Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk

garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene

biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut

dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like

dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur

yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut

Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat

itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu

lapisan hidrofil dan hidrofob. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan

suatu zat dalam pelarut air dan minyak. Sifat zat harus diketahui dengan

baik agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

Dalam bidang farmasi prinsip dari fenomena distribusi ini sangatlah

penting, karena mencakup berbagai bidang farmasetik. Yaitu untuk

mengetahui medium yang cocok untuk suatu pelarut atau untuk membantu

menyelesaikan berbagai masalah yang timbul ketika membuat sediaan

farmasetik, untuk menentukan pelarut atau pengawet yang cocok untuk

suatu sediaan farmasetik, untuk mengetahui kerja obat yang tidak spesifik

tempat absorbsinya dan distribusi dari suatu obat. Aplikasi dalam bidang

farmasi adalah untuk pembuatan lotion dan mempengaruhi penetrasi salep.


B. Maksud dan Tujuan Percobaan

Maksud dari percobaan ini yaitu menentukan koefisien distribusi

dari asam salisilat dan asam sitrat dalam pelarut air dan minyak yang tidak

saling bercampur

Tujuan dari percobaan ini yaitu:

1. Untuk menentukan koefisien distribusi dari asam salisilat dalam pelarut

air dan minyak yang tidak saling bercampur.

2. Untuk menentukan koefisien distribusi dari asam sitrat dalam pelarut air

dan minyak yang tidak saling bercampur.

C. Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu penentuan koefisien

distribusi/partisi dari asam salisilat dan asam sitrat dalam pelarut air dan

minyak kelapa berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam

dua pelarut yang tidak saling bercampur yang dengan penitran larutan baku

NaOH 0,1 N dengan bantuan indikator phenolftalein yang ditandai

perubahan warna dari bening menjadi merah muda.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Distribusi obat adalah proses suatu obat yang secara reversible

meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan

atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstisium

terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan

obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan, dan hidrofobisitas dari

obat tersebut (Mycek, 2001).

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi

suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur,

tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa

terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. (Martin, A. 1993).

Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa

bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik

kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada

tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain . Pada

organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada

distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian

dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok

tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).

Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau

hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan
interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang berhubungan baik

dengan koefisien partisi oktanol atau air dari obat (Martin, 1990).

Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat

kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul

semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi

trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa

organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi

sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan

hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).

Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari

kemampuannya untuk melewati membran sel adalah koefisien partisi

minyak/air dalam sistem-sistem seperti oktanol/air dan kloroform atau air.

Koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan obat yang tidak terion

antar fase organik dan fase air pada kesetimbangan (Lachman,L, 1986)

Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air

dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E),

yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan

gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini

menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut

tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5)

pada suhu 25°C, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat

polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non

polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah


merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut

yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi dan laju

reaksi, yaitu: (Martin, dkk. 1990)

a.Temperatur

Kecepatan reaksi akan bertambah setiap kenaikkan 10°C

kenaikan tersebut mencapai dua kali atau tiga kali lipatnya. Dengan

persamaan Archeniusnya:

Log k= log A – Ea/2.303 RT

Keterangan:

R = konstanta gas yaitu 1,987 kal/°mol

Ea = derajat/ energi aktifasi

A = faktor frekuensi

b. Efek pelarut

Pelarut biasaya bersifat tidak ideal. Laju reaksi akan besar dalam

pelarut dibandingkan dengan pelarutnya. Jadi dapat dikatakan bahwa

pelarut polar yaitu pelarut yang mempunyai tekanan dalam yang tinggi

cenderung menghasilkan reaksi yang dipercepat untuk menghasilkan

produk yang mempunyai tekanan dalam tinggi dari pada reaktan.

c. Pengaruh kekuatan ion

Koefisien aktivitas dalam larutan air encer (< 0,01 M) pada suhu

25°C akan bernilai negatif.


d. Pengaruh konstanta dielektrika

Efek konstanta dielektrika terhadap konstanta laju reaksi ionik

yang diekstrapolasikan sampai pengenceran tidak terbatas, yang

pengaruht erhadap laju reaksi sering menjadi kemungkinan reaksi

dikatalisis oleh satu atau beberapa komponen penyusun dapar.

e. Pengaruh cahaya

Energi cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang

diperlukan untuk terjadinya reaksi.

Jika kelebihan cairan atau zat padat di dalam campuran dari dua

cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi di antara kedua fase

sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam

pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan

larutan, maka zat tersebut tetap terdistribusi di atara kedua lapisan dengan

perbandingan konsentrasi tertentu (Martin, dkk. 1990)

Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam

pelarut 1 dan pelarut 2, persamaan kesetimbangan menjadi

C₁
=K
C₂

Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan

distribusi, koefisien distribusi atau koefisien partisi (Martin, dkk. 1990)

Interaksi molekul dibedakan dengan asal dan juga kekuatan.

Interaksi bolak-balik dari karakteristik fisik utama merupakan cara

pendekatan darikenaikan kekuatan: (Rumate, 1993)

a. Interaksi dispersi
b. Interaksi orientasi dwi kutup dan induksi

c. Ikatan hidrogen atau interaksi penerima-penerima elektron

d. Ikatan ionik dan dwi kutub atau ion lain

Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus

memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-

senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan

absorbsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan

respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari

senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak

turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti

mikronisasi obat atau kompleksasi (Ansel, 1989).

Untuk menghasilkan respons farmakologi, suatu molekul obat

harus melewati membran biologis. Membran terdiri dari protein dan bahan

lemak yang bertindak sebagai penghalang lipofilik tempat lalu lintas obat.

Ketahanan penghalang terhadap perpindahan obat berhubungan dengan

sifat lipofilik dan molekul yang sedang dipindahkan (Ansel, 1989).

Koefisien partisi minyak atau air merupakan ukuran sifat lipofilik

suatu molekul, ini merupakan rujukan untuk sifat fase hidrofilik atau lipofilik.

Koefisien partisi harus dipertimbangkan dalam pengembangan bahan obat

menjadi bentuk obat. Koefisien partisi menggambarkan rasio

pendistribusian obat ke dalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik

dan air (Ansel, 1989).


B. Uraian Bahan

1. Aquadest (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

RM / BM : H 2O / 18,02 g/mol

Rumus Molekul : O

H H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : Zat tambahan.

2. Asam Salisilat (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM

Nama Lain : Asam Salisilat

RM / BM : C 7H6O3 / 138,12 g/mol

Rumus Bangun :

Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk

berwarna putih, hampir tidak berbau dan

rasa agak manis dan tajam.


Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4

bagian etanol (95%), mudah larut dalam

kloroform dan eter. Larut dalam larutan

ammonium asesat, dinatrium

hidrogehfosfat, kalium sitrat dan natrium

sitrat.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : Keratolitikum dan anti fungi.

3. Asam Sitrat (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : ACIDUM CITRICUM

Nama Lain : Asam Sitrat

RM / BM : C 6H8O7 / 192,1 g/mol

Rumus Bangun :

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih,

tidak berbau, rasa sangat asam, agak

higroskopik, merapu dalam udara kering

dan panas.

Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan

dalam 1,5 bagian etanol (95%) P, sukar

larut dalam eter P.


4. Indikator Fenolftalein (PP) (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : FENOLFTALEIN

Nama Lain : Indikator PP

RM / BM : C 20H14O4 / 18,32 g/Mol

Rumus Bangun :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan,

lemah, tidak berbau, stabil di udara.

Kelarutan : Larut dalam etanol dan agak sulit larut

dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : Sebagai indikator

5. Minyak Kelapa (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : OLEUM COCOS

Nama Lain : Minyak Kelapa

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning


:
pucat, bau khas, tidak tengik.

Kelarutan Larut dalam 2 etanol (95%) P, pada suhu

: 60°C, sangat mudah larut dalam kloroform

P dan dalam eter P.


Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
:
cahaya, di tempat sejuk.

Khasiat : Sebagai sampel

6. Natrium Hidroksida (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM

Nama Lain : Natrium Hidroksida

RM / BM : NaOH / 40,00 g/mol

Rumus Bangun :

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau

keping, kering, keras, rapu dan

menunjukkan susunan hablur, putih, mudah

meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif.

Segera menyerap karbon dioksida.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam

etanol (95%) P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat : Zat tambahan.


BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang

pengaduk, buret, corong, corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia, gelas

ukur, klem, kertas perkamen, pipet tetes, sendok tanduk, statif dan

timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest

(H2O), asam salisilat (C 7H6O3), asam sitrat (C6H8O7), indikator PP

(C20H14O4), natrium hidroksida (NaOH) dan minyak kelapa.

B. Cara Kerja

Disiapkan alat dan bahan, ditimbang sampel asam sitrat dan

asam salisilat sebesar 100 mg dan di tambahkan 100 ml aquadest. Di

ambil 25 ml larutan sampel asam salisilat dan asam sitrat dan ditambah

3 tetes indikator fenofltalein, di titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga

berubah warna merah muda. Di ambil 25 ml larutan sampel asam salisilat

dan asam sitrat dan di tambahkan 25 ml minyak kelapa ke dalam corong

pisah, di kocok beberapa menit, di diamkan hingga terbentuk 2 fase, di

ambil fase air dan di tambahkan 3 tetes indikator fenoftalein, di titrasi

dengan NaOH 0,1 N.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

Amawaloo, M. 2019. Laporan Praktikum Farmasi Fisika. Akademi Farmasi


Bina Husada: Kendari.

Ansel., Howard C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press:


Jakarta. Hal 57,58,59

Ernest. 1999. Dinamika Obat. ITB: Bandung

Hidayat, M. 2013. Laporan Praktikum Farmasi Fisika. UIN Alauddin


Makassar: Makassar.

Lachman, L., dkk., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi III,
diterjemahkan oleh Siti suyatmi. UI Press: Jakarta

Martin., Alfred., dkk., 1990. Farmasi Fisika 1. UI Press: Jakarta Hal 622

Mycek, Mary J., 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi II. Widya
Medika: Jakarta. Hal 8

Pratiwi. 2014. Fisika I. Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa:


Surabaya.

Rivai, H., 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta

Rumate, F., 1993. Analisis Instrumen I. Jurusan Farmasi, Unhas: Makassar


hal 33

Anda mungkin juga menyukai