Anda di halaman 1dari 6

“Pengantar Toksikologi Forensik”

Disusun Oleh
Kelompok 5 :

Ririn Hamid
Melisa Natalia Popang
Aloisia Felnditi
Kurnia Dodokambe
Brenda Sambe

Dosen Pembimbing :

Stenly E Komansilan, S.Pi, M.Si

JURUSAN FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRINITA MANADO
2019
PENGANTAR TOKSIKOLOGI FORENSIK
LOOMIS (1978) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan toksikologi
forensik. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu
toksikologi untuk kepentingan peradilan. Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang
forensik sein. Meminjam pengertian Forensic Science dari Saferstein adalah ”the application
of science to low”, atau secara umum dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan
ilmu pengetahuan tertentu untuk penegakan hokum dan keadilan.

Analisis toksikologi forensik pertama-kali dikerjakan oleh Orfila pada tahun 1813, dia
memainkan peranan penting pada kasus La Farge (kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris,
dengan metode analisis arsen, ia membuktikan kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen.
Melalui kerjanya ini dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat
pada efek tokson, selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi
aksi tokson pada hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu
toksikologi forensik. Menurut Orfila, para ahli kimia yang dihadapkan pada tindak pidana
pembunuhan dengan racun, harus menyempurnakan tahapan-tahapan pemeriksaan untuk
mengungkapkan tindak kriminal tersebut dan mengarahkan hakim untuk menghukum orang
yang bersalah.

a. Bidang kerja Toksikologi Forensik


Toksikologi forensik mencakup aplikasi ilmu pengetahuan dan studi tentang racun untuk
menjawab pertanyaan yang timbul di dalam proses pengadilan. Subjek ini selalu berkaitan
dengan tugas polisi, dokter forensik, jaksa dan hakim. Tosikologi forensik menekunkan diri
pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama
dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun
dari bukti fisik ”fisical evidance” dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan
apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai
bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan
analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hokum dan
perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut
dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi forensik dapat
dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk keperluan penegakan hukum dan
peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang dalam praktisnya sangat
didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis, biokimia, kimia
instrumentasi, farmakologitoksikologi, farmakokinetik, biotransformasi.
Secara umum bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat
mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan
bermotor di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan obat terlarang lainnya.
b. Keracunan
Kasus keracunan karena kecelakaan atau upaya bunuh diri umumnya menjadi
tanggungjawab ahli toksikologi klinis atau ahli biokimia yang bekerja pada suatu pusat
pengendalian keracunan di rumah sakit. Keterlibatan analisis toksikologi sebagai upaya
menegakkan terapi instoksikasi. Hasil analisis toksikologi dapat memastikan diagnose klinis,
dimana diagnose ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan terapi yang cepat dan tepat, serta
lebih terarah, sehingga ancaman kegagalan pengobatan (kematian) dapat dihindarkan.
Kasus keracunan menjadi urusan ahli toksikologi forensik apabila ada pernyataan dari
orang yang keracunan tentang keterlibatan pihak-pihak tertentu sebagai penyebab keracunan
tersebut, atau karena pasien meninggal dan keterangan tentang penyebab kematiannya
dibutuhkan oleh penyidik karena dugaan adanya tindak pidana dalam kasus tersebut.
Persentase kasus-kasus semacam ini terhadap keseluruhan kasus keracunan yang terjadi di
masyarakat umumnya relatip kecil.
Tujuan utama dari analisis toksikologi forensik dalam penyidikan kasus keracunan adalah
berupaya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang mungkin timbul selama
berlangsungnya penyidikan atau pada tahapan-tahapan peradilan lainnya. Pertanyaan
tradisionil yang harus dijawab adalah: - apakah orang itu diracun. Apabila hasil pengujiannya
adalah positip, maka pertanyaan-pertanyaan berikut akan menyusul, seperti : -bagaimana
identitas racunnya, -bagaimana cara pemberiannya, bagaimana pengaruh racun tersebut dan –
apakah jumlah racun yang dikonsumsi orang tersebut
cukup berbahaya atau mematikan.
Dalam pemeriksaan forensik kasus keracunan berdasarkan tujuan pemeriksaannya,
dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu pertama bertujuan untuk mencari penyebab
kematian dan yang kedua untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya: peristiwa
pembunuhan, kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan pesawat udara, dan pemerkosaan, dapat
terjadi. Tujuan kedua ini sebenarnya merupakan kasus yang terbanyak, namun sampai saat ini
masih sangat sedikit dilakukan penyidikan. Tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat
suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat-obatan atau
racun tersebut berperan sehingga peristiwa itu dapat terjadi.
Pada kedua tujuan pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat diketemukan racun
atau obat dalam dosis tertentu sebagai dasar untuk menduga kenapa peristiwa tersebut terjadi.
Misalnya pada kasus kematian akibat racun, diharapkan cukup bukti konsentrasi obat “racun”
dalam darah/tubuh dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada tujuan pemeriksaan yang
kedua diperlukan interpretasi apakah konsentrasi obat “racun” dalam darah dapat
menyebabkan peristiwa yang dituduhkan terjadi.

c. Langkah-langkah analisis toksikologi forensik


Secara umum tugas analisis toksikolog forensik dan toksikologi klinik dalam melakukan
analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu:
- penyiapan sampel “sample preparation”,
- Analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general
unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi,
- langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis.
Berbeda dengan kimia analisis lainnya seperti:
analisis senyawa obat dan makanan, analisis kimia klinis, pada analisis toksikologi forensik
pada umumnya analit (racun), yang menjadi target analisis, tidak diketahui dengan pasti
sebelum dilakukan analisis. Tidak sering hal ini menjadi hambatan dalam penyelenggaraan
analisis toksikologi forensik. Seperti kita ketahui saat ini terdapat ribuan atau bahkan jutaan
senyawa kimia yang mungkin menjadi target analisis. Untuk mempersempit peluang dari
target analisis, biasanya target analit dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik
(baca keracunan, kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah pengaruh
obat-obatan), yang dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan ditempat kejadian perkara
(TKP), atau dari berita acara penyidikan oleh polisi penyidik. Sangat sering dalam analisis
toksikologi forensic tidak diketemukan senyawa induknya, melainkan metabolitnya.
Sehingga dalam melakukan analisis toksikologi forensik, matabolit dari senyawa induk juga
merupakan target analisis.

Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti:
cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi sampel
adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik disamping
kehadalan penguasaan metode analisis instrumentasi. Berbeda dengan analisis kimia lainnya,
hasil indentifikasi dan kuantifikasi dari analit bukan merupakan tujuan akhir dari analisis
toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik dituntut harus mampu menerjemahkan
apakah analit (toksikan) yang diketemukan dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai
penyebab keracunan (pada kasus kematian).

d. Peranan toksikologi forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan.


Perdanakusuma (1984) mengelompokkan ilmu forensik berdasarkan peranannya dalam
menyelesaikan kasus-kasus kriminal ke dalam tiga kelompok, yaitu:
- Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah hukum. Dalam
kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai
masalah hukum adalah aspek pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan
merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.
- Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah teknis. Kejahatan
dipandang sebagai masalah teknis, karena kejahatan dari segi wujud perbuatannya
maupun alat yang digunakannya memerlukan penganan secara teknis dengan
menggunakan bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun acara pidana. Dalam kelompok
ini termasuk ilmu kriminalistik, kedokteran forensik, kimia forensik, fisika forensik,
toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik, odontologi forensik, dan
entomogoli forensik.
- Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah manusia. Dalam
kelompok ini termasuk kriminologi, psikologi forensik, dan psikiatri/neurologi forensik.
Kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku dan objek penghukuman dari tindak
kriminal tersebut adalah manusia. Dalam melakukan perbuatannya, manusia tidak
terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Disamping itu, kodrat manusia sebagai
mahluk sosial, yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu perbuatan yang
dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal (dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan
faktor eksternal (dipengaruhi oleh lingkungannya).

Berdasarkan klasifikasi diatas peran ilmu forensic dalam menyelesaikan masalah / kasus-
kasus kriminal lebih banyak pada penanganan kejahatan dari masalah teknis dan manusia.
Sehingga pada umumnya laboratorium forensic dimanfaatkan untuk kepentingan peradilan,
khususnya perkara pidana. Dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia,
peradilan perkara pidana diawali oleh penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tunggal
(lebih tepatnya penyidik umum) yang dilakukan oleh kepolisian, namun dalam khasus-
khasus-khusus (tindak kejahatan ekonomi danpelanggaran Hak Asasi Manusia) pihak
kejaksaan dapat melakukan penyidikan.

Anda mungkin juga menyukai