Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN 2

PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN

NAMA : NAYLA RIZQINA ZAHRA

NIM : 1913026026

KELOMPOK : 3 (TIGA)

KELAS : B KLINIS 2019

NAMA ASISTEN : NOVINDA TAMI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2021
PERCOBAAN 2

PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN

I. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan
suatu zat
2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi misel kritik (KMK)
suatu surfaktan dengan metode kelarutan

II. TUGAS PENDAHULUAN


1. Sebutkan jenis surfaktan umum digunakan dalam farmasi
Jawab :
Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua
fasa cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak/air atau air/minyak
(Johnson, et.al., 1989). Dalam penggunaannya surfaktan dapat berfungsi sebagai
bahan pembasah (Weiting Agent), pengemulsi (Emulsifying Agent), bahan
pencegah terbentuknya busa (Antifoaming Agent) dan juga sebagai bahan
pembantu pelarutan (Solublizing Agent) atau menormalkan bahan isi yang tidak
larut dalam air (Balsam M.S ,1972). Macam – macam surfaktan yang sering
digunakan dalam sediaan farmasi antara lain :
a. Anionik, yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion,
umunya merupakan garam natrium yang akan terionisasi menghasilkan Na+
dan ion surfaktan bermuatan negative (pada industry detergen), contoh :
Natrium laurit sulfat, Alkyl benzene Sulfonate (ABS), Linear Alkyl Sulfonate
(LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS),dan sabun alkali.
b. Kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation, contoh
: garam ammonium, benzalkonium klorida, dan senyawa ammonium kuartener
c. Nonionik yaitu surfaktan yang bagian alikilnya tidak bermuatan, tidak
berdisosiasi dalam air tetapi bergantung pada struktur untuk mengubah
hidrofilitas yang membuat zat tersebut larut dalam air, jenis ini hampir
semuanya senyawa turunan poliglikol, alkiloamida, atau ester dari polihidroksi
alcohol, contoh : ester gliserin asam lemak, ester sukrosa asam lemak, tween
80, dan span 80
d. Amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkiknya mempunyai muatan positif dan
negative, contohnya surfaktan yang mengandung asam amino dan
dodekilamin propionate.

2. Jelaskan yang dimaksud dengan konsentrasi misel kritik !


Jawab :
Pada konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi akan terbentuk agregasi atau asosiasi
dari surfaktan berupa sperikal, yang dikenal dengan misel. Miselisasi terjadi
akibat interaksi hidrofobik. Konsentrasi setimbang di mana monomer surfaktan
membentuk misel disebut dengan konsentrasi miselisasi kritis (critical
micellization concentration, cmc). Konsentrasi misel kritis yang dilabel cmc
(critical micellar concentration) adalah suatu parameter standar dalam
karatekterisasi larutan sufaktan karena umumnya ia memperlihatkan konsentrasi
minimum tercapainya struktur asosiasi surfaktan (Wang Hai-Bo and Liu DeShan,
2003).

III. TEORI UMUM

Kelarutan adalah jumlah zat yang terlarut pada waktu berada dalam
keseimbangan dengan bagian padat pada suhu tertentu. Kelarutan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam dunia farmasi karena suatu obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu
usaha mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya. Selain itu dapat membantu para ahli farmasi dalam
membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang
timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar uji kemurnian, pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Kelarutan dari
suatu senyawa bergantung pada sifat kimia dan fisika zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dalam percobaan ini akan dilakukan
uji kelarutan asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air.
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu
temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak
terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar,
1989).
Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut
membentuk kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut diganggu,
efek gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah Le Chatelier. Kita
tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke
arah yang akan mengabsorbsi panas. Karena, kalau solut tambahan yang ingin
melarut dalam larutan jenuh harus mengabsorbsi energi, maka larutan zat tersebut
akan bertambah jika temperatur dinaikkan. Sebaliknya, jika solut tambahan yang
dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut
akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (Moechtar, 1989).
Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven
cair bertambah dengan naiknya temperatur. Untuk gas dalam zat cair, kelakuan
yang sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat cair hampir selalu
bersifat eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah terpisah satu sama lain dan
efek panas yang dominan akan timbul akibat solvasi yang terjadi bilamana gas
larut. Kaidah Le Chatelier meramalkan bahwa kenaikan temperatur akan
mengakibatkan perubahan endotermik, yang untuk gas terjadi bilamana ia
meninggalkan larutan. Oleh karen a itu, gas-gas menjadi kurang larut jika
temperatur zat cair di mana gas dilarutkan menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh,
mendidihkan air. Gelembung-gelembung kecil tampak pada permukaan panci
sebelum pendidihan terjadi. Gelembung-gelembung tersebut mengandung udara
yang diusir dari larutan jika air menjadi panas. Kita juga menggunakan kelakukan
kelarutan gas yang umum bilamana kita menyimpan botol yang berisi minuman
yang diberi CO2 dalam almari es dalam keadaan terbuka. Cairan tersebut akan
menahan CO2 yang terlarut lebih lama bilamana ia dijaga tetap dingin, sebab CO2
lebih larut pada temperatur-temperatur rendah. Lain contoh dari phenomenon ini
adalah gas-gas yang terlarut dalam air mengalir dalam telaga-telaga dan dalam
sungai-sungai. Kadar oksigen yang terlarut, yang merupakan keharusan bagi
kehidupan marine, berkurang dalam bulan-bulan dimusim panas, dibanding
dengan kadar oksigen selama musim dingin (Moechtar, 1989).
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda dengan zat
polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit lemah dan kuat, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.
Sedangkan pelarut polar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan
yang sama melalui interaski dipole induksi (Martin , 1993).
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka zat padat tadi terbagi secara molekular dalam cairan tersebut. Kelarutan
suatu zat tergantung atas dua faktor, yaitu luasnya permukaan dan kecepatan
difusi. Umumnya zat dengan molekul besar, kecepatan kecil dibanding dengan zat
yang molekulnya dengan penggerusan kristal sampai halus, akan memperluas
permukaan sedangkan dengan pemanasan tidak hanya kelarutanya bertambah
tetapi juga menaikkan kecepatan difusi (Martin, 1993).
Jika suatu larutan ditempatkan terpisah dari suatu contoh pelarut murni
yang digunakan dalam larutan itu hanya oleh suatu dinding berpori yang dapat
dilewati oleh molekul pelarut tetapi tidak oleh molekul zat terlarut, maka molekul-
molekul pelarut akan berpindah kedalam larutan kearah menyamakan konsentrasi
larutan pada kedua sisi dinding pemisah. Dinding pemisah yang bersifat seperti itu
disebut membran semipermeabel (semipermeable membrane). (Martin, 1990)
Kekuatan tarik menarik antara atom-atom menyebabkan pembentukan
molekul ion. Kekuatan dari suatu intramolekuler yang berkembang diantara
molekul-molekul seperti itu, menentukan keadaan fisik bahan (yaitu padat, cair
atau gas) pada kondisi tertentu seperti suhu dan tekanan.Pada kondisi biasa
kebanyakan senyawa organik, jadi juga kebanyakan zat obat, berbentuk molekul
suatu zat padat (Howard, 1990).
Apabila molekul-molekul saling mempengaruhi maka terjadi gaya tarik
menarik. Menyebabkan molekul-molekul bersatu, sedangkan gaya tolak menolak
mencegah terjadinya interpenetrasi dan dekstruksi molekuler. Bila gaya tarik
menarik dan tolak menolak sama maka energi potensial diantara dua molekul
adalah minimum dan sistem itu paling stabil (Howard, 1990).
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut.
Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas
daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya diperhatikan
berbagai akan kemungkinan kelarutan diantara dua macam bahan kimia yang
menentukan jumlah masing-masing yang diperlukan untuk membuat larutan
jenuh, disebutkan dua contoh bahan sediaan resmi larutan jenuh dalam air, yaitu
larutan Tropikal Kalsium Hidroksida, USP (Calcium Hydroxide Tropical Solution,
USP), dan larutan Oral Kalium Iodida, USP (Potasium Iodide Solution, USP)
(Howard, 1990).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah
yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam berbagai
konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan sampai tercapai
kesetimbangan. Cairan supernatan dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis
(Alfred, 1990).
Higuchi dan Lach menggunakan metode kelarutan untuk menyelidiki
kompleksasi dari p-amino asam benzoat (PABA) oleh kafeina. Hasil diplot seperti
pada gambar dimana titik A garis memotong sumbu tegak adalah kelarutan obat
dalam air. Dengan penambahan kafeina, kelarutan p-amino asam benzoat naik
secara linear disebabkan karena kompleksasi. Pada titik B, larutan dijenuhkan
terhadap kompleks dan obat itu sendiri. Kompleks terus terbentuk dan mengendap
dari sistem jenuh apabila semakin banyak kafeina ditambahkan. Pada titik C,
semua kelebihan zat padat PABA telah masuk dalam larutan dan telah diubah
menjadi kompleks (Alfred, 1990).
Suatu zat dapat melarut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu
terbatas, batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang
dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan
jenuh (Esteien Y, 2005).
Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam
pengertian umumkadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan
kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat
dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20ͦ C dan kecuali
dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu bagian
volume zat cair larut dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan kelarutan
yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan
lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti
bagian kertas saring, serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan
berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika
kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan
dengan istilah (Ditjen POM, 1979).
Jumlah bagian pelarut diperlukan
Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai10.000


Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Faktor yang mempengaruhi kelarutan


• Sifat dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar
lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi
nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya Sifat
pelarut (Sukardjo, 1977)
• pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak
mudah terionisasi. Semakin kecil pKanya maka suatu zat semakin sukar larut,
sedangkan semakin besar pKa maka suatu zat akan akan mudah larut (Lund,
1994).
• Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses
melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan
menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran
panas/kalor (reaksi eksotermik) (Lund, 1994).
• Solution aditif.
• Additivies baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat terlarut
dalam pelarut tertentu (Lund, 1994).
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri
dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan
diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian
polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan
minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif,
negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi
pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal
dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam
kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian
non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian
yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa
dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan
jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul
surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak.
Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar
dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih
dominan, maka molekul molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat
oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak
menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan
konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan
melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.
Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC).
Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai,
tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi
jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan
monomernya (Genaro, 1990).
Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti linier
alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil etoksilat
sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah
digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak
bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbaharui.
Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak mencari alternatif surfaktan yang
mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui
Berdasarkan muatannya surfaktan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam
sulfonat asam lemak rantai panjang.
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium
dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa
asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol
amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif
dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain,
fosfobetain.

Uraian Bahan
• Tween 80
Zat Tween 80 (Polysorbate 80)

Atlas E; Armotan PMO 20; Capmul POE-O; Cremophor


PS 80; Crillet 4; Crillet 50; Drewmulse POE-SMO;

Sinonim Drewpone 80K; Durfax 80; Durfax 80K;E433;Emrite


6120; Eumulgin SMO; Glycosperse O-20;Hodag PSMO-
20;Liposorb O-20;Liposorb O-20K; Montanox 80;
polyoxyethylene 20 oleate; polysorbatum 80; Protasorb
O-20;Ritabate 80;(Z)-sorbitan mono-9-octadecenoate
poly (oxy1,2-ethanediyl) derivatives; Tego SMO 80; Tego
SMO 80V; Tween 80.
(HOPE 6th 2009, hal. 550)

Struktur

(HOPE 6th 2009, hal. 549)

Rumus molekul C64H124O26. (HOPE 6th 2009, hal. 549)

Titik lebur -

Polisorbat memiliki bau yang khas dan hangat, rasanya agak


Pemerian pahit. Warna dan bentuk fisik pada 250C adalah cairan
minyak berwarna kuning. (HOPE 6th 2009, hal. 550)

Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; larut dalam etanol; tidak larut
dalam minyak mineral. (HOPE 6th 2009, hal. 551)
Stabil pada elektrolit, asam lemah,dan basa lemah. (HOPE
Stabilitas
6th 2009, hal. 551)

Perubahan warna dan atau pengendapan terjadi dengan


berbagai zat, khususnya fenol, tanin, tar, dan bahan tarlike.
Inkompabilitas
Aktivitas antimikroba pengawet paraben berkurang dengan
adanya polisorbat. (HOPE 6th 2009, hal. 551)

Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, sejuk dan


Penyimpanan
kering. (HOPE 6th 2009, hal. 551)

Kadar 1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009, hal.
penggunaan 550)

HLB : 15,0

• Asam Benzoat ( BM : 122,12) (HOPE 6th; hal 61 – 63)


Zat Asam Benzoat
Sinonim Acidum benzoicum, Benzenecarboxylic acid,
Benzeneformic
acid, Carboxybenzene.
Struktur

Rumus molekul C7H6O2


Titik leleh 122 º C
Pemerian Berbulu, terang, kristal atau serbuk putih atau tidak
berwarna. Pada dasarnya tidak berasa dan tidak berbau, atau
dengan sedikit bau khas sifat dari kapur barus.
Kelarutan Kelarutan asam benzoat dipertinggi dengan penambahan
asam sitrat atau sodium asetat ke larutan.
Dengan air 1 : 300, aseton 1 : 2.3 , kloroform 1 : 4.5 , etanol
1 : 2.7 pada suhu 150C, eter 1 : 3
Data fisik Titik didih : 249.20C
Stabilitas Larutan asam benzoat bisa disterilkan dengan autoklaf atau
filtrasi. Larutan asam benzoat stabil pada sekitar 8 minggu
ketika disimpan di botol polivinil klorida pada suhu
ruangan. Bagian terpenting harus disimpan pada wadah
tertutup baik, dingin, dan kering.
Inkompatibilitas Melalui reaksi khas dari asam organik, seperti dengan alkali
atau logam berat. Aktivitas bahan pengawet bisa berkurang
dengan interaksi kaolin.
Titik didih 249.2 º C
Kegunaan Bahan pengawet, antijamur untuk sediaan topikal seperti
salep
Kadar kegunaan Topical preparation : 0.1-0.2%

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Corong plastik
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Mixer
7. Tabung reaksi
8. Timbangan analitik
Bahan yang digunakan
1. Aquades
2. Asam benzoate
3. Fenolftalein
4. Kertas saring
5. Tween 80

V. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuatlah larutan Tween 80, masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%,
dan 5% dalam 20 mL aquades
3. Dimasukkan ke dalam gelas kimia untuk masing-masing konsentrasi larutan
Tween 80-aquades dan diberi label
4. Diaduk sampai homogen untuk masing-masing larutan tersebut
5. Dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit dalam masing-masing campuran
pelarut di dapat larutan yang jenuh.
6. Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut
selama pengocokan, ditambahkan asam benzoate lagi sampai didapatkan larutan
yang jenuh kembali
7. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
8. Dititrasi dengan NaOH 0,1 M setelah didapatkan hasil filtrasi
Sebelum dititrasi terlebih dahulu ditetesi indikator yaitu fenolftalin sampai timbul
kekeruhan yang stabil
9. Dibuat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80 yang
digunakan
10. Ditentukan nilai konsentrasi misel kritik Tween

VI. HASIL PENGAMATAN

Konsentrasi Tween 80 Volume Volume Titran


No. dalam Air (%)
Indikator Perubahan Warna
Titrat V1 V2 VR
1 1 20 10 3 Tetes Ungu Lembayung
2 2 20 8 3 Tetes Ungu Lembayung
3 3 20 7,5 3 Tetes Ungu Lembayung
4 4 20 6 3 Tetes Ungu Lembayung
5 5 20 5,7 3 Tetes Ungu Lembayung

VII. PERHITUNGAN
A. Standarisasi NaOH asam Oksalat (H2C2O4)
𝑴𝟏 . 𝑽𝟏 = 𝑴𝟐 . 𝑽𝟐
𝑀1 . 9 = 0,05 . 10
0,05 . 10
𝑀1 =
9
𝑀1 = 0,055 gram
B. Berat Tween
1. Tween 1%
1 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,2 gram

2. Tween 2%
2 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,4 gram

3. Tween 3%
3 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,6 gram

4. Tween 4 %
4 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,8 gram

5. Tween 5 %
5 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 1 gram

C. Kadar Asam Benzoat

1. Tween 1%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 10 mL
0,055 𝑥 10 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿

M = 0,027
b. Konsentrasi asam benzoat (Mr = 122)
𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,027 = 122 x 20
0,027 𝑥 122
= gr
50

0,065 = gr

c. Persen kadar (%)


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
% kadar = x 100%
𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,065 𝑔𝑟
= x 100%
20 𝑚𝐿

= 0,325%

2. Tween 2%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 8 mL
0,055 𝑥 8 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿

M = 0,022

b. Konsentrasi asam benzoat (Mr = 122)


𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,022 = 122 x 20
0,022 𝑥 122
= gr
50

0,053 = gr

c. Persen kadar (%)


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
% kadar = x 100%
𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,053 𝑔𝑟
= x 100%
20 𝑚𝐿

= 0,265%
3. Tween 3%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 7,5 mL
0,055 𝑥 7,5 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿

M = 0,020

b. Konsentrasi asam benzoat (Mr = 122)


𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,020 = 122 x 20
0,020 𝑥 122
= gr
50

0,050 = gr

c. Persen kadar (%)


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
% kadar = x 100%
𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,050 𝑔𝑟
= x 100%
20 𝑚𝐿

= 0,25%

4. Tween 4%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 6 mL
0,055 𝑥 6 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿

M = 0,016

b. Konsentrasi asam benzoat (Mr = 122)


𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,016 = 122 x 20
0,016 𝑥 122
= gr
50

0,040 = gr

c. Persen kadar (%)


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
% kadar = x 100%
𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,040 𝑔𝑟
= x 100%
20 𝑚𝐿

= 0,201%

5. Tween 5%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 5,7 mL
0,055 𝑥 5,7 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿

M = 0,015

b. Konsentrasi asam benzoat (Mr = 122)


𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,015 = 122 x 20
0,015 𝑥 122
= gr
50

0,036 = gr

c. Persen kadar (%)


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
% kadar = x 100%
𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,036 𝑔𝑟
= x 100%
20 𝑚𝐿

= 0,18%
VIII. Grafik Perbandingan Konsentrasi Asam Benzoat dengan Konsentrasi Tween 80

Grafik Perbandingan Konsentrasi


0,07

0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03

IX. Pembahasan
Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun kita akan melihat
pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud
dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut air dengan menambahkan
surfaktan yakni Tween 80. Masing-masing konsentrasi Tween 80 telah ditentukan
konsentrasinya dalam 20 ml air. Pencampuran antara air dan Tween 80 tersebut
dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian,
dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia
tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan mixer selama beberapa menit,
jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka asam benzoat tersebut
ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah
jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi tersebut
di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang
akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan
jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan
asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur
volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet ukur. Untuk mengamati titik
ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang
diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini digunakan sebagaimana teori
(syukri, 1999). Kemudian pada titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing
sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana
telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah
muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan
suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang
dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya
titik akhir titrasi (Brady, 1999)
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu
dengan menghitungnya menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan konsentrasi Tween 80 yang
digunakan maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80
yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan.
Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat. Penambahan
surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi
ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.
Dalam praktikum kali ini, digunakan suatu surfaktan dari golongan nonionik
yaitu tween 80 dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi yang berbeda tersebut
ditujukan untuk mengetahui peningkatan konsentrasi asam benzoat yang terlarut
dalam konsentrasi yang berbeda-beda tersebut. Dalam praktikum kelarutan yang
dipengaruhi surfaktan ini, fungsi surfaktan dalam kelarutan memiliki andil yang
cukup besar, ada beberapa mekanisme kerja surfaktan yang akan dijelaskan, yaitu
sebagai berikut :
Mekanisme Kerja Surfaktan
Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan
sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up,
emulsifikasi dan solubilisasi.
a. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka
antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.
b. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktan menurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan
dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara
simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.
Dari penjabaran diatas mekanisme kerja surfaktan yang berkaitan dengan
kelarutan zat dalam pelarut (air) yang dicampur dengan surfaktan adalah
mekanisme kerja yang ke 3 yakni solubilisasi.
Dalam praktikum, titrasi tidak dilakukan duplo karena pada titrasi pertama
telah ditemukan peningkatan konsentrasi asam benzoat. Dari hasil pengamatan
didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi surfaktan (tween), maka semakin
tinggi pula volume petitrat (NaOH) untuk mencapai volume titik akhir titrasi
(TAT) hal ini dikarenakan asam benzoat yang terlarut semakin banyak.
X. Kesimpulan

• Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan


untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven.
• Kelarutan suatu zat tergantung atas dua faktor, yaitu luasnya permukaan dan
kecepatan difusi.
• Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut
tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.
• Kelarutan diantara dua macam bahan kimia yang menentukan jumlah
masing-masing yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh
• Semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka semakin
banyak didapatkan konsentrasi Asam benzoat.
• Penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan
mengagregasi membentuk misel.
DAFTAR PUSTAKA

Adamson, A.W., 1982., Physical chemistry of surface., A wiley-Interscience Publication, USA.

Ansel C. Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Universitas Indonesia
Press.

Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta : Depkes.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta :Depkes.

Estien Y, 2005. “Kimia Fisika Untuk Paramedis”, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisika Edisi I, Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Rosenberg. 1992. “Kimia Dasar”. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Rowe, Raymond C.,dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th ed.London:


Pharmaceutical Press.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : Penerbit ITB.

Tungadi, Robert. (2009).“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan FarmasiUniversitas


Negeri Gorontalo. Gorontalo

Underwood, A,L., (1993), Analisa kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga, Surabaya.


LEMBAR PENGESAHAN

Balikpapan, 02 Oktober 2021

Asisten Praktikum

Novinda Tami Sukowati, S.Farm. Nayla Rizqina Zahra


NIM. 1913026026

Anda mungkin juga menyukai