: 12 September 2016
Kelompok
: 5 (Lima)
Asisten
: 1. Aulia Alfiana
2. Giovani Wijonarko
I.
Tujuan
Untuk menentukan koefisien partisi asam salisilat dengan metode
pengocokan.
II.
Prinsip
1. Koefisien Partisi
Perbandingan konsentrasi dari suatu zat terlarut yang dilarutkan di dalam
dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan perbandingan tersebut
adalah tetap atau konstan. (Cairns, 2004)
2. Titrasi Asam-Basa
Titrasi berdasarkan penetralan asam-basa, larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya dan
sebaliknya kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan
asam yang telah diketahui kadarnya. (Seager, 2011)
3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. (Ditjen POM, 2000)
4. Like Dissolve Like
Merupakan sifar kecenderungan senyawa pelarut yang hanya melarutkan
senyawa dengan sifat kepolaran yang sama. Senyawa polar akan larut
dalam seyawa polar dan tidak larut dalam senyawa non polar, demikian
juga sebaliknya. (Gillespie & Popelier, 2001)
III.
Reaksi
NaOH
Asam Salisilat
Natrium Hidroksida
Natrium Salisiat
Air
2
Asam Salisilat
2
Etil Eter
Etil Salisilat
Air
IV.
Teori Dasar
Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit
antara fasa sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan dari perbandingan kadar
zat dalam dua fase. Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat
lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran
lemak dan interaksi dengan makromolekul pada reseptor kadang-kadang
berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin,
1990)
Koefisien partisi menggambarkan pendistribusi obat ke
dalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organic dengan air. Koefisien
partisi semakin besar dan difusi trans menjadi lebih mudah disebabkan
molekul semakin larut dalam lemak. Organisasi yang terdiri fase lemak dan
air. Sehingga, bila koefisien partisi tinggi ataupun rendah, maka hal ini akan
menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif. Penentuan koefisien secara
eksperimen dilakukan dengan cara distribusi senyawa dalam jumlah tertentu
tanduk kulit pada 5%-10%. Asam salisilat juga dapat dikombinasi dengan
asam benzoat dan belerang yang keduanya merupakan fungistatis dan
bakteriostatis (Rahardja, 2007)
Membicarakan mengenai koefisien partisi, akan berkaitan
juga mengenai sifat-sifat senyawa yang dibedakan menjadi dua berdasarkan
sifat kepolarannya; yakni polar dengan non polar. Senyawa polar akan
mempunyai dua kutub yang berbeda sehingga sering disebut sebagai dipol, di
mana kutub pertama akan bermuatan parsial positif dan kutub lain akan
bermuatan parsial negatif. Senyawa nonpolar tidak memiliki dua kutub
seperti senyawa polar, tetapi ada waktunya senyawa nonpolar tiba-tiba
membentuk dua kutub namun sangat tidak stabil yang kemudian disebut
sebagai dipol sesaat (House, 2008).
Pengetahuan akan hal ini penting untuk memprediksi
kelarutan dari suatu senyawa. Teori dasar kelarutan adalah teori Like Dissolve
Like, yang berbunyi senyawa polar hanya akan larut dalam senyawa polar.
Senyawa nonpolar akan larut dalam senyawa nonpolar. Sedangkan senyawa
polar tidak akan larut dalam senyawa nonpolar (Gillespie & Popelier, 2001).
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan
tidak lebih dari 101,0% C7H6O3. Penampakannya tidak berwarna serta ringan,
atau serbuk berwarna putih. Rasanya agak manis dan tajam. Zat ini hampir
tidak berbau. Kelarutan dari asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan
dalam benzene; mudah larut dalam etanol, dan eter; larut dalam air mendidih;
agak sukar larut dalam kloroform. (Farmakope Edisi IV, 1995).
Ketika suatu senyawa (atau zat terlarut) ditambahakan ke
dalam pelarut yang saling tidak bercampur, zat terlarut tersebut
mendistribusikan dirinya sendiri diantara kedua pelarut berdasarkan
afinitasnya pada masing-masing fase. Senyawa polar (misanya gula, asam
amino, atau obat-obat terion) akan cenderung meyukai fase berair atau fase
polar, sedangkan senyawa-senyawa nonpolar (misalnya obat-obat yang tidak
terion), kan menyukai fase organik atu nonpolar. Senyawa yang ditambahkan
akan mendistrisikan dirinya sendiri diantara kedua pelarut yang tidak
()
()
(Cairns, 2004)
pelarut
adalah
suatu
metode
pemisahan
berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut kedalam pelarut lain
yang tidak saling bercampur. Menurut Nerst, zat terlarut akan terdistribusi
pada kedua solven sehingga perbandingan konsentrasi pada kedua solven
tersebut tetap untuk tekanan dan suhu yang tetap (Shevla, 1985).
Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan
campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya
karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau
tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri
atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi
dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin
(Shevla, 1985).
V.
VI.
Prosedur
6.1. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 Normal
Sebanyak 0,4 gram NaOH ditimbang menggunakan
timbangan analitis. NaOH dilarutkan dengan aquades ke dalam beaker
gelas.
6.2. Pembuatan Larutan Asam Salisilat 0,1 Normal
13,8
gram
asam
salisilat
ditimbang menggunakan
Perlakuan
Pembuatan Larutan NaOH
- Natrium hidroksida
ditimbang sebanyak 0,4
gram menggunakan
timbangan analitis.
- NaOH dilarutkan dalam
100 ml aquades
Hasil
- Terambil NaOH
sebanyak 0,4 gram
- Dihasilkan larutan
NaOH 0,1 M
Gambar Pengamatan
2.
3.
- Dihasilkan larutan
Aquades/H2O
menjadi berwarna
merah muda
4.
Kloroform
lapisan
- Setelah dititrasi,
pipet tetes
VIII. Perhitungan
a. Mengambil 0,1 M asam salisilat
M=
massa
1000
Mr
vol (ml)
massa 1000
138
100
13,8
massa =
10
0,1 =
massa
1000
Mr
vol (ml)
0,1 =
massa 1000
40
100
= 4 gram
Volume air
= 1000 ml
Titrasi I
1,5
= 0,087
17,3
MNaOH =
1,5
= 0,09
16,5
17,3+16,5
2
= 16,9 ml
0,087+0,09
2
Percobaan I
Volume NaOH = 7 ml
M NaOH = 0,0885 M
Volume asam salisilat = 35 ml
Ma a = MNaOH NaOH
Ma 35 = 0,0885 7
Ma =
0,6195
= 0,0177
35
Percobaan II
Volume NaOH = 5 ml
M NaOH = 0,0885 M
Volume fase air = 30 ml
Mfa fa = MNaOH NaOH
Ma 30 = 0,0885 5
Mfa = 0,01475
Molaritas fase organik = 0,0177-0,01475
= 2,95 x 10-3
P=
[organic]
[air]
2,95103
0,01475
= 0,2
= 0,0885 M
IX.
Pembahasan
Koefisien partisi merupakan pembanding antar dua pelarut
yang tidak dapat bercampur; pelarut organik berbanding dengan pelarut air.
Koefisien partisi dapat dijadikan sebagai penentu sifat kepolaran dari pelarut
kimia. Selain itu, koefisien partisi dapat dijadikan sebagai alat tolak ukur
pembuatan obat; dimana obat yang standar memiliki koefisien partisi tidak
lebih dari 5, karena jika koefisien partisi sebuah obat lebih dari 5 maka obat
tersebut tidak dapat menembus membrane dan tidak dapat berfungsi sebagai
alat pengobatan sebagaimana mestinya.
Dalam beberapa tahun terakhir, koefisien partisi banyak
dipelajari dan merupakan parameter fisikokimia penting yang biasanya
digunakan sistem
lipofisitas. Log Po/w merupakan sifat fisikokimia yang paling informatif dan
berguna dalam bidang kimia medisinal. Log P o/w telah secara luas digunakan
dalam penjelasan mengenai interaksi obat reseptor dan obat membrane
biologis, dan merupakan parameter penting dalam hubungan kuantitatif
struktur aktivitas (QSAR) yang dapat digunakan untuk pengembangan
farmasi, lingkungan, biokimia, maupun pendesainan obat.
Data pengamatan koefisien partisi dapat diperoleh dengan
metode klasik, yaitu dengan melarutkan zat dalam dua fase larutan yang tidak
bercampur dengan cara pengocokan, kemudian konsentrasi zat dalam salah
satu fase larutan dianalisis.
Asam salisilat sendiri merupakan senyawa yang berbentuk
serbuk putih, sangat ringan, dan hampir tidak berbau. Rasanya agak manis
dan tajam. Asam salisilat mudah larut dalam etanol dan etil eter, tetapi sukar
melarut dalam air/H2O dan pelarut kloroform.
Tujuan pada praktikum ini adalah untuk menentukan
koefisien partisi asam salisilat dengan metode pengocokan. Prinsip yang
dilakukan adalah perhitungan data untuk koefisien partisi dan asidimetri
antara larutan standard NaOH dengan asam salisilat.
dilakukan
pembakuan/penimbangan,
NaOH
larutan
asam
salisilat
diawali
dengan
P = 0,2
X.
Kesimpulan
Asam salisilat tidak dapat bercampur atau melarut didalam air maupun
kloroform.
Koefisien partisi yang dihasilkan adalah 0,7 dan pH fase organic adalah 2,53
Daftar Pustaka
Alfred Martin, d. (1990). Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu
Farmasetik. Jakarta: UI-Press.
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta:
UI-Press.
Cairns, D. (2004). Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Farmakope Edisi IV. (1995). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fungsi. (2015, Juni). Macam-Macam Indikator Larutan Asam Basa. Retrieved
from http://fungsi.web.id
Gillespie, R. J., & Popelier, P. (2001). Chemical Bonding and Molecular
Geometry. New York: Oxford University Press.
House, J. (2008). Inorganic Chemistry. USA: Academic Press.
Mangkoedihardjo, S. (2005). Sebuah kajian dengan pendekatan energi, ekosistem,
danekologi. Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah Pesisir
Sebagai Penyangga Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan, 145.
Martin, A. (1990). Farmasi Fisik, Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu
Farmasetika. Jakarta: UI-Press.
Oxtoby, d. (1986). Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
Rahardja, d. T. (2007). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Shevla, G. (1985). Vogel Analisis Anorgami Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.