Anda di halaman 1dari 22

MODUL X : ANALISIS FORENSIK

a) Urgensi Praktikum

Analisis forensik adalah salah satu bidang keahlian yang harus dikuasai oleh

seorang farmasis. Apoteker forensik terlibat dalam pekerjaan profesional yang

berkaitan dengan litigasi, proses pengaturan, atau sistem peradilan pidana.

Wilayah kerja farmasi forensik meliputi aspek klinis, distributif, administrasi

farmasi, dan ilmu farmasi dasar.

b) Deskripsi Singkat Praktikum

Dalam praktikum ini mahasiswa akan diberikan pengetahuan terkait analisis

forensik dengan membedah kasus-kasus dalam ranah forensik, sampel yang

digunakan dan menggunakan instrumen analisis yang sesuai.

c) Sasaran Pembelajaran Praktikum

(1) Mahasiswa memahami cara analisis sampel forensik menggunakan

instrumen analisis; (2) Mahasiswa berpartisi aktif dalam tim selama proses

analisis sampel forensik dilakukan; (3) Mahasiswa memiliki keterampilan dalam

menganalisis sampel forensik menggunakan instrumen yang sesuai.

d) Alokasi Waktu Praktikum

Minggu kedua belas praktikum

e) Tempat Praktikum

Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

f) Teori

Ilmu forensik merupakan aplikasi ilmu pengetahuan pada investigasi-investigasi

tindakan kriminal sebagai bukti bersalah atau tidaknya seseorang dalam masalah

pidana maupun perdata. Ilmu forensik terbagi atas beberapa disiplin ilmu seperti
ilmu kimia forensik, forensik biologis dan serologi, forensik balistik, fisika forensik,

forensik toksikologi, fotografi forensik, forensik sidik jari DNA, dan forensik mikroba.

1. Forensik Toksikologi

Analisis toksikologi forensik adalah analisis yang meliputi deteksi, identifikasi

dan pengukuran obat atau senyawa lainnya serta metabolitnya pada spesimen

biologis. Oleh karena hal tersebut, disiplin ilmu ini memerlukan hasil analisis yang

akurat dan valid. Analit target pada toksikologi forensik adalah senyawa-senyawa

yang dilarang/berbahaya(kokain, morfin, obat-obat psikotropika seperti

benzodiazepin, metilamfetamin, dll) dan metabolitnya (kokaetilen, dll), obat-obatan

(anti-epilepsi), alkohol (etanol, etil glukuronida, etil sulfat, dll), dan racun (sianida,

pestisida). Analisis forensik toksikologi memiliki beberapa tantangan karena sampel

biologis yang beragam dan seringkali konsentrasi analit yang ingin dideteksi atau

diukur sangatlah rendah (pg-ng/mL dan pg-ng/g) ataupun ukuran sampel sangatlah

sedikit (μl atau mg). Adapun tantangan lainnya seperti kontaminasi sampel seperti

protein, garam, asam, basa maupun senyawa organik yang dapat mempengaruhi

prosedur dan hasil analisis.

Preparasi sampel maupun penyimpanan merupakan hal-hal yang sangat

penting sebelum analisis dilakukan, contohnya seperti kontrol sampel yang penting

sebagai patokan efisiensi metode yang digunakan. Semakin bagus standar kontrol

yang digunakan, maka akan meningkatkan tingkat kepercayaan maupun

keberhasilan uji. Pada toksikologi forensik akan selalu terdapat masalah seperti

sampel darah yang terhemolisis yang dapat mempengaruhi komponen pada

serum/plasma/darah sehingga membutuhkan metode pengawetan seperti freeze-

drying maupun metode lainnya untuk menjaga kualitas spesimen.


Alkohol (etanol) merupakan zat psikoaktif yang sering sekali menyebabkan

kasus kriminal akibat seseorang minum terlalu banyak sehingga mabuk. Mabuk

dapat menyebabkan kasus pelecehan, pelanggaran mengemudi, kekerasan dalam

rumah tangga, mencederai diri sendiri dan secara umum perilaku agresif lainnya.

Efek gangguan etanol terkait erat dengan jumlah yang dikonsumsi (dosis),

kecepatan minum dan kadar alkohol yang sampai ke otak sehingga mengganggu

neurotransmisi otak. Untuk tujuan legalitas, sebagian besar kasus diidentifikasi

dengan sampel helaan napas, namun metode sampel ini tidak menyediakan hasil

yang cukup mewakili apa yang sebenarnya terjadi daripada sampel darah. Etanol

terdistribusi dalam kompartemen air dalam tubuh dan tidak mengikat protein plasma

ataupun jaringan lainnya. Spesimen biologis yang dianalisis pada laboratorium

rumah sakit klinis biasanya berupa plasma atau serum darah, namun pada analisis

untuk kasus kriminal seperti pelanggaran mengemudi ataupun pelecehan seksual

akibat pelaku mabuk, akan lebih baik jika spesimen darah total harus digunakan. Hal

yang perlu diperhatikan saat mendeterminasi etanol pada investigasi kasus kriminal,

jumlah dan bagaimana sampel diambil, tipe tabung vacutainer yang digunakan

maupun prosedur penahanan pelaku yang berlaku. Saat pengambilan darah dengan

venipuncture, tipe antiseptik yang digunakan penting dipertimbangkan agar tidak

mengontaminasi hasil atau mempengaruhi hasil analisis. Kromatografi gas (KG)

dapat digunakan berdasarkan metode oksidasi enzimatik. Analisis juga dapat

mengkombinasikan KG dengan spektrofotometer massa.

Berikut adalah alur analisis pada laboratorium toksikologi meliputi prosedur-

prosedur berikut, seperti:

1. Preparasi sampel: hidrolisis sampel urin, dekontaminasi dan digesti

sampel rambut, ataupun homogenisasi jaringan.


2. Ekstraksi/pembersihan analit target dari analit lainnya.

3. Analisis menggunakan instrumen.

2. Analisis Forensik dalam Penyalahgunaan Obat-Obatan

Penyalahgunaan obat dikaitkan dengan berbagai masalah medis, sosial, dan

hukum. Oleh karena itu, pengujian 'penyalahgunaan obat' merupakan tugas penting

dalam toksikologi forensik dan bidang terkait. Hal ini umumnya dilakukan untuk

mengkonfirmasi efek obat akut (misalnya, mengemudi dalam keadaan mabuk) atau

untuk memantau penggunaan obat terlarang (misalnya, pengujian obat di tempat

kerja). Selain biomatriks konvensional yaitu darah (efek akut) dan urin (pengujian

obat terlarang), cairan oral telah menjadi matriks pengujian yang semakin penting,

yang memungkinkan pengambilan sampel secara langsung di tempat menggunakan

perangkat pengumpul khusus. Selain itu, rambut telah menjadi matriks yang dapat

digunakan untuk pengujian penyalahgunaan obat jangka panjang. Immunoassay

adalah alat yang efektif untuk mengidentifikasi sampel yang diduga positif dalam

analisis yang ditargetkan untuk penyalahgunaan obat-obatan, tetapi hasil positif

memerlukan konfirmasi dengan teknik yang lebih selektif dan sensitif.

Beberapa golongan obat yang biasa dianalisis penyalahgunaan obat seperti

amfetamin, cannabinoid, kokai, opiat, opioid, benzodiazepin, obat bius, triptamin dan

piperazin. Obat yang disalahgunakan biasanya merupakan campuran dari beberapa

senyawa tambahan yang berbeda atau pengencer (cutting agent), yang dapat terjadi

dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada obat itu sendiri dan mungkin juga

senyawa tambahan tersebut merupakan zat legal. Hal ini membuat pendeteksian

obat menjadi lebih sulit karena zat tersebut yang merupakan senyawa legal dapat

menutupi sinyal indikasi obat yang diselundupkan. Kehadiran senyawa tambahan

(cutting agent) ini juga dapat menyebabkan fluoresensi sehingga dimungkinkan


untuk membedakan antara beberapa obat seperti metamfetamin dan senyawa

terkait menggunakan spektroskopi Raman sampai tingkat yang terbatas tetapi hanya

jika konstituen utama tidak berpendar. Salah satu obat terlarang yang paling umum

diselundupkan di Inggris adalah kokain hidroklorida. Seringkali larutan alkohol

seperti rum digunakan untuk menyembunyikan obat untuk mengurangi kemungkinan

obat terdeteksi. Setelah operasi penyelundupan berhasil, narkoba dapat dengan

mudah diperoleh kembali dengan menguapkan pelarut alkohol/air.

Di India, beberapa orang menemukan trik baru untuk menyelundupkan

benzodiazepin di dalam biskuit atau di dalam minuman soda. Salah seorang

penumpang kereta dibius dengan biskuit dan dirampok. Rumah Sakit mendiagnosa

bahwa penumpang tersebut mengkonsumsi obat sedatif. Biskuit yang dikonsumsi

oleh penumpang itu dikirim ke Laboratorium Forensik untuk diidentifikasi dengan

melakukan prosedur ekstraksi dan pemisahan memperoleh ekstrak kental organik.

Kemudian dilakukan identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

menggunakan pelarut yang sesuai dan dibandingkan dengan beberapa obat-obat

sedatif, terakhir dilakukan analisis menggunakan FTIR.

Di banyak negara Eropa, opioid (sebagian besar heroin) menyumbang sekitar

60% dari semua permintaan pengobatan obat terlarang yang tercatat pada tahun

2004 dan di antara kasus-kasus ini, 53% pengguna dilaporkan menyuntikkan obat

tersebut. Pada tubuh manusia, heroin secara cepat dihidrolisis menjadi 6-mono-

asetilmorfin (6-MAM) dan selanjutnya menjadi morfin. Morfin sendiri juga

dimetabolisme secara ekstensif, terutama melalui glukuronidasi fase II pada gugus

3-hidroksi dan 6-hidroksi. Metabolit utama morfin adalah morfin-3-glukuronida

(M3G). Berbagai teknik telah digunakan untuk mengukur morfin dan metabolitnya.

Immunoassay menawarkan penanganan sederhana tetapi kurang spesifik untuk


membedakan opiat dari glukuronida yang sesuai. Pengujiannya berdasarkan inhibisi

kompetitif pengikatan ligan radiolabeled μ-opioid-selektif [3H]-DAMGO ke reseptor

opioid striatal oleh ligan opioid (misalnya, M6G). Namun, nilai penetapan kadar

untuk penentuan kuantitatif terbatas karena morfin dan M6G tidak dapat dibedakan

dan, terlebih lagi, presisi intrauji tidak dapat diterima (di atas 35%). Beberapa

prosedur kerja diterapkan untuk pemurnian biomatriks untuk mengatasi interferensi

matriks dalam penentuan opiat. Untuk analisis darah lengkap, pengendapan protein

dengan asetonitril atau metanol biasa dilakukan. Kromatografi imunoafinitas

menggunakan antibodi spesifik terimobilisasi terhadap morfin dan morfin glukuronida

untuk pemurnian dan konsentrasi sampel biologis, terutama spesimen darah

lengkap postmortem. Morfin juga dapat ditentukan dalam plasma manusia dengan

elektroforesis zona kapiler dan kromatografi kapiler elektrokinetik misel

menggunakan deteksi serapan UV pada 190 nm.

Selain itu, Cannabis sativa L. (ganja, minyak hashish, dll) juga menjadi salah

satu obat terlarang yang masih terus diproduksi dan diperdagangkan di seluruh

dunia. Komponen psikoaktif utama ganja adalah Δ9-tetrahydrocannabinol (THC).

THC dengan cepat dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450 (CYP) menjadi 11-

hidroksi-Δ9-tetrahydrocannabinol (OH-THC) yang memiliki potensi psikoaktif dan

selanjutnya menjadi 11-nor-9-carboxy-Δ9-tetrahydrocannabinol (THC-COOH) yang

tidak aktif. Senyawa ini terglukuronidasi dan terutama diekskresikan ke dalam urin.

Penentuan OH-THC dan THC-COOH selain senyawa induk THC direkomendasikan

dari sudut pandang toksikologi, karena jenis aplikasi dan perilaku konsumsi dapat

dinilai berdasarkan kadar masing-masing obat dalam darah atau plasma/serum.

Perlu diperhatikan jika konsentrasi THC dan metabolitnya ditentukan dalam

serum/plasma atau darah lengkap karena distribusi sampel postmortem (darah


femoral perifer) antara konsentrasi serum dan darah utuh bervariasi. Perubahan

hematokrit yang disebabkan oleh hemolisis darah yang terjadi setelah kematian,

agregasi dan degradasi protein dapat menjadi salah satu kemungkinan. Ini harus

dipertimbangkan terutama dalam toksikologi forensik, di mana spesimen yang

terdegradasi sering terjadi.

3. Analisis Forensik dalam Kasus Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan suatu perilaku yang mengarah pada perilaku

seksual atau kekerasan seksual yang menyimpang dapat menimbulkan kerugian.

Kekerasan merupakan tindakan yang melibatkan tenaga fisik, tubuh, kesehatan dan

nyawa manusia. Kekerasan seksual ini tidak hanya menimpa perempuan dewasa,

perempuan yang tergolong dibawah umur (anak anak) juga menjadi korban.

Teknik ilmu forensik dapat digunakan pada kejahatan seksual yang lebih

serius seperti seperti pemerkosaan dan pembunuhan. Perkembangan teknologi

dapat dilakukan dengan pembuatan database DNA dan sistem pencarian sidik jari.

Perkembangan ini telah membawa perubahan secara keseluruhan dalam proses

penyelidikan suatu kasus. Dalam pemeriksaan kasus pemerkosaan yang dilakukan

oleh kepolisian selaku penyidik untuk mendapatkan barang bukti dan akan dilakukan

pemeriksaan korban diserahkan oleh dokter forensik untuk memeriksa korban

pemerkosaan yang sudah meninggal sedangkan untuk korban pemerkosaan yang

masih hidup diperiksa oleh dokter spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

(Obygyn) dimana hasil pemeriksaannya akan dibuat dalam Visum et Repertum yang

dapat digunakan sebagai bukti pemerkosaan di persidangan ataupun keterangan

ahli apabila dokter diminta hadir di persidangan.

Tata laksana ilmu forensik dalam menganalisis kasus pada kekerasan

seksual yaitu :
1. Pemeriksaan korban kekerasan seksual

Umum :

● Rambut, wajah, emosi secara keseluruhan.

● Apakah korban pernah pingsan sebelumnya, mabuk atau tanda tanda

pemakaian narkotik.

● Tanda-tanda kekerasan diperiksa di seluruh tubuh korban.

● Alat bukti yang menempel di tubuh korban yang diduga milik pelaku.

● Pemeriksaan rutin lain.

Khusus :

● Genitalia : pemeriksaan akibat-akibat langsung dari kekerasan seksual yang

dialami korban, meliputi :

a) Kulit genital apakah terdapat eritema, iritasi, robekan atau tanda tanda

kekerasan lainnya.

b) Eritema vestibulum atau jaringan sekitar.

c) Perdarahan dari vagina.

d) Kelainan lain dari vagina yang mungkin disebabkan oleh infeksi atau

penyebab lain.

e) Pemeriksaan ada tidaknya ejakulasi dalam vagina dengan mencari

spermatozoa dalam sediaan apus cairan dalam vagina.

● Pemeriksaan anal : kemungkinan bila terjadi hubungan seksual secara anal

akan menyebabkan luka pada anal berupa robekan iregularitas, keadaan

fissura.

● Pemeriksaan laboratorium :

a) Pemeriksaan darah
b) Pemeriksaan cairan mani (semen)

c) Tes kehamilan

d) Pemeriksaan lain seperti hepatitis, gonorrhea, HIV

e) Pemeriksaan cairan tubuh, mani, liur, atau rambut yang dianggap pelaku

Dalam berbagai kasus kekerasan seksual pelaku biasanya dijatuhkan hukum

pidana penjara dan juga dapat dilakukan proses kebiri kimia. Kebiri kimia merupakan

pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain dengan maksud untuk

menurunkan hasrat seksual dan libido pada seseorang. Kebiri kimia dilakukan

dengan eksekutor yang mengandung bahan kimia antiandrogen yang dapat

melemahkan hormon testosteron yang dapat dilakukan melalui pil atau suntikan.

Kebiri kimia dapat dilakukan oleh petugas khusus yang berkompeten dan dilakukan

atas perintah jaksa.

Analisis pada ilmu forensik memiliki beberapa contoh sampel seperti cairan

biologis: darah (serum/plasma) dan urin, ataupun alternatif lain seperti matriks

biologis: air liur, rambut, keringat, mekonium, dan air susu ibu (ASI). Sampel-sampel

yang dapat digunakan ini memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan masing-

masing sesuai dengan analit yang ingin diukur.

Selama beberapa dekade terakhir, pekerjaan penelitian yang luar biasa telah

dilakukan untuk menyelidiki berbagai penyalahgunaan obat dan metabolitnya dalam

berbagai jenis sampel biologis selain plasma dan urin, seperti air liur, keringat dan

rambut. Penggunaan cairan oral sebagai spesimen alternatif juga semakin populer

terutama untuk memantau penggunaan narkoba di tempat kerja, di pinggir jalan, di

penjara dan untuk memeriksa kepatuhan berobat.

1. Darah (Plasma/Serum)
Pada segala kasus postmortem, spesimen darah harus selalu didapatkan jika

memungkinkan. Hal ini dikarenakan spesimen darah digunakan sebagai sampel

referensi untuk identifikasi profil DNA maupun analisis toksikologi secara

menyeluruh. Konsentrasi darah periferal menunjukkan tingkat kepercayaan yg lebih

tinggi daripada darah hati untuk analisis toksikologi. Segala kasus kematian akibat

keracunan ataupun tidak ketahui penyebabnya memerlukan darah femoral atau

subklavian sebagai spesimennya.

Biasanya 10 mL darah cukup dan diawetkan dengan menggunakan natrium

fluorida (10 mg/mL atau 1-5%) dan antikoagulan kalium oksalat (30 mg/10 mL

darah). Natrium fluoride melindungi darah dari perubahan postmortem seperti

produk-produk dari bakteri seperti etanol ataupun alkohol lainnya. Spesimen harus

dikumpulkan menggunakan wadah plastik atau kaca berukuran 30 mL dengan

penutup ulir.

2. Urin

Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi

seperti cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh.

Pada sampel urin umumnya dapat langsung dilakukan uji penapisan dengan

menggunakan teknik immunoassay. Namun tidak jarang harus mendapatkan

perlakuan awal, seperti pengaturan pH dan sentrifugasi, guna menghilangkan

kekeruhan. Hasil analisis urin biasanya kurang berarti dalam menentukan efek

toksik/psikologi dari suatu toksikan. Secara umum hasil analisis urin menyatakan

adanya paparan toksikan sebelum kematian. Dari jumlah volume urin dan

konsentrasi jumlah toksikan dan metabolitnya di dalam kantung kemih, dengan

berdasarkan data laju eksresi toksikan dan metabolitnya, maka dimungkinkan untuk

memberikan informasi lamanya waktu paparan telah terjadi sebelum kematian.


3. Saliva/Air Liur

Saliva umum didapatkan sebagai objek pada kasus-kasus forensik seperti

pada ujung puntung rokok, kondom, botol minum, baju, swab vagina ataupun penil.

Karena hal inilah deteksi dan analisis saliva sangatlah relevan untuk banyak tipe

kasus kejahatan seperti kekerasan seksual, penculikan, homisida dan perampokan.

Saliva adalah cairan yang mengandung elektrolit dan protein dengan osmolalitas

yang kurang atau sama dengan plasma. Osmolalitas saliva menunjukkan aktivitas

kelenjar dan sekresi saliva yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, nutrisi atau

keadaan emosional pasien, bulan saat pemeriksaan, kegelapan, penyakit, dan

kandungan obat atau agen farmakologi yang terkandung di dalamnya.

Saliva yang dapat dihasilkan oleh orang dewasa per harinya berkisar antara

500-1500 mL. Komposisi saliva terdiri dari 99% air dengan 1% sisanya merupakan

imunoglobulin, enzim, ion, mucin, dan glikoprotein. Saliva mengandung elektrolit

yang umum ada pada cairan tubuh seperti natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat

yang membuatnya hampir isotonik dengan plasma. Saliva memiliki pH berkisar

antara 6,2-7,4, pada pH yang lebih tinggi biasanya didapatkan pada sekresi yang

meningkat pula. Komponen organik pada plasma seperti hormon, imunoglobulin,

enzim, DNA, dan virus dapat dideteksi dalam saliva meski dalam jumlah yang kecil

(trace). Saliva atau liur merupakan sampel alternatif yang dapat dengan mudah

didapatkan. Pada kelenjar ludah, terdapat aliran darah yang tinggi. Obat dalam

plasma dapat masuk ke saluran saliva melalui dinding kapiler, dasar membran dan

membran dari sel-sel epitel grandular.


Mekanisme perpindahan obat dari darah ke saliva dapat berdasarkan difusi

pasif transeluler, ultrafiltrasi, transpor aktif, dan pinositosis. Biasanya, pada pasien

yang baru saja menggunakan obat secara oral akan terdapat peningkatan palsu

pada jumlah obat pada saliva. Hal ini dapat diatasi dengan mencuci residu obat dari

mulut dengan air sebelum pengambilan sampel, namun perlu berhati-hati agar tidak

terjadi pengenceran pada konsentrasi liur.

Saat pengambilan saliva, dapat digunakan beberapa tipe stimuli digunakan

seperti menggunakan obat stimulasi: pilokarpin (obat parasimpatomimetik) yang

biasanya digunakan melalui rute oral, subkutan, atau intravena. Keuntungan

menggunakan agen stimulan laju saliva yaitu untuk mendapatkan volume saliva

yang tinggi dalam jangka waktu yang pendek, pH saliva biasanya pada rentang yang

sempit sekitar pH 7,4. Beberapa tahun yang lalu terdapat banyak cara untuk

mengumpulkan saliva seperti benang kapas dental. Setelah beberapa tahun

didapatkan pengembangan alat tersebut dengan nama dagang Salivette(R).

Salivette digunakan untuk menyerap saliva ke dalam benang dental yang dikunyak
selama 30-45 detik dengan ataupun tanpa stimulan. Setelah basah oleh saliva,

benang dental diletakkan pada wadah lalu ditutup dengan penutup plastik. Wadah

dimasukkan ke tabung polistirol lalu disentrifugasi selama 3 menit pada 1000 g

sehingga saliva didapatkan. Keuntungan dari Salivette ini adalah dapat

mendapatkan volume saliva yang tinggi (1.5 mL) dalam jangka waktu yang pendek,

namun memiliki kekurangan yaitu dapat mempengaruhi hasil analisis jika ingin

menguji kadar hormon atau obat dalam saliva yaitu testosteron.

4. Rambut

Sejak 1960 dan 1970-an, rambut telah dianalisis untuk mengidentifikasi logam

berat menggunakan spektroskopi serapan atom (SSA). Sejak itu, teknik analitik tidak

cukup sensitif untuk analisis senyawa organik sebagian obat dari rambut. Rambut

telah digunakan untuk mengetahui paparan obat yang dapat mengendap di rambut

yang terbawa melalui aliran darah. Ditemukan variasi konsentrasi obat di sepanjang

batang rambut, yang dapat dikorelasikan dengan periode waktu penyalahgunaan

suatu obat. Pengujian obat rambut memiliki jendela inspeksi (inspection window)

yang lebih baik jika dibandingkan dengan pengujian obat darah dan urin. Analisis

darah dan urinalisis memberikan informasi jangka pendek terkait kecanduan

narkoba sedangkan riwayat obat jangka panjang dapat ditelusuri dengan analisis

rambut.
Transfer pasif sederhana adalah model paling sederhana yang menjelaskan

pengendapan obat ke dalam rambut, dimana obat-obatan masuk ke dalam rambut

melalui difusi pasif dari sel-sel yang tumbuh di akar rambut, dan ketika

keratogenesis terjadi, obat dipindahkan ke batang rambut dalam bentuk yang terikat

erat. Model ini menjelaskan bahwa analisis segmental rambut dapat memprediksi

keberadaan obat dalam darah untuk interval waktu tertentu. Model multi-

kompartemen yang kompleks adalah model lain yang menggambarkan mekanisme

pengendapan obat di rambut. Model ini lebih diterima daripada yang sebelumnya.

Menurutnya, obat-obatan tersebut masuk ke dalam rambut dengan tiga cara

berbeda, yaitu melalui peredaran darah pada saat pembentukan rambut, melalui

keringat dan kelenjar sebum setelah pembentukan rambut, dan melalui lingkungan

luar setelah pembentukan rambut.

Obat yang tergabung dalam rambut sangat stabil dalam kondisi yang

menguntungkan, misalnya suhu kamar dan suasana kering. Akan tetapi, beberapa

perawatan kosmetik dapat merusak rambut dan juga obat-obatan yang disimpan

sebelumnya. Kerusakan kutikula rambut secara terus-menerus disebabkan oleh

banyak faktor, misalnya sinar matahari, cuaca, polusi dan perawatan kosmetik,

pewarnaan, pengeritingan, relaksasi, dan keramas. Berdasarkan hasil penelitian,

ditemukan bahwa tidak ada efek keramas yang signifikan terhadap obat yang

terdeposit pada rambut. Dibandingkan dengan konsentrasi asli obat di rambut, 50-

80% konsentrasi obat berkurang drastis karena perawatan kosmetik. Produk

kosmetik termasuk basa kuat, yang merusak rambut, mengurangi kandungan obat,

dan mempengaruhi stabilitas obat.

Tidak ada metode standar untuk mengumpulkan sampel rambut dari pasien

kecanduan atau dari korban untuk analisis forensik. Sampel rambut dikumpulkan
secara acak dari bagian tubuh yang berbeda. Vertex posterior (belakang kepala)

adalah area terbaik untuk pengambilan sampel, karena hal-hal berikut:

a. Sebagian besar rambut ada dalam fase pertumbuhan yang sama

b. Tingkat pertumbuhan sebagian besar rambut juga sama di wilayah ini

c. Lebih sedikit pengaruh usia dan jenis kelamin

Rambut dipotong dari dekat permukaan kulit kepala; lokasi rambut juga

dicatat. Rambut disimpan dalam amplop, aluminium foil, atau kantong plastik zip lock

dan disimpan pada suhu kamar. Jumlah sampel rambut yang diambil tergantung dari

obat yang akan diuji dan tergantung pada laboratorium tempat pengujian obat akan

dilakukan karena laboratorium yang berbeda memiliki metode ekstraksi dan analisis

yang berbeda. Ukuran sampel yang disebutkan di sebagian besar literatur penelitian

berkisar dari 200 mg hingga sehelai rambut, tetapi rambut harus dipotong sedekat

mungkin dengan kulit kepala. Batang rambut dengan panjang sekitar 3 cm diambil,

saat analisis segmental rambut akan dilakukan. Panjang 1 cm sesuai dengan

pertumbuhan 1 bulan.

Kontaminan pada permukaan rambut menimbulkan masalah selama analisis.

Kontaminan dapat berupa produk perawatan (gel rambut), keringat, dan kontaminan

obat dari lingkungan, atau hal lainnya. Jika kontaminan ini tidak dihilangkan dengan

benar, maka dapat mengganggu analisis. Untuk menghilangkan kontaminan yang

terikat secara eksternal, dilakukan pencucian sebelum ekstraksi. Bahan kimia yang

paling umum digunakan untuk mencuci adalah deterjen (yaitu, sampo, larutan

scrubbing bedah), surfaktan (0,1% natrium dodesil sulfat), penyangga fosfat, dan

pelarut organik (yaitu aseton, dietil eter, metanol, etanol, diklorometana, heksana,

pentana. Society of Hair Testing merekomendasikan bahwa prosedur dekontaminasi

rambut harus mencakup langkah pencucian organik dan air. Penelitian telah
menunjukkan bahwa pelarut organik yang paling efektif adalah metanol dan pelarut

air yang paling efektif mengandung deterjen natrium dodesil sulfat.

5. ASI (Air Susu Ibu)

ASI dianggap sebagai makanan terbaik untuk neonatus dan bayi karena kaya

akan nutrisi yang dibutuhkan seperti makronutrien, mikronutrien dan komponen

bioaktif non nutrisi seperti sel, imunoglobulin, sitokin, kemokin, dll. ASI mengandung

berbagai senyawa bioaktif yang berkontribusi pada perkembangan otak, usus dan

kekebalan tubuh. Dalam ASI dapat dimungkinkan adanya senyawa yang dapat

membahayakan kesehatan bayi, seperti Aflatoksin. Aflatoksin dianggap sebagai

metabolit toksik yang dihasilkan oleh beberapa kapang. Pada manusia, menelan

metabolit sekunder seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya akumulasi dan

ekskresi aflatoksin dalam ASI melalui konsumsi sumber makanan yang

terkontaminasi, seperti jagung dan produk turunannya, kacang-kacangan, susu,

minyak bunga matahari, roti, dan sereal gandum utuh.

Dalam analisis ASI dilakukan proses preparasi terlebih dahulu dimana sampel

ASI akan dicairkan dan disimpan semalaman pada suhu 4°C. Sampel ASI kemudian

akan disentrifugasi selama 10-15 menit pada kecepatan 5000 rpm. Lapisan lemak

pada supernatan dibuang dan 100 μL dari setiap sampel susu yang dihilangkan

lemaknya digunakan dalam uji ELISA.

6. Sidik Jari

Istilah sidik jari mengacu pada kesan yang ditinggalkan oleh gesekan area

kulit pada jari. Analisis forensik dilakukan dengan mengidentifikasi sidik jari yang

ditinggalkan pelaku di tempat kejadian perkara dan sidik jari korban (korban yang

dimaksud adalah korban meninggal tanpa identitas) jika masih memungkinkan untuk

mengambil sampel sidik jari korban. Metode mengenali sidik jari yang umum
digunakan pada proses identifikasi adalah minutiae. Minutiae merupakan pola unik

dari garis (ridge) dan spasi (valley). Secara umum garis dan spasi pada sidik jari

menghasilkan beberapa pola unik yang dinamakan singularitas yang dibagi menjadi

3 jenis, yaitu arch (5%), loop (60%), dan whorl (35%).

Loop, whorl, & arch pattern examples

Dengan tidak adanya DNA, sidik jari digunakan oleh sistem peradilan pidana

untuk memverifikasi identitas pelaku yang dihukum dan melacak penangkapan dan

hukuman mereka sebelumnya, kecenderungan kriminal, rekan yang diketahui, dan

informasi berguna lainnya. Sidik jari dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu:

a. Patent prints dapat ditemukan pada permukaan halus atau kasar, berpori

(seperti kertas, kain atau kayu) atau tidak berpori (logam, gelas atau plastik.

Untuk mengumpulkan sampel ini dapat dikumpulkan dengan cara yang

sangat mudah yaitu fotografi. Sidik jari ini difoto dalam resolusi yang tinggi

dengan skala gambar pengukuran forensik sebagai referensi. Penyelidik

dapat meningkatkan kualitas gambar dengan menggunakan sudut rendah

atau sumber cahaya alternatif dan/atau bahan kimia atau pewarna tertentu

selama fotografi, tetapi hal ini biasanya tidak diperlukan.

b. Latent prints dapat ditemukan di berbagai permukaan, namun tidak mudah

terlihat dan pendeteksian seringkali membutuhkan penggunaan bubuk sidik

jari, reagen kimia atau sumber cahaya alternatif. Salah satu metode yang

paling umum untuk mengumpulkan sidik jari dengan dengan membersihkan


permukaan yang halus atau tidak keropos dengan bubuk sidik jari (butiran

hitam, serpihan aluminium, magnet hitam, dll.). Jika terdapat sidik/prints

yang muncul, akan difoto seperti cara yang disebutkan diatas dan kemudian

diangkat dari permukaan dengan pita perekat bening kemudian ditempatkan

pada kartu pengangkat laten untuk mempertahankan prints.

c. Sumber Cahaya Alternatif/Alternate Light Source (ALS) adalah perangkat

laser atau LED yang memancarkan panjang gelombang, atau spektrum,

cahaya tertentu. Beberapa perangkat memiliki filter berbeda untuk

memberikan berbagai spektrum yang dapat difoto atau diproses lebih lanjut

dengan bubuk atau noda pewarna. Misalnya, penyelidik dapat

menggunakan cahaya biru dengan filter oranye untuk menemukan latent

prints di meja, kursi, peralatan komputer, atau objek lain di lokasi

pembobolan.

d. Sianoakrilat (lem super) sering digunakan oleh penyidik untuk mengasapi

permukaan suatu benda sebelum mengoleskan bubuk atau noda pewarna.

Penyidik sering melakukan pemrosesan sianoakrilat (lem super), atau

mengasapi, permukaan sebelum mengoleskan bubuk atau noda pewarna.

Proses ini, biasanya dilakukan pada permukaan yang tidak berpori,

melibatkan pemaparan objek ke uap sianoakrilat. Uap (asap) akan

menempel pada setiap prints yang ada pada objek yang memungkinkannya

untuk dilihat dengan bantuan sumber cahaya putih.

e. Bahan kimia biasanya digunakan pada permukaan berpori seperti kertas.

Bahan kimia ini bereaksi dengan komponen tertentu dari residu latent prints,

seperti asam amino dan garam anorganik. Ninhidrin menyebabkan prints

berubah warna menjadi ungu, sehingga mudah difoto. DFO (1,2-


diazafluoren-9-one) adalah bahan kimia lain yang digunakan untuk

menemukan latent prints pada permukaan berpori, sehingga sidik jari

berpendar, atau bercahaya, saat disinari oleh cahaya biru-hijau.

Berdasarkan beberapa metode diatas, perlu diperhatikan bahwa bubuk sidik

jari dapat mencemari barang bukti dan merusak kesempatan untuk melakukan

teknik lain yang dapat memunculkan print tersembunyi atau informasi tambahan.

Oleh karena itu, peneliti dapat memeriksa area tersebut dengan sumber cahaya

alternatif atau mengoleskan sianoakrilat (lem super) sebelum menggunakan bedak.

Metode yang diterapkan di laboratorium forensik harus menjamin tingkat

keandalan yang sangat tinggi dan menjamin kualitas yang ekstensif dan program

kontrol kualitas yang ketat. Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu

pesat, ilmuwan forensik telah mengembangkan kemampuan analitis yang baru

seperti spektrometri massa (MS) untuk mengekstraksi sidik jari kimia dari tingkat

mikroskopis analit yang memungkinkan identifikasi dan kuantifikasi yang dapat

dipertahankan secara hukum dari berbagai senyawa. Selain itu, kromatografi gas

(GC)–MS, kromatografi cair (LC)–MS, radioisotop (IR)–MS dan plasma berpasangan

induktif (ICP)–MS telah menjadi alat rutin untuk memungkinkan deteksi dan

karakterisasi jumlah kecil yang seringkali menjadi matriks yang sangat kompleks.

Beberapa instrumen yang dapat digunakan dalam analisis sampel forensik

seperti:

1. Liquid Chromatography-Mass Spectrofotometry (LC-MS)

Kromatografi gas-spektrofotometri massa (GC-MS) merupakan golden

standard dalam analisis toksikologi forensik dalam jangka waktu yang lama. Namun

kromatografi cair-spektrofotometri massa (LC-MS) sekarang memiliki peran yang

lebih penting yang menggantikan penggunaan GC-MS. Banyak obat-obat pada


analisis toksikologi forensik yang bersifat polar atau nonvolatil. Keunggulan LC

daripada GC-MS adalah karena dapat menyederhanakan prosedur derivatisasi.

Tujuan utama pada tahap ekstraksi sampel yaitu untuk mengisolasi, membersihkan

dan meningkatkan jumlah analit target untuk analisis. Metode ekstraksi yang biasa

digunakan adalah solid-phase extraction (SPE) dan pengendapan protein.

2. Spektroskopi Massa (MS)

Spektroskopi massa merupakan teknik pengujian obat yang paling sering

digunakan. Spektroskopi massa digunakan untuk mengukur massa molekul ion yang

ditentukan oleh rasio massa terhadap muatan (m/z). Pada metode ini memerlukan

pemisahan, ionisasi kemudian proses deteksi. Pemisahan dapat dilakukan

menggunakan kromatografi gas (GC), kromatografi cair (LC), atau elektroforesis

kapiler (CE). Metode ionisasi yang umum digunakan dalam analisis zat terlarang

yaitu ionisasi elektron (EI), ionisasi kimia dengan bantuan tekanan atmosfer (APCI)

dan juga ionisasi desorpsi laser dengan bantuan matriks (MALDI).

3. Spektrometri Mobilitas Ion (IMS)

Spektrometri mobilitas ion bekerja dengan memisahkan dan mengidentifikasi

ion berdasarkan kecepatan dari gas pembawa yang digunakan. Mobilitas ion

bergantung pada tiga karakteristik molekuler yaitu muatan, massa tereduksi, dan

penampang tumbukan ion. IMS juga membutuhkan ionisasi sampel sebelum

dilewatkan ke instrumen. Pada IMS setiap molekul kecil zat terlarang dapat dideteksi

dengan sangat cepat dan akurat. Sensitivitas IMS didasarkan pada beberapa

karakteristik baik ion maupun lingkungan fisik. Sampel yang digunakan pada metode

IMS hanya sedikit dengan penentuan yang sangat cepat dan dapat diperoleh dalam

beberapa detik bahkan untuk sampel yang kompleks.

g) Prosedur Kerja
Pada saat hari praktikum akan dilakukan diskusi oleh masing masing kelompok

membahas jurnal terkait analisis forensik.

1. H-5 praktikum akan dibagikan jurnal kepada setiap kelompok.

2. Setiap kelompok harus memahami jurnal yang diberikan.

3. Pada saat praktikum berlangsung, masing-masing kelompok akan

mendiskusikan jurnal tersebut bersama asisten kelompok.

4. Di akhir praktikum, setiap kelompok akan melakukan presentasi terkait jurnal

yang didapatkan dalam waktu kurang lebih 5 menit/kelompok (tidak perlu

menggunakan PPT).

5. Laporan praktikum akan mencakup pembahasan semua jurnal yang

presentasikan.

h) Referensi

Burnett, A.D., et al. 2010. A Forensic Case Study: The Detection of Contraband
Drugs in Carrier Solutions by Raman Spectroscopy. Drug Test. Analysis. 3:
539-543.

Campos, E.G., et al. 2022. Alternative Matrices in Forensic Toxicology: A


Critical Review. Forensic Toxicology. 40:1-18.

Freckelton, I. 2021. Forensic Analysis - Scientific and Medical Techniques and


Evidence under the Microscope. London: IntechOpen.

Harper, L., Powell, J. and Pijl, E.M. (2017) ‘An overview of forensic drug testing
methods and their suitability for harm reduction point-of-care services’, Harm
Reduction Journal, 14(1).

He, Y., Guisan, M.C. 2018. Microextraction Sample Preparation Techniques in


Forensic Analytical Toxicology. Biomedical Chromatography.

NFSTC. A Simplified Guide to Fingerprint Analysis. National Forensic Science


Technology Center. Florida.
Peinado, L.S., Castro, M.D.L. 2016. Present and Foreseeable Future of
Metabolomics in Forensic Analysis. Analytica Chimica Acta. 1-15.

Peters, F. T. 2013. Drugs of Abuse: Type and Methods of Analysis. Future


Science.

Salas, R. et al. (2022) ‘Monterrey , Mexico : Exposure and Health Risk


Assessment’, pp. 4–10.

Usman, M., dkk. 2019. Forensic Toxicological Analysis of Hair: A Review.


Egyptian Journal of Forensic Sciences. 9(17): 1-12.

Wood, M., dkk. 2006. Review: Recent Applications of Liquid Chromatography–


Mass Spectrometry in Forensic Science. Journal of Chromatography A. 1130:
3-15.

Wong, M. 2017. Surface-Enhanced Raman Spectroscopy for Forensic Analysis


of Human Saliva. US: Proquest.

Yolanda, A.A. and Adri, Z. (2018) ‘KEJAHATAN SEKSUAL DALAM


PSIKOLOGI FORENSIK’, pp. 771–776.

Anda mungkin juga menyukai