Tujuan
Untuk menentukan koefisien partisi asam salisilat dengan metode
pengocokkan.
II.
Prinsip
1. Koefisien Partisi
Perbandingan konsentrasi dari suatu zat terlarut yang dilarutkan dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur dengan perbandingan tersebut adalah
tetap atau konstan. (Cairns,2008).
2. Titrasi Asam Basa
Titrasi berdasarkan penetralan asam-basa, larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah dietahui kadarnya dan sebaliknya
kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang
telah diketahui kadarnya. (Seager,2011).
3. Ekstrasi
Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. (Ditjen POM, 2000).
4. Like dissolve like
Merupakan sifat kecenderungan senyawa pelarut yang hanya melarutkan
senyawa dengan sifat kepolaran sama. senyawa polar akan larut dalam
senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar, demikian juga
sebaliknya. (James, 2001).
III.
Reaksi
IV.
Teori Dasar
Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat
dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan
koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang
absorbs, ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien
partisi. Kecepatan absorbs obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya.
Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri
dari lipida. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan
dengan mudah melaluinya. Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida
akan sukar diabsorbsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan
sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obatobat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi sangat
kecil. Pada umumnya obat obat bersifat asam lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya. Obat obat yang tidak terionkan
( unionized ) lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya dalam bentuk ion
kelarutaannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian
pengaruh pH terhadap kecepatan absorbs obat yang bersifat asam lemah dan
basa lemah sangat besar (Martin, 1990) .
Ketika suatu senyawa (atau zat terlarut) ditambahkan kedalam
campuran pelarut yang tidak saling bercampur, zat terlarut tersebut
mendistribusikan dirinya sendiri
diantara
kedua
pelarut
Berdasarkan
Asam salisilat bersifat sukar larut dalam air dan dalam benzena,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, dan agak
sukar larut dalam kloroform. Identifikasinya menunjukkan reaksi salisilat
seperti yang tertera pada uji identifikasi umum, memiliki jarak lebur antara
158 dan 161 (Taringan, 2011).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi
ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga
angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan
temperature (Svehla, 1990).
Penentuan konsentrasi senyawa dalam senyawa organic dapat
ditentukan secara kuantitatif setelah dilakukan pemisahan fisik dan kendala
yang dihadapi adalah harga pelarut organic yang n-oktanol yang sangat mahal
selain itu biaya analisis konsentrasi senyawa dalam kedua pelarut juga cukup
mahal dan waktu yang dibutuhkan relative cukup lama (Iqmal, 2008).
Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut
organik. NilaiP suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang
digunakan untukmelakukan pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien
partisi dilakukan denganmenggunakan partisi air dan n-oktanol, karena noktanol dalam banyak hal menyerupaimembran biologis, dan juga merupakan
model yang baik pada kromatografi fase terbalik(Gandjar, dkk, 2007).
Pada abad peralihan, Meyer dan Overton mengajukan hipotesis bahwa
kerjanarkotik dari obat nonspesifik adalah fungsi koefisien distribusi suatu
senyawa antaramedium lipoid dan air. Belakangan disimpulkan bahwa
norkosis hanya merupakan fungsidari konsentrasi obat dalam lemak dari sel.
Jadi, berbagai variasi obat dengan tipe kimiayang berbeda akan menghasilkan
kerja narkotik yang sama pada konsentrasi sama dalamsel lemak dari suatu
bahan (Martin, dkk, 1990).
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat
kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul
semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans
membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri
dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun
sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat
aktif (Ansel, 1989)
Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari
kemampuannya untuk melewati membran sel adalah koefisien partisi
minyak/air dalam sistem-sistem seperti oktanol/air dan kloroform/air.
Koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan obat yang tidak terion
antar fase organik dan fase air pada kesetimbangan . (Lachman,L.,1986)
V.
d. Gelas Ukur
e. pipet tetes
c. Erlenmeyer
f. statif
VI.
Prosedur
VI.1. Pembuatan NaOH
NaOH ditimbang sebanyak 2 gram dengan timbangan, aquadest
dimasukan untuk peralatan palet NaOH sebanyak 500ml, NaOH yang
telah ditimbang dimasukkan ke beaker gelas, aquadest yang sudah
dipanaskan dimasukan ke beaker gelas sebanyak 500 ml, NaOH dan
aquadest diaduk.
VI.2. Pembakuan NaOH
Larutan asam oksalat 0,1 N dimasukkan ke dalam 3 buah Erlenmeyer
masing masing 10ml, ditambahkan 2 tetes fenolftalein, asam oksalat
dititrasi dengan NaOH.
VI.3. Pembuatan Asam Salisilat
Satu gram asam salisilat ditimbang, lalu dimasukkan ke labu ukur, air
ditambahkan ke dalam labu ukur hingga volume 100ml, diaduk dengan
batang pengaduk.
VI.4.
VI.5.
Bagian 1
15 ml asam salisilat dimasukkan ke Erlenmeyer, lalu 20 ml air dan 2
tetes fenolftalein ditambahkan ke Erlenmeyer, lalu di titrasi dengan NaOH
hingga merah muda.
VI.6. Bagian 2
15 ml asam salisilat dimasukkan ke corong pemisah, lalu 10 ml
kloroform ditambahkan lalu dikocok, lapisan air dimasukkan ke
Erlenmeyer, lalu 20 ml air dan 2 tetes fenolftalein ditambahkan, lalu di
titrasi dengan NaOH hingga merah muda.
VII.
Data Pengamatan
No
.
A.
B.
C.
Perlakuan
Pembuatan NaOH
1. Menimbang NaOH
sebanyak 2 gram
2. Memanaskan aqudest
sebanyak 500 ml
3. Menunggu aquadest
hangat
4. Memasukan NaOH ke
beaker gelas dan
tambahkan 500 ml
aquadest lalu aduk
Pembuatan Asam Salisilat
1. Memasukan 2,5 gram
asam salisilat ke labu
ukur
2. Menggunakan pipet,
teteskan aquadest ke
labu ukur
3. Menambahkan 2 ml
etanol
4. Mengocok larutan di
labu ukur
5. Menambah aquadest
sedikit demi sedikit
sambil terus mengocok
Pembuatan Asam Oksalat
1. Menimbang asam
oksalat sebanyak 1,2
gram
2. Masukan asam oksalat
ke labu ukur
3. Menambahkan 50 ml
aquadest dan
mengocoknya hingga
larut
4. Menambahkan 200 ml
aquadest ke dalam
beaker gelas dan
menuangkan asam
Hasil
Terbentuk Larutan NaOH
Gambar
lampira
n
D.
E.
F.
titr
asi
1.
volu
me
1,5
ml
2.
1,3
ml
3.
0,45
ml
Peruba
han
Bening
-ungu
tua
Bening
merah
muda
Bening
ungu
muda
N= 0,00433N
Mengamati Fase Organik
titrasi volume
1. Mengeluarkan kloroform 1.
0,9ml
10 ml ke gelas ukur
2. Memasukan asam
salisilat 15 ml ke corong
2.
1,2ml
pemisah
3. Memasukan kloroform
ke dalam corong
3.
1,3ml
pemisah
4. Mengocok corong
pemisah
N= 0,00453N
5. Mengeluarkan fase air ke
ketiga Erlenmeyer, lalu
titrasi seperti fase
organik
perubahan
Beningmerah
muda
Bening
merah
muda
Bening
merah
muda
VIII.
Perhitungan
VIII.1. NaOH
gr
N = BE x
gr
200
0,1 N =
1000
ml
1000
500
gram : 2 gram
VIII.2. Pembakuan NaOH
1. 19,9-13.3= 6,6ml
2. 13-3-4,1 = 5,9ml
3. 2,5-21,1+3 = 6,9ml
V1.N1=V2.N2
10 . 0,1 = 6,6 . N2
N2 = 0,15 N
V1.N1=V2.N2
10 . 0,1 = 5,9 . N2
N2 = 0,16N
V1.N1=V2.N2
10 . 0,1 = 6,9 . N2
N2 = 0,14N
N = (0.15+0,16+0,14) / 3 = 0,15 N
VIII.3. Pembentukan Asam Oksalat
N=
0,1 =
gr
BE
1000
ml
gr
45
1000
250
BE =
MR
Hdilepas
90
2
BE = 45
VIII.4. Titrasi fase air
V1.N1=V2.N2
1,5 . 0,1 = 2,5 . N2
N2 = 0,006 N
V1.N1=V2.N2
1,2 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0052 N
V1.N1=V2.N2
0,45 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0016 N
N = (0,006 + 0,0052 + 0,0016)/3 = 0,00433N
VIII.5. Titrasi Fase Organik
V1.N1=V2.N2
0,9 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0036 N
V1.N1=V2.N2
1,2 . 0,1 = 2,5 . N2
N2 = 0,0048 N
V1.N1=V2.N2
1,3 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0052 N
N = (0,003 + 0,0048 + 0,0052) / 3 = 0.00453 N
VIII.6. Koefisien Partisi
P=
organik
air
P = 1,046
0,00453
0,00433
IX.
Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai penentuan koefisien partisi minyak-air
asam salisilat yang meliputi pembuatan NaOH, pembakuan NaOH, pembuatan
asam salisilat, pembuatan asam oksalat, titrasi fase organik dan titrasi fase
anorganik. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan koefisien partisi asam
salisilat dengan metode pengocokkan. Menurut Cairns, koefisien partisi sendiri
adalah Perbandingan konsentrasi dari suatu zat terlarut yang dilarutkan dalam
dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan perbandingan tersebut adalah
tetap atau konstan. (Cairns,2004). Prinsip lain dalam praktikum ini yaitu
praktikan mengetahui apa itu titrasi asam basa, karena dalam praktikum
koefisien partisi ini membutuhkan prosedur titrasi. Titrasi asam basa yaitu
Titrasi berdasarkan penetralan asam-basa, larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah dietahui kadarnya dan sebaliknya kadar
larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui
kadarnya. (Seager,2011). Prinsip lainnya yaitu memahami apa itu ekstrasi,
ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair.
(Ditjen POM, 2000) dan prinsip terakhir yang harus praktikan ketahui adalah
Like dissolve like yang merupakan sifat kecenderungan senyawa pelarut yang
hanya melarutkan senyawa dengan sifat kepolaran sama. senyawa polar akan
larut dalam senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar, demikian
juga sebaliknya. (James, 2001).
Pertama praktikan melakukan prosedur pembuatan NaOH. Pertama
praktikan menimbang NaOH yang akan di larutkan secukupnya, kurang lebih
N=
gr
BE
1000
ml
saat menempatkan NaOH harus menggunakan kaca arloji dan ditutupi dengan
sesuatu, ini dikarenakan sifat NaOH yang mudah menguap, sebelum melarutkan
NaOH
dengan
aquadest,
panaskan
dulu
aquadest
hingga
mendidih/
menggunakan corong, agar NaOH tidak tumpah dan saat memasukan NaOH
jangan pada saat buret sudah terpasang pada statif karena cukup berisiko hal
yang tidak diinginkan terjadi, setelah asam oksalat dimasukan kedalam
Erlenmeyer jangan lupa untuk meneteskan fenolftalein sebanyak 2 tetes sebagai
indikator, jadi saat titrasi dilakukan perubahan warna dapat terlihat.
Praktikum dilanjutkan dengan pembuatan asam salisilat, pertama,
timbang asam salisilat secukupnya kurang lebih 2,5 gram, saat menimbang
dengan timbangan analitik janga lupa untuk menutup kaca timbangan agar hasil
yang didapatkan akurat, meneteskan aquadest menggunakan pipet, agar
aquadest dan asam salisilat tercampur dengan rata, kemudian ditambahkan
etanol agar asam salisilat dapat larut dengan sempurna, kemudian mengocok
asam salisilat hingga keruh yang menandakan asam salisilat dan etanol sudah
terlarut dengan sempurna. Menambahkan sedikit demi sedikit aquadest agar
asam salisilat lebih encer, pada praktikum kemarin, pembuatan asam salisilat
terjadi penggumpalan, jadi saat hendak melakukan percobaan dengan asam
salisilat, larutan diambil dengan pipet agar gumpalan tidak ikut terambil.
Prosedur selanjutnya yaitu melakukan pengamatan fase air dengan cara
titrasi asam salisilat yang telat dibuat dengan NaOH, 5 ml asam salisilat yang
telah siapkan di Erlenmeyer ditambahkan 2 tetes fenolftalein agar saat titrasi
dilakukan perubahan warna dapat terlihat dikarenakan adanya indikator
tersebut, titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali agar hasil yang di dapat bisa
diambil rata-ratanya, saat melakukan tirasi pastikan NaOH yang keluar tidak
terlalu deras karena akan mempengaruhi hasil titrasi, percobaan kelompok kami
yang pertama dan ketiga mengalami NaOH berlebih karena pengontrolan buka
tutup buret yang masih belum benar, tetapi pada percobaan kedua di dapatkan
hasil yang memuaskan, amati perubahan volume yang terjadi pada setiap titrasi,
agar hasil dapat dicatat dengan baik. Langkah selanjutnya adalah perhitungan
koefisien partisi dari asam salisilat tersebut. Pertama tama dihitung selisihh dari
nilai normalitas NaOH pada titrasi yang pertama dengan nilai normalitas NaOH
pada titrasi yang kedua dan ketiga . Didapatkan hasil sebesar 0,00433 N.
Kemudian, hasil tersebut digunakan selanjutnya untuk perhitungan koefisien
partisis asam salisilat.
Prosedur terakhir adalah mengamati fase organik dengan cara titrasi
asam salisilat+kloroform
X.
Kesimpulan
Koefisien partisi asam salisilat setelah melakuka praktikum yaitu 1,046 dan
logP adalah +0,019
XI.
Daftar Pustaka