Disusun Oleh:
Kelompok 1
KELAS D
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………. i
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 2
BAB V KESIMPULAN………………………………………………. 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a. Memperlihatkan kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu tertentu sebanding dengan
kenaikan suhu. Reaksi enzimatik mempunyai suhu optimum.
b. Membuktikan bahwa keasaman (pH) mempengaruhi kecepatan reaksi enzim
c. Membuktikan bahwa konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi
enzim.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Makanan didalam mulut dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan dikunyah.
Makanan yang dimakan dalam bentuk besar diubah menjadi ukuran yang lebih kecil. Makin lama
mengunyah makin baik sebab penghancuran lebih efektif. Apabila makanan menjadi kecil
ukurannya maka luas permukaan akan bertambah. Selama penghancuran secara mekanis ini
berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang disebut saliva atau
ludah (Podjiadi, 2007:234).
Enzim amilase dalam saliva berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltosa
dengan proses hidrolisis. Enzim amilase bekerja secara optimal pada pH 6,. Di samping karena
musin adalah suatu zat yang kental dan licin, maka saliva mempunyai dungsi membasahi makanan
dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlancar proses menelan makanan. Enzim
amilase mulai tidak aktif pada pH 4,0 karena setelah makanan ditelan dan masuk kedalam labung,
proses hidrolisis oleh amilase tidak berjalan lebih lama lagi. Dalam lambung, cairan ini hanya
dapat bertahan selama 15-30 menit, karena cairan dalam lambung bersifat sangat asam yaitu
mempunyai pH antara 1,6-2,6. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar
saliva adalah pikiran tentang makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang sedap atau
melihat makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera (Poedjiadi, 2007:235-236)
Amilase adalah enzim yang mengkatalisis hidrolisis dari alpha-1,4- glikosidik polisakarida
untuk menghasilkan dekstrin, oligosakarida, maltosa, dan D-glukosa. Amilase bisa berasal dari
hewan, jamur, dan sumber tanaman. Pancreatin dan pancrelipase mengandung amilase yang
berasal dari pankreas hewan, pankreas biasanya babi. Amilase juga berasal dari malt barley dan
jamur Aspergillus oryzae (Wang, 2009). Ada beberapa tipe amilase yang berbeda Enzim ini
diklasifikasikan sesuai dengan cara memotong ikatan glysosidic. Alpha-amilase menghidrolisis
alpha 1,4-glikosidik, secara acak menghasilkan dekstrin, ligosakarida dan monosakarida.
Alphaamilase adalah endo-amilase. Exoamylases menghidrolisis alpha 1,4- glikosidik linkage
hanya dari nonpereduksi ujung rantai polisakarida luar. Exoamylases termasuk beta-amilase dan
glucoamylases (gamma-amilase, amyloglu-cosidases) (Aiyer, 2005).
3
Mekanisme kerja enzim α-amilase terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap pertama degadasi
amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degadasi ini terjadi sangat cepat
dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan
glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Keduanya merupakan kerja enzim α-
amilase pada molekul amilosa. Pada molekul amilopektin kerja α-amilase akan menghasilkan
glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau
lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Winarno, 2010). Menurut Reed (1991),
temperatur optimum untuk enzim α-amilase berkisar 70-90ᵒC. Dan enzim α-amilase aktif pada
kisaran pH 5,2-5,6 (Novozyme,2010).
4
BAB III
c) Cara Kerja
BAHAN SUHU
B U B U B U B U B U
Larutan pati(mL) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5
Larutan iodium 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
(untuk suhu 60⁰dan
100⁰ dilakukan
diluar penangas)
(mL)
Aquadest (mL) 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
BAHAN pH
1 3 5 7 9 11
B U B U B U B U B U B U
Larutan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
pati dengan
berbagai
pH
Inkubasi pasangan tabung pada suhu 37⁰ C, minimal 5 menit
6
Liur - 200 - 200 - 200 - 200 - 200 - 200
(diencerkan 𝜇𝑙 𝜇𝑙 𝜇𝑙 𝜇𝑙 𝜇𝑙 𝜇𝑙
200x)
Campurkan baik-baik (pati kedalam liur), kemudian inkubasi 1 menit
Larutan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
iodium
(mL)
Aquadest 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
(mL)
Baca serapan (A) tiap tabung pada panjang gelombang 680 nm
Keterangan: B = Blanko, U = Uji
7
c) Cara Kerja
B U B U B U B U
Larutan 1 1 1 1 1 1 1 1
pati (0,4
mg/mL)
(mL)
Inkubasi selama 5 menit
Larutan 1 1 1 1 1 1 1 1
iodium
aquades 8 8 8 8 8 8 8 8
8
BAB IV
4.1 Hasil
Suhu ( ℃ ) AB Au ∆ A/menit ( V )
0.25
0.2
0.15
y
0.1
0.05
0
0 20 40 60 80 100 120
9
2. Pengaruh pH terhadap Kecepatan Reaksi Enzim
PH AB Au ∆ A/menit ( V )
0.01
0.005
0
0 2 4 6 8 10 12 y
-0.005
-0.01
-0.015
-0.02
10
3. Pengaruh Konsentrasi terhadap Kecepatan Reaksi Enzim
11
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian aktivitas enzim pada beberapa perlakuan yang
dapat mempengaruhi kerja enzim. Enzim adalah biokatalisator yang merupakan molekul
biopolymer dan tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang
teratur dan tetap. Enzim memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai reaksi kimia yang
terjadi dalam sel yang mungkin sangat sulit dilakukan oleh reaksi kimia biasa (Darmajana dkk,
2008) Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim diantaranya adalah konsentrasi enzim,
konsentrasi ion hydrogen (pH), suhu dan konsentrasi substrat (Soewoto,2000).
12
tabung uji dimasukan saliva yang telah diencerkan. Ketika tabung sudah mencapai suhu
yang diinginkan, dimasukkan larutan iodium untuk menguji kadar glukosa yang terdapat
di tabung tersebut. Semakin pekat warna biru yang dihasilkan maka semakin tinggi kadar
glukosa dalam larutan.
Setelah pengujian dengan larutan iod, ditambahkan air ke dalam tabung untuk
menurunkan kekentalan dari larutan uji yang kemudian akan dilakukan pengujian dengan
spektrofotometer UV-Vis. Pada uji spektrofotometer, pengujian dilakukan pada panjang
gelombang 680 nm.
Dari kurva yang dihasilkan dari data pengujian, pengaruh suhu terhadap enzim
O
menunjukan suhu optimum dari hasil pengujian yang dilakukan adalah pada suhu 60 C.
hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka ∆A yang mencapai angka 0.28 . Akan tetapi,
hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan literature. Suhu optimum yang didapatkan dari
pengujian berbeda dengan yang seharusnya. Menurut (Sumardjo,2009), setiap enzim
mempunyai suhu optimum, yaitu ketika enzim tersebut dapat bekerja dengan baik. Daerah
atau kisaran suhu ketika kerja atau laju reaksi enzim masih baik disebut daerah suhu
optimum. Semakin jauh dari suhu optimum, kerja enzim semakin tidak baik. Suhu optimum
untuk enzim-enzim yang terdapat dalam tubuh adalah 36-40 °C. Sehubungan dengan
pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, maka semakin meningkat suhu aktivitas enzim akan
semakin meningkat. Pada pemanasan tinggi, enzim yang merupakan suatu protein akan
mengalami denaturasi sehingga aktivitas kerjanya menjadi nol .
Penurunan aktivitas enzim setelah suhu optimum terjadi karena pada suhu yang
paling tinggi dari suhu optimum, protein dapat terdenaturasi, selain itu substrat juga dapat
mengalami perubahan konformasi sehingga dalam memasuki sisi aktif tidak seleluasa seperti
13
pada keadaan suhu optimumnya dan menyebabkan aktivitas enzim berkurang (Lehninger,
1982).
14
kondusif dalam mengikat substrat. Bila konsentrasi ion hidrogen berubah dari konsentrasi
optimal, aktivitas enzim secara progresif hilang sampai pada akhirnya enzim menjadi tidak
fungsional. (Nelson dkk,2004)
Dari hasil yang didapatkan, terdapat perbedaan hasil dengan literature yang
didapatkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal yaitu diantaranya terdapat kesalahan
minor dalam penyiapan sampel pati yang terbagi menjadi beberapa pH yang berbeda dan
juga dapat disebabkan oleh factor-faktor lain yang disebabkan oleh praktikan.
Larutan Blanko
Untuk membuat suatu larutan blanko di dalam percobaan ini adalah denganmemasukkan
larutan pati 1%, yang merupakan larutan tak berwarna, ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya
dibiarkan selama ± 5 menit, hal ini bertujuan agar larutan pati terdegradasi secara sempurna.
Setelah itu ditambahkan 1 mL larutan iodine 0.01N, yang merupakan larutan kuning kecoklatan,
menghasilkan perubahan yang signifikan yaitu berupa larutan ungu kehitaman. Secara kasat
mata, hal ini menunjukkan bahwa pada larutan blanko memiliki kadar amilum yang tinggi,
dibuktikan dengan hasil perubahan warna yang terbentuk.
Namun, pengamatan secara kasat mata ini akan dibuktikan lagi dengan menggunakan
spektofotometer UV dengan panjang gelombang 680 nm, sebagai penghitungan kadar amilum
15
yang terkadung di dalam larutan blanko. Berbeda dengan
proses pembuatan larutan blanko pada percoboaan satu, di mana pada percobaan kedua yaitu
0
dilakukan pemanasan sampai mencapai suhu 60 C. Hal ini bertujuan agar larutan pati semakin
terdegadrasi sempurna. Pada larutan ungu kehitaman yang terbentuk dari larutan blanko belum
bisa diinjekkan ke spektofometer UV, karena larutan masih berwarna sangat pekat, sehingga tidak
bisa membaca nilai absorbansi yang diinginkan. Sehingga ditambahkan lagi 8 mL larutan akuades,
yang merupakan larutan tidak berwarna, menghasilkan larutan ungu. Penambahan akuades adalah
tanda sebagai pengenceran.
Larutan Uji
Pada penyiapan larutan uji, disiapkan terlebih dahulu empat tabung reaksi yang bersih dan
kering, selanjutnya masing-masing tabung diberi label sesuai proses pengenceran pada air liur
yang digunakan. Subtract yang digunakan adalah larutan pati 1%, yang merupakan larutan tidak
berwarna. 1 mL larutan pati 1% dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah
disiapkan. Selanjutnya dibiarkan selama ± 5 menit, hal ini bertujuan agar larutan pati terdegradasi
secara sempurna. Setelah itu ditambahkan 0.2 mL larutan enzim dengan pengenceran yang telah
dilakukan, yang merupakan larutan tidak berwarna. Proses penambahan
larutan enzim disesuaikan dengan label yang telah ditempelkan, hal ini dilakukan agar tidak
tertukar. Penambahan larutan enzim pada masing-masing tabung tidak menghasilkan perubahan
yang signifikan, yaitu
tetap berupa larutan tidak berwarna. Selanjutnya dibiarkan selama ± 1 menit, hal ini bertujuan
agar larutan pati terdegradasi secara sempurna. Setelah itu ditambahkan1 mL larutan iodine 0.01N,
yang merupakan larutan kuning kecoklatan, menghasilkan perubahan yang signifikan dari masing-
masing tabung, yaitu
Perubahan warna yang terbentuk begitu signifikan dari warna sebelumnya. Secara kasat mata, hal
ini menunjukkan bahwa kadar amilum yang terdapat pada masing-masing tabung berbeda. Namun,
pengamatan secara kasat mata ini akan
di buktikan lagi dengan menggunakan spektofotometer UV dengan panjang gelombang 680 nm,
sebagai penghitungan kadar amilum yang terkadung di dalam masing-masing larutan uji. Berbeda
dengan proses pembuatan larutan uji
pada perceboaan satu, di mana pada percobaan kedua yaitu dilakukan pemanasan sampai
0
mencapai suhu 60 C. Hal ini bertujuan agar larutan pati semakin terdegadrasi sempurna. Warna
larutan pada masing-masing tabung uji yang terbentuk belum bisa diinjekkan ke spektofometer
16
UV, karena larutan masih
berwarna sangat pekat, sehingga tidak bisa membaca nilai absorbansi yangdiinginkan. Sehingga
ditambahkan lagi 8 mL larutan akuades, yang merupakan larutan tidak berwarna, menghasilkan
perubahan warna sebagai berikut:
Penambahan akuades adalah tanda sebagai pengenceran. Nilai absorbansi yangdidapatkan dari
analisis spektofotometer UV adalah:
Secara teori, semakan kecil konsentrasi enzim, maka kadar amilum yang terkandung
semakin meningkat.
Bagaimana akibat dari perubahan konsentrasi enzim terhadap reaksi enzimztik itu sendiri?
Jawaban dari pertanyaan ini harus dicari dari pengamatan yang dilakukan atas satu seri campuran
yang terdiri atas substrat dalam konsentrasi yang tetap dan enzim dalam konsentrasi yang berbeda-
beda, dengan volume akhir larutan yang sama. Pengamatan dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu
:
1. Terhadap hubungan antara selang waktu pengamatan dan konsentrasi produk yang terbentuk
pada tiap konsentrasi enzim.
2. Terhadap hubungan antara konsentrasi enzim dan kecepatan reaksi enzimatik yang dikatalisis
oleh enzim tersebut.
17
Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim ternyata berbanding lurus. Jadi, semakin
besar konsentrasi enzim, maka semakin cepat juga laju reaksinya.
Kadang-kadang terjadi penyimpangan dari persamaan ini, sehingga diperoleh garis agak
melengkung. Biasanya, penyimpangan ini terjadi jika enzim yang dipelajari tidak dalam keadaan
murni, sehingga mungkin terdapat senyawa-senyawa penghambat reaksi dalam jumlah yang
sangat kecil. Sebaliknya, penyimpangan juga terdapat dalam sediaan enzim dengan kemurniaan
yang tinggi. Dalam keadaan ini, penyimpangan disebabkan oleh senyawa pengaktif (aktivator),
misalnya tidak adanya ion tertentu, meskipun ph yang diperlukan sudah dipastikan dengan
menggunakan larutan dapar dan tidak hanya sekedar larutan dengan ph yang diperlukan tersebut.
(Mohamad Sadikin, 2002)
Pada suatu reaksi enzimatik, bila konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan kondisi
lainnya tetap, maka kecepatan reaksi (v) akan meningkat sampai suatu batas kecepatan maksimum
(V). Pada titik maksimum ini enzim telah jenuh dengan substrat.
Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan mengikat substrat membentuk kompleks enzim-
substrat [ES], kemudian kompleks ini akan terurai menjadi [E] dan produk [P]. Makin banyak
kompleks [ES] terbentuk, maka semakin cepat juga reaksi berlangsung, sampai batas kejenuhan
[ES]. Pada konsentrasi substrat [S] melampaui batas kejenuhan kecepatan reaksi akan konstan.
Dalam keadaan itu seluruh enzim sudah berada dalam bentuk kompleks E-S. Penambahan jumlah
substrat tidak menambah jumlah kompleks E-S.
Fungsi dari enzim dalam kepentingan medis. Enzim terdistribusi di tempat-tempat tertentu
di dalam sel, kurang lebih sesuai dengan golongan dan fungsinya. Sebagai contoh, enzim-enzim
yang berperan dalam sintesis dan reparasi DNA terletak di dalam inti sel. Enzim yang
mengkatalisasi berbagai reaksi yang menghasilkan energi secara aerob terletak di dalam
mitokondria. Enzim yang berhubungan dengan berbagai biosintesis protein berada bersama
ribosom. Dengan demikian reaksi kimia dalam sel berjalan sangat terarah dan efisien.
Ada penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas sintesis enzim tertentu, misalnya pada
defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PDH/ G6PD). Sel darah merah penderita
defisiensi G6PDH ini sangta rentan terhadap pembebanan oksidatif, misalnya pada pemakaian
obat analgetik tertentu dan obat anti malaria. Pada pemakaian obat-obat tersebut dapat
terjadi hemolisis intravaskuler.
Analisis enzim dalam serum, pada dasarnya dapat dipakai untuk diagnosis berbagai
penyakit. Dasar penggunaan enzim sebagai penunjang diagnosis ialah bahwa (1) pada hakikatnya,
sebagian besar enzim terdapat dan bekerja dalam sel dan (2) bahwa enzim tertentu dibuat dalam
jumlah besar oleh jaringan tertentu. Karena itu enzim intrasel seharusnya tidak ditemukan dalam
serum dan bila ditemukan, berarti sel yang membuatnya mengalami disintegrasi. Bila enzim yang
18
diukur dalam serum terutama dibuat oleh jaringan atau organ tertentu, maka peningkatan aktivitas
dalam serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan atau organ tersebut. ( Hafiz
Soewoto,2000)
19
BAB V
KESIMPULAN
1. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pH, suhu dan konsentrasi
2. Air liur mengandung enzim amylase
3. Terdapat perbedaan hasil aktivitas yang dipengaruhi factor-faktor tertentu
4. Suhu optimum pada enzim amylase adalah 60 o C
5. pH optimum aktivitas enzim amylase adalah pada angka 11
6. Selain itu dapat kami simpulkan bahwa enzim amylase bekerja menghidrolis secara parsial
larutan pati yang merupakan karbohidrat. Enzim amylase bekerja maksimum pada pH 7
dan pada suhu 37 0C. sehingga dapat dikatakan pH 7 merupakan pH optimum dalam kerja
enzim amylase. Sedangakan suhu 37 0C merupakan suhu optimum bagi enzim amylase
dalam melaksanakan kerjanya.
7. Dikperlukan ketelitian saat pengenceran air liur, sebagai larutan enzim. Sehingga terbentuk
kadar amilum kecil yang seharusnya dimiliki oleh enzim
yang berkonsentrasi tinggi. Karena proses pengenceran air liur sangat berperan penting
dalam penentuan konsentrasi larutan enzim yang terbentuk.
20
DAFTAR PUSTAKA
Aiyer, Prasanna V. 2005. Review: Amylases and Their Applications. African Journal of
Biotechnology Vol. 4 (13), pp. 1525-1529.
Darmajana. Doddy A, Wawan Agustina dan Wartika. 2008. Pengaruh Konsentrasi Enzim Α-
Amilase Terhadap Sifat Fisik Dan Organoleptik Filtrat Bubur Buah Pisang (Bahan Pembuatan
Tepung Pisang Instan). Di dalam: Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Lampung.
Universitas lampung, 17-18 November 2008. Subang: Balai Besar Teknologi Tepat Guna – LIPI
Maarel, M.J.E.C., Veen, B., Uitdehaag, J.C.M., Leemhuis, H., and Dijkhuizen, L. 2002. Properties
and Applications of Starch-converting Enzymes of the α-amylase Family. Journal of
Biotechnology 94: 137-155.
Megiandari, A. 2009. Isolasi Dan Pencirian Enzim Protease Keratinolitik Dari Usus Biawak Air
[Tesis] Jurusan Kimia FMIPA. IPB. Bogor.
Nelson., David L, Cox, Michael M. Lehninger principles of biochemistry 4th edision. USA : W.
H. Freeman. 2004
Novita, W.K., Arif, F.C., Nisa, Dan Murdiyatmo, U., 2006. Karakteristik Parsial Ekstrak Kasar
Enzim Protease Dari Bacillus Amyliquefaciens. NRRL B-14396. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.
7(2) 96-105.
Reed, G. 1991. Principles Biochemistry. 7th edition. Blackie Academic and Professional.
Glasgow.
21
Supriyatna, Ateng dkk. 2015. Aktivitas Enzim Amilase, Lipase, Dan Protease Dari Larva Hermetia
Illucens Yang Diberi Pakan Jerami Padi. Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN 1979-8911
Wang, Nam Sun. 2009. Experiment no. 5: Starch Hydrolysis by Amylase. Department of
Chemical & Biomolecular Engineering. University of Maryland
22
LAMPIRAN
23
24
25
26