Anda di halaman 1dari 15

I.

Tujuan
Untuk menentukan koefisien partisi asam salisilat dengan metode
pengocokkan.

II.

Prinsip
1. Koefisien Partisi
Perbandingan konsentrasi dari suatu zat terlarut yang dilarutkan dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur dengan perbandingan tersebut adalah
tetap atau konstan. (Cairns,2008).
2. Titrasi Asam Basa
Titrasi berdasarkan penetralan asam-basa, larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah dietahui kadarnya dan sebaliknya
kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang
telah diketahui kadarnya. (Seager,2011).
3. Ekstrasi
Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. (Ditjen POM, 2000).
4. Like dissolve like
Merupakan sifat kecenderungan senyawa pelarut yang hanya melarutkan
senyawa dengan sifat kepolaran sama. senyawa polar akan larut dalam
senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar, demikian juga
sebaliknya. (James, 2001).

III.

Reaksi

IV.

Teori Dasar
Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat
dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan
koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang
absorbs, ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien
partisi. Kecepatan absorbs obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya.
Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri
dari lipida. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan
dengan mudah melaluinya. Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida
akan sukar diabsorbsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan
sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obatobat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi sangat
kecil. Pada umumnya obat obat bersifat asam lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya. Obat obat yang tidak terionkan
( unionized ) lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya dalam bentuk ion
kelarutaannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian

pengaruh pH terhadap kecepatan absorbs obat yang bersifat asam lemah dan
basa lemah sangat besar (Martin, 1990) .
Ketika suatu senyawa (atau zat terlarut) ditambahkan kedalam
campuran pelarut yang tidak saling bercampur, zat terlarut tersebut
mendistribusikan dirinya sendiri

diantara

kedua

pelarut

Berdasarkan

afinitasnya pada masing-masing fase. Senyawa polar( misalnya gula, asam


amino, atau obat-obat terion) akan cenderung menyukai fase organic atau
fase nonpolar.Senyawa yang ditambahkan mendistribusikan dirinya sendiri
diantara kedua pelarut yang tidak tercampur pada perbandingan koefisien
konsentrasi yang tetap. (Cairns, 2008)
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur
menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis.
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat
campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam
dua fasa pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara
dua zairan yang tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga angka banding
konsentrasai pada kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu.
(Underwood,1998)
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada
koefisien partisis akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan k
romatografi obat.Secara sederhana, koefisien partisi suatu senyawa (P) dapat
ditentukan dengan : = --, dimana merupakan konsentrasi senyawa padat pada
fase organic dan merupakan senyawa dalam air. (Gandjar, dkk, 2007)
Nilai P seringkali dinyataka dengan nilai log Sebagai contoh nilai log
P setara dengan nilai P10. Nilai P = 10 merupakan nilai P untuk senyawa
tertentu yangmengalami partisi ke dalam pelarut organik tertentu. Partisi
dilakukan dengan air dan pelarut organik dalam jumlah yang sama. P =
10 berarti bahwa 10 bagian senyawa beradadalam lapisan organik dan 1
bagian berada dalam lapisan air. (Gandjar, dkk, 2007).

Asam salisilat bersifat sukar larut dalam air dan dalam benzena,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, dan agak
sukar larut dalam kloroform. Identifikasinya menunjukkan reaksi salisilat
seperti yang tertera pada uji identifikasi umum, memiliki jarak lebur antara
158 dan 161 (Taringan, 2011).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi
ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga
angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan
temperature (Svehla, 1990).
Penentuan konsentrasi senyawa dalam senyawa organic dapat
ditentukan secara kuantitatif setelah dilakukan pemisahan fisik dan kendala
yang dihadapi adalah harga pelarut organic yang n-oktanol yang sangat mahal
selain itu biaya analisis konsentrasi senyawa dalam kedua pelarut juga cukup
mahal dan waktu yang dibutuhkan relative cukup lama (Iqmal, 2008).
Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut
organik. NilaiP suatu senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang
digunakan untukmelakukan pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien
partisi dilakukan denganmenggunakan partisi air dan n-oktanol, karena noktanol dalam banyak hal menyerupaimembran biologis, dan juga merupakan
model yang baik pada kromatografi fase terbalik(Gandjar, dkk, 2007).
Pada abad peralihan, Meyer dan Overton mengajukan hipotesis bahwa
kerjanarkotik dari obat nonspesifik adalah fungsi koefisien distribusi suatu
senyawa antaramedium lipoid dan air. Belakangan disimpulkan bahwa
norkosis hanya merupakan fungsidari konsentrasi obat dalam lemak dari sel.
Jadi, berbagai variasi obat dengan tipe kimiayang berbeda akan menghasilkan
kerja narkotik yang sama pada konsentrasi sama dalamsel lemak dari suatu
bahan (Martin, dkk, 1990).
Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat
kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul

semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans
membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri
dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun
sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat
aktif (Ansel, 1989)
Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari
kemampuannya untuk melewati membran sel adalah koefisien partisi
minyak/air dalam sistem-sistem seperti oktanol/air dan kloroform/air.
Koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan obat yang tidak terion
antar fase organik dan fase air pada kesetimbangan . (Lachman,L.,1986)
V.

Alat dan Bahan


V.1. Alat
a. Buret
b. Corong Pemisah
c. Erlenmeyer
d. Gelas Ukur
e. Pipet Tetes
f. Statif
V.2. Bahan
a. Air
b. Asam Salisilat
c. Etanol
d. Etil Eter
e. Indikator Fenolftalein
f. NaOH
V.3. Gambar Alat
a. Buret
b. Corong Pemisah

d. Gelas Ukur

e. pipet tetes

c. Erlenmeyer

f. statif

VI.

Prosedur
VI.1. Pembuatan NaOH
NaOH ditimbang sebanyak 2 gram dengan timbangan, aquadest
dimasukan untuk peralatan palet NaOH sebanyak 500ml, NaOH yang
telah ditimbang dimasukkan ke beaker gelas, aquadest yang sudah
dipanaskan dimasukan ke beaker gelas sebanyak 500 ml, NaOH dan
aquadest diaduk.
VI.2. Pembakuan NaOH
Larutan asam oksalat 0,1 N dimasukkan ke dalam 3 buah Erlenmeyer
masing masing 10ml, ditambahkan 2 tetes fenolftalein, asam oksalat
dititrasi dengan NaOH.
VI.3. Pembuatan Asam Salisilat
Satu gram asam salisilat ditimbang, lalu dimasukkan ke labu ukur, air
ditambahkan ke dalam labu ukur hingga volume 100ml, diaduk dengan
batang pengaduk.
VI.4.

Pembuatan Asam Oksalat


Sebanyak 1,2 gram asam oksalat dilarutkan dalam 5 ml aquadest di
dalam labu ukur, lalu kocok sampai larut dan ditambahkan 245 ml
aquadest.

VI.5.

Bagian 1
15 ml asam salisilat dimasukkan ke Erlenmeyer, lalu 20 ml air dan 2
tetes fenolftalein ditambahkan ke Erlenmeyer, lalu di titrasi dengan NaOH
hingga merah muda.

VI.6. Bagian 2
15 ml asam salisilat dimasukkan ke corong pemisah, lalu 10 ml
kloroform ditambahkan lalu dikocok, lapisan air dimasukkan ke
Erlenmeyer, lalu 20 ml air dan 2 tetes fenolftalein ditambahkan, lalu di
titrasi dengan NaOH hingga merah muda.

VII.

Data Pengamatan

No
.
A.

B.

C.

Perlakuan
Pembuatan NaOH
1. Menimbang NaOH
sebanyak 2 gram
2. Memanaskan aqudest
sebanyak 500 ml
3. Menunggu aquadest
hangat
4. Memasukan NaOH ke
beaker gelas dan
tambahkan 500 ml
aquadest lalu aduk
Pembuatan Asam Salisilat
1. Memasukan 2,5 gram
asam salisilat ke labu
ukur
2. Menggunakan pipet,
teteskan aquadest ke
labu ukur
3. Menambahkan 2 ml
etanol
4. Mengocok larutan di
labu ukur
5. Menambah aquadest
sedikit demi sedikit
sambil terus mengocok
Pembuatan Asam Oksalat
1. Menimbang asam
oksalat sebanyak 1,2
gram
2. Masukan asam oksalat
ke labu ukur
3. Menambahkan 50 ml
aquadest dan
mengocoknya hingga
larut
4. Menambahkan 200 ml
aquadest ke dalam
beaker gelas dan
menuangkan asam

Hasil
Terbentuk Larutan NaOH

Terdapat larutan asam salisilat

Terbentuk Larutan Asam


Oksalat

Gambar
lampira
n

D.

E.

F.

oksalat ke labu ukur


Pembakuan NaOH
1. Menyiapkan statif dan
buret
2. Memasukan NaOH ke
buret
3. Masukkan 10 ml asam
oksalat ke Erlenmeyer
4. Menambahkan 2 tetes
fenolftalein
5. Mentitrasi asam oksalat
dengan NaOH sebanyak
3 kali
Mengamati Fase air
1. Masukan 5ml asam
salisilat ke tiap
Erlenmeyer
2. Menambahkan 2 tetes
fenolftalein
3. Metitrasi tiap
Erlenmeyer dengan
NaOH sebanyak 3 kali
sampai berubah menjadi
merah muda

Mendapatkan hasil rata-rata


Titrasi Pembakuan NaOH

titr
asi
1.

volu
me
1,5
ml

2.

1,3
ml

3.

0,45
ml

Peruba
han
Bening
-ungu
tua
Bening
merah
muda
Bening
ungu
muda

N= 0,00433N
Mengamati Fase Organik
titrasi volume
1. Mengeluarkan kloroform 1.
0,9ml
10 ml ke gelas ukur
2. Memasukan asam
salisilat 15 ml ke corong
2.
1,2ml
pemisah
3. Memasukan kloroform
ke dalam corong
3.
1,3ml
pemisah
4. Mengocok corong
pemisah
N= 0,00453N
5. Mengeluarkan fase air ke
ketiga Erlenmeyer, lalu
titrasi seperti fase
organik

perubahan
Beningmerah
muda
Bening
merah
muda
Bening
merah
muda

VIII.

Perhitungan
VIII.1. NaOH
gr
N = BE x
gr
200

0,1 N =

1000
ml

1000
500

gram : 2 gram
VIII.2. Pembakuan NaOH
1. 19,9-13.3= 6,6ml
2. 13-3-4,1 = 5,9ml
3. 2,5-21,1+3 = 6,9ml

V1.N1=V2.N2
10 . 0,1 = 6,6 . N2
N2 = 0,15 N

V1.N1=V2.N2
10 . 0,1 = 5,9 . N2
N2 = 0,16N

V1.N1=V2.N2
10 . 0,1 = 6,9 . N2
N2 = 0,14N
N = (0.15+0,16+0,14) / 3 = 0,15 N
VIII.3. Pembentukan Asam Oksalat
N=

0,1 =

gr
BE

1000
ml

gr
45

1000
250

Gram = 4,5/4 = 1,2 gram

BE =

MR
Hdilepas

90
2

BE = 45
VIII.4. Titrasi fase air

V1.N1=V2.N2
1,5 . 0,1 = 2,5 . N2
N2 = 0,006 N

V1.N1=V2.N2
1,2 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0052 N

V1.N1=V2.N2
0,45 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0016 N
N = (0,006 + 0,0052 + 0,0016)/3 = 0,00433N
VIII.5. Titrasi Fase Organik

V1.N1=V2.N2
0,9 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0036 N

V1.N1=V2.N2
1,2 . 0,1 = 2,5 . N2
N2 = 0,0048 N

V1.N1=V2.N2
1,3 . 0,1 = 25 . N2
N2 = 0,0052 N
N = (0,003 + 0,0048 + 0,0052) / 3 = 0.00453 N
VIII.6. Koefisien Partisi
P=

organik
air

P = 1,046

0,00453
0,00433

LogP = log1,046 = +0,019

IX.

Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai penentuan koefisien partisi minyak-air
asam salisilat yang meliputi pembuatan NaOH, pembakuan NaOH, pembuatan
asam salisilat, pembuatan asam oksalat, titrasi fase organik dan titrasi fase
anorganik. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan koefisien partisi asam
salisilat dengan metode pengocokkan. Menurut Cairns, koefisien partisi sendiri
adalah Perbandingan konsentrasi dari suatu zat terlarut yang dilarutkan dalam
dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan perbandingan tersebut adalah
tetap atau konstan. (Cairns,2004). Prinsip lain dalam praktikum ini yaitu
praktikan mengetahui apa itu titrasi asam basa, karena dalam praktikum
koefisien partisi ini membutuhkan prosedur titrasi. Titrasi asam basa yaitu
Titrasi berdasarkan penetralan asam-basa, larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah dietahui kadarnya dan sebaliknya kadar
larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui
kadarnya. (Seager,2011). Prinsip lainnya yaitu memahami apa itu ekstrasi,
ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair.
(Ditjen POM, 2000) dan prinsip terakhir yang harus praktikan ketahui adalah
Like dissolve like yang merupakan sifat kecenderungan senyawa pelarut yang
hanya melarutkan senyawa dengan sifat kepolaran sama. senyawa polar akan
larut dalam senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar, demikian
juga sebaliknya. (James, 2001).
Pertama praktikan melakukan prosedur pembuatan NaOH. Pertama
praktikan menimbang NaOH yang akan di larutkan secukupnya, kurang lebih

sebanyak 2 gram, praktikan dapat mengetahui jumlah NaOH yang dibutuhkan


dengan rumus

N=

gr
BE

1000
ml

saat menempatkan NaOH harus menggunakan kaca arloji dan ditutupi dengan
sesuatu, ini dikarenakan sifat NaOH yang mudah menguap, sebelum melarutkan
NaOH

dengan

aquadest,

panaskan

dulu

aquadest

hingga

mendidih/

bergelembung, dan tunggu hingga hangat, saat hendak melarutkan NaOH,


tuangkan aquadest kedalam beaker gelas berisi NaOH bukan NaOH yang di
tuangkan, karena jika dilakukan demikian akan timbul reaksi lain, pastikan
larutan di aduk hingga tercampur dan jangan lupa untuk menutup larutan NaOH
dengan plastik pembukus (atau alumunium foil) dikarenakan sifat NaOH yang
mudah menguap, tujuan pembuatan NaOH ini karena NaOH akan dibutuhkan
pada saat titrasi fase organik dan fase anorganik.
Setelah prosedur pembuatan NaOH, praktikan melakukan prosedur
pembuatan asam oksalat yang bertujuan untuk pembakuan NaOH yang akan
digunakan untuk titrasi, pertama, timbang asam oksalat secukupnya kurang
lebih 1,2 gram, saat menimbang dengan timbangan analitik janga lupa untuk
menutup kaca timbangan agar hasil yang didapatkan akurat, setelah itu
masukkan asam oksalat ke labu ukur, lalu asam oksalat 1,2 gram dilarutkan
terlebih dahulu dengan 50 ml aquades lalu mengocoknya, hal itu dilakukan
untuk memastikan jika asam oksalat terlarut sepenuh nya, kemudian tambahkan
lagi sisa aquadest sebanyak 200 ml.
Setelah mendapatkan asam oksalat untuk pembakuan, praktikan
melanjutkan percobaan dengan prosedur pembakuan NaOH, pertama saat
menyiapkan statif dan buret praktikan harus memperhatikan apakah buret tidak
miring, agar perhitungan volume yang terjadi dapat diukur dengan akurat, dan
diharapkan praktikan berhati-hati saat menggunakan buret, dikarenaan harganya
yang cukup mahal, selanjutnya masukan NaOH ke dalam buret dengan

menggunakan corong, agar NaOH tidak tumpah dan saat memasukan NaOH
jangan pada saat buret sudah terpasang pada statif karena cukup berisiko hal
yang tidak diinginkan terjadi, setelah asam oksalat dimasukan kedalam
Erlenmeyer jangan lupa untuk meneteskan fenolftalein sebanyak 2 tetes sebagai
indikator, jadi saat titrasi dilakukan perubahan warna dapat terlihat.
Praktikum dilanjutkan dengan pembuatan asam salisilat, pertama,
timbang asam salisilat secukupnya kurang lebih 2,5 gram, saat menimbang
dengan timbangan analitik janga lupa untuk menutup kaca timbangan agar hasil
yang didapatkan akurat, meneteskan aquadest menggunakan pipet, agar
aquadest dan asam salisilat tercampur dengan rata, kemudian ditambahkan
etanol agar asam salisilat dapat larut dengan sempurna, kemudian mengocok
asam salisilat hingga keruh yang menandakan asam salisilat dan etanol sudah
terlarut dengan sempurna. Menambahkan sedikit demi sedikit aquadest agar
asam salisilat lebih encer, pada praktikum kemarin, pembuatan asam salisilat
terjadi penggumpalan, jadi saat hendak melakukan percobaan dengan asam
salisilat, larutan diambil dengan pipet agar gumpalan tidak ikut terambil.
Prosedur selanjutnya yaitu melakukan pengamatan fase air dengan cara
titrasi asam salisilat yang telat dibuat dengan NaOH, 5 ml asam salisilat yang
telah siapkan di Erlenmeyer ditambahkan 2 tetes fenolftalein agar saat titrasi
dilakukan perubahan warna dapat terlihat dikarenakan adanya indikator
tersebut, titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali agar hasil yang di dapat bisa
diambil rata-ratanya, saat melakukan tirasi pastikan NaOH yang keluar tidak
terlalu deras karena akan mempengaruhi hasil titrasi, percobaan kelompok kami
yang pertama dan ketiga mengalami NaOH berlebih karena pengontrolan buka
tutup buret yang masih belum benar, tetapi pada percobaan kedua di dapatkan
hasil yang memuaskan, amati perubahan volume yang terjadi pada setiap titrasi,
agar hasil dapat dicatat dengan baik. Langkah selanjutnya adalah perhitungan
koefisien partisi dari asam salisilat tersebut. Pertama tama dihitung selisihh dari
nilai normalitas NaOH pada titrasi yang pertama dengan nilai normalitas NaOH

pada titrasi yang kedua dan ketiga . Didapatkan hasil sebesar 0,00433 N.
Kemudian, hasil tersebut digunakan selanjutnya untuk perhitungan koefisien
partisis asam salisilat.
Prosedur terakhir adalah mengamati fase organik dengan cara titrasi
asam salisilat+kloroform

yang telat dibuat dengan NaOH, saat melakukan

pencampuran asam salisilat dan kloroform, diharpkan kocokan konstan agar


hasil lebih baik, dan jangan lupa untuk membuka sesekali corong pemisah, agar
gas yang timbul akibat reaksi tersebut dapat keluar, jika tidak dibuka sesekali,
gas akan menumpuk, menciptakan tekanan dan akhirnya corong pemisah tidak
dapat dibuka, dan praktikan harus mengganti corong pemisah tersebut. 5 ml
asam salisilat yang telah siapkan di Erlenmeyer ditambahkan 2 tetes fenolftalein
agar saat titrasi dilakukan perubahan warna dapat terlihat dikarenakan adanya
indikator tersebut, titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali agar hasil yang di dapat
bisa diambil rata-ratanya, saat melakukan tirasi pastikan NaOH yang keluar
tidak terlalu deras karena akan mempengaruhi hasil titrasi, amati perubahan
volume yang terjadi pada setiap titrasi, agar hasil dapat dicatat dengan baik.
Langkah selanjutnya adalah perhitungan koefisien partisi dari asam salisilat
tersebut. Pertama tama dihitung selisihh dari nilai normalitas NaOH pada titrasi
yang pertama dengan nilai normalitas NaOH pada titrasi yang kedua dan ketiga.
Didapatkan hasil sebesar 0,00453 N. Kemudian, hasil tersebut digunakan
selanjutnya untuk perhitungan koefisien partisi asam salisilat.

X.

Kesimpulan
Koefisien partisi asam salisilat setelah melakuka praktikum yaitu 1,046 dan
logP adalah +0,019

XI.

Daftar Pustaka

Ansel, H., C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Cairns, Donald. 2008. Essential of Pharmaceutical Chemistry 2nd Ed.


Diterjemahkan oleh Rini Maya Puspita. Jakarta
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak tumbuhan obat. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Gandjar, dkk.2007. Kimia Framasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
J.Gillespie, R dan Paul L.A.Popelier. (2001). Chemical Bonding and Molecular
Geometry. New York: Oxford University Press
Lachman, L., dkk., (1994), Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Edisi
III, diterjemahkan oleh Siti suyatmi, UI Press, Jakarta, 78
Martin, Alfred . dkk . 1990 . Farmasi Fisik edisi 3 . Jakarta : Universitas
Indonesia (UI-Press). .Jakarta .
Seager S.L.,& Slabaugh, M.R. 2011. Safety Scale Laboratory Experiments for Today.
USA Books:Cole
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT.
Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Tahir, Iqmal.2009.Komparasi Nilai Koefisien Partisi Teoritik Berbagai Senyawa
Obat dengan Metoda Hancsh-Leo, Metoda Rekker dan Penggunaan Program
ClogP. Jurnal Purifikasi, Vol.5 hal. 150- 155
Taringan, RW. 2011. Pra Rancangan Pabrik Asam Salisilat dari Phenol dan Natrium
Hidroksida dengan Kapasitas 5000 ton/tahun. http://repository.usu.ac.id.
[diakses 26 September 2016]
Underwood, A. L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai