Anda di halaman 1dari 25

PREPARASI SAMPEL

a. Urgensi Praktikum

Agar praktikan mengetahui preparasi sampel dalam menganalisis sampel

biologis seperti plasma, Dried Blood Spot (DBS), urin, dan saliva.

b. Deskripsi Singkat Praktikum

Dalam praktikum ini, praktikan akan melakukan preparasi sampel biologis

plasma, Dried Blood Spot (DBS), urin, dan saliva.

c. Sasaran Pembelajaran

Praktikan dapat memahami dan menerapkan cara preparasi sampel yang

baik dan benar dalam menganalisis sampel biologis

d. Alokasi Waktu Praktikum

Minggu pertama dan kedua praktikum

e. Tempat Praktikum

Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

f. Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui cara preparasi sampel yang baik dan benar dalam

menganalisis sampel biologis

g. Teori

Bioanalisis adalah subdisiplin kimia analitik untuk penentuan xenobiotic

dan biotik dalam sistem biologis. Dalam industri kesehatan bioanalisis fokus

dalam memberikan pengukuran kuantitatif obat aktif dan/atau metabolitnya

dan/atau biomarkernya untuk penilaian akurat farmakokinetik, toksikokinetik,

bioekuivalen, bioavailabilitas, dan/atau respons paparan dalam mendukung

penemuan dan pengembangan obat,


Matriks biologis yang umum digunakan dalam bioanalisis meliputi

berbagai cairan tubuh (misalnya plasma, serum, darah utuh, air liur, air mata,

dan urin) dan jaringan organ (misalnya ginjal, hati, paru-paru, kulit, dan

jaringan otak). Secara umum, sampel biologis ini mengandung banyak sekali

komponen endogen seperti garam, molekul kecil, protein, dan lipid, atau

komponen eksogen seperti bahan formulasi. Sebaliknya, analit yang

diinginkan seringkali berada pada tingkat konsentrasi yang sangat rendah,

oleh karena itu preparasi sampel perlu dilakukan.

Preparasi sampel dalam bioanalisis dianggap sebagai proses

pemisahan pra-analitik yang melibatkan isolasi selektif analit yang diinginkan

dari matriks, minimalisasi atau eliminasi komponen matriks dalam sampel

yang diekstrak, dan memaksimalkan jumlah analit untuk memastikan

sensitivitas pengujian yang dapat dicapai. Metode penyiapan sampel yang

ideal harus dapat mengurangi efek matriks ke tingkat minimal. Teknik

persiapan sampel yang umum digunakan dalam bioanalisis yaitu protein

precipitation (PPT), liquid–liquid extraction (LLE), and solid‐phase extraction

(SPE).

1) Protein Precipitation (PPT)

Protein Precipitation adalah teknik persiapan sampel yang sederhana,

cepat, dan nyaman dalam bioanalisis. Dalam Teknik ini, volume kecil darah,

plasma, serum, homogenat jaringan, atau matriks berair lainnya dicampur

pengendap protein dengan volume tertentu. Ketika protein dalam

matriks/larutan sampel bersentuhan dengan pengendap akan menghasilkan

agregasi dan pengendapan protein. Sebagai hasil dari perubahan konformasi

protein, analit yang diinginkan yang terikat pada protein dilepaskan ke dalam
dan tetap berada di dalam larutan. Setelah sentrifugasi dan/atau filtrasi,

protein yang diendapkan dipisahkan dari analit yang mengandung

supernatan.

Pengendap protein terdiri dari beberapa jenis yaitu pelarut organik yang

larut dalam air, asam, ion logam, atau garam. Di antara jenis tersebut, pelarut

organik dan asam yang larut dalam air adalah yang paling umum contohnya

yaitu Asam trikloroasetat (TCA) dan asetonitril.

Keuntungan dari PPT adalah pemulihannya yang tinggi dibandingkan

dengan teknik lain, misalnya LLE dan SPE. Karena hanya protein yang

secara hipotetis dihilangkan dari matriks sampel dengan metode ini, analit

molekul kecil harus tetap berada dalam larutan dan ini menghasilkan

pemulihan teoritis 100%.

Pelarut pada metode PPT terdiri dari beberapa jenis yaitu: (i) pelarut

organik yang larut dalam air, (ii) asam, (iii) ion logam, atau (iv) garam. Di

antara precipitan ini, pelarut organik dan asam yang larut dalam air adalah

yang paling umum.

Pelarut organik yang larut dalam air yang paling umum digunakan adalah

asetonitril, aseton, etanol, dan metanol. Diantara pelarut organik yang

disebutkan yang paling sering digunakan adalah asetonitril. Semua jenis

pelarut dalam kategori ini 100% larut dalam air. Selain itu, pada persiapan

sampel PPT biasanya ditambahkan asam dan basa, penambahan ini dapat

membantu meningkatkan REC.

2) Liquid–Liquid Extraction (LLE)

Liquid–Liquid Extraction (LLE) atau ekstraksi cair-cair merupakan salah

satu teknik preparasi sampel yang umum digunakan dimana metode ini
melibatkan ekstraksi analit yang diinginkan atau komponen gangguan yang

tidak diinginkan dari satu fase cair (misalnya sampel biologis) ke fase cair lain

yang tidak dapat bercampur (misalnya pelarut organik), yang menghasilkan

pembersihan sampel. Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini melibatkan

pengontakan suatu larutan dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling

melarut (immisible) dengan pelarut asal yang mempunyai densitas yang

berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa beberapa saat setelah

penambahan solvent.

Dalam LLE, sampel biologis (plasma, serum, darah utuh, dan homogenat

urin atau jaringan) umumnya dicampur dengan aditif (buffer, asam, atau basa)

untuk memastikan ekstraksi molekul target yang efisien. Ini diikuti dengan

penambahan larutan kerja dan pelarut organic yang tidak dapat bercampur

dengan air. Kemudian campuran dua fase yang tidak dapat bercampur dalam

tabung/sumur dikocok atau dicampur dalam waktu tertentu untuk mencampur

sampel dan pelarut organik, di mana molekul target dipindahkan dari fase air

ke fase organik atau sebaliknya. Ini diikuti dengan sentrifugasi untuk

pemisahan fasa. Setelah sentrifugasi, fase yang mengandung molekul target

dapat dikumpulkan untuk diproses dan dianalisis lebih lanjut.

Ada beberapa kelemahan LLE yaitu teknik ini tidak berlaku untuk semua

senyawa. Molekul yang sangat polar sangat sulit dianalisis, meskipun

penggunaan reagen pasangan ion dapat memperluas LLE ke molekul jenis

ini, masalah utama lainnya adalah pembentukan emulsi. Ini sulit untuk

mencapai titik impas menggunakan sentrifugasi atau ultrasonifikasi dan dapat

menyebabkan hilangnya analit dengan oklusi dalam emulsi.


3) Solid‐Phase Extraction (SPE)

Solid‐Phase Extraction (SPE) atau ekstraksi fase padat prinsipnya hampir

sama dengan ekstraksi cair-cair yang melibatkan partisi senyawa antara dua

fase. Prinsip mekanisme pemisahan yang digunakan dalam pemisahan fase

padat yaitu fase terbalik, fase normal, dan ion exchange.

Pada metode ini, digunakan kolom berukuran kecil (catridge) dengan

adsorben yang memiliki sifat mirip dengan sifat analit yang diperiksa, Secara

umum SPE terdiri dari 5 tahap yaitu pengkondisian, penyeimbangan fase

diam, memasukkan sampel, pencucian untuk menghilangkan senyawa

pengganggu, dan elusi sampel.

Ekstraksi fase padat dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam

atau penjerap yang dikemas dalam cartridge, yakni fase normal (normal

phase), fase terbalik (reversed phase), adsorpsi (adsorption) dan pertukaran

ion (ion exchange). Pemilihan penjerap didasarkan pada kemampuannya

berikatan dengan analit, dimana ikatan antara analit dengan penjerap harus

lebih kuat dibandingkan ikatan antara analit dengan matriks sampel sehingga

analit akan tertahan pada penjerap. Selanjutnya dipilih pelarut yang mampu

melepaskan ikatan antara analit dengan penjerap pada tahap elusi .

Adapun 4 langkah utama dalam penggunaan ekstraksi fase padat, yaitu :

1. Pengkondisian

Merupakan tahapan yang dilakukan dengan penambahan pelarut yang

mampu mengaktifkan penjerap serta mampu membasahi permukaan

penjerap sehingga analit yang terdapat dalam larutan sampel dapat

berinteraksi dengan penjerap.


2. Retensi Sampel

Retensi (retention/loading) merupakan proses pemasukan larutan sampel,

dimana pada proses ini analit yang diinginkan akan tertahan pada penjerap

sementara komponen lain dari matriks yang tidak diinginkan akan keluar dari

cartridge.

3. Pembilasan

Pembilasan (washing) dilakukan dengan penambahan larutan yang

mampu menghilangkan sisa matriks yang tertinggal tetapi tidak

mempengaruhi interaksi analit dengan penjerap.

4. Pengelusian

Pengelusian (elutioning) yang dilakukan dengan penambahan larutan

yang mampu memutuskan ikatan analit dengan penjerap.

4) Salting-Out Assisted Liquid–Liquid Extraction (SALLE)

SALLE adalah jenis LLE homogen yang menggunakan efek salting-out

pelarut yang dapat larut dalam air seperti Asetonitril (ACN) untuk ekstraksi

senyawa organik dari berbagai matriks berair. Dalam prosedur SALLE,

pelarut yang dapat larut dalam air seperti ACN, dan larutan garam pekat

seperti magnesium sulfat atau amonium asetat, ditambahkan ke sampel

biologis. Setelah pencampuran dan sentrifugasi, pelarut organik

'diasinkan', membentuk fase terpisah di atas fase matriks berair. Analit

yang ditargetkan juga diekstraksi ke fase organik. Setelah transfer, lapisan

organik dapat disuntikkan secara langsung atau, setelah pengenceran

sederhana dengan air atau penyangga, disuntikkan ke LC fase terbalik.


SALLE telah terbukti mampu mengekstraksi berbagai macam senyawa

dari biomatriks, SALLE memiliki kesederhanaan yang mirip dengan PPT,

tetapi menghasilkan ekstrak yang lebih bersih. Konsentrasi garam yang

tinggi dan pelarut organik dalam sistem SALLE semuanya dapat secara

efektif mengendapkan protein sebelum pemisahan fasa, dan sebagian

besar garam, komponen matriks, dan residu partikel tertahan dalam fase

air selama pemisahan fase.

Dibandingkan dengan LLE konvensional, SALLE membutuhkan lebih

sedikit pelarut, dan tidak memerlukan langkah pencampuran yang lama

karena pelarut organik larut sempurna dengan air. Langkah penguapan

dan rekonstitusi dapat dihindari. Prosedur SALLE juga jauh lebih

sederhana dan hemat biaya dibandingkan SPE konvensional. Tidak

diperlukan langkah pemuatan sampel, pengkondisian sorben, pencucian,

dan elusi.

Tabel 1. Pelarut garam yang digunakan dalam Salting-Out

Kategori Garam

Garam Halida LiCl NH4Cl


NaCl CaCl2
KF NaBr
KCl Nal
Garam Karbonat K2CO3
KHCO3
Garam Nitrogen oksida NaNO2
NaNO3
Garam oksianion halida NaCIO2
NaCIO3
NaBrO3
NaCIO4
Garam karboksilat
Na-format K2-oksalat
Na-glikolat K2-squarat
NaOBz (NH4)3-SITRAT
NaOTFA Li3-sitrat
Na2-malonat Na3-sitrat
Na-maleat K3-sitrat
NaK-tartrat Na4-EDTA

Garam oksianion fosfor NaH2PO2


Na2HPO3
Na2FPO3
NaH2PO4
K2HPO4
K3PO4

logam alkali sulfat Li2SO4


Na2SO4
NaHSO4
K2SO4
Rb2SO4
Cs2SO4

Amonium sulfat (NH4)2SO4


(Me4N)2SO4
(Bu4N)2SO4
Alkali tanah sulfat BeSO4
MgSO4
Sulfat logam transisi VOSO4
Cr2(SO4)3
MnSO4
FeSO4
Fe2(SO4)3
CoSO4
NiSO4
CuSO4
ZnSO4
Zwitterion Me3NO
Betaine
glisin

5) Sugaring-Out Assisted Liquid–Liquid Extraction (SULLE)

SULLE adalah metode pemisahan fase yang dengan memasukkan gula

monomer atau disakarida ke dalam larutan berair asetonitril (ACN), ACN

dapat dipisahkan dari air untuk membentuk fase baru. Sistem dua fase baru

ini menunjukkan keunggulan pemisahan fase yang cepat dan ramah

lingkungan dan telah menemukan aplikasi dalam pemurnian protein, ekstraksi

produk alami, dan bioanalisis.


Tabel 1. Pelarut garam yang digunakan dalam Salting-Out

Produk Gula Konsentrasi

Butanol Sukrosa 64.52%


Etanol Glukosa 5.61%
Aseton Sukrosa 15.75%
Asetronitril Glukosa 95.4%
Xilosa 90.9%
Arabinosa 94.9%
Fruktosa 89.1%
Sukrosa 90.4%

A. Preparasi Sampel Urin dan Saliva

A.1 Urin

Urin manusia terdiri dari air (95%). Sisanya adalah urea (2%), kreatinin

(0,1%), asam urat (0,03%), klorida, natrium, kalium, sulfat, amonium, fosfat, dan

ion serta molekul lain dalam jumlah yang lebih sedikit. PH urin dalam kisaran

normal 5,7–7,0. Sampel urin normal tidak memiliki warna merah atau coklat

kemerahan karena hemoglobin dari sel darah merah, mioglobin dari sel otot,

obat-obatan tertentu, atau pewarna makanan. Jika sampel urin keruh atau

berbusa, ini menunjukkan kadar protein yang lebih tinggi.

Karakteristik dan komposisi urin manusia normal bisa dilihat pada tabel

berikut:
Untuk karakteristik urin pada beberapa hewan coba terdapat pada gambar

berikut:

Analisis obat yang biasa menggunakan matriks urin yaitu obat golongan

AINS, golongan antidepresan, golongan beta-bloker, golongan nonsteroid

antiinflamasi.

Prosedur pengambilan urin harus dilakukan dengan benar dan tepat,

sesuai dengan standar yang telah berlaku guna mendapatkan hasil yang

maksimal. Pada manusia prosedur pengambilan urin yaitu:

 Mencuci tangan terlebih dahulu

 Bersihkan area kemaluan menggunakan tisu steril, agar area

tersebut bersih dari bakteri dan tidak terbawa ke dalam sampel.

 Buang sedikit urine yang pertama kali keluar, lalu segera tampung

aliran urine berikutnya ke wadah penampung.

 Tampung urine kurang lebih sebanyak 30–60 ml ke wadah

penampung yang disediakan dokter.

 Buang sisa aliran urine ke toilet jika sampel sudah mencukupi.

 Tutup rapat wadah yang berisi sampel urine agar tidak tumpah atau

terkontaminasi.
 Bersihkan bagian luar wadah penampung urine menggunakan tisu

steril dan cuci tangan setelah melakukan pengambilan sampel.

 Berikan sampel urine ke petugas untuk dianalisis di laboratorium

Pada pasien wanita alat kemaluan dibersihkan dari arah depan ke

belakang, pada pasien pria alat kemaluan dibersihkan pada ujung kemaluan.

Pada pasien anak-anak dan bayi pengambilan urin dilakukan dengan

pengawasan orang tua atau perawat.

Untuk pasien yang tidak dapat melakukan pengambilan sampel urine

secara mandiri, biasanya digunakan kateter, yaitu selang karet yang dipasang

melalui lubang kencing (uretra). Sampel urine yang diambil pada pasien

pengguna kateter harus langsung dari selang kateter, tidak boleh dari kantung

penampungan. Tujuannya adalah untuk menghindari urine terkontaminasi.

Pengambilan urin pada hewan coba tikus dapat dilakukan dengan buang

air kecil secara spontan yang dilakukan dengan cara tikus dibiarkan

berkeliaran didalam kandang kosong yang bersih yang telah dilapisi dengan

plastik, Tikus dikeluarkan segera setelah buang air kecil dan urin yang

dikeluarkan kemudian disedot dengan menggunakan ujung pipet. Hindari

mengkontaminasi urin dengan feses.

Selain itu dapat juga dilakukan

dengan menggunakan polystyrene

beaker, dengan cara polystyrene

beaker 5 ml dilekatkan pada dinding

perineum tikus menggunakan selotip

yang melekat pada kedua sisi, beaker

bisa juga di pegang. Tikus kemudian


dipegang ekornya, setelah beaker dipasang, dan punggung hewan itu

dirangsang dengan menggunakan jari-jari tangan yang berlawanan. Mencukur

dan mencuci daerah periurethral tikus lebih baik untuk memperoleh urin yang

bersih dan bebas kotoran.

Preparasi sampel dengan LLE paling sering digunakan untuk ekstraksi

urin. Prinsip LLE adalah mengekstraksi analit berdasarkan kelarutan relatifnya

dalam dua cairan berbeda yang tidak dapat bercampur, biasanya buffer berair

dan pelarut organik. Pelarut Organik LLE yang umum digunakan adalah metil

tert-butil eter (MTBE), etil asetat, metilen klorida, heksana, dan kloroform. Di

antara pelarut ini, MTBE adalah pelarut organik yang paling umum digunakan.

Keunggulan MTBE adalah cocok untuk mengekstrak banyak analit asam

dan basa yang mengandung gugus hidrofobik, ekstraksi dapat

menghilangkan sebagian besar fosfolipid yang menyebabkan efek matriks

dalam analisis LC/MS/MS, waktu pengeringannya singkat (hanya 10–15

menit), dan mudah untuk memisahkan tingkat organik MTBE dari fase air.

Selain itu salah satu metode preparasi sampel urin yang umum digunakan

sebelum LC-MS/MS adalah SPE. Tujuan dari SPE adalah untuk membuat

analit yang menarik terikat pada sorben SPE, dan membersihkan komponen

yang mengganggu, dan kemudian mengelusi analit untuk pengumpulan akhir.

Keunggulan SPE adalah relatif sangat selektif terhadap berbagai senyawa

dalam berbagai matriks, mudah diotomatisasi untuk throughput tinggi,

memiliki berbagai jenis fase diam termasuk fase balik, fase normal,

pertukaran ion, dan mode campuran, yang memungkinkan analis

menyempurnakan selektivitas metode ekstraksi mereka untuk rentang analit


yang luas, dan merupakan teknik terbaik untuk meminimalkan gangguan

matriks termasuk protein, fosfolipid, garam, dan senyawa endogen lainnya.

Kerugian metode SPE adalah biaya tinggi kartrid atau pelat SPE, memiliki

banyak langkah ekstraksi sehingga membutuhkan waktu lebih lama dari LLE,

membutuhkan waktu lebih lama untuk optimasi metode karena banyak

langkah ekstraksi, membutuhkan ilmuwan yang terampil dan berpengalaman

untuk pengembangan metode.

A.2. Saliva

Saliva atau air liur merupakan sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin

yang disebut kelenjar ludah. Adapun beberapa kelenjar penghasil ludah seperti

kelenjar parotis, kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual. Penyusun saliva

terutama terdiri dari air dan enzim saliva, elektrolit, antibodi dan beberapa bahan

kimia lainnya yang pentiing untuk kesehatan mulut.

Produksi saliva terjadi sepanjang waktu di mana produksinya ini terutama dari

daerah basal di bawah lidah. Ketika terdapat aktivitas otot ataupun terdapat

rangsangan (makanan), hal ini dapat merangsang produksi saliva yang dapat

dihasilkan dari semua sisi wajah yang terdapat kelenjar saliva.

Normalnya, manusia memproduksi saliva 1 – 1,5 liter perhari. Saliva sangat

penting untuk menjaga kebersihan dan kesehatan mulut. Akibat adanya enzim,

saliva juga memainkan peran penting dalam metabolisme dan juga penting untuk

penghilangan obat. Saliva juga dapat berperan dalam diagnosis suatu penyakit.

Beberapa contoh obat-obatan yang dapat dideteksi pada saliva seperti golongan

barbiturat, amfetamin, penisilin dan kokain.

B. Preparasi Sampel Plasma dan DBS

B.1. Plasma Darah


Darah merupakan cairan yang terdapat dalam tubuh manusia yang memiliki

fungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh sel-sel tubuh. Darah tersusun atas

2 yaitu plasma darah dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit dan

trombosit, sedangkan plasma darah mengandung kurang lebih 90% air dan zat-

zat lainnya. Beberapa zat itu seperti protein plasma (albumin, globulin,

fibrinogen), sari makanan, ataupun bahan lain seperti obat-obatan yang dalam

proses farmakokinetiknya melalui darah.

Plasma darah ditandai dengan cairan berwarna kekuningan dengan volume

mencapai 55% sedangkan sel darah memiliki volume 45%. Kebanyakan obat-

obatan didistribusikan ke tubuh melalui darah sehingga terkadang untuk menguji

suatu obat dalam sampel biologis secara kualitatif maupun kuantitatif digunakan

sampel plasma darah. Adapun beberapa contoh obat yang dapat dianalisis pada

darah seperti parasetamol, siklosporin dan asam mefenamat.

h. Metode Kerja

A. Sampel Urin

 Alat

- Kartrid SPE

- Labu tentukur

- Micropipet

- Tabung eppendrof

- Vortex

 Bahan

- Alkohol swab

- Aquadest

- Hidroklorotiazid
- Kloroform

- MTBE (Metil Tert-Butil Eter)

- Metanol

- Paracetamol

- Polystyrene beaker/pot sampel

- Selotip

- Toluen

 Prosedur Kerja

a. Pengumpulan Sampel Urin

1. Cuci dan cukur bulu tikus pada bagian penis tikus untuk

memperoleh urin yang bersih dan bebas kotoran.

2. polystyrene beaker/pot sampel 5 ml dilekatkan pada dinding

perineum tikus (bagian alat kelamin tikus) menggunakan selotip

yang melekat pada kedua sisi, beaker bisa juga di pegang.

3. Tikus kemudian dipegang ekornya.

4. Punggung tikus dirangsang dengan menggunakan jari-jari tangan

yang berlawanan.

b. Penyiapan larutan stok

1. Larutan stok dibuat 1,0 mg/ml hidroklorotiazid dan parasetamol

disiapkan dalam metanol.

c. Larutan Standar

2. Dibuat pengenceran hidroklorotiazid dengan metanol pada

konsentrasi 2.0, 5.0, 10.0, 20.0, 50.0, dan 100 ppm

3. Dibuat juga pengenceran paracetamol dengan metanol 0.1, 0.5,

1.0, 5.0, 10.0 and 20.0 ppm (µg ml-1)


d. Penyiapan QC

1. Quality Control (QC) urin disiapakan 200 ml dengan konsentrasi

akhir 0.75 and 15 ppm (µg ml-1)

2. Semua sampel QC disimpan pada suhu -15°C hingga digunakan.

e. Larutan Sampel

1. Larutan stok standar internal (IS) disiapkan pada 100 µg ml-1

2. Pertama diencerkan menjadi 10 µg ml-1 dengan metanol, dan

selanjutnya diencerkan menjadi 1 µg ml-1 dengan campuran

metanol dan air (1:9, v/v).

3. Lima puluh mikroliter larutan stok IS digunakan untuk semua

sampel urin.

f. Preparasi Sampel Urin

1 ml alikuot urin dan 50 µl larutan stok standar internal (100 µg ml-1)

dipipet ke dalam tabung gelas kultur sekali pakai (16 X 100 mm).

Kemudian dilakukan preparasi sampel dengan metode SPE dengan cara :

a. Ditambahkan 0,5 ml buffer NaHCOa 0,1 M (pH = 9,4)

b. Ditambahkan 4 ml MTBE (metil tert-butil eter)

c. Di vortex selama 120 detik (2 menit) dengan kecepatan 3

d. Lakukan pengkondisian kartrid SPE dengan 2 ml methanol dan 3

ml MTBE (metil tert-butil eter)

e. Masukkan 3,8 ml ekstrak MTBE ke dalam kartrid SPE

f. Keringkan kartrid dengan gas nitrogen selama 60 detik

g. Kemudian dicuci dengan 2 ml metanol 20%

h. Dielusi menggunakan 2 ml metanol 20%

i. Suntikkan 50 µl eluen pada sistem LC (waktu operasi 12 menit)


j. cuci loop sampel dengan 2 ml metanol 20%.

Dengan metode LLE:

1. Ekstraksi dilakukan dalam tabung eppendorf 5 mL dengan 500 µL

urin, yang ditambahkan 50 µL standar internal (IS), 50 µL asam

asetat 95% dan 3 mL dari MTBE.

2. Tabung dihomogenisasi selama 10 menit dengan vortex

3. kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 3400

rpm.

4. Alikuot dari supernatan (2,6 mL) dipindahkan ke tabung polipropilen

5 mL lainnya

5. Diuapkan hingga kering dalam sentrifus vakum pada suhu 45 ºC.

6. Ekstrak kering dilarutkan dengan 100 µL fase gerak kloroform,

methanol, dan toluen (8:2:4, v/v/v) dan dicampur dalam vortex

selama 30 detik.

7. Alikuot 25 µL disuntikkan ke dalam kromatografi cair yang

dipasangkan dengan detektor massa tandem

B. Sampel Saliva

 Alat

- Spuit

- Tabung sentrifugasi

 Prosedur Kerja

a. Pengumpulan Sampel Saliva

1. Untuk pengambilan saliva, diambil dari submandibular tikus

2. Tikus terlebih dahulu dibius dengan menggunakan eter

3. Setelah dibius, tikus ditempatkan dalam posisi melentang


4. Saliva dikumpulkan dengan menggunakan spuit yang telah

dimodifikasi yang ujungnya dihubungkan langsung dengan tabung

sentrifugasi 1,5 ml yang telah ditimbang

5. Sampel saliva yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu dingin

untuk pengujian lebih lanjut

C. Sampel Plasma Darah

 Alat

- Spoit

- Pipa kapiler

- Tabung EDTA K3

- Tabung Eppendorf

- Sentrifugasi

 Bahan

- Eter

- Alkohol

- Kapas

 Prosedur Kerja

a. Pengambilan darah melalui vena lateralis ekor

1. Hewan coba tikus dianestesi terlebih dahulu menggunakan eter

2. Bagian ekor tikus diusap menggunakan kapas yang telah diberi

alkohol dengan tujuan untuk memperlebar dan memperjelas

pembuluh darah

3. Jarum spuit dimasukkan sejajar dengan vena

4. Tarik darah secara perlahan

5. Darah yang tertampung disimpan di dalam tabung EDTA K3


b. Pengambilan darah melalui sinus orbitalis

1. Hewan coba tikus dianestesi terlebih dahulu menggunakan eter

2. Tikus dipegang pada kulit bagian tengkuk dan punggung dengan

ibu jari dan telunjuk kiri

3. Pipa kapiler diarahkan ke sinus orbitalis dengan kemiringan sudut

45°

4. Masukkan pipa kapiler sampai menembus kulit bagian luar

5. Miringkan tikus dan darah akan menetes melalui pipa kapiler dan

ditampung dengan menggunakan tabung EDTA K3.

c. Penyiapan larutan stok

1. Larutan stok dibuat 1,0 mg/ml hidroklorotiazid dan parasetamol

disiapkan dalam metanol.

2. Larutan stok dibuat 0,1 mg/ml meloxicam dan piroxicam disiapkan

dalam metanol.

3. Larutan stok disimpan pada suhu -20°C

d. Larutan Standar

1. Dibuat pengenceran hidroklorotiazid dengan metanol pada

konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12 µl kemudian kalibrasi standar standar

200, 400, 600, 800, 1000, 1200 ng/ml

2. Dibuat juga pengenceran paracetamol dengan metanol 1000

ng/spot parasetamol (standar internal)

3. Dibuat pengenceran meloxicam dengan methanol 50% pada

konsentrasi 50, 100, 200, 500, 1.000, 2.000, dan 5.000 µg/ml
4. Dibuat juga pengenceran piroxicam dengan metanol 50% 500

ng/mL

e. Penyiapan Quality Control (QC)

1. Quality Control (QC) plasma disiapkan 200 ml dengan tiga

konsentrasi berbeda 400, 800, 1200 µg/ml

2. Semua sampel QC disimpan pada suhu -20°C hingga digunakan.

f. Preparasi Hidroklorotiazid dalam Sampel Darah dengan Internal

Standar Parasetamol

Preparasi sampel DBS dilakukan dengan metode PPT, sebagai

berikut:

1. Sampel darah yang diperoleh pada tabung EDTA K3 disiapkan

2. Tabung EDTA K3 dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi

3. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15

menit

4. Bagian serum yang berwarna kekuningan diambil dan dipindahkan

ke dalam tabung eppendorf bersih

5. Hidroklorotiazid 200, 400, 600, 800, 1000, 1200 ng/ml mengandung

internal standar (parasetamol 1000 ng/ml) ditambahkan

6. Presipitasi dan ekstraksi protein dilakukan dengan menggunakan

campuran metanol-asetonitril (3.0:0.1, v/v)

7. Mixer selama 1 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000

rpm selama 10 menit.

8. Fase organik diambil dan diuapkan sampai kering di atas hot plate.

9. Massa residu dilarutkan dengan 1 ml metanol


g. Preparasi Meloxicam dalam Sampel Darah dengan Internal

Standar Piroxicam

1. Sampel darah yang diperoleh pada tabung EDTA K3 disiapkan

2. Tabung EDTA K3 dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi

3. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15

menit

4. Bagian serum yang berwarna kekuningan diambil dan dipindahkan

ke dalam tabung eppendorf bersih

5. Meloxicam mengandung internal standar (300 ng piroxicam/ml

meloxicam) ditambahkan

6. Sampel segera divortex selama 20 detik

7. Kemudian disentrifuse rpm 8000 selama 10 menit

8. Supernatan sebanyak 100 µl dimasukkan ke vial dan 10 µl diinjeksi

ke kolom

D. DBS (Dried Blood Spot)

 Alat

- Botol spray

- Gunting bedah

- Pelubang kertas

- Vial

 Bahan

- Eter

- Etanol

- Kertas filter Whatmann 903 Protein Saver Card Whatmann

- Pipet kapiler
- Pelat microplate 6

 Prosedur Kerja

h. Pengumpulan sampel

1. Darah tikus dan mencit diambil melalui vena ekor dengan

menggunting ujung ekor mencit

2. Tampung darah pada wadah kecil

3. Sampel darah diteteskan ke kertas filter (Whatmann 903 Protein

Saver Card Whatmann) secara kuantitatif menggunakan pipet

kapiler membentuk spot darah

4. Sampel darah dikering anginkan selama beberapa jam di suhu

ruang

i. Ekstraksi

1. Spot yang berkualitas bagus dilubangi dengan membentuk

lingkaran kecil diameter 3-5,5 mm

2. Potongan spot tersebut dimasukkan ke pelat microplate 6

3. Elusi dilakukan menggunakan pelarut etanol dan didiamkan selama

1 malam

4. Hasil elusi dapat dilakukan prosedur selanjutnya

j. Penyiapan larutan stok

1. Larutan stok dibuat 0,1 mg/ml meloxicam dan piroxicam disiapkan

dalam metanol.

2. Larutan stok disimpan pada suhu -20°C

k. Larutan Standar

1. Dibuat pengenceran meloxicam dengan methanol 50% pada

konsentrasi 50, 100, 200, 500, 1.000, 2.000, dan 5.000 µg/ml
2. Dibuat juga pengenceran piroxicam dengan metanol 50% 500

ng/mL

l. Penyiapan Quality Control (QC)

3. Quality Control (QC) DBS disiapkan 200 ml dengan tiga

konsentrasi berbeda 10, 200, dan 1.000 µg/ml

4. Semua sampel QC disimpan pada suhu -20°C hingga digunakan.

m. Preparasi Sampel DBS

Preparasi sampel DBS dilakukan dengan metode PPT, sebagai berikut:

1. Elusi ekstrak DBS (100 µl) dimasukkan ke tabung effendrof 1.5 ml

2. Meloxicam 200 µl mengandung internal standar (300 ng

piroxicam/ml meloxicam) ditambahkan

3. Sampel segera divortex selama 20 detik

4. Kemudian disentrifuse rpm 8000 selama 10 menit

5. Supernatan sebanyak 100 µl dimasukkan ke vial dan 10 µl diinjeksi

ke kolom

i) Referensi:

Chen, Wenbin, et al. Matrix-Induced Sugaring-Out: A Simple and Rapid

Sample Preparation Method for the Determination of Neonicotinoid

Pesticides in Honey. Molecules. 24(15). 2019: 2761.

Gomes, A. P., Barbosa, E., Santos, A. L. A. D., Lizot, L. F., Sauer, E., Garcia,

S. C., and Charao, M. F. A Simple and Sensitive LC-MS/MS Method for

the Determination Of S-Phenylmercapturic Acid in Human Urine.

Química Nova. 44. 2021: 334-340.


Hsien, J. K., Lin, C., Matuszweski, B. K., & Dobrinska, M. R. Fully Automated

Methods for the Determination of Hydrochlorothiazide in Human Plasma

and Urine. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 12(12),

1994. 1555-1562.

Kataoka, H., & Saito, K. Recent Advances in SPME Techniques in Biomedical

Analysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 54(5).

2011: 926–950.

Kurien, Biji T., Nancy E. Everds, and R. Hal Scofield. Experimental Animal

Urine Collection: A Review. Laboratory animals. 38(4). 2004: 333-361.

Li, Wenkui, Wenying Jian, and Yunlin Fu, eds. Sample Preparation in LC-MS

Bioanalysis. John Wiley & Sons. 2019.

Rote, Ambadas R., and Poonam R. Sonavane. Development And Validation

Of Bioanalytical Method For Determination Of Telmisartan And

Hydrochlorothiazide Using HPTLC In Human Plasma. 2012.

Sarigul, Neslihan, Filiz Korkmaz, and İlhan Kurultak. A New Artificial Urine

Protocol To Better Imitate Human Urine. Scientific Reports. 9(1). 2019:

1-11.

Vaghela, A., Patel, A., Patel, A., Vyas, A., & Patel, N. Sample Preparation in

Bioanalysis: A Review. International Journal of Scientific & Technology

Research. 5(05). 2016: 6-10.

Washington, Ida M., and Gerald Van Hoosier. Clinical Biochemistry and

Hematology: The Laboratory Rabbit, Guinea Pig, Hamster, and Other

Rodents. Academic Press. 2012: 57-116.

Wiesner, J., dejager, A., Sutherland, F., Hundt, H., Swart, K., Hundt, A., &

ELS, J. (2003). Sensitive and rapid liquid chromatography–tandem mass


spectrometry method for the determination of meloxicam in human

plasma. Journal of Chromatography B, 785(1), 115–121.

Zhang, J., Myasein, F., Wu, H., & El-Shourbagy, T. A. Sugaring-Out Assisted

Liquid/Liquid Extraction with Acetonitrile for Bioanalysis Using Liquid

Chromatography–Mass Spectrometry. Microchemical Journal. 108.

2013: 198-202.

Anda mungkin juga menyukai