Anda di halaman 1dari 19

Koefisien

Partisi Dan
Ekstraksi Dosen Pengampu : meilinda mustika, M.Farm, Apt

Oleh:
Nama: Chenia nandini
No BP: 20011039
Kelas: 2020c

Mata Kuliah: Metoda Pemisahan


Koefisien
Partisi
Pengertian Koefisien Partisi

Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit antara fase sampel dan fase gas, dan
kesetimbangan dari perbandingan kadar zat dalam dua fase.
Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut system dua fase, yaitu
pelarut organic dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi
trans membrane menjadi lebih mudah.
Penentuan koefisien partisi secara eksperimen dilakukan dengan cara pendistribusian senyawa dalam jumlah
tertentu ke dalam system kesetimbangan termodinamik antara dua pelarut yang berbeda kepolarannya.

Senyawa polar (misalnya gula, asam amino, atau obat-obat terion) akan cenderung menyukai fase berair
atau fase polar, sedangkan senyawa-senyawa nonopolar (misalnya obat-obat yang tidak terion), akan menyukai
fase organik atau fase nonpolar. Senyawa yang ditambahkan mendistribusikan dirinya sendiri di antara kedua
pelarut yang tidak bercampur berdasarkan hukum partisi, yang menyatakan bahwa “senyawa tertentu pada suhu
tertentu, akan memisahkan dirinya sendiri di antara dua pelarut yang saling tidak bercampur pada perbandingan
konsentrasi yang tetap”. Perbandingan yang tetap ini dikenal dengan koefisien partisi senyawa tersebut
Kegunaan koefisien partisi

Koefisien partisi merupakan suatu informasi penting karena dapat


digunakan untuk memperkirakan proses absorpsi, ditribusi, dan eliminasi
obat di dalam tubuh. Pengetahuan tentang nilai koefisien partisi dapat
digunakan untuk memperkirakan onset kerja obat atau durasi kerja obat,
atau untuk mengetahui apakah obat akan bekerja secara aktif.
Jenis- jenis koefisien partisi

01 Koefisien partisi sejati atau TPC (True Partition


Coefficient)

Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi syarat kondisi sebagai berikut:
• Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain
• Bahan obatnya (solute) tidak mengalami asosiasi atau disosiasi
• Kadar obatnya relatif kecil (0,01 M)
• Kelarutan solute pada masing-masing pelarut kecil.

02 Koefisien partisi semu atau APC


(Apparent Partition Coefficient)

Apabila persyaratan TPC tidak dapat dipenuhi, maka hasilnya adalah koefisien partisi semu. Dalam
biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain, umumnya memiliki kondisi non ideal dan tidak
disertai koreksinya, sehingga hasilnya adalah partisi semu. Biasanya sebagai fase lipoid adalah oktanol,
kloroform, sikloheksana, isopropil miristat, dan lain-lain Fase air yang biasanya digunakan adalah larutan
dapar.
Hubungan koefisien partisi dengan drug delivery

Koefisien partisi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi


distribusi obat dalam tubuh. Setelah obat sampai ke peredaran
darah, obat harus menembus sejumlah sel untuk mencapai reseptor.
Dimana koefisien partisi juga menentukan jaringan mana yang
dapat dicapai oleh suatu senyawa. Senyawa yang sangat mudah
larut dalam air (hidrofilik) tidak akan sanggup melewati membran
lipid untuk mencapai organ yang kaya akan lipid, misalnya otak.
Faktor-factor yang mempengarihu
koefisien partisi

Nilai koefisien partisi dapat dipengaruhi oleh hidrofilitas dan porositas pelarut organik serta struktur
atau gugus-gugus fungsi yang ada pada pelarut organik maupun solute. Nilai koefisien partisi n-oktanol-air
(Log P) dipengaruhi oleh substituen alkil yang membentuk gugus ester pada rantai samping polimer (-
COOR’) semakin panjang rantai alkil pada R’ maka nilai log P semakin besar yang berarti pula nilai
kelarutan dalam air akan semakin kecil. Hal ini juga dapat dilihat pada nilai Log Sw (kelarutan dalam air),
semakin panjang rantai alkil pada-COOR’ menyebabkan semakin kecil kelarutan senyawa polimer di
dalam air.

Koefisien partisi dipengaruhi oleh keadaan terion dan tidak terionnya solute, dimana keadaan terion
lebih terlarut dalam fase polar dan keadaan tidak terion lebih terlarut dalam fase nonpolar. Diketahui bahwa
membran kulit yang berupa lipoprotein terdiri dari fase polar dan nonpolar. Keadaan disosiasi solute tersebut
dipengaruhi oleh pH (keasaman) sediaan obat dan tempat berpenetrasi
Pengukuran percobaan koefisien partisi
Koefisien partisi suatu obat yang merupakan parameter terpenting untuk memperoleh parameter
hidrofobik. Parameter hidrofobik tersebut dapat diperoleh dengan cara pengamatan, yaitu dengan melakukan
pengukuran di laboratorium. Menurut Cairns (2009), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai
P di laboratorium kimia, yaitu metode labu kocok, penggunaan kromatografi lapis tipis atau kromatografi cair
kinerja tinggi fase terbalik.
a,. Metode labu kocok
Pada metode ini, obat yang akan ditentukan nilai P-nya dimasukkan secara tradisional ke dalam corong
pisah yang mengandung kedua fase tidak bercampur, Kedua fase tak bercampur yang dipilih biasanya adalah 1-
oktanol dan larutan penyangga dengan pH 7,4. Oktanol digunakan pada penentuan koefisien partisi karena hasil
yang diperoleh memiliki korelasi terbaik dengan data biologi yang didapatkan secara in vivo. Kedua fase
dicampurkan untuk mendapatkan oktanol terjenuhkan larutan penyangga pada fase bagian atas dan larutan
penyangga terjenuhkan oktanol pada fase bagian bawah. Begitu kedua fase terpisah (dibutuhkan waktu beberapa
saat), obat segera ditambahkan dan isi labu dikocok secara mekanik selama paling tidak 1 jam. Kedua fase
dibiarkan memisah dan kemudian konsentrasi obat di dalam fase berair ditentukan
b. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Pada teknik ini, nilai Rf obat digabungkan dengan koefisien partisi secara matematika. Plat tipis atau
lembaran kertas diberi lapisan awal dengan fase organik (biasanya parafin atau oktanol) dan dibiarkan
mengering. Sampel kemudian diletakkan pada plat dan plat dibiarkan mengembang. Fase gerak yang
digunakan, dapat berupa air atau campuran air dengan pelarut organik yang dapat bercampur (seperti aseton)
untuk meningkatkan kelarutan obat. Setelah plat mengembang, bercak-bercak yang terbentuk segera dilihat dan
Rf masing-masing bercak ditentukan. Rf adalah hasil pembagian antara jarak perpindahan bercak dengan jarak

pengembangan pelarut, dan dituliskan dalam bentuk nilai desimal. Rf dapat dihubungkan dengan koefisien partis
melalui persamaan di bawah ini.

Metode KLT dalam penentuan nilai P memberikan hasil terbaik pada senyawa-senyawa yang memiliki struktur
dan sifat-sifat fisika yang mirip. Keuntungan menggunakan teknik ini di dalam menentukan nilai P adalah
banyaknya senyawa yang dapat ditentukan secara bersamaan pada satu plat, dan jumlah sampel yang diperlukan
sangat sedikit.
c. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Metode analisis ini memiliki prinsip kimia yang sama dengan metode KLT, hanya metode ini memiliki
efisiensi (serta biaya) yang jauh lebih besar. Sebagai pengganti nilai Rf, waktu retensi obat ditentukan dan
dihubungkan dengan P melalui persamaan yang sama dengan persamaan untuk KLT. Waktu retensi, seperti
namanya, adalah waktu yang diperlukan sampel untuk terelusi dari kolom KCKT. Kelemahan utama teknik
ini di dalam menentukan nilai P adalah pendeteksian obat yang tidak memiliki gugus kromofor ketika
detektor UV tidak dapat digunakan.
Ada beberapa keuntungan pada penentuan P dengan metode KCKT, yaitu tidak memerlukan sampel
yang banyak dan sampel juga tidak harus murni 100. Selain itu, apabila telah didapatkan sistem yang
lengkap, biaya penentuannya hanya sebatas pada pembelian pelarut tingkat KCKT dan membayar biaya
listrik yang digunakan
Ekstraksi
Pengertian

• Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat.


• Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut,
pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan
material lainnya.
• Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu.
• Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga memenuhi baku yang
ditetapkan (Depkes RI 1995).
Tujuan ekstraksi

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada
bahan alam. Bahan-bahan aktif seperti senyawa antimikroba dan antioksidan yang terdapat pada
tumbuhan pada umumnya diekstrak dengan pelarut.
Pada proses ekstraksi dengan pelarut, jumlah dan jenis senyawa yang masuk kedalam
cairan pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan dan meliputi dua fase yaitu
fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase pembilasan, pelarut membilas komponen-
komponen isi sel yang telah pecah pada proses penghancuran sebelumnya. Pada fase ekstraksi,
mula-mula terjadi pembengkakan dinding sel dan pelonggaran kerangka selulosa dinding sel
sehingga pori-pori dinding sel menjadi melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan mudah
masuk kedalam sel.
Jenis ekstraksi

Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair-cair,
senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan
senyawa dari campuran yang berupa padatan.

1) Ekstraksi Padat Cair


Ekstraksi padat cair atau leaching merupakan metode pemisahan satu atau beberapa komponen (solute) dari campurannya dalam
padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut (solvent) berupa cairan. Pemisahan dapat terjadi karena adanya
driving force yaitu perbedaan konsentrasi solute di padatan dengan pelarut dan adanya perbedaan kemampuan melarut komponen dalam
campuran.
Proses ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari lima tahap yaitu:
a) Pelarut berpindah dari bulk solution ke seluruh permukaan padatan (terjadi pengontakan antara pelarut dengan padatan). Proses ini
berlangsung seketika saat pelarut dikontakkan dengan padatan. Proses pengontakan ini dapat berlangsung dengan dua cara yaitu
perkolasi atau maserasi.
b) Pelarut berdifusi ke dalam padatan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara solute di pelarut dengan solute di
padatan.
c) Solute yang ada dalam padatan larut ke dalam pelarut. Proses ini terjadi karena adanya gaya elektostatik antar molekul, yaitu
disebut gaya dipol-dipol, sehingga senyawa yang bersifat polar-polar atau nonpolar nonpolar dapat saling berikatan.
d) Solute berdifusi dari padatan menuju permukaan padatan; Proses difusi ini disebabkan oleh konsentrasi solute dalam pelarut yang
berada di dalam poripori padatan lebih besar daripada permukaan padatan.
e) Solute berpindah dari permukaan padatan menuju bulk solution. Pada tahap ini, tahanan perpindahan massa solute ke bulk
solution lebih kecil daripada di dalam padatan.
Metode Ekstraksi Padat Cair yaitu Metode ekstraksi berdasarkan ada tidaknya proses pemanasan dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas :
a) Ekstraksi cara dingin
Pada metode ini tidak dilakukan pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang
diinginkan tidakmenjadi rusak. Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin, yaitu:
(1) Maserasi atau disperse . Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut diam atau dengan adanya
pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan. Metoda ini dapat dilakukan dengan cara merendam bahan dengan sekali-
sekali dilakukan pengadukan. Pada umumnya perendaman dilakukan selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan
pelarut baru. Maserasi juga dapat dilakukan dengan pengadukan secara sinambung (maserasi kinetik). Kelebihan dari
metode ini yaitu efektif untuk senyawa yang tidak tahan panas (terdegradasi karena panas), peralatan yang digunakan
relatif sederhana, murah, dan mudah didapat. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu
ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak, dan adanya kemungkinan bahwa senyawa
tertentu tidak dapat diekstrak karena kelarutannya yang rendah pada suhu ruang (Sarker, S.D., et al, 2006).
(2) Perkolasi. Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan bahan yang disusun secara unggun dengan menggunakan
pelarut yang selalu baru sampai prosesnya sempurna dan umumnya dilakukan pAda suhu ruangan. Prosedur metode ini
yaitu bahan direndam dengan pelarut, kemudian pelarut baru dialirkan secara terus menerus sampai warna pelarut tidak
lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut. Kelebihan dari metode ini yaitu
tidak diperlukan proses tambahan untuk memisahkan padatan dengan ekstrak, sedangkan kelemahan metode ini adalah
jumlah pelarut yang dibutuhkan cukup banyak dan proses juga memerlukan waktu yang cukup lama, serta tidak
meratanya kontak antara padatan dengan pelarut
b) Ekstraksi cara panas

Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung. Adanya panas secara otomatis akan
mempercepat proses ekstraksi dibandingkan dengan cara dingin. Beberapa jenis metode ekstraksi cara panas,yaitu:
(1) Ekstraksi refluks. Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut, selama
waktu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada umumnya dilakukan tiga sampai
lima kali pengulangan proses pada rafinat pertama. Kelebihan metode refluks adalah padatan yang memiliki tekstur
kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung dapat diekstrak dengan metode ini. Kelemahan metode ini adalah
membutuhkan jumlah pelarut yang banyak (Irawan, B., 2010).
(2) Ekstraksi dengan alat Soxhlet. Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik
(kondensor). Pada metode ini, padatan disimpan dalam alat soxhlet dan dipanaskan, sedangkan yang dipanaskan
hanyalah pelarutnya. Pelarut terdinginkan dalam kondensor, kemudian mengekstraksi padatan. Kelebihan metode
soxhlet adalah proses ekstraksi berlangsung secara kontinu, memerlukan waktu ekstraksi yang lebih sebentar dan
jumlah pelarut yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode maserasi atau perkolasi. Kelemahan dari metode ini
adalah dapat menyebabkan rusaknya solute atau komponen lainnya yang tidak tahan panas karena pemanasan
ekstrakyang dilakukan secara terus menerus.
2. Ekstraksi Cair-Cair

Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan
pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin
dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara
intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Ekstraksi cair-cair
(liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2
fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasad engan
konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari
larutanyang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan
dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang.

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarutyang tidak
saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut padafase kedua, lalu
kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan
terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan
tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap
Faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi:
a. Perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan dapat berpengaruh terhadapat rendeman dan mutu ekstrak yang
dihasilkan. Perlakuan pendahuluan meliputi pengecilan ukuran dan pengeringan bahan. Semakin kecil ukuran partikel,
maka semakin besar luas kontak antara padatan dengan pelarut, tahanan menjadi semakin berkurang, dan lintasan
kapiler dalam padatan menjadi semakin pendek (laju difusi berbanding lurus dengan luas permukaan padatan dan
berbanding terbalik dengan ketebalan padatan), sehingga proses ekstraksi menjadi lebih cepat dan optimal. Teknik
pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara pemotongan, penggilingan, maupun penghancuran.
b. Temperatur. Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.
Namun temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak bahan yang diekstrak, sehingga perlu menentukan temperatur
optimum.
c. Faktor pengadukan. Pengadukan dapat mempercepat pelarutan dan meningkatkan laju difusi solute. Pergerakan pelarut
di sekitar bahan akibat pengadukan dapat mempercepat kontak bahan dengan pelarut dan memindahkan komponen dari
permukaan bahan ke dalam larutan dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan komponen tersebut ke dalam
media pelarut. Pengadukan dapat dilakukan dengan cara mekanis, pengaliran udara atau dengan kombinasi keduanya.
Daftar Pustaka
Cairns, D., 2009,”Intrisari Kimia Farmasi”, Edisi kedua, EGC, Jakarta
Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta
Wijaya H. M. Hembing (1992), ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 , Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai