Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI DASAR

JUDUL :

TEKNIK LABORATORIUM

Disusun Oleh :

Kelompok :5

Tanggal Praktikum : Jumat, 9 Oktober 2020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITASDIPONEGORO

2020
TEKNIK LABORATORIUM

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mahasiswa dapat mengenal dan memahami fungsi dari Material Safety Data
Sheets (MSDS).
1.2 Mahasiswa dapat mengenal beberapa alat laboratorium dasar dan cara
penggunaannya dengan tepat.
1.3 Mahasiswa dapat memahami konsep dan teknik dasar beberapa perlakuan di
laboratorium.

II. DASAR TEORI


2.1 MSDS
Lembar data keselamatan (SDS), lembar data keamanan bahan (MSDS),
atau lembar data keamanan produk (PSDS) adalah dokumen yang
mencantumkan informasi yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan
kerja untuk penggunaan berbagai zat dan produk. SDS adalah sistem yang
banyak digunakan untuk membuat katalog informasi tentang bahan kimia,
senyawa kimia, dan campuran kimia. Informasi SDS dapat mencakup instruksi
untuk penggunaan yang aman dan potensi bahaya yang terkait dengan bahan
atau produk tertentu, bersama dengan prosedur penanganan tumpahan. Format
MSDS lama dapat bervariasi dari satu sumber ke sumber lain di dalam suatu
negara tergantung pada persyaratan nasional; namun, format SDS yang lebih
baru adalah standar internasional.

MSDS untuk suatu bahan tidak terutama dimaksudkan untuk digunakan


oleh konsumen umum, melainkan berfokus pada bahaya bekerja dengan bahan
tersebut di lingkungan kerja. Ada juga kewajiban untuk memberi label zat
dengan benar atas dasar fisika-kimiawi, kesehatan, atau risiko lingkungan.
Label dapat menyertakan simbol bahaya seperti simbol standar Uni Eropa.
Produk yang sama (misalnya cat yang dijual dengan nama merek yang sama
oleh perusahaan yang sama) dapat memiliki formulasi yang berbeda di negara
yang berbeda. Formulasi dan bahaya produk yang menggunakan nama generik
dapat berbeda antara produsen di negara yang sama (UNECE, 2009).

2.2 Reaksi Kimia


Reaksi kimia adalah proses yang mengonversi sekelompok zat, yang
disebut reaktan, menjadi sekelompok zat baru, yang dinamakan produk. Dengan
kata lain, reaksi kimia adalah proses yang menghasilkan perubahan kimia.
Memang dalam banyak kasus, tidak ada yang terjadi ketika sejumlah zat
dicampur, masing-masing mempertahankan komposisi dan sifat aslinya. Kita
memerlukan bukti sebelum kita dapat mengatakan bahwa suatu reaksi kimia
telah terjadi. Beberapa jenis bukti fisis yang perlu ditunjukkan dengan
perubahan warna, pembuatan padatan atau endapan, evolusi gas, dan
penyerapan kalor. Bukti kuat masih memerlukan analisis kimia terperinci dari
campuran reaksi untuk mengidentifikasi semua zat yang ada. Lebih lagi, analisis
kimia dapat mengungkapkan bahwa reaksi kimia telah terjadi meskipun tidak
ada gejala fisis (Petrucci, 2008).

Dalam reaksi oksidasi reduksi atau redoks, elektron berpindah di antara


spesies-spesies yang bereaksi sewaktu mereka berkombinasi membentuk
produk. Pertukaran ini sebagai perubahan bilangan oksidasi reaktan. Semula,
istilah oksidasi hanya merujuk kepada reaksi dengan oksigen. Sekarang istilah
ini digunakan untuk menjelaskan setiap proses yang bilangan oksidasi
spesiesnya meningkat, meskipun oksigen tidak terlibat. (Oxtoby, 2001).

Pada reaksi redoks, hilangnya elektron dari suatu zat tersebut disebut
oksidasi, sedangkan penambahan elektron suatu zat lain disebut reduksi. Karena
transfer elektron memerlukan penyumbang dan penerima elektron, oksidasi dan
reduksi selalu terjadi secara bersama-sama (Campbell, 2008).

Suatu reaksi dalam larutan tidak selalu dilihat dengan terbentuk


endapan. Dalam beberapa reaksi terbentuk gas, kadang-kadang yang terjadi
hanya perubahan warna dan bahkan ada yang kelihatannya tidak terjadi
perubahan sama sekali. Hal ini karena semua reaktan dan hasil reaksi dalam air
tidak berwarna (Brady, 1994).
2.3 Pengenceran dan Konsentrasi Larutan
Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut.
Larutan terdiri atas dua komponen, komponen utama biasanya disebut pelarut,
dan komponen minornya dinamakan zat terlarut. Pelarut dipandang sebagai
pembawa atau medium bagi zat terlarut,yang dapat berperan serta dalam reaksi
kimia dalam larutan atau meninggalkan larutan karena pengendapan atau
penguapan (Oxtoby, 2001).

Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air (H2O),
selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol, amonia, kloroform,
benzena, minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya
tidak disebutkan (Gunawan, 2004).

Larutan gas dibuat dengan mencampurkan suatu gas dengan gas lainnya.
Karena semua gas bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap
campuran gas adalah homogen ia merupakan larutan. Larutan cairan dibuat
dengan melarutkan gas, cairan atau padatan dalam suatu cairan. Apabila
sebagian cairan adalah air, maka larutan disebut larutan berair. Larutan padatan
adalah padatan-padatan dalam mana satu komponen terdistribusi tak beraturan
pada atom atau molekul dari komponen lainnya (Syukri, 1999).

Untuk menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif digunakan


konsentrasi. Konsentrasi didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut dalam setiap
satuan larutan atau pelarut, dinyatakan dalam satuan volume (berat, mol) zat
terlarut dalam sejumlah volume (berat , mol) tertentu dari pelarut. Berdasarkan
hal ini muncul satuan-satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas,
normalitas, ppm serta ditambah dengan persen massa dan persen volume
(Baroroh, 2004).

Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)


dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih
besar. Jika suatu senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang
sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama terjadi pada pengenceran asam
sulfat pekat (H2SO4). Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam
sulfat pekat yang harus ditambahkan dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air
ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian
besar dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam
sulfat memercik (Khopkar, 1990).
Rumus pengenceran menurut (Gunawan, 2004) yaitu :

M1 V1 = M2 V2

Keterangan :

M1 = molaritas awal larutan

M2 = molaritas akhir larutan

V1 = volume awal larutan

V2 = volume akhir larutan

2.4 Pengendapan
Endapan merupakan zat yang memisahkan diri dari larutan,berfase
padat, terbentuk jika larutan lewat jenuh. Suatu zat akan mengendap jika hasil
kali kelarutan ion-ionnya lebih besar dari Ksp. Kelarutan (s) didefinisikan
sebagai konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Pembentukan endapan adalah
salah satu teknik untuk memisahkan analit dari zat lain, dan endapan ditentukan
dengan cara ditimbang dan dilakukan perhitungan stoikiometri.

Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya


berbentuk endapan. Endapan terjadi karena zat yang terjadi tidak atau
sukar larut didalam air atau pelarutnya. Tidak semua zat mengendap, sehingga
reaksi pengendapan juga dipergunakan untuk identifikasi sebuah kation atau
anion.

Pengendapan suatu padatan dapat digunakan untuk menentukan


komposisi suatu zat yang tepat. Di dalam melakukan percobaan pengendapan,
harus sesempurna mungkin. Dalam pemurnian endapan melalui pencucian,
kadang-kadang digunakan larutan pencuci yang banyak mengandung ion
senama, bukan sekedar air murni. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kelarutan
dari endapan tersebut. Teknik lain yang dapat lebih dipahami melalui prinsip-
prinsip kesetimbangan larutan ialah pengendapan sebagian. Syarat utama untuk
keberhasilan pengendapan reaksi adalah adanya perbedaan nyata dalam
kelarutan senyawa-senyawa yang dipisahkan (Petrucci, 1992).

Cara lain untuk analisa campuran adalah dengan menggunakan


reaksi-reaksi selektif. Tujuan pokoknya ialah memisahkan segolongan kation
dari yang lain. Misalnya bila suatu pereaksi menyebabkan sebagian kation
mengendap dan sisanya tetap larut, maka setelah endapan disaring, terdapatlah
dua kelompok campuran, yang isinya masing-masing kurang terpisah satu sama
sebelumnya. Dengan jalan itu akhirnya setiap kation dapat terpisah satu sama
lain. Reaksi-reaksi disini menyebabkan terjadinya zat-zat baru yang berbeda
dari semula dan dikenali dari perbedaan sifat fisiknya (Harjadi, 1990).

2.5 Titrasi
Titrasi asam basa atau biasa disebut dengan asidi alkalimetri adalah
reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion H+ dari asam dengan OH- dari basa
yang akan membentuk air. titrasi asam dan basa antara sampel dengan larutan
standar disebut analisis asidi – alkalimetri. Apabila larutan yang bersifat asam
maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya jika
digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai
analisis alkalimetri (Keenan, 1991).

Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui


secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi
larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer
adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan
suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa
– volum larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang
dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standarisasi
(Underwood, 1999).
Syarat senyawa yang dapat dijadikan larutan standar primer :
1. Memiliki kemurnian 100%
2. Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu pemanasan
karena standar primer biasa dipanaskan terlebih dahulu sebelum ditimbang
3. Memiliki berat molekul (Mr) yang tinggi, hal ini untuk menghindari
kesalahan relatif pada saat menimbang. Menimbang dengan berat yang
besar akan lebih mudah dan dapat meminimalisasi kesalahan.
4. Mudah didapatkan
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan
cara mentitrasi dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat dipakai untuk
standar primer karena NaOh bersifat higroskopis, oleh sebab itu NaOH harus
dititrasi terlebih dahulu dengan KHP agar dapat dipakai sebagai standar primer.

2.6 Analisa Bahan


2.6.1 Amonium Klorida

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berbentuk kristal Sangat korosif terhadap tembaga,


baja dan stainless steel (304)

Berwarna putih Sedikit korosif terhadap aluminium


dan stainless steel (316)

Titik didih 520⁰C Larut dalam air dan amonia

Titik leleh 350⁰C (terdekomposisi) Sedikit larut dalam etanol dan


metanol

(Perry, 2008)

2.6.2 Natrium Hidroksida

Sifat Fisika Sifat Kimia


Berwujud padat PH 14

Berwarna putih Larut secara eksotermis dalam air

Titik lebur 323⁰C Larut dalam etanol

Titik didih 1368⁰C Larut dalam metanol

Tekanan uap 0,1 Pa (20⁰C) Larut dalam gliserol

(MSDS, 2018)

2.6.3 Fehling A

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud cair Larut dalam air

Berwarna biru Tidak mudah terbakar

(MSDS, 2017)
2.6.4 Fehling B

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud cair PH 14

Tidak berwarna Larut dalam air

(MSDS, 2020)

2.6.5 Glukosa
Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud padat PH 6-7

Tidak berwarna Larut dalam air

Titik lebur 83⁰C

(MSDS, 2012)
2.6.6 Sukrosa

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud padat PH netral

Tidak berwarna menuju putih Larut dalam air

Titik leleh 365F Rumus molekul C12H22O11

Suhu Penguraian 365⁰F

(MSDS, 2005)
2.6.7 Asam Sitrat

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud padat (bubuk/gumpalan) PH 1,7 (larutan 10%)

Berwarna putih Larut dalam air

Titik lebur 153⁰C Larut dalam etanol

Titik didih 175⁰C Larut dalam eter

(MSDS, 2020)
2.6.8 Asam Sulfat

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud cair PH1

Zat murni tidak berwarna, zat Larut secara eksotermis dalam air
dimurnikan berwarna kuning – coklat

Hampir tidak berbau Larut dalam etanol

Titik lebur 10⁰C

Titik didih 288⁰C

Tekanan uap 1 hPa (20⁰C)

Massa jenis 1840 kg/m³

(MSDS, 2018)
2.6.9 Natrium Klorida

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud cairan PH 0,6 (240 g/L)

Tidak berwarna Larut dalam air

Tidak berbau Larut dalam metanol

Massa jenis relative 1-1,1 Larut dalam etanol

(MSDS, 2018)
2.6.10 Aquades

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud cair PH 7

Titik lebur 0⁰C


Larut dalam asam asetat, larut
dalam aseton, larut dalam
ammonia, larut dalam mmonium
klorida, larut dalam etanol, larut
dalam gliserol, larut dalam asam
klorida, larut dalam methanol,
larut dalam asam nitrat, larut
dalam asam sulfat, larut dalam
larutan natrium hidroksida, larut
dalampropilen glikol.

Titik didih 100⁰C

Massa jenis 1

(MSDS, 2020)
2.6.11 Asam Klorida

Sifat Fisika Sifat Kimia

Berwujud cair PH 0,1 ( larutan 1%)

Berbau menyengat Dapat larut dengan air

Berat jenis 1,18 Rumus molekul HCl

Titik leleh -25⁰C

Titik didih 50,5⁰C


Tekanan uap 25 kPa pada 25⁰C

(MSDS, 2012)

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
a. Tabung reaksi
b. Timbangan
c. Termometer
d. Pipet tetes
e. Pembakar spiritus
f. Gelas bekker
g. Pipet volume
h. Gelas ukur
i. Penjepit tabung reaksi
j. Labu erlenmeyer
k. Labu ukur
l. Botol timbang
m. Corong
n. Kertas saring
o. Buret

3.2 Bahan
a. Kristal HN4Cl
b. Larutan NaOH
c. Kertas lakmus
d. Fehling A
e. Fehling B
g. Glukosa
h. Sukrosa
i. Asam sitrat
j. Air suling/aquades
k. Larutan H2SO4
l. Larutan NaCl
m. Kristal NaOH
n. Larutan NaI
p. Larutan HCl
q. Indikator phenolphthalein
r. Tisu

IV. CARA KERJA


4.1 Pembuatan dan Pengenalan Gas
Pertama, ditimbang kristal NH4Cl sebanyak 0,5 gram. Lalu, diambil
larutan NaOH 2M sebanyak 3 ml. Selanjutnya, direaksikan kristal NH4Cl dan
larutan NaOH di dalam tabung reaksi. Setelah direaksikan, dipanaskan tabung
reaksi yang dipegang menggunakan penjepit di atas bunsen. Setelah mendidih,
dibaui gas dengan mengibaskan tangan ke arah hidung. Terakhir, diuji larutan
dengan kertas lakmus.

4.2 Reaksi Kimia


Pertama-tama, dicampurkan fehling A dan B ke dalam tabung reaksi.
Lalu, dimasukkan glukosa ke dalam tabung reaksi I, gula sukrosa ke dalam
tabung reaksi II, gula sukrosa dan asam sitrat ke dalam tabung reaksi III, dan
gula laktosa dalam tabung reaksi IV. Selanjutnya, ditambahkan air suling dalam
masing-masing tabung reaksi. Setelah itu, dipanaskan tabung reaksi III di dalam
air panas selama 2-3enit. Kemudian, ditambahkan pereaksi fehling yang telah
dicampurkan ke dalam masing-masing tabung reaksi. Selanjutnya, dipanaskan
keempat tabung reaksi di dalam gelas kimia berisi air panas. Terakhir, diamati
perubahan warna dan terbentuknya endapan di setiap tabung reaksi.

4.3 Pengenceran dan Penentuan Konsentrasi


4.3.1 Pencampuran Asam Sulfat dengan Air
Pertama, dituang H₂SO₄ ke dalam air dan diukur suhunya menggunakan
termometer. Kemudian, diaduk larutan secara perlahan-lahan dan hati-hati.

4.3.2 Pengenceran Cairan NaCl


Pertama, dituang NaCl ke dalam gelas kimia bersih. Lalu, diambil NaCl
sebanyak 10 mL menggunakan pipet bohlam. Selanjutnya, dituangkan NaCl
yang telah diambil ke dalam labu erlenmeyer. Terakhir, ditambahkan pelarut ke
dalam labu erlenmeyer sampai volume yang tepat.

4.3.3 Pembuatan Larutan NaOH


Pertama, ditimbang sampel NaOH dengan neraca analitik. Lalu,
dicampurkan NaOH dan aquades di dalam botol timbang. Setelah itu, diaduk
campuran NaOH dan aquades dengan spatula. Selanjutnya, dituang campuran
ke dalam labu ukur yang dibantu dengan corong. Kemudian, dibilas corong
dengan botol semprot. Selanjutnya, ditambahkan aquades ke dalam labu ukur
sampai menyentuh garis tera. Setelah itu, dibersihkan leher labu ukur dengan
tisu. Terakhir, dihomogenkan larutan dengan dikocok sebanyak tujuh kali.

4.4 Pembentukan Endapan dan Penyaringan


Pertama, dilipat kertas saring menjadi empat bagian. Lalu, dimasukkan
kertas saring ke dalam corong. Setelah itu, dibasahi kertas saring dengan
aquades agar kertas saring menempel pada corong. Selanjutnya, dituang larutan
yang akan disaring ke dalam corong secara perlahan-lahan. Terakhir, ditampung
hasil penyaringan di gelas beker.

4.5 Titrasi
Pertama-tama, ditambahkan 25 mL HCl ke dalam erlenmeyer. Lalu,
ditambahkan indikator phenolphthalein. Setelah itu, digoyang-goyang
erlenmeyer agar HCl dan indikator tercampur. Selanjutnya, NaOH dimasukkan
ke dalam buret di tanda 0. Kemudian, dibuka buret sehingga NaOH mengalir ke
dalam labu erlenmeyer. Larutan HCl akan berubah menjadi pink tetapi
kemudian menghilang saat erlenmeyer digoyangkan. Diteruskan dengan
dimasukkan NaOH setetes demi setetes. Setelah itu, tutup buret setelah warna
pink tidak menghilang saat digoyangkan. Terakhir, dicatat volume NaOH yang
digunakan.

V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Pembuatan dan Pengenalan Gas
Dilakukan penimbangan kristal NH4Cl sebanyak 0,5 gram
menggunakan timbangan. Kemudian diambil larutan NaOH 2M sebanyak 3 mL
menggunakan pipet tetes kedalam labu ukur. Setelah itu, direaksikan kristal
NaOH dan larutan NaOH 2M dalam tabung reaksi, lalu dipanaskan
menggunakan pembakar spiritus.
Untuk mengenali gas NH3, dikibaskan tangan dari mulut tabung ke arah
hidung pada jarak yang relatif jauh. Gas NH3 ini berbau menyengat dan tajam.
Kemudian diuji gas yang dhiasilkan menggunakan kertas lakmus yang
ditempatkan di mulut tabung reaksi. Pada uji lakmus ini, terjadi perubahan
warna pada kertas lakmus merah (menjadi biru), dan tidak terjadi warna
perubahan warna pada kertas lakmus biru.

5.2 Reaksi Kimia

NO PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN


1 Glukosa+air suling +Fehling A dan Larutan merah bata
Fehling B perbandingan
1:1+dipanaskan

2
Sukrosa+air suling+dipanaskan 2
sampai 3 menit+ditunggu
suhu Larutan biru
turun+Fehling A dan Fehling B
(perbandingan 1:1)+dipanaskan

3 Asam sitrat+air suling+dipanaskan 2


sampai 3 menit+ditunggu suhu
Endapan merah bata, larutan biru
turun+Fehling A dan Fehling B
(perbandingan 1:1)+dipanaskan

5.3. Pengenceran Larutan

5.3.1 Pencampuran Asam Sulfat dengan Air

Disiapkan gelas kimia berisi air dan larutan H2SO4. Kemudian


dimasukkan thermometer kedalam gelas kimia berisi air. Langkah selanjutnya,
larutan H2SO4 dituangkan perlahan melewati termometer agar tidak terjadi
percikan. Setelah larutan H2SO4 dimasukkan, campuran diaduk perlahan.

Penuangan air kedalam H2SO4 tidak diperbolehkan. Hal ini disebabkan


perbedaan massa jenis kedua zat, sehingga air akan mengapung di atas asam
sulfat karena massa jenisnya lebih rendah. Oleh sebab itu, jika pengenceran di
lakukan dengan cara menambahkan air pada asam sulfat akan terjadi reaksi yang
keras atau mendidih.

5.3.2 Pengenceran Cairan NaCl


Dilakukan pengambilan larutan NaCl 0,250 M dari dalam enlemeyer
menggunakan 10 mL pipet volume. Pipet volume diletakkan dalam cairan NaCl,
lalu penyedot karet atau bulb diberi tekanan kemudian dilepas agar cairan naik.
Dilepas bulb dengan cepat kemudian ditutup ujung atas pipet menggunakan jari.
Dibuang kelebihan cairan dengan cara membuka jari hingga cairan keluar
sedikit-sedikit sampai mencapai garis batas volume (miniskus tepat pada skala).
Dimasukkan cairan yang ada pada pipet ke dalam labu ukur dengan membuka
jari yang menutup ujung pipet. Dipenuhi labu ukur dengan pelarut sampai
mencapai garis tera, dibersihkan leher labu ukur dengan tisu, kemudian
dihomogenkan.

5.3.3 Pembuatan Larutan NaOH


Dimasukkan larutan NaOH menggunakan botol timbang, kemudian
ditimbang sebanyak 0,35 gram. Kemudian dimasukkan sedikit akuades dalam
botol timbang dan diaduk menggunakan batang pengaduk. Setelah itu, dituang
larutan dalam labu ukur serta dibilas botol timbang dan corong dengan akuades.
Dipenuhi labu ukur dengan pelarut sampai mencapai garis tera, dibersihkan
leher labu ukur menggunakan tisu, kemudian dihomogenkan.

5.4 Pembentukan Endapan dan Penyaringan


5.4.1 Proses Pengendapan
Dimasukkan larutan NaI dalam gelas beker kemudian ditetesi larutan
Pb(NO3)2. Ditunggu beberapa menit, hasilnya terbentuk endapan berwarna
kuning. Dimasukkan larutan CuSO4 dalam gelas bekker kemudian ditetesi
larutan NaOH. Ditunggu beberapa menit, hasilnya terbentuk endapan berwarna
biru. Dimasukkan larutan Ba(NO3)2 dalam gelas bekker kemudian ditetesi
larutan NaCl. Ditunggu beberapa menit, hasilnya tidak terbentuk endapan.
Dimasukkan larutan Ba(NO3)2 dalam gelas bekker kemudian ditetesi larutan
Na2CO3. Ditunggu beberapa menit, hasilnya terbentuk endapan berwarna
putih.

5.4.2 Proses Penyaringan


Disiapkan kertas saring, corong dan gelas bekker. Selanjutnya, dilipat
kertas saring menjadi 4 bagian serta dimasukkan ke dalam corong. Dibasahi
kertas saring dengan pelarut. Lalu, dituang campuran ke dalam gelas bekker
melalui corong dan kertas saring.

5.5 Titrasi
5.5.1 Persiapan Titrasi
Buret yang akan digunakan dicuci dengan larutan pencuci sampai
bersih, kemudian dibilas dengan akuades. Posisikan buret secara vertikal
sedemikian rupa sehingga ada cukup ruang memposisikan labu enlemeyer.
Pastikan penutup buret dalam posisi tertutup saat memasukkan cairan titran.
Buka penutup kemudian tutup lagi. Bilas ujung buret dengan akuades.
Diposisikan volume titran pada titik nol.

5.5.2 Proses Titrasi


Dimasukkan 25 mL HCl ke dalam labu enlemeyer dan ditambahkan
indicator phenolphthalein, kemudian digoyangkan perlahan. Setelah itu,
dimasukkan NaOH 0,1 mol/L dalam buret menggunakan corong. Selanjutnya
dimulai titrasi dengan dibuka buret hingga NaOH dapat mengalir ke labu
enlemeyer sambil menggoyangkan labu erlenmeyer. Lalu diteteskan NaOH
sedikit demi sedikit hingga larutan berubah warna. Dihitung berapa banyak
NaOH yang dibutuhkan sampai mencapai titik akhir titrasi. Didapatkan hasil
sebanyak 25,4 mL NaOH digunakan untuk menetralkan 25 mL HCl.

VI. PEMBAHASAN
Praktikum Teknik Laboratorium dilaksanakan secara daring pada hari Jumat, 9
Oktober 2020 pukul 13.00-15.00. Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan mahasiswa
dapat mengenal dan memahami fungsi dari Material Safety Data Sheets (MSDS),
mahasiswa dapat mengenal beberapa alat laboratorium dasar dan cara penggunaannya
dengan tepat, serta mahasiswa dapat memahami konsep dan teknik dasar beberapa
perlakuan di laboratorium.
6.1 Pembuatan Gas NH₃
Prinsip dilakukannya percobaan pembuatan gas NH₃ adalah membuat
dan mengidentifikasi gas amoniak (NH3) dengan mereaksikan padatan NH4Cl
yang ditambahkan dengan larutan NaOH. Gas NH3 diidentifikasi dengan kertas
lakmus atau dengan indra penciuman. Tujuan dari percobaan ini adalah
mensintesis gas amonia dari NH₄Cl padat dengan NaOH dan mengidentifikasi
gas amonia yang dihasilkan. Menurut Cotton dan Wilkinson (1989), amonia
adalah gas tajam yang tidak berwarna (titik didih -33,5˚C). Cairan mempunyai
panas penguapan yang besar (1,37 kJ g -1 pada titik titinya) dan dapat ditangani
dengan peralatan laboratorium yang biasa. Cairan NH3 mirip air dalam perilaku
fisiknya bergabung dengan sangat kuat melalui ikatan hidrogen. Tetapan
dielektriknya (-22 pada -34 ˚C; kira-kira 81 untuk H2O pada suhu 25 ˚C) cukup
tinggi untuk membuatnya sebagai pelarut pengion yang baik. Pengionan dirinya
cukup tinggi.

Alat yang diperlukan dalam praktikum pembuatan gas NH₃ adalah


neraca analitik digital, gelas kimia, sendok takar, pipet tetes, silinder ukur,
tabung reaksi, pejepit tabung reaksi, pembakar spirtus, dan kertas lakmus
merah. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan adalah padatan NH4Cl 0,5
gram dan 3 ml larutan NaOH 2M.

Pembuatan gas NH₃ dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu


padatan NH4Cl 0,5 gram menggunakan neraca analitik digital. Kemudian,
diambil 3 ml larutan NaOH 2M dan volumenya diukur menggunakan silinder
ukur. Setelah volumenya pas, reaksikan larutan NaOH dengan padatan NH4Cl
dalam tabung reaksi menggunakan pipet tetes.

Reaksi kimia yang terbentuk sebelum dilakukan pemanasan adalah:


NH4-Cl + NaOH > NaCl + NH4OH

Setelah itu panaskan tabung reaksi menggunakan pembakar spirtus


dengan dijepit pada penjepit tabung reaksi. Menurut Manan (2005), pemanasan
yang dilakukan berfungsi untuk memaksimalkan kerja reaksi dan mempercepat
terbentuknya gas NH3. Gas NH3 bersifat mudah bereaksi dengan air dan
membentuk larutan amonium hidroksida yang bersifat basa. Untuk
mendapatkan gas NH3, dilakukan pemanasan untuk merombak larutan NH4OH
menjadi NH3 dan H2O.
Ketika dipanaskan, maka akan terjadi perubahan reaksi menjadi:
NH4OH + NaOH > NH3 + NaCl + H2O

Menurut Petrucci (2011), setelah dihasilkan gas NH3 dari pembakaran,


maka terjadi perubahan pH kearah lebih basa (pH = 10) karena NH3 merupakan
zat yang bersifat basa di dalam air, biasanya berbentuk NH4OH. Setelah selesai
dipanaskan, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi gas NH₃. Menurut
Chang (2009), saat percobaan, gas NH3 (amonia) yang dihasilkan dari
persamaan diatas dapat kita deteksi dari karakteristik baunya yang menyengat
atau dengan meletakkan kertas lakmus merah di permukaan tabung reaksi yang
akan berubah menjadi berwarna biru. Dalam mengidentifikasi gas Amonia, kita
tidak boleh membaui secara langsung. Cara mengidentifikasi gas Amonia
adalah dengan mengibaskan tangan ke arah hidung. Menurut Brigden dan
Stringer (2000), amonia dalam bentuk gas bersifat mengiritasi kulit, mata, dan
saluran pernafasan. Apabila terhirup akan mengiritasi hidung, tenggorokan dan
jaringan mukosa. Iritasi terjadi pada konsentrasi mulai 130 ppm sampai dengan
200 ppm. Pada konsentrasi 400-700 ppm dapat mengakibatkan kerusakan
permanen akibat iritasi diorgan mata dan pernafasan. Toleransi paparan singkat
maksimum pada konsentrasi 300-500 ppm selama setengah sampai 1 jam.
Paparan pada konsentrasi sebesar 5000-10000 ppm dapat menyebabkan
kematian.

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, hasilnya adalah gas NH₃


berbau menyengat dan mampu membirukan kertas lakmus merah. Hasil ini
sesuai pernyataan Chang (2009), NH3 (amonia) memiliki ciri-ciri berbau
menyengat, tidak berwarna, mudah menguap (volatile), dapat membirukan
lakmus merah (bersifat basa), dan merupakan gas yang reaktif.

6.2 Uji Fehling

Prinsip Uji Fehling adalah mengidentifikasi kandungan gugus aldehid


sebuah sampel menggunakan reagen Fehling A dan Fehling B. Tujuan Uji
Fehling adalah untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya kandungan gugus
aldehid pada sampel tertentu. Menurut Marsks dkk. (2000), Uji Fehling
memiliki 2 pereaksi yang dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang memiliki
sifat mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi fehling terdiri
atas fehling A dan fehling B. Larutan fehling A adalah larutan CuSO₄ dalam air,
sedangkan fehling B adalah larutan garam K Nartartat dan NaOH dalam air.
Kedua macam larutan ini disimpan terpisah. Dalam reaksi ini, ion Cu²⁺
direduksi menjadi ion Cu⁺ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai
Cu₂O.

Alat yang diperlukan untuk Uji Fehling adalah tabung reaksi, gelas
beaker, rak tabung reaksi, dan silinder ukur. Sedangkan bahan-bahan yang
dibutuhkan adalah Fehling A yang terdiri dari 7 gram Tembaga Sulfat dan 100
ml air suling, Fehling B yang yang terdiri dari 35 gram Kalium Natrium Tartrat,
10 gram Natrium Hidroksida, dan 100 ml air suling.

Uji Fehling dilakukan dengan cara mereaksikan dahulu Fehling A dan


Fehling B di silinder ukur supaya volume bisa langsung diukur.

Reaksi kimia ketika Fehling A dan Fehling B dicampurkan:

2Cu⁺ + 2OH⁻ > Cu₂O + H₂O (endapan)

Selanjutnya adalah menyiapkan sampel. Di percobaan kali ini kami


memakai tiga sampel; glukosa; sukrosa; sukrosa dan citric acid. Tuang air suling
ke masing-masing sampel sehingga terbentuk larutan. Panaskan sampel 3 yang
berisi larutan sukrosa dan citric acid ke gelas beaker berisi air panas minimal
dua sampai tiga menit, bila sudah kembalikan ke dalam rak. Selanjutnya
tuangkan reagen Fehling pada masing-masing sampel dan panaskan semua
sampel pada gelas beaker berisi air panas. Setelah dipanaskan, ternyata sampel
3 berubah warna dan menghasilkan endapan yang artinya uji Fehling positif.
Menurut James dkk. (2008), dalam percobaan Uji Fehling sampel glukosa dan
sukrosa yang diuji dengan pereaksi Fehling (Fehling A dan Fehling B) pada
masing-masing tabung dan kemudian dipanaskan, maka glukosa dan sukrosa
akan menghasilkan endapan merah bata. Hal yang menyebabkan dihasilkannya
endapan merah bata ini berasal dari Fehling yang memiliki ion Cu²⁺ direduksi
menjadi ion Cu⁺ yang dalam suasana basa akan diendapkan berwarna merah
bata (Cu₂O). Sedangkan pada sampel amilum yang diuji dengan pereaksi
Fehling (Fehling A dan Fehling B) dan kemudian dipanaskan, larutan akan
menjadi biru dengan sedikit endapan merah bata. Hal ini disebabkan karena
amilum merupakan polisakarida yang tidak dapat bereaksi positif dengan
Fehling. Amilum bukan gula pereduksi yang tidak mempunyai gugus aldehid
dan keton bebas, sehingga tidak terjadi oksidasi antara amilum + larutan
Fehling, maka tidak terbentuk endapan dan larutan tetap berwarna biru setelah
dipanaskan.

Reaksi kimia yang terjadi adalah:

Pada uji ini dilakukan pemanasan dengan tujuan untuk mempercepat


reaksi sehingga endapan merah bata cepat dihasilkan. Selain itu, agar gugus
aldehid pada sampel terbongkar ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion OH-
membentuk asam karboksilat, Cu2O (endapan merah bata) yang terbentuk
merupakan hasil samping dari reaksi pembentukan asam karboksilat.

Pada Uji Fehling ini, diperoleh hasil sampel ketiga yaitu campuran
sukrosa dan citric acid terbentuk endapan merah bata yang menandakan bahwa
pada larutan tersebut mengandung gugus aldehid dan termasuk dalam
monosakarida (reaksi positif). Hal ini sesuai dengan pernyataan Fessenden dan
Fessenden (1997) , reaksi positif menghasilkan endapan merah bata. Endapan
merah bata itu terbentuk setelah sampel diberi pereaksi fehling dan dipanaskan
selama beberapa menit.

6.3 Pengenceran

6.3.1 Pengenceran H₂SO₄

Menurut Brady (1999), proses pengenceran adalah mencampur larutan


pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh
volume akhir yang lebih besar. Proses pengenceran ini bertujuan untuk
memperbanyak suatu larutan atau untuk menurangi konsentrasi sebuah larutan.

Alat yang diperlukan untuk percobaan ini adalah gelas beaker,


termometer, dan batang pengaduk. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah
larutan H2SO₄ dan air.

Pengenceran H2SO₄ dilakukan dengan cara menuangkan larutan H2SO4


ke dalam gelas beaker berisi air lalu perlahan-lahan diaduk menggunakan
batang pengaduk. Menurut Brady (1999), jika suatu larutan senyawa kimia yang
pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama
dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat
dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam
air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat,
panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan air
mendadak mendidih dan meenyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita berada
di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit.
H2SO4 merupakan asam kuat, cairannya tidak berwarna dan dapat
bercampur dalam semua perbandingan. Reaksi yang terjadi adalah:

H2SO4 (pekat) + H2O(l) > H2O (l) + H2SO4 (encer)

Asam sulfat, H2SO4 merupakan asam mineral yang sangat korosif. Sifat
korosif ini disebabkan oleh pembawa sifat asamnya, yaitu ion H+. Sifat korosif
asam adalah sifat asam yang dapat merusak benda apa saja yang mengenainya,
baik logam maupun non logam.

6.3.2 Pengenceran NaCl

Menurut Brady (1999), proses pengenceran adalah mencampur larutan


pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh
volume akhir yang lebih besar. Percobaan pengenceran larutan NaCl ini
bertujuan untuk memperbanyak suatu larutan atau untuk mengurangi
konsentrasi sebuah larutan.

Alat yang diperlukan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer, pipet


volume, dan labu ukur 250 ml. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah 10 ml
NaCl 0,25 M dan aquades. Menurut Mazuarman (2017), Konsentrasi adalah
suatu ukuran untuk menggambarkan banyaknya zat di dalam suatu campuran
dibagi dengan volume total dari campuran tersebut. Konsentrasi biasanya
digunakan untuk menggambarkan jumlah zat terlarut di dalam larutan

Pengenceran NaCl dilakukan dengan memindahkan larutan NaCl ke


dalam labu ukur menggunakan pipet volume. Bohlam pipet ditekan terlebih
dahulu kemudian ditempatkan pada pipet dan diambil sebanyak yang
dibutuhkan yaitu tepat pada garis pipet volume. Kemudian lepaskan bohlam
pipet dan sumbat lubang pipet dengan ibu jari dengan kuat. indahkan larutan
pada pipet volume ke labu ukur, perlahan lepaskan ibu jari. Tuangkan aquades
ke dalam labu ukur dengan hati-hati, apabila belum mencapai garis batas,
gunakan pipet untuk mengisi sisanya. Jika larutan sudah pas pad garis batas,
bersihkan leher labu ukur dengan tisu, kemudian dihomogenkan. Larutan harus
dihomogenkan karena menurut Baroroh (2004), larutan didefinisikan sebagai
campuran homogeny antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai
molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi.

Hasil pengenceran NaCl tergantung pada banyaknya bahan dan aquades


yang digunakan. Untuk percobaan pengenceran NaCl ini, hasilnya sudah sesuai
menurut data pengamatan.

6.3.3. Pembuatan larutan NaOH

Menurut Faizal (2013), pembuatan larutan adalah suatu cara


mempelajari cara pembuatan larutan dari bahan cair atau padat dengan
konsentrasi tertentu. Untuk menyatakan kepekaan atau konsentrasi suatu larutan
dapat dilakukan berbagai cara tergantung pada tujuan penggunaannya. Tujuan
pembuatan larutan NaOH ini adalah untuk mebuat larutan NaOH yang berasal
dari padatan NaOH dan aquades dengan baik dan benar. Menurut Achmadi
(2004), larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam beberapa hal),
biasanya molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam larutan dibanding
dalam pelarut murni. Sehingga pembentukan larutan dapat dibuat sebagai suatu
proses hipotesis berikut: pertama, jarak antara molekul-molekul meningkat
menjadi jarak rata-rata yang ditampilkan dalam larutan. Tahap ini memerlukan
penyerapan energi untuk melampaui gaya-gaya intermolekul kohesi. Tahap ini
disertai dengan peningkatan entalpi, reaksinya adalah endoterm. Dalam tahap
endoterm kedua, pemisahan yang sama terhadap molekul-molekul terlarut
terjadi. Tahap ketiga dan terakhir adalah membiarkan molekul-molekul pelarut
dan terlarut untuk bercampur. Gaya tarik intermolekul diantara molekul tak
sejenis menyebabkan pelepasan energi, entalpi menurun dalam tahap ini.
Menurut Hasugian (2012), (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau
sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida
terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.
Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan
sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum,
sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum
digunakan dalam laboratorium kimia.

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol semprot, botol
timbang, labu ukur 50 ml, batang pengaduk, spatula, neraca analitik, dan pipet
tetes. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah NaOH padat dan aquades.

Cara melakukan percobaan pembuatan larutan NaOH adalah dengan


menimbang padatan NaOH terlebih dahulu sesuai jumlah yang dibutuhkan yaitu
0,35 gram. Kemudian beri sedikit aquades pada sampel yang telah ditimbang
dan aduk terlebih dahulu. Jika sudah tercampur, tuangkan larutan tadi ke silinder
ukur yang telah diberi corong di atasnya. Bilas botol timbang, corong, dan
spatula menggunakan aquades untuk membersihkan sisa-sisa larutan.
Kemudian tambahkan aquades hingga mendekati garis tera. Bila belum
mencapai garis tera, gunakan pipet tetes untuk menambahkan aquades ke dalam
labu ukur. Bersihkan leher labu ukur menggunakan spatula yang dibungkus tisu.
Yang terakhir, homogenkan larutan dengan menggerakkan tangan ke atas dan
ke bawah. Larutan harus dihomogenkan karena menurut Baroroh (2004),
larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang
terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
bervariasi.

Hasil dari pembuatan larutan NaOH tergantung pada banyaknya padatan


NaOH dan aquades yang digunakan. Untuk percobaan pembuatan larutan
NaOH, hasilnya sudah sesuai menurut data pengamatan.
6.4. Pembentukan Endapan dan Penyaringan
Endapan dapat terjadi atau terbentuk jika suatu larutan menjadi terlalu
jenuh disebabkan pencampuran dua atau lebih zat yang berbeda. Berdasarkan
hasil pengamatan, endapan tidak hanya yang terlihat di bagian bawah atau di
bagian dasar gelas beker. Ketika dicampurkan suatu larutan dengan pelarut
lainnya kemudian terjadi perubahan warna pada reaksi tersebut, maka akan
terbentuk endapan baik saat masih melayang (belum jatuh ke dasar gelas beker)
maupun yang langsung jatuh ke dasar gelas beaker.
Dalam proses penyaringan endapan, kertas saring harus ditekuk terlebih
dahulu kemudian disiram dengan aquades agar dapat masuk ke dalam corong
dan agar dapat menyaring dengan baik endapan-endapan yang ada di dalam
campuran tersebut. Kertas saring yang dibasahi oleh aquades bertujuan agar
kertas saring dapat menempel pada corong tersebut. Jika kertas saring yang
digunakan tidak dibasahi maka kertas saring akan terlebih dahulu menyerap
supernatan dan proses penyaringan akan lebih lambat.
Proses pengendapan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dari larutan
tersebut. Setiap larutan memiliki hasil reaksi yang berbeda-beda, ada yang
memiliki endapan ada pula yang tidak. Jika hasil kali konsentrasi ion-ion lebih
besar dari hasil kali kelarutannya, maka larutan tersebut lewat jenuh dan akan
terbentuk endapan. Jika hasil kali konsentrasi ion-ion sama besar dengan hasil
kali kelarutannya maka larutan tersebut tepat jenuh dan belum terbentuk
endapan. Sedangkan apabila hasil kali konsentrasi ion-ion lebih kecil dari hasil
kelarutannya maka larutan tersebut belum jenuh dan tidak akan terbentuk
endapan.
Menurut Geankoplis (1983), proses terbentuknya endapan melalui dua
tahap proses yaitu tahap pembentukan inti dan pertumbuhan inti. Tahap
pembentukan inti (nuklearisasi) bermula ketika ion-ion dari molekul yang akan
diendapkan mulai membentuk inti, yaitu pasangan ion menjadi butir-butir
sangat kecil yang berisi beberapa molekul. Akan tetapi, inti ini masih terlalu
kecil untuk mengendap. Sedangkan pada tahap pertumbuhan inti, inti tumbuh
menjadi butiran yang lebih besar. Inti tersebut menarik molekul-molekul lain
membentuk butiran yang lebih besar, sehingga terbentuk endapan.
6.5. Titrasi

Menurut Keenan dkk. (1980), titrasi adalah proses penentuan banyaknya


suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi
secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Menurut
Chang (2005), titrasi terdiri dari tiga jenis, yaitu titrasi yang melibatkan asam
kuat dan basa kuat, titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan titrasi
yang melibatkan asam kuat dan basa lemah. Titrasi merupakan prosedur analitis
dengan melibatkan larutan-larutan yang konsentrasinya telah diketahui dan
disebut sebagai analisis volumetri. Larutan yang dititrasi disebut titrat yang
dimasukkan ke dalam erlenmeyer, sedangkan larutan penetrasi biasa disebut
dengan titran yang biasanya dimasukkan ke dalam buret. Titrasi bertujuan untuk
menentukan secara kuantitatif suatu zat dalam larutan dengan suatu zat yang
lain yang konsentrasinya telah diketahui melalui reaksi secara bertahap hingga
mencapai titik ekuivalen. Prinsip titrasi adalah melakukan reaksi penetralan
antara asam dan basa yang terjadi antara ion hidrogen pada larutan asam dengan
ion hidroksida pada larutan basa sehingga membentuk air yang bersifat netral.

Alat yang digunakan dalam proses titrasi adalah buret, erlenmeyer, pipet
volume, kertas putih, statif, klem buret, corong kecil, botol pembilas, dan gelas
beker. Erlenmeyer menjadi tempat bagi titrat dan buret menjadi tempat bagi
titran. Statif dan klem menjadi alat yang menahan buret agar tetap tegak. Corong
menjadi alat agar cairan yang dituangkan ke buret tidak tumpah dan botol
pembilas digunakan untuk membilas buret sebelum digunakan. Bahan yang
digunakan adalah indikator fenolftaelin, larutan HCl, dan larutan NaOH
(natrium hidroksida). NaOH menjadi larutan yang dimasukkan ke dalam buret,
HCl menjadi larutan yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dan fenolftaelin
sebagai indikator bahwa larutan telah mencapai titik ekuivalen dan dicampurkan
di dalam HCl.

Titrasi asam basa dilakukan dengan meneteskan larutan standar


asam/basa yang sudah diketahui konsentrasinya ke dalam asam/basa yang
konsentrasinya akan dicari sampai titik ekuivalen. Pertama-tama buret harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan cara dibilas menggunakan air dan juga
titran. Menurut Sutresna (2007), membilas buret bertujuan untuk memastikan
tidak ada cairan yang menempel atau lengket pada dinding buret dan tidak
memengaruhi konsentrasi larutan. Langkah selanjutnya adalah menuangkan
titran secara perlahan-lahan ke dalam buret menggunakan corong kecil.
Kemudian menyiapkan titrat yaitu larutan HCl yang ditempatkan di dalam
erlenmeyer dan ditambahkan indikator fenolftaelin. Erlenmeyer dipilih menjadi
wadah bagi titrat karena erlenmeyer memiliki leher yang mengerucut sehingga
dapat meminimalisasi tumpahan larutan saat digoyang-goyangkan. Langkah
berikutnya adalah meletakkan kertas putih dibawah erlenmeyer. Menurut
Padmaningrum (2008), peletakkan kertas ini bertujuan agar perubahan warna
pada titrat dapat teramati dengan jelas dan cepat. Kemudian, mulai membuka
tutup buret perlahan-lahan dengan tangan kiri dan tangan kanan memegang
erlenmeyer sembari digoyang-goyangkan. Tutup buret ditutup saat warna
larutan pada erlenmeyer sudah berwarna pink muda yang menunjukkan bahwa
titrasi sudah mencapai titik ekivalen atau titik akhir titrasi lalu catat volume hasil
titrasi. Titrasi sebaiknya dilakukan oleh satu orang saja agar mendapat hasil
yang lebih akurat. Jika dilakukan oleh dua orang, dikhawatirkan titran menetes
terlalu banyak dan membuat hasil titrasi kurang akurat.

Menurut Hartutik (2012), titik akhir titrasi terjadi saat indikator berubah
warna yang menggambarkan titik ekuivalensi reaksi antara larutan standar
dengan larutan yang ingin diketahui konsentrasinya. Titik akhir titrasi dapat
juga disebut sebagai hasil akhir titrasi. Hasil akhir titrasi adalah larutan
berwarna pink muda karena merupakan hasil penambahan indikator
fenolftalein. Menurut Day dan Underwood (1999), indikator fenolftalein
merupakan indikator titrasi asam-basa memiliki jangkauan pH 8,0 - 9,6.
Warnanya akan berubah mulai dari merah muda sampai tidak berwarna. Pada
hasil pengamatan, telah dilakukan dua percobaan yang berbeda dalam proses
titrasi. Percobaan pertama menghasilkan titrat yang berwarna merah muda dan
percobaan kedua menghasilkan titrat yang berwarna ungu. Pada percobaan yang
menghasilkan titrat yang berwarna merah muda sudah benar karena sesuai
dengan warna indikator fenolftalein, yaitu merah muda saat memiliki pH = 8.
Sedangkan pada hasil percobaan kedua yang menunjukkan titrat berwarna ungu
tidak sesuai dengan teori mengenai indikator fenolftalein. Apabila larutan
berwarna ungu, larutan tersebut telah melewati titik ekuivalen sehingga hasilnya
sudah tidak akurat.

VII. KESIMPULAN
7.1 Material Safety Data Sheet (MSDS) atau Lembar Data Keselamatan Bahan
(LDKB) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi
sifat fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan
khusus yang dilakukan saat dalam bahaya, pembuangan dan informasi lain
yang diperlukan. Fungsi dari MSDS sendiri terdiri dari 4 hal yaitu :
a. Identifikasi terhadap produk dan pembuat
b. Bahaya terkait dengan bahaya fisik ( kebakaran dan reaktivitas ) dan
kesehatan
c. Pencegahan terkait dengan hal-hal yang harus dilakukan untuk bekerja
dengan aman, mengurangi atau mencegah pajanan atau hal yang dilakukan
dalam sebuah keadaan darurat.
d. Respons yang sesuai untuk dilakukan dalam berbagai situasi ( misalnya
kecelakaan, kebakaran dan situasi yang memerlukan pertolonga pertama ).
7.2 Konsep dan Teknik dasar yaitu Pembuatan dan Pengenalan gas NH3 dengan
kristal NH4Cl dan larutan NaOH dimasukan kristal NH4 Cl dan larutan NaOH.
Reaksi kimia dengan melakukan Reagen Fehling. Pengenceran dan penentuan
konsentrasi dengan melakukan pereaksian natrium iodide dengan timbal nitrat,
pereaksian tembaga sulfat dengan natrium hidroksida, pereaksian barium nitrat
dengan natrium hidroksida, pereaksian barium nitrat dan natrium karbonat,
pereaksian asam sulfat dengan air, dan pembuatan Larutan NaOH.
Pembentukan Endapan dan Penyaringan dengan melakukan proses
penyaringan larutan.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, R. 2004. Kimia Lingkungan. Bandung: Penerbit Andi.

UNECE. 2009. Globally Harmonized System of Classification and Labelling of


Chemicals 3rd edition. New York dan Jenawa : PBB

Baroroh, Umi. 2004. Diktat Kimia dasar I. Banjar Baru : Universitas lambung
Mangkurat.
Brady, James E. 1994. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga.

Brady, J.E dan Humiston. 1999. General Chemistry Principle and Structure,
4th Edition. New York: John Willey & Sons,Inc.

Brady, James E. 2008. Chemistry: The Study of Matter and its Changes.
Oakland: Wiley PLUS

Brigden, K. and Stringer, R. 2000. Ammonia and Urea Production: Incidents of


Ammonia Release from The Profertil Urea and Ammonia Facility, Bahia Blanca,
Argentina, Greenpeace Research Laboratories, Departement of Biological Science
University of Exeter, UK.

Campbell, Neil A. 2008. Biologi. Jakarta : Erlangga.

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi Ketiga. Jilid
Pertama. Jakarta: Erlangga.

Chang, Raymond. 2009. Chemistry 10th Edition. New York: Mc-Graw-Hill.

Cotton, F.A. dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.

Day, R. A. & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga.

Gunawan, Adi. & Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Surabaya : Kartika.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Penerbit Gramedia.

Hartutik. 2012. Metode Analisis Mutu Pakan. Malang: Universitas Brawijaya


Press.

Hasugian, M., (2012), Pengaruh Motivasi dan Jenis Bahan Ajar Terhadap Hasil
Belajar Kimia Siswa pada Pokok Bahasan Hidrolisis Garam di SMA. Skripsi, FMIPA,
UNIMED, Medan.

Keenan, Charles. W. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas. Edisi Keenam. Jilid
Pertama. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Keenan, Charles. W. 1992. Ilmu Kimia untuk Universitas Cetakan II. Jakarta:
Erlangga.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Manan, M. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi


Aksara.

Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. 2000. Biokimia


Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC

MSDS. 2020. Citric Acid, Anhydrous. Diambil dari http://www.labchem.com.


Diakses pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2017. Fehling’s Solution A, Copper No. 1. Diambil dari


http://www.labchem.com. Diakses pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2020. Fehling’s Solution B, Alkaline No. 2. Diambil dari


http://www.labchem.com. Diakses pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2012. MSDS Glukosa. Diambil dari https://docs.google.com. Diakses


pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2012. Hydrocloric Acid MSDS. Diambil dari http://sds.chemtel.net.


Diakses pada 22 Oktober 2020.

MSDS. 2020. Safety Data Sheet. Diambil dari http://www.labchem.com.


Diakses pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2018. Sodium Chloride 240 g/L. Diambil dari http://www.labchem.com.


Diakses pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2018. Sodium Hydroxide. Diambil dari http://www.labchem.com.


Diakses pada 22 Oktober 2020

MSDS. 2005. Sucrose. Diambil dari https://fscimage.fishersci.com. Diakses


pada 22 Oktober 2020
MSDS. 2018. Sulfuric Acid, ACS. Diambil dari http://www.labchem.com.
Diakses pada 22 Oktober 2020

Oxtoby, D.W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.

Padmaningrum, R. T. 2008. Titrasi Iodometri. Makalah. Yogyakarta: Jurusan


Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

Perry, Green. 2008. Perry’s Chemical Engineers’ handbook 8th edition. United
State: McGrowHill Companies, Inc.

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Erlangga. Diterjemahkan oleh Suminar Achmadi

Petrucci, R.H. 2008. Kimia Dasar Prinsip-prinsip dan Aplikasi Modern.


Jakarta: Erlangga.

Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media


Pratama.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Geankoplis, C. J.1983. Transport Processes and Unit Operations, Ed. 2nd.


Allyn and Bacon, Inc : London

IX. JAWABAN SOAL/ LAMPIRAN

9.1 NaOH (Mr = 40) sebanyak 6 gram dilarutkan ke dalam air sehingga
volumenya menjadi 150 mL. Hitunglah kemolaran larutan tersebut!
Jawab :
Diketahui :
m NaOH = 6 gr
Mr NaOH = 40
V air = 150 mL
Ditanya :
M?
Dijawab :
M = massa (gr)/Mr x 1000/V (mL)
M = 6 gr/40 x 1000/150 mL
M=1M

9.2 Berapakah volume dari larutan H2SO4 2 M yang diperlukan untuk membuat
larutan 200 mL H2SO4 0,5 M ?
Jawab :
Diketahui :
M1 H2SO4 = 2 M
M2 H2SO4 = 0,5 M
V2 H2SO4 = 200 mL
Ditanya :
V1 H2SO4?
Dijawab :
M1 x V1 = M2 x V2
2 M x V1 = 0,5 M x 200 mL
2V1 = 100
V1 = 100/2
V1 = 50 mL

9.3 Hitunglah molaritas larutan yang dibuat dengan melarutkan 7,4 gram
Ca(OH)2 dalam 500 ml liter air. (Ar H = 1, O = 16, Ca = 40)
Jawab :
Diketahui :
m Ca(OH)2 = 7,4 gr
Mr Ca(OH)2 = 74
V Ca(OH)2 = 500 mL
Ditanya : M
Penyelesaian :
M = massa (gr)/Mr x 1000/V (mL)
M = 7,4gr/74gr/mol x 1000/500mL
M = 0,1 mol x 2 = 0,2 M

9.4 Berapa molaritas larutan asam sulfat 25% (massa) dengan massa jenis 1,178
g/mL dan Mr adalah 98 ?
Diketahui :
Massa H2SO4 = 25% = 25/100 x 100 gr = 25gr
Massa jenis = 1,178 gr/mL
Mr H2SO4 = 98 gr/mol
Ditanya : M
Penyelesaian :
M = (massa jenis x 10 x % massa) / Mr
M = (1,178gr/mL x 10 x 25) / 98gr/mol
M = 3,00 = 3 M

9.5 Sebanyak 20 mL asam sulfat (H2SO4) dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M.
Bila ternyata diperlukan 30 mL larutan NaOH, hitunglah kemolaran larutan
asam sulfat tersebut.
Diketahui:
V H2SO4 = 20 mL
V NaOH = 30 mL
M NaOH = 0,1 M
Ditanya: M H2SO4?
Dijawab:
M H2SO4 . V H2SO4 = M NaOH . V NaOH
M H2SO4 . 20 = 0,1 . 30
M H2SO4 . 20 = 3
M H2SO4 = 3/20
M H2SO4 = 0,075 M

9.6 Jika 7 liter HCl 0,3 M dicampurkan dengan 500 ml HCl 0,2 M. Berapa
molaritas HCl yang diperoleh?
Jawab:
Diketahui:
V1 HCl = 7 L
M1 HCl = 0,3 M
V2 HCl = 0,5 L
M2 HCl = 0,2 M
V3 HCl = V1 + V2
= 7 + 0,5
= 7,5 L
Ditanya: M3?
Dijawab:
M1.V1 + M2. V2 = M3.V3
0,3.7 + 0,2.0,5 = M3.7,5
2,1 + 0,1 = M3.7,5
2,2 = M3.7,5
M3= 2,2/7,5
M3 = 0,293 M

9.7 Diketahui konsentrasi larutan gula dalam air adalah 30%. Massa larutan gula
tersebut sebesar 500 gram. Berapakah :
a. massa gula dan massa air
b. massa air yang harus ditambah agar konsentrasinya 20%?
Jawab :
Diketahui :
C = 30%
massa larutan = 500 gr
Ditanya :
a. mp dan mc?
b. mc yang ditambah agar C = 20%
Dijawab :
a. C = (mp/ml) x 100%
30% = (mp/500) x 100%
mp = 30 x 5
mp = 150 gr
ml = mp + mc
500 = 150 + mc
mc = 350 gr
b. C = (mp/ml) x 100%
20% = (150/ml) x 100%
ml = (150/20%) x 100%
ml = 750 gr
Air yang ditambah :
mc = 750 gr - 500 gr
mc = 250 gr

9.8 Tentukan massa dari CO(NH2)2 yang terdapat pada 500 mL larutan
CO(NH2)2 0,2 M. (Mr CO(NH2)2 = 60).
Jawab:
Diketahui:
V = 500 mL= 0,5 L
M = 0,2 M
Mr = 60
Ditanya:
Massa?
Dijawab :
n = M/V
n = 0,2/ 0,5
n = 0,4 mol
n = massa/Mr
0,4 = massa/ 60
massa= 24 gram

9.9 Suatu larutan yang mengandung 45% glukosa mempunyai berat jenis 1,46
gram/mL. Berapa gram glukosa yang ada dalam larutan tersebut?
Diketahui:
% glukosa = 45%
Berat jenis = 1,46 gram/ml
Volume = bebas, saya pilih 100 ml
Ditanya:
Massa glukosa?
Dijawab :
Massa glukosa = % glukosa x berat jenis glukosa x volume glukosa
= 45/100 x 1,46 x 100
= 45 x 1,46
= 65,7 gram
9.10 Jika Anda memipet 2 mL larutan HCl 36% dengan massa jenis 1,2 g/mL
kemudian diencerkan sampai volume 250 mL, hitung konsentrasi larutan
yang diperoleh.
Diketahui :
HCl 36%
ρ = 1,2 g/mL
Mr = 36,5
V1 = 2 ml
V2 = 250ml
Ditanya :
M2 ?
Dijawab :
M HCl awal = M1
M1 = ρ x % x 10/Mr
M1 = 1,2 x 36,5 x 10/36,5
M1 = 12 M
Pengenceran:
M1×V1 = M2 × V2
12 ×2 = M2 × 250
M2 = 24/250
M2 = 0,096 M
M2 = 0,1 M

Anda mungkin juga menyukai