Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan
bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu
gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya
yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan
sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut.
Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu
25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi
juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya,
pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut
yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk
zat berpolar (Rifai, 1995).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan,
yaitu :
1. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi
makin kecil.
2. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju
reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang
pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya
bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif
dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
3. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis
negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas denganss
mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.
4. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan
penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang
mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.
5. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang
diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai
dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul –
molekul (Cammarata, 1995).
Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika
obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya
fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang
tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam
bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan
demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat
yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).
DAFTAR PUSTAKA
Lachman, L., dkk., (1994), ”Teori dan Praktek Farmasi Industri II”, Edisi III,
diterjemahkan oleh Siti suyatmi, UI Press, Jakarta, 78
Gandjar, I., G. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta