Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Percobaan IV
Ekskresi Urin

I. Tujuan Percobaan
1. Dapat mengukur konsentrasi obat dalam ekskresi urin dan mengetahui
parameter-parameter lain yang dapat dihitung.
2. Dapat memahami cara mengukur konsentrasi obat dari sampel urin.

II. Prinsip Percobaan


Urin adalah cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. HPLC adalah bentuk
kromatografi kolom yang sering digunakan dalam biokimia dan analisis kimia
untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan mengukur. Kromatografi jenis ini
menggunakan fase gerak berupa cairan yang dialirkan dengan tekanan sangat
tinggi sedangkan fase diamnya dapat berbagai macam tergantung metode
kromatografi yang dipilih dalam proses pemisahan. Prinsip pengukurannya
berdasarkan kepolaran antara fase gerak dan sampel.

III. Teori Dasar


3.1 Farmakokinetika
3.1.1 Pengertian Farmakokinetika
Farmakokinetika atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek
tubuh terhadap obat (Setiawati, 2007). Farmakokinetika khususnya mempelajari
perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan
jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay, 2007).

3.1.2 Proses Farmakokinetika


Farmakokinetika mencakup 4 proses, yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Metabolisme dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk
aktif merupakan proses eliminasi obat (Setiawati, 2007).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 1 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

a. Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam


darah. Bergantung pada cara pemberiannya serta tempat pemberian obat
yaitu saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-
lain (Setiawati, 2007). Laju dan jumlah absorpsi obat dalam tubuh dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas permukaan dinding usus,
kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna, dan aliran darah
ke tempat absorpsi. Laju absorpsi obat dapat digambarkan secara matematik
sebagai suatu proses orde satu atau orde nol. Dalam model farmakokinetik
sebagian besar menganggap bahwa absorpsi obat mengikuti orde satu,
kecuali apabila absorbsi orde nol memperbaiki model secara bermakna atau
telah teruji dengan percobaan (Shargel, 2005).

b. Distribusi merupakan proses obat yang telah melalui hati bersamaan dengan
metabolitnya disebarkan secara merata ke seluruh jaringan tubuh, khusunya
melalui peredaran darah. Melewati kapiler dan cairan ekstra sel (yang
mengelilingi jaringan) obat diangkut ke tempat kerjanya di dalam sel (cairan
intra sel), yaitu organ atau otot yang sakit. Tempat kerjanya memiliki
penyaluran darah yang baik, karena obat hanya dapat melakukan
aktivitasnya bila konsentrasi setempatnya cukup tinggi selama waktu yang
cukup lama (Tjay, 2007).

c. Metabolisme obat terutama terjadi di hati. Selain di hati, metabolisme terjadi


di dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh
flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar
menjadi polar agar dapat di ekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian
berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik (Setiawati,
2007).

d. Ekskresi, organ terpenting untuk proses ekskresi obat adalah ginjal. Obat di
ekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 2 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus,


sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus
(Anief, 2007). Selain itu ada beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama
keringat, paru-paru, empedu, air susu, dan usus (Tjay, 2007).

3.1.3 Parameter Farmakokinetika


Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara
matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainnya. Fungsi dari penetapan
parameter farmakokinetik suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika absorbsi,
distribusi, dan eliminasi didalam tubuh (Shargel, 2005).
Parameter farmakokinetika secara umum yaitu parameter primer, sekunder,
dan turunan.
a. Parameter primer adalah parameter farmakokinetika yang dipengaruhi
secara langsung oleh variabel biologis. Contoh dari parameter primer adalah
volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorpsi (Ka).
Volume distribusi (Vd) adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat
terlarut. Vd adalah salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam
memperkirakan jumlah obat dalam tubuh serta menggambarkan
volume teoritis dimana obat terdistribusi pada plasma darah. Vd merupakan
parameter untuk menilai jumlah relatif obat di luar kompartemen sentral
atau dalam jaringan (Shargel, 2005). Klirens menggambarkan berapa berapa
banyak urin yang dikeluarkan atau kemampuan mengeliminasi per waktu.
Secara umum eliminasi obat terjadi pada ginjal dan hati yang sering dikenal
dengan istilah klirens total yang merupakan jumlah dari klirens ginjal
(renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1999). Kecepatan absorbsi
(Ka) dapat dipengaruhi oleh enzim, luas permukaan, fili dan fisiologi usus.

b. Parameter sekunder adalah parameter farmakokinetika bergantung pada


parameter primer. Contoh dari parameter sekunder adalah waktu paruh
eliminasi (t1/2 eliminasi) dan Kecepatan eliminasi (Kel).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 3 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Waktu paruh eliminasi adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk


tereliminasi menjadi separuh dari harga awal. Besar kecilnya waktu paruh
eliminasi sangat menentukan lama kerja obat dan menjadi acuan untuk
menentukan dosis pada pemakaian berulang dalam terapi jangka panjang
Jika terjadi gangguan pada ginjal yang menyebabkan klirens terganggu
maka waktu paruh juga terpengaruh, klirens naik maka t1/2 turun karena obat
cepet di eksresi, sedangkan klirens turun maka t1/2 naik karena obat lama di
eksresi (Mutschler, 1999).

c. Contoh dari parameter turunan adalah waktu mencapai kadar puncak (tmaks),
kadar puncak (cpmaks) dan area under curve (AUC).
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum
atau plasma. AUC adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi waktu. AUC
dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat
bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan (Tjay,
2007).

3.2 Urin
3.2.1 Pengertian dan Fungsi Urin
Urin adalah cairan sisa yang di ekskresikan oleh ginjal, kemudian di
keluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.Eksresi urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui
ureter menuju kandung kemih, lalu dibuang keluar tubuh melalui uretra (Snell,
2006).
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (urea,
garam terlarut, dan materi organik). Cairan dan materi pembentuk urin berasal
dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses
reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh. Cairan yang tersisa

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 4 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih
atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh (Snell, 2006).
Fungsi utama urin untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan
dari dalam tubuh (Snell, 2006).

3.2.2 Sistem Ekskresi Urin


Sistem urin adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan
mengalirkan urin. Pada manusia, sistem urin terdiri dari dua ginjal, dua ureter,
kandung kemih, dua otot sphincter, dan uretra.
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme berupa zat cair
ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urin (ginjal), keringat (kulit),
empedu (hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat tersebut harus dikeluarkan dari dalam
tubuh, jika tidak dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu proses yang ada
di dalam tubuh bahkan dapat meracuni tubuh (Setiadi, 2007).
Ekskresi urin terdiri dari susunan sistem urinaria, yaitu (Gibson, 1995) :
a. Ginjal berperan dalam mengeluarkan sekret urin. Dalam ginjal terjadi proses
penyaringan (filtrasi), reabsorpsi (penyerapan kembali zat-zat yang masih
berguna), serta augmentasi (pengeluaran zat yang tidak berguna dan tidak
dapat disimpan dalam tubuh). Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan
air, mengeksresikan bahan buangan yang mengandung nitrogen dan
kelebihan garam, serta mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam-basa darah.
b. Ureter berperan dalam menyalurkan urin dari ginjal ke kandung kemih.
c. Kandung kemih, yang bekerja sebagai penampung. Kandung kemih adalah
kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari ureter. Saat
kandung kemih kosong atau terisi setengahnya kandung kemih terletak di
dalam pelvis, sedangkan saat kandung kemih terisi lebih dari setengahnya
kandung kemih menekan dan timbul keatas abdomen diatas pubis. Kandung
kemih dikendalikan oleh saraf pelvis dan serabut simpatis. Memiliki tiga
muara yaitu dua muara ureter dan satu muara uretra. Fungsi kandung kemih

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 5 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

yaitu tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh dan


mendorong urin keluar tubuh dengan bantuan uretra.

d. Uretra berperan dalam mengeluarkan urin kandung kemih. Uretra adalah


saluran dari leher kandung kemih ke lubang luar, dilapisi membran mukosa
yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Masuk
dengan cara oblik melalui dinding kandung kemih dan menjamin ujung
dasarnya tertutup selama mikturisi oleh kontraksi kandung kemih, sehingga
menghalangi arus balik urin ke ureter dan menghalangi penyebaran infeksi
dari kandung kemih.

3.2.3 Sistem Pembentukan Urin


a. Penyaringan (Filtrasi). Di dalam badan malphigi, kapsula bowman
menyaring darah yang terdapat dalam glomerulus yang mengandung air,
garam, gula, urea, dan zat-zat lain, kecuali zat bermolekul besar
(sel darah dan molekul protein). Filtrat yang dihasilkan dalam filtrat
glomerulus (urin primer) yang masih mengandung zat-zat yang diperlukan
tubuh seperti glukosa, garam-garam dan asam amino.
b. Penyerapan kembali (Reabsorbsi). Di dalam tubulus kontortus proksimal
zat-zat dalam urin primer yang masih berguna akan di reabsorbsi. Filtrat
yang dihasilkan adalah filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea
yang tinggi.
c. Pengeluaran (Sekresi). Di dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan lagi, dan menyerap kelebihan
air, dan terjadi reabrosbsi aktif ion Na+ dan Cl-, serta sekresi H+ dan K+.
Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus koligens ke pelvis renalis. Didalam
urin tidak lagi terdapat protein dan glikosa, adanya senyawa-senyawa
tersebut dalam urin menunjukan adanya gangguan pada ginjal
(Ganong, 2002)

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 6 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

3.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


3.3.1 Pengertian Kromatografi cair kinerja tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Cromatograpy (HPLC) merupakan salah satu metode fisikokimia berdasarkan
pada teknik kromatografi, dimana fase geraknya berbentuk cairan dan fase
diamnya berbentuk cairan atau padatan. Serta salah satu teknik kromatografi
untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. KCKT memisahkan
molekul berdasarkan perbedaan afinitas terhadap zat padat tertentu (Gandjar,
2007).
Prinsip kerja KCKT adalah pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolarannya, alat yang digunakan terdiri dari kolom (sebagai fase diam) dan
larutan tertentu (sebagai fase gerak). Yang membedakan antara KCKT dengan
kromatografi lain adalah KCKT menggunakan tekanan tinggi untuk mendorong
fase gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya dan
kecepatan untuk sampai ke detektor (waktu retensi) teramati pada spektrum yang
antar puncaknya terpisah.

3.3.2 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


a. Pompa. Dalam KCKT dapat dianalogikan dengan jantung pada manusia
yang berfungsi untuk mengalirkan fase gerak cair melalui kolom yang berisi
serbuk halus
b. Pemasukan cuplikan. Sistem pemasukan cuplikan menentukan keberhasilan
pengukuran KCKT. Oleh karena itu, cuplikan yang dimasukkan harus
sekecil mungkin, beberapa puluh mikromiliter.
c. Kolom. Kolom KCKT biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada
juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fase diam,
tempat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponenkomponennya.
Selain kolom utama dikenal pula kolom pengaman (guard kolom).
d. Detektor. Detektor berfungsi untuk mendeteksi solut-solut yang keluar dari
kolom analitik. Detektor harus memenuhi persyaratan, antara lain cukup
sensitif, stabilitas dan keterulangan tinggi, respon linear terhadap solut,

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 7 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

waktu respon pendek sehingga tidak bergantung kecepatan alir, relibitas


tinggi dan mudah digunakan, serta tidak merusak cuplikan.
(Hendayana, 2006)

3.4 Siprofloksasin
3.4.1 Pengertian Siprofloksasin
Siproloksasin adalah antibiotika untuk pengobatan beberapa infeksi bakteri.
Termasuk antibiotik golongan fluorokuinolon generasi kedua. Spektrum
aktivitasnya melingkupi beberapa strain bakteri patogen yang menyerang
pernapasan, sistem urin, gastrointestinal, dan infeksi abdominal, termasuk di
dalamnya adalah bakteri patogen gram negatif dan gram positif, yang sensitif
namun belum menjadi resisten (Anief, 2007).

3.4.2 Preformulasi

Rumus Molekul : C17H18FN3O3


BM : 331,436 g/mol
Pemerian : Serbuk berwarna hampir putih atau kuning pucat
Kelarutan : Larut dalam air hingga suhu 25°C. pKa obat 6 dan 8,8;
praktis tidak larut dalam air putih; sangat sedikit larut
dalam alkohol dehidrasi dan diklorometana
Khasiat : sebagai antibiotik
(USP, 2007)

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 8 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

3.4.3 Profil Farmakokinetik


Absorbsi : Oral tablet (50-85%)
Distribusi : 2,1-2,7 L/Kg tersebar ke hampir seluruh jaringan tubuh,
menembus plasenta dan ASI.
Metabolisme : Secara hepatik parsial menjadi 4 metabolit (sedikit yang
punya aktifitas)
t1/2 eliminasi : Anak-anak 2,5 jam ; dewasa dengan fungsi ginjal normal 3-
5 jam
tmax : Oral sediaan tablet 0,5-2 jam , sediaan lepas lambat 1-2,5 jam
Ekskresi : Urin 30-50 % dalam bentuk utuh, feses 15-43 %
(Kampus Farmasi, 2015)

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah HPLC, labu takar, matkan,
membran filter, mikro pipet, pipet tetes, dan vial.
4.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah dapar ammonium asetat,
fase balik oktadesil silane, fase gerak asetonitril : air (25:75), siprofloksasin, dan
urin.

V. Prosedur Percobaan
5.1 Cara Pengoptimasian HPLC
Pada gambar 2 buah fase gerak, klik kanan lalu dipilih “connect” lalu
dinaikan dari 0 ke 0,1 lalu ditekan oke. Setelah angka naik dari 0 ke 0,1 dilalukan
hal yang sama kembali dengan angka 0,25; 0,5; 0,75; dan 1.
5.2 Pengambilan Sampel
Urin blanko diambil dari sukarelawan sebelum obat diminum. Sprofloksasin
kadar 500 mg diminum oleh sukarelawan pada jam 08.00 dan diminum satu hari
sebelum praktikum. Urin sukrelawan dikumpulkan pada rentang waktu berikut:

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 9 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Shift Pengambilan Ke Rentang Waktu pengumpulan Urin


1 08.00-11.00
2 11.00-14.00
3 14.00-17.00
Pagi
4 17.00-20.00
5 20.00-Tidur
6 sesaat setelah bangun pagi-08.00

Note: Pada pagi hari urin diambil sesaat setelah sukarelawan bangun tidur.
Sukarelawan tidak boleh minum apapun setelah urin diambil.
Urin yang terkumpul ditampung didalam matkan plastik. Volume dari setiap
urin diukur dan dimasukkan kedalam vial sebanyak tiga vial. Semua sampel urin
disimpan didalam lemari pendingin dengan suhu -4°C.
5.3 Pembuatan Fase Gerak
Asetonitril ditambahkan dengan dapar amonium asetat, 0,1%
trietanolamin,dan pH disesuaikan hingga 2,5 dengan asam sulfat 1 M. Air yang
digunakan adalah aquadest proinjection atau aqua bidest. Air ditambahkan dengan
dapar amonium asetat, 0,1% trietanolamin,dan pH disesuaikan hingga 2,5 dengan
asam sulfat 1 M. Selanjutnya kedua larutan tersebut disambungkan pada HPLC.
5.4 Perlakuan Sampel
Tiap sampel urin diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam labu
takar 10 ml. Sampel diencerkan dengan dapar amonium asetat hingga tanda batas
(1:100). Sampel disuntikkan kedalam kolom HPLC menggunakan sistem HPLC
dengan kolom fasa balik oktadeksil silane, fase gerak asetonitril:air (25:75)
dengan 0,1% trietanolamin dan pH disesuaikan hingga 2,5 dengan asam sulfat 1
M, detektor spektrofotometri UV 280 nm, laju elusi 1𝑚𝑙 ⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡. Luas area
siprofloksasin yang diperoleh dicatat.
5.5 Pengolahan Data
Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat larutan siprofloksasin dalam urin
blank dengan konsentrasisiprofliksasin 0,1; 0,5; 1, 5, 10, 20, dan 50 𝜇𝑔⁄𝑚𝑙. Luas
area dari setiap larutan siprofloksasin dihitung dengan sistem HPLC yang sama.
Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan rasio luas area antara siprofloksasin dan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 10 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

standar. Kurva kalibrasi yang didapat konsentrasi siprofloksasin dari sampel urin
dihitung. Berdasarkan data konsentrasi obat dalam sampel urin buat kurva ln
dXu/dt vs tmid dan ln (Xu∞-Xu) vs t, kemudian tentukan konstanta laju eliminasi
dan waktu paruh eliminasi.

VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan


6.1 Data kurva kalibrasi

Konsentrasi Luas Area Waktu


(ppm)(x) (AUC)(y) Retensi

0,1 1353949 3,444


0,5 1828015 3,433
1 8431429 3,427
5 9970672 3,390
10 22902319 3,430
20 45569629 3,440
50 8060778 3,420

regresi linear
a = 4656137,749
b = 1595275,136
r = 0,986
y = 1595275,136x + 4656137,749
6.2 Hasil pengumpulan urine

Pengambilan Volume
Rentang Waktu
Ke- Urine (ml)

blanko Sebelum minum obat (04.00) 220


1 08.00-11.00 (10.45) 370
2 11.00-14.00 (12.30) 390
3 14.00-17.00 (16.30) 210
4 17.00-20.00 (19.45) 195
5 20.00-Tidur (22.30) 230
6 sesaat setelah bangun tidur (04.00) 260

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 11 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

6.3 Pengolahan data sampel urine

C x Faktor CP Waktu
Sampel uji AUC C(mg/ml)
pengenceran (mg/ml) Retensi

1 101832336 60,915 609,15 0,609 2,857


2 62888002 36,503 365,03 0,365 2,830
3 75804407 44,599 445,99 0,446 2,823
4 5583017 0,581 5,81 0,006 2,787
5 4572431 0,060 0,6 0,001 2,883
6 11807080 4,483 44,83 0,045 2,900

6.4 Metode Laju Eksresi

Waktu t mid volume CP


t (jam) t' (jam) DU (mg) DU/t' Ln DU/t'
Pengambilan (jam) urine (mg/ml)

08.00-11.00 3 3 1,5 370 0,609 225,33 75,11 4,319


11.00-14.00 6 3 4,5 390 0,365 142,35 47,45 3,860
14.00-17.00 9 3 7,5 210 0,446 93,66 31,22 3,441
17.00-20.00 12 3 10,5 195 0,006 1,17 0,39 0,942
20.00-22.30 14,5 2,5 13,25 230 0,001 0,23 0,092 2,386
04.00-08.00 24 9,5 19,25 260 0,045 11,7 1,232 0,209

Regresi linear = t mid vs Ln DU/t’


a= 4,564
b= -0,334
r= -0,753
y= -0,334x + 4,564
6.5 Metode sigma minus

kumulatif DU~ - DU*


t (jam) DU (mg) Ln ARE
DU* (ARE)

3 225,33 225,33 249,11 5,518


6 142,35 367,68 106,76 4,671
9 93,66 461,34 13,1 2,573
12 1,17 462,51 11,93 2,479
14,5 0,23 462,74 11,7 2,460
24 11,7 474,44 0 0

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 12 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Regresi linear= t vs Ln ARE


a= 6,118
b= -0,290
r= -0,916
y= -0,290x + 6,118

KURVA

Kurva Kalibrasi Siprofloksasin


50000000
Luas Area (AUC)

40000000

30000000

20000000

10000000

0
0.1 0.5 1 5 10 20 50
Konsentrasi (ppm)

Metode Laju Ekskresi


5
4 4.319
3.86
3.441
3
Ln Du/t'

2
1
0 0.209
-1 1.5 4.5 7.5 10.5
-0.942 13.25 19.25
-2
-2.386
-3

tmid (jam)

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 13 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Metode Sigma Minus


6
5.518
5
Ln ARE 4.671
4
3
2.573 2.479 2.46
2
1
0
3 6 9 12 14.5 24
t (jam)

Perhitungan
Pembuatan FG
Total FG = 500ml
FG = asetonitril : air (25:75)
25
Asetonitril = 75 x 500 = 166,67

Air = 500 ml – 166,67 ml = 333,33 ml


0,1
TEA = 100 x 500 = 0,5 ml

Pembuatan kurva kalibrasi

 Larutan induk 1000ppm dalam 10ml


1000ppm = 1000 µg/ml
Siprofloxacin yang ditimbang = 1000 µg/ml x 10 ml
= 10000 µg = 10mg ad 10ml dapar
 Larutan stok
Pengenceran larutan induk
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 100ppm.10ml
V1 = 1ml ad 10ml dapar

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 14 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

 Pembuatan larutan seri


o 0,1 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 10ml.0,1ppm
V1 = 0,01 ml
o 0,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 0,5 ppm. 0,5 ppm
V1 = 0,05ml
o 1 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 10ml.1 ppm
V1 = 0,1 ml
o 5 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 10ml.5 ppm
V1 = 0,2ml
o 10 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 10ml.10 ppm
V1 = 1ml
o 20 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 10ml.20 ppm
V1 = 2ml
o 50 ppm
V1.N1 = V2.N2
V1.1000ppm = 10ml.50ppm
V1 = 5ml
Kemudian semuanya ditambah 1ml urine blanko

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 15 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Perhitungan C(mg/ml) – table pengolahan data sampel urin

Persamaan regresi linear y= 1595275,136x + 4656137,749

o Sampel 1
101832336 = 1595275,136x + 4656137,749
97176198,25
X = 1595275,136

= 60,915 mg/ml
o Sampel 2
62888002 = 1595275,136x + 4656137,749
58231864,25
X = 1595275,136

= 36,503 mg/ml
o Sampel 3
75804407 = 1595275,136x + 4656137,749
71148269,25
X = 1595275,136

= 44,599 mg/ml
o Sampel 4
5583017 = 1595275,136x + 4656137,749
926879,251
X = 1595275,136

= 0,581 mg/ml
o Sampel 5
4752431 = 1595275,136x + 4656137,749
96293,251
X = 1595275,136

= 0,060
o Sampel 6
11807080 = 1595275,136x + 4656137,749
7150942,251
X = 1595275,136

= 4,483

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 16 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Parameter farmakokinetika metode laju eksresi


o Y= -0,334x + 4,564
o K= 0,334/jam
0,693
o t1⁄2 =0,334= 2,075 jam

o Ln DU/t = LnKe.DB° - K.t mid


Ln ke. DB° = 4,564
ke. DB° = 95,967
ke.500 = 95,97
95,97
ke = 500

ke = 0,192 /jam
o Km = k – ke
= 0,334 – 0,192
= 0,142/jam

Metode sigma minus

y = -0,290x + 6,118
k = 0,290/jam
1 0,693
t2 = 0,290= 2,390/jam

VII. Pembahasan

VIII. Kesimpulan
Mengukur konsentrasi obat dalam urin menggunakan metode ARE dan
metode laju eksresi. Konsentrasi obat dalam urin yang diperoleh dari metode
signa minus (ARE) adalah 474,44 mg. Pada nilai t1/2 metode ARE diperoleh nilai
2,390 jam dan pada metode laju eksresi diperoleh nilai 2,075 jam. Pada metode
laju eksresi diperoleh nilai K sebesar 0,334/jam, nilai Ke sebesar 0,192/jam, dan
nilai Km sebesar 0,142/jam. Nilai Ke lebih kecil dari nilai K sehingga ada obat
siprofloksasin yang termetabolisme yaitu sebesar 0,142/jam.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 17 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 18 dari 34
Laporan Praktikum Biofarmasi & Farmakokinetika 2019

Daftar Pustaka
Anief, M. (2007). Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gandjar, I. G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Ganong, W. F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Gibson, J. (1995). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Jilid Kedua. EGC,
Jakarta.
Hendayana, S. (2006). Kimia Pemisahan: Metode Kromatografi dan
Elektroforesis Modern. Rosda, Bandung.
Kampus Farmasi. (2015). Kumpulan Materi Kuliah Mahasiswa Farmasi Dan
Bahan Ajar Dosen Farmasi: Ciprofloxacin.
(http://kampusfarmasi.blogspot.com/2015/06/ciprofloxacin.html) diunduh
pada 8 Desember 2019.
Mutschler, E. (1999). Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi
Edisi Kelima, diterjemahkan oleh Widianto, M. B., dan Ranti, A. S.
Penerbit ITB, Bandung.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Setiawati, A. (2007). Interaksi Obat. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan Edisi Kedua. Airlangga University Press, Surabaya.
Snell, R. S. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Keenam.
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, T. H., dan Kirana R. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Elex Media Komputindo, Jakarta.
U.S. Pharmacopeia. (2007). The United States Pharmacopeia, USP 30/The
National Formulary, NF 25. Rockville, MD: U.S. Pharmacopeial
Convention.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 19 dari 34

Anda mungkin juga menyukai