PERCOBAAN 2
NIM : 1913026026
KELOMPOK : 3 (TIGA)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
PERCOBAAN 2
I. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan
suatu zat
2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi misel kritik (KMK)
suatu surfaktan dengan metode kelarutan
Kelarutan adalah jumlah zat yang terlarut pada waktu berada dalam
keseimbangan dengan bagian padat pada suhu tertentu. Kelarutan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam dunia farmasi karena suatu obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu
usaha mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya. Selain itu dapat membantu para ahli farmasi dalam
membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang
timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar uji kemurnian, pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Kelarutan dari
suatu senyawa bergantung pada sifat kimia dan fisika zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH dan untuk jumlah yang lebih kecil
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dalam percobaan ini akan dilakukan
uji kelarutan asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air.
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu
temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak
terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar,
1989).
Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut
membentuk kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut diganggu,
efek gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah Le Chatelier. Kita
tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke
arah yang akan mengabsorbsi panas. Karena, kalau solut tambahan yang ingin
melarut dalam larutan jenuh harus mengabsorbsi energi, maka larutan zat tersebut
akan bertambah jika temperatur dinaikkan. Sebaliknya, jika solut tambahan yang
dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut
akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (Moechtar, 1989).
Pada umumnya, kelarutan kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven
cair bertambah dengan naiknya temperatur. Untuk gas dalam zat cair, kelakuan
yang sebaliknya terjadi. Proses larut untuk gas dalam zat cair hampir selalu
bersifat eksotermik, sebab partikel-partikel solut telah terpisah satu sama lain dan
efek panas yang dominan akan timbul akibat solvasi yang terjadi bilamana gas
larut. Kaidah Le Chatelier meramalkan bahwa kenaikan temperatur akan
mengakibatkan perubahan endotermik, yang untuk gas terjadi bilamana ia
meninggalkan larutan. Oleh karen a itu, gas-gas menjadi kurang larut jika
temperatur zat cair di mana gas dilarutkan menjadi lebih tinggi. Sebagai contoh,
mendidihkan air. Gelembung-gelembung kecil tampak pada permukaan panci
sebelum pendidihan terjadi. Gelembung-gelembung tersebut mengandung udara
yang diusir dari larutan jika air menjadi panas. Kita juga menggunakan kelakukan
kelarutan gas yang umum bilamana kita menyimpan botol yang berisi minuman
yang diberi CO2 dalam almari es dalam keadaan terbuka. Cairan tersebut akan
menahan CO2 yang terlarut lebih lama bilamana ia dijaga tetap dingin, sebab CO2
lebih larut pada temperatur-temperatur rendah. Lain contoh dari phenomenon ini
adalah gas-gas yang terlarut dalam air mengalir dalam telaga-telaga dan dalam
sungai-sungai. Kadar oksigen yang terlarut, yang merupakan keharusan bagi
kehidupan marine, berkurang dalam bulan-bulan dimusim panas, dibanding
dengan kadar oksigen selama musim dingin (Moechtar, 1989).
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda dengan zat
polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit lemah dan kuat, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.
Sedangkan pelarut polar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan
yang sama melalui interaski dipole induksi (Martin , 1993).
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka zat padat tadi terbagi secara molekular dalam cairan tersebut. Kelarutan
suatu zat tergantung atas dua faktor, yaitu luasnya permukaan dan kecepatan
difusi. Umumnya zat dengan molekul besar, kecepatan kecil dibanding dengan zat
yang molekulnya dengan penggerusan kristal sampai halus, akan memperluas
permukaan sedangkan dengan pemanasan tidak hanya kelarutanya bertambah
tetapi juga menaikkan kecepatan difusi (Martin, 1993).
Jika suatu larutan ditempatkan terpisah dari suatu contoh pelarut murni
yang digunakan dalam larutan itu hanya oleh suatu dinding berpori yang dapat
dilewati oleh molekul pelarut tetapi tidak oleh molekul zat terlarut, maka molekul-
molekul pelarut akan berpindah kedalam larutan kearah menyamakan konsentrasi
larutan pada kedua sisi dinding pemisah. Dinding pemisah yang bersifat seperti itu
disebut membran semipermeabel (semipermeable membrane). (Martin, 1990)
Kekuatan tarik menarik antara atom-atom menyebabkan pembentukan
molekul ion. Kekuatan dari suatu intramolekuler yang berkembang diantara
molekul-molekul seperti itu, menentukan keadaan fisik bahan (yaitu padat, cair
atau gas) pada kondisi tertentu seperti suhu dan tekanan.Pada kondisi biasa
kebanyakan senyawa organik, jadi juga kebanyakan zat obat, berbentuk molekul
suatu zat padat (Howard, 1990).
Apabila molekul-molekul saling mempengaruhi maka terjadi gaya tarik
menarik. Menyebabkan molekul-molekul bersatu, sedangkan gaya tolak menolak
mencegah terjadinya interpenetrasi dan dekstruksi molekuler. Bila gaya tarik
menarik dan tolak menolak sama maka energi potensial diantara dua molekul
adalah minimum dan sistem itu paling stabil (Howard, 1990).
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut.
Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas
daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya diperhatikan
berbagai akan kemungkinan kelarutan diantara dua macam bahan kimia yang
menentukan jumlah masing-masing yang diperlukan untuk membuat larutan
jenuh, disebutkan dua contoh bahan sediaan resmi larutan jenuh dalam air, yaitu
larutan Tropikal Kalsium Hidroksida, USP (Calcium Hydroxide Tropical Solution,
USP), dan larutan Oral Kalium Iodida, USP (Potasium Iodide Solution, USP)
(Howard, 1990).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah
yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam berbagai
konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan sampai tercapai
kesetimbangan. Cairan supernatan dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis
(Alfred, 1990).
Higuchi dan Lach menggunakan metode kelarutan untuk menyelidiki
kompleksasi dari p-amino asam benzoat (PABA) oleh kafeina. Hasil diplot seperti
pada gambar dimana titik A garis memotong sumbu tegak adalah kelarutan obat
dalam air. Dengan penambahan kafeina, kelarutan p-amino asam benzoat naik
secara linear disebabkan karena kompleksasi. Pada titik B, larutan dijenuhkan
terhadap kompleks dan obat itu sendiri. Kompleks terus terbentuk dan mengendap
dari sistem jenuh apabila semakin banyak kafeina ditambahkan. Pada titik C,
semua kelebihan zat padat PABA telah masuk dalam larutan dan telah diubah
menjadi kompleks (Alfred, 1990).
Suatu zat dapat melarut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu
terbatas, batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang
dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan
jenuh (Esteien Y, 2005).
Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam
pengertian umumkadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan
kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat
dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20ͦ C dan kecuali
dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu bagian
volume zat cair larut dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan kelarutan
yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan
lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti
bagian kertas saring, serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan
berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika
kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan
dengan istilah (Ditjen POM, 1979).
Jumlah bagian pelarut diperlukan
Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Larut 10 sampai 30
Uraian Bahan
• Tween 80
Zat Tween 80 (Polysorbate 80)
Struktur
Titik lebur -
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; larut dalam etanol; tidak larut
dalam minyak mineral. (HOPE 6th 2009, hal. 551)
Stabil pada elektrolit, asam lemah,dan basa lemah. (HOPE
Stabilitas
6th 2009, hal. 551)
Kadar 1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009, hal.
penggunaan 550)
HLB : 15,0
V. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuatlah larutan Tween 80, masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%,
dan 5% dalam 20 mL aquades
3. Dimasukkan ke dalam gelas kimia untuk masing-masing konsentrasi larutan
Tween 80-aquades dan diberi label
4. Diaduk sampai homogen untuk masing-masing larutan tersebut
5. Dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit dalam masing-masing campuran
pelarut di dapat larutan yang jenuh.
6. Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut
selama pengocokan, ditambahkan asam benzoate lagi sampai didapatkan larutan
yang jenuh kembali
7. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
8. Dititrasi dengan NaOH 0,1 M setelah didapatkan hasil filtrasi
Sebelum dititrasi terlebih dahulu ditetesi indikator yaitu fenolftalin sampai timbul
kekeruhan yang stabil
9. Dibuat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80 yang
digunakan
10. Ditentukan nilai konsentrasi misel kritik Tween
VII. PERHITUNGAN
A. Standarisasi NaOH asam Oksalat (H2C2O4)
𝑴𝟏 . 𝑽𝟏 = 𝑴𝟐 . 𝑽𝟐
𝑀1 . 9 = 0,05 . 10
0,05 . 10
𝑀1 =
9
𝑀1 = 0,055 gram
B. Berat Tween
1. Tween 1%
1 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,2 gram
2. Tween 2%
2 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,4 gram
3. Tween 3%
3 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,6 gram
4. Tween 4 %
4 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 0,8 gram
5. Tween 5 %
5 𝑥
=
100 20 𝑚𝑙
x = 1 gram
1. Tween 1%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 10 mL
0,055 𝑥 10 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿
M = 0,027
b. Konsentrasi asam benzoat (Mr = 122)
𝑔𝑟 1000
M = 𝑀𝑟 x 𝑉
𝑔𝑟 1000
0,027 = 122 x 20
0,027 𝑥 122
= gr
50
0,065 = gr
= 0,325%
2. Tween 2%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 8 mL
0,055 𝑥 8 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿
M = 0,022
0,053 = gr
= 0,265%
3. Tween 3%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 7,5 mL
0,055 𝑥 7,5 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿
M = 0,020
0,050 = gr
= 0,25%
4. Tween 4%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 6 mL
0,055 𝑥 6 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿
M = 0,016
0,040 = gr
= 0,201%
5. Tween 5%
a. Konsentrasi tween 80
Asam benzoat = NaoH
M1 x V1 = M2 X V2
M1 x 20 mL = 0,055 x 5,7 mL
0,055 𝑥 5,7 𝑚𝐿
M1 = 20 𝑚𝐿
M = 0,015
0,036 = gr
= 0,18%
VIII. Grafik Perbandingan Konsentrasi Asam Benzoat dengan Konsentrasi Tween 80
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03
IX. Pembahasan
Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun kita akan melihat
pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud
dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut air dengan menambahkan
surfaktan yakni Tween 80. Masing-masing konsentrasi Tween 80 telah ditentukan
konsentrasinya dalam 20 ml air. Pencampuran antara air dan Tween 80 tersebut
dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian,
dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia
tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan mixer selama beberapa menit,
jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka asam benzoat tersebut
ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah
jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi tersebut
di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang
akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan
jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan
asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur
volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet ukur. Untuk mengamati titik
ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang
diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini digunakan sebagaimana teori
(syukri, 1999). Kemudian pada titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing
sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana
telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah
muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan
suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang
dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya
titik akhir titrasi (Brady, 1999)
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu
dengan menghitungnya menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan konsentrasi Tween 80 yang
digunakan maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80
yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan.
Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat. Penambahan
surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi
ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.
Dalam praktikum kali ini, digunakan suatu surfaktan dari golongan nonionik
yaitu tween 80 dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi yang berbeda tersebut
ditujukan untuk mengetahui peningkatan konsentrasi asam benzoat yang terlarut
dalam konsentrasi yang berbeda-beda tersebut. Dalam praktikum kelarutan yang
dipengaruhi surfaktan ini, fungsi surfaktan dalam kelarutan memiliki andil yang
cukup besar, ada beberapa mekanisme kerja surfaktan yang akan dijelaskan, yaitu
sebagai berikut :
Mekanisme Kerja Surfaktan
Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan
sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up,
emulsifikasi dan solubilisasi.
a. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka
antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.
b. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktan menurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan
dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara
simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.
Dari penjabaran diatas mekanisme kerja surfaktan yang berkaitan dengan
kelarutan zat dalam pelarut (air) yang dicampur dengan surfaktan adalah
mekanisme kerja yang ke 3 yakni solubilisasi.
Dalam praktikum, titrasi tidak dilakukan duplo karena pada titrasi pertama
telah ditemukan peningkatan konsentrasi asam benzoat. Dari hasil pengamatan
didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi surfaktan (tween), maka semakin
tinggi pula volume petitrat (NaOH) untuk mencapai volume titik akhir titrasi
(TAT) hal ini dikarenakan asam benzoat yang terlarut semakin banyak.
X. Kesimpulan
Ansel C. Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Martin, Alfred, 1990, Farmasi Fisika Edisi I, Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Asisten Praktikum