= 56.381 %

45 A= 486 µg/ml x 900 ml= 437670 µg

A= 437.67 mg

%D= 65.815 %

60 A= 528.7 µg/ml x 900 ml= 475830 µg

A= 475.83 mg

%D= 71.553 %

23
3. Kurva Disolusi Parasetamol Sustained Release

4.2 Pembahasan

Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu solid.


Bentuk sediaan farmasetik padat terdispersi dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang
kemudian akan terlepas dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis,
diikuti dengan absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan
respons klinis (Siregar, 2010). Uji disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara
in vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan dengan ketersediaan hayati dalam tubuh.
(Banakar, 1992)

Pada praktikum kali ini, dilakukan uji disolusi tablet panadol immediate release
500 mg dan tablet panadol extended release 665 mg. Uji disolusi dilakukan berdasarkan
ketentuan farmakope V dengan metode keranjang dengan kecrpatan 50 rpm. Medium
disolusi yang digunakan adalah NaOH 0.1 N dengan volume 500 mL dibuat sebanyak 10
kali.
Tablet panadol immediate release cenderung akan melepaskan secara cepat
seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat
aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi
terapeutik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan. Oleh karena itu,
dikembangkan tablet metformin extended release yang dapat melepaskan obat dari
sediaannya dengan kecepatan lambat dan konstan dalam jangka waktu tertentu.

24
Setelah dilakukan pengujian disolusi terhadap tablet panadol Immediate release
dan extended release yang mengandung paracetamol, diperoleh profil disolusi sebagai
berikut:

25
Menurut farmakope V, dalam uji disolusi tablet parasetamol, toleransi dalam
waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) parasetamol dari jumlah yang
tertera pada etiket

Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat pada profil disolusi tablet panadol IR
sedikit berbeda dengan literature, dimana profil disolusi panadol IR menurut literatur
menunjukkan % disolusi yang meningkat kemudian konstan hingga menit ke-60,
sedangkan hasil yang didapatkan menunjukkan pada menit ke 5 hingga 60, % disolusi
paracetamol IR 1 fluktuatif ( naik turun ). Sama halnya dengan % disolusi paracetamol IR
2 yang mengalami kenaikan pada menit awal yaitu menit ke-5 sampai 10 tetapi
mengalami penurunan pada menit ke-20 yaitu sebesar 95,958 % dan terus mengalami
penurunan pada menit ke-30 yaitu sebesar 89,082 % , menit ke 45 naik kembali menjadi
92,682 % dan pada menit ke 60 turun drastis menjadi 55,98 %. Hal ini berbeda pada
literature yang menunjukkan peningkatan % disolusi dan konstan hingga menit ke-60.

Pada kedua panadol IR yang di uji telah memenuhi persyaratan tersebut, yaitu
masing – masing telah mencapai % disolusi tidak kurang dari 80 %. Untuk IR 1 sebesar
98.586 %, sedangkan IR 2 sebesar 89.082%

26
Menurut, USP, pelepasan tablet extended release paracetamol melepaskan 45-65%
obat dalam 15 menit, 60-80% dalam satu jam dan tidak kurang dari 80% dalam 3 jam.
Dari data dan kurva yang di peroleh saat praktikum telah sesuai dengan literatur yaitu
obat pada waktu 10 – 20 menit berada pada rentang 44,675 % dan 46,745 %, sedangkan
pada waktu 60 menit sebesar 71,553 %.

BAB V

KESIMPULAN

Sediaan tablet panadol immediate release 500 mg dan tablet panadol extended
release 665 mg memiliki profil disolusi yang berbeda. Pada profil disolusi tablet panadol
IR sedikit berbeda dengan literature, dimana profil disolusi panadol IR menurut literatur
menunjukkan % disolusi yang meningkat kemudian konstan hingga menit ke-60,
sedangkan hasil yang didapatkan menunjukkan pada menit ke 5 hingga 60, % disolusi
paracetamol IR 1 fluktuatif (naik turun). Sama halnya dengan % disolusi paracetamol

27
IR2 yang mengalami kenaikan pada menit awal yaitu menit ke-5 sampai 10 tetapi
mengalami penurunan pada menit ke-20 yaitu sebesar 95,958 % dan terus mengalami
penurunan pada menit ke-30 yaitu sebesar 89,082 %, menit ke 45 naik kembali menjadi
92,682 % dan pada menit ke 60 turun drastis menjadi 55,98 %. Hal ini berbeda pada
literature yang menunjukkan peningkatan % disolusi dan konstan hingga menit ke-60.
Pada kedua panadol IR yang di uji telah memenuhi persyaratan tersebut, yaitu masing –
masing telah mencapai % disolusi tidak kurang dari 80 %. Untuk IR 1 sebesar 98.586
%, sedangkan IR 2 sebesar 89.082%

Menurut, USP, pelepasan tablet extended release paracetamol melepaskan 45-65% obat
dalam 15 menit, 60-80% dalam satu jam dan tidak kurang dari 80% dalam 3 jam. Dari
data dan kurva yang di peroleh saat praktikum telah sesuai dengan literatur yaitu obat
pada waktu 10 – 20 menit berada pada rentang 44,675 % dan 46,745 %, sedangkan pada
waktu 60 menit sebesar 71,553 %.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Ansel, H.C., Allen, L.V., and Popovich, N.G., 2005, Pharmaceutical Dosage Forms and
Drug Delivery Systems, Tablets, Edisi VII, Lippincott Williams & Wilkins a
wotters Kluver Company, Philadelphia-Baltimare- New York- London- Buenos
Aires-Hongkong-Sydney-Tokyo, 229-243

Ansel, H, C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi , Edisi IV. Jakarta : UI Press.

28
Banakar, U.V., 1992. Pharmaceutical Dissolution Testing, Marcel Dekker Inc., New
York.

Collett, J., and Moreton, C., 2002, Modified – release Peroral Dosage Form, dalam
Aulton, M. E., Pharmaceutics: The Science Of Dosage Form Design, Edisi II,
Churchill Livingstone, Edinburg – Londion – New York – Philadelphia – St Louis
Sydney – Toronto, 289-305

Gennaro, A. R., 2000, Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed, Vol.
II, Mack Publsihing Company, Pennsylvania.

Mansur, Umar dkk. 2019.Penuntun Praktikum Biofarmasetika & Farmakokinetika.


Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.

Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar
Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai