Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No.

2086-9681

PERANAN TOKSIKOLOGI FORENSIK DALAM PENGUNGKAPAN


TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
Oleh :
Henny Saida Flora, SH.,M.Hum.M.Kn *)
*)

Dosen FH Unika Santo Thomas Medan

Abstract
Forensic Role Toksicology in expressing doing an injustice is assist all enforcer punish specially in
analysing poison. As for especial job from forensic toksikologi conduct the analysis from poison as
physical evidence and translate the its analysis finding into a statement whether there is or not
incoming poison in doing an injustice murder as evidence in justice. Investigator play a part important
in conducting inspection of poisoned case by collecting guide as complete as possible, so that
detectable of cause of somebody death which is resulted from a poisonous. hereinafter poisonous
found by toxicoloog will become the evidence which can express its death somebody
Keyword : Forensic Toksicology, Criminal , Murder

I.

Pendahuluan

Peristiwa pelanggaran hukum kerap


terjadi di masyarakat, khususnya peristiwa
yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia.
Pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian
masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut dan
sampai pada akhirnya pada pemutusan perkara
di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai
ahli untuk membuat jelas dan terang jalannya
suatu peristiwa serta keterkaitan antara
tindakan yang satu dengan yang lain dalam
rangkaian peristiwa tersebut. Dalam suatu
perkara pidana yang menimbulkan korban,
baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal
akibat
peristiwa
tersebut,
diperlukan seorang ahli dalam bidang
kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi
para pihak yang menangani kasus tersebut, dan
diharapkan dapat menemukan kelainan yang
terjadi pada anggota tubuh korban, yang
berpengaruh terhadap kesehatan korban.
Adapun dokter yang diharapkan untuk
membantu
dalam
melakukan
proses
penyidikan ialah dokter yang berbekal
pengetahuan kedokteran yang telah terhimpun
dalam ruang lingkup kedokteran forensik.
Pasal 133 ayat (1) KUHAP menentukan

10

bahwa,Dalam hal penyidik untuk kepentingan


peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan, ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakant tindak pidana ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
penyidik memegang peranan penting dalam
melakukan
pemeriksaan
kasus
keracunan/peracunan dengan mengumpulkan
petunjuk-petunjuk selengkap mungkin, agar
dapat ditemukan penyebab kematian seseorang
yang diakibatkan oleh suatu zat beracun.
Selanjutnya zat beracun yang ditemukan oleh
toxicoloog akan menjadi bukti yang dapat
mengungkap matinya seseorang.
Pembuktian merupakan masalah yang
berperan penting dalam proses pemeriksaan
sidang di pengadilan. Dengan pembuktian
inilah ditentukan nasib
terdakwa apakah
benar-benar telah melakukan tindak pidana
tersebut, khususnya dalam pembuktian tindak
pidana pembunuhan dengan menggunakan
racun, hakim tidak dapat menentukan apakah
terdakwa bersalah atau tidak. Hal ini
disebabkan karena tidak semua pengetahuan
dikuasai oleh hakim., oleh karena itulah

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681

seorang dokter menjalankan fungsinya untuk


membantu hakim dalam mengungkap keadaan
atas barang bukti yang berupa tubuh atau
bagian dari organ tubuh manusia, dimana
barang bukti tersebut tidak dapat dibawa ke
dalam proses peradilan karena memerlukan
cara khusus untuk membuktikannya yaitu
dibuktikan dengan bantuan dokter dan ahli
toksikolgi. Karena hanya dengan bantuan
toksikologi dapat dibuktikan dugaan kasus
keracunan atau peracunan.
Toksikologi forensik, adalah penerapan
toksikologi untuk membantu investigasi
medikolegal dalam kasus kematian, keracunan
maupun penggunaan obat-obatan (Ayunda
Almiradani, 2004:1) .
Dalam hal ini
toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain
seperti kimia analitik, farmakologi, biokimian,
dan kimia kedokteran. Yang menjadi perhatian
dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran
aspek hukum dari investasi secara toksikologi
namun mengenai teknologi dan teknik dalam
memperoleh serta menginterpretasi hasil
seperti pemahaman perilaku zat, sumber
penyebab keracunan /pencemaran, metode
pengambilan sampel dan metode analisa serta
interpretasi data, terkait dengan gejala/efek
atua dampak yang timbul serta bukti-bukti
lainnya yang tersedia.
Seorang ahli toksikologi forensik harus
mempertimbangkan keadaan suatu investigasi,
khususnya adanya catatan mengenai gejala
fisik, dan adanya bukti apapun yang berhasil
dikumpulkan dalam lokasi kriminal/kejahatan
yagn
dapat
mengerucutkan pencarian,
misalnya adanya barang bukti seperti botol,
obat-obatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik
(bahan kimia) apapun yang ditemukan di
tempat kejadian perkara. Dengan informasi
tersebut serta melalui sampel yang akan diteliti
ahli toksikologi forensik harus dapat
menentukan senyawa toksik apa yang terdapat
dalam sampel, dalam konsentrasi berapa, dan
efek yang mungkin terjadi akibat zat toksik
tersebut
terhadap
seseorang
(korban
peracunan).
Toksikologi memiliki peranan penting
untuk mendeteksi dan mengidentifikasikan
bahan/racun yang diduga terdapat di dalma
organ atau jaringan tubuh dan cairan tubuh
korban. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap
luar tubuh, maupun pemeriksaan dalam tubuh
manusia. Lebih jelasnya toksikologi forensik

mencakup terapan ilmu alam dalam analisis


racun sebagai bukti dalam tindak kriminal.
Adapun
tujuan
mendeteksi
dan
mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan
metabolitnya serta cairan biologisnya adalah
untuk menginterpretasikan temuan analisis
dalam suatu argumentasi tentang penyebab
meninggalnya seseorang dari suatu karus
peracunan.
1.1. Pengertian Toksikologi Forensik
Menurut R. Atang Ranoemihardja,
(1991:58) bahwa Toxicology berasal dari kata
Toxicon (bahasa Yunani) yang artinya adalah
panah yang mengadung racun sedangkan
forensik berasal dari kara Forensis (bahasa
latin), perkataan forum ( a public place) yang
berarti sidang di pengadilan. Toxicology
forensic merupakan ilmu yang mempelajari
sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala
dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan
yang terdapat pada korban yang meninggal.
Ilmu pengetahuan membagi toxicology
dalam beberapa macam yaitu :
a. Toxicology klinis (clinical toxicology)
obyekya ialah seorang manusia yang
sedang mengalami keracunan , dan
diusahakan untuk ditolong atau dipunahkan
racunnnya.
b. Toxicology
Industri
(Industrial
Toxicology) berusaha mencegah terjadinya
keracunan-keracunan sebagai akibat dari
industri, baik bagi buruhnya maupun bagi
orang-orang yang tinggal di daerah
perindustrian tersebut.
c. Toxicology forensic, termasuk dalam
bagian
Kimia
Forensic
(Forensic
Chemistry) dan obyeknya kebanyakan
berupa mayat yang akan diselidiki sebabsebab kematiannya, apakah akibat racun
atau akibat lainnya yang ada hubungannya
dengan perkara pidana. Selain itu menurut
Alfred C. Satyo bahwa fungsi dari
toxicology
forensic
adalah
untuk
mendeteksi
barang
bukti
dengan
menggunakan
reaksi-reaksi
kimiawi,
misalnya pemalsuan barang yang termasuk
pengurangan kadar dan sebagainya yang
persoalannya akan diajukan ke pengadilan
(Alfred C Satyo, 2002:36)
Ilmu forensik dapat membantu dalam
pengusutan suatu perkara, yaitu digunakan

11

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681

untuk mencari, menghimpun, menyusun, dan


menilai bahan-bahan guna peradilan dan atau
dapat juga dikatakan bahwa ilmu forensik ialah
ilmu yang dipakai untuk kepentingan
persiapan, penyelenggaraan dan penyelesaian
daripada usaha-usaha peradilan. Menurut R.
Atang Ranoemihardjo (1991:59) bahwa
adapun cara toxicology forensik membantu
pihak pengadilan dalam suatu kasus yang
disangka keracunan/peracunan khususnya,
maka dokter yang membuat visum et revertum
(VER) biasanya akan meminta pertolongan
kepada seorag toxicology untuk (VER),
biasanya akan meminta pertolongan kepada
seorang toxicology untuk menentukan ada atau
tidaknya racun dalam tubuh korban dan apakah
racun yang terdapat itu jumlahnya cukup untuk
menyebabkan korban meninggal dunia
kemudian setelah ia menerima hasil dari
toxicology dalam bentuk expertise barulah
pembuat Visum Et Repertum atau dokter yang
bersangkutan
menentukan
sebab-sebab
kematina si korban.
1.2.

Jenis-Jenis Racun

Dalam KUHP maupun dalam KUHAP,


tidak dicantumkan suatu uraian atau definisi
mengenai apakah sebenarnya yang dimaksud
dengan racun itu. Akan tetapi yang bisa dianut
ialah sesuai dengan definisi yang dikemukakan
oleh R. Atang Ranoemihardja (1991:59)
dengan mengutip pendapat Taylor bahwa
racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam
jumlah relatif kecil bila masuk atau
dimasukkan ke dalam tubuh akibat reaksi
kimiawinya dapat menimbulkan gejala-gejala
abnormal, menyakiti, mencederakan, atau
membinasakan bagi tubuh yang normal dan
sehat.
Secara
singkat
dapat
diambil
kesimpulan dari pengertiannya sebagai berikut
:semua zat yang dapat mengakibatkan sakit,
cedera, atau kematian dan diberikan untuk
maksud
percobaan
pembunuhan
serta
pembunuhan. Menurut Arif Budiyanto
(1997:71) bahwa racun merupakan zat yang
bekerja pada tubuh baik secara kimiawi
maupun fisiologik yang dalam dosis toksisnya
akan menyebabkan gangguan kesehatan
ataupun
kematian.
Selanjutnya
Arif
Budiyanto (1997:72) menggolongkan jenis

12

racun yang dibagi menjadi beberapa bagian


yaitu :
a. Berdasarkan sumbernya dapat dibagi
menjadi racun yang berasal dari tumbuhtumbuhan seperti opium, kokain, dan
aflatoksin. Adapun yang berasal dari
hewan ialah bisa/toksin ular, laba-laba dan
jenis hewan laut lainnya.
b. Berdasarkan tempat dimana racun berada,
dapat dibagi menjadi racun yang terdapat
di misalnya deterjen, desinfektan, dan
pembersih (cleaners) lainnya. Racun yang
digunakan dalam
bidang pertanian
misalnya insektisida, herbisida, dan
pestisida. Racun yang digunakan dalam
industri dan laboratorium misalnya asam
dan basa kuat, dan logam berat.
Diagnosa
keracunan/peracunan
biasanya didasarkan atas adanya tanda dan
gejala yang sesuai dengan racun penyebabnya.
Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan
adanya racun pada sisa barang bukti dan yang
terpenting dalam penegakan diagnosis
keracunan
biasanya
adalah
dapat
ditemukannya
racun/sisa
racun
dalam
tubuh/cairan tubuh korban jika racun menjalar
secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada
tubuh korban, baik makroskopik maupun
mikroskopik yang sesuai dengan racun
penyebabnya. Di samping hal tersebut, perlu
dipastikan pula bahwa korban tersebut benarbenar kontak dengan racun. Yang perlu
diperhatikan dalam pemeriksaan korban
keracunan/peracunan ialah keterangan tentang
racun
apa
yang
kira-kira
menjadi
penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lebih terarah dan juga
menghemat waktu, tenaga dan biaya.
R. Atang Ranoemihardja (1991: 60)
bahwa ada beberapa macam dosis yang
digunakan untuk mencapai tujuannya masingmasing yaitu sebagai berikut :
a. Dosis pemakaian (usual dosage) biasanya
digunakan oleh seseorang yang normal atau
sehat, dalam artian mengkonsumsi obat
untuk menjaga kondisi tubuhnya
b. Dosis terapi/penyembuhan (therapeutic
dosage). Dosis ini digunakan untuk
pengobatan atau dengan kata lain untuk
menyembuhkan orang yang sedang sakit.
c. Dosis maksimal (maxsimal dosage). Dosis
ini merupakan takaran paling banyak yang

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681

dapat diberikan kepada si penderita/orang


sakit
d. Dosis toxis (toxis dosage). Dosis ini
merupakan takaran yang apabila diberikan
kepada seseorang akan mengakibatkan
orang tersebut keracunan
e. Dosis lethalis (lethal dosage). Dosis ini
merupakan takaran yang bila diberikan
kepada seseorang akan menyebabkan
kematian orang tersebut.
Hal ini menyebabkan pemeriksaan
mengenai
kasus
peracunan/peracunan
sebenarnya sangat sukar oleh karena
kemungkinan suatu zat itu dapat menyebabkan
kematian/keracunan adalah besar pula. Dalam
hal ini penuntut umum/penyidik penting sekali
untuk mencari informasi dari keluarga maupun
tetangga korban yang nantinya dapat
digunakan sebagai petunjuk oleh para
toxicoloog. Demikian pula dengan keberadaan
barang bukti lainnya yang diduga dapat
menjadi
petunjuk
selanjutnya
dalam
pemeriksaan. Selanjutnya menurut R. Atang
Ranoemihardja (1991:60), bahwa para
toxicoloog sebaiknya menyarankan agar racun
dalam
bidang
peradilan
sebaiknya
didefinisikan sebagia suatu zat, yang bila
dimakan melaluui mulut-lambung atau yang
diserap oleh darah, dapat mengganggu
kesehatan/mengakibatkan kematian atau bila
melalui kulit akibat dari khasiatnya
lambat/cepat setelah terjadinya absorpsi.
II.

Laporan
Hasil
Toxicoloog (Expertise)

Pemeriksaaan

Setelah barang bukti sampai di


laboratorium seorang ahli racun (toxicoloog)
maka sebelum barang bukti tersebut dibuka,
akan terlebih dahulu diperiksa penyegelannya.
Apakah cara penyegelannya dari barang bukti
tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai
dengan Pasal 129, 130, dan 133 KUHAP.
Apalagi tidak memenuhi syarat maka barang
bukti tersebut dikirimkan kembali kepada si
pengirim (penyidik) dengan permintaan agar
penyegelan diperbaiki. Selain itu diperiksa
juga segala surat-surat serta laporan tanya
jawab dari pihak keluarga/tetangga korban,
dan apabila tidak ada diikutsertakan tentang
laporan tanya jawab yang dimaksud maka
harus diminta kepada penyidik sebab laporan

tersebut merupakan petunjuk dalam melakukan


pemeriksaan.
Setelah semua barang bukti sudah
memenuhi persyaratan maka barang bukti
dibuka dan diperiksa, apakah semuanya sesuai
dengan yang disebut dalam laporan si
pengirim, kemudian dicatat pula keadaan
barang buktinya. Menurut R. Atang
Ranoemihardja (1991:75) maka selanjutnya
barang bukti tersebut dibagi menjadi 3 bagian
dengan tujuan:
a. Sepertiga bagian untuk bahan pemeriksaan
b. Sepertiga bagian untuk dikirimkan kembali
kepada si pengirim setelah pemeriksaan
selesai
c. Sepertiga bagian lagi dijadikan sebagai
arsip
Apabila barang bukti tidak cukup untuk
dibagi tiga, maka kesemuanya akan dipakai
untuk pemeriksaan, dan hal ini harus
diberitahukan kepada pengirim (penyidik).
Maka dari itu, untuk keperluan pemeriksaan
secara toxicology forensic dibutuhkan barang
bukti yang banyak jumlahnya (Waluyadi,
2005:35)
Setelah selesai pemeriksaan oleh
toxicoloog, maka akan dikeluarkan sebuah
laporan dari hasil pemeriksaan yang disebut
expertise yaitu laporan tertulis seorang ahli
racun.
Expertise ini diserahkan kepada
penyidik kemudian diteruskan kepada dokter
yang melakukan pembedahan dan memeriksa
mayat si korban, setelah itu baru diselesaikan
visum et repertum. Jadi expertise ini telah
diambil alih oleh dokter yang membuat visum
et repertum tersebut. Akan tetapi tidak tertutup
kemungkinan bahwa seorang toxicoloog dapat
dipanggil pada persidangan di pengadilan
untuk ditanya segala sesuatunya yang ada
hubungannya
dengan
pemeriksaan
peracunan/keracunan yang diuraikan dalam
expertise.
Tindak Pidana Pembunuhan diatur
dalam KUHP pada Bab XIX dengan judul
Kejahatan terhadap nyawa orang. Perkataan
nyawa disinonimkan dengan jiwa.
Pengertian pembunuhan menurut Leden
Marpaung (1999:4) menghilangkan nyawa,
nyawa
dimaksudkan
adalah
yang
menyebabkan kehidupan pada manusia.
Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan
kehidupan manusia yang secara umum disebut
pembunuhan.

13

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681

Tindak pidana pembunuhan diatur


dalam Pasal 338 sampai dengan Pasal 350
KUHP. KUHP mengaturnya sebagai berikut :
a. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa
manusia
b. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa
anak yang sedang/baru dilahirkan
c. Kejahatan yang ditujukan terhadap anak
yang masih dalam kandungan
Dilihat dari segi kesengajaan (dolus) maka
tindak pidana terhadap nyawa ini terdiri atas :
a. Yang dilakukan dengan sengaja
b. Yang dilakukan dengan sengaja disertai
kejahatan berat
c. Yang dilakukan dengan direncanakan lebih
dahulu
d. Atas keinginan yang jelas dari yang
dibunuh
e. Menganjurkan atau membantu orang untuk
bunuh diri.
Menurut Leden Marpaung (1994:19), tindak
pidana terhadap nyawa tersebut pada
hakikatnya dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Dilakukannya dengan sengaja, yang diatur
dalam Bab XIX
b. Dilakukan karena kelalaian/kealpaan diatur
dalam Bab XXI
c. Karena tindak pidana lain, mengakibatkan
kematian, yang diatur antara lain Pasal 170,
351 ayat (3) dan lain-lain.
III.

Jenis-Jenis
Pembunuhan

Tindak

Pidana

Kejahatan terhadap nyawa ini disebut


delik materil yakni delik yang hanya menyebut
sesuatu akibat yang timbul, tanpa menyebut
cara-cara yang menimbulkan akibat tersebut.
Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat dalam
KUHP adalah sebagai berikut :
a. Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP)
b. Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal
339 KUHP)
c. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)
d. Pembunuhan Bayi oleh ibunya (Pasal 341
KUHP)
e. Pembunuhan atas permintaan yang
bersangkutan (Pasal 344 KUHP)
f. Membujuk/membantu agar orang bunuh
diri (Pasal 345 KUHP)
g. Pengguguran kandungan dengan izin
ibunya (Pasal 346 KUHP)

14

h. Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya


(Pasal 347 KUHP)
i. Matinya
kandungan
dengan
izin
perempuang yang mengandungnya (Pasal
348 KUHP)
j. Dokter/bidan/tukang obat yang membantu
pengguguran/matinya kandungan (Pasal
349 KUHP).
Berdasarkan
jenis-jenis
kejahatan
terhadap nyawa menurut KUHP bahwa kasus
keracunan biasanya termasuk ke dalam
pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP).
Pasal 340 KUHP menentukan sebagai berikut
:Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
rencana lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain, dihukum, karena pembunuhan
direncanakan (moord) dengan hukuman mati
atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Menurut
Leden
Marpaung
(1994:31)
pengertian dengan rencana lebih dahulu ialah
diperlukannya saat berpikir dengan tenang.
Untuk itu sudah cukup jika si pelakku berpikir
sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan
melakukan kejahatan sehingga ia menyadari
apa yang dilakukannya. Bahwa ada suatu
jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk
mempertimbangkan untuk berpikir dengan
tenang.
IV. Peranan Toxicology Forensik Dalam
Membantu Penegak Hukum
Peranan toxikologi forensik khususnya
dalam melakukan analisis racun. Adapun kerja
utama dari toksikologi forensik adalah
melakukan
analisis
kualitatif
maupun
kuantitatif dari racun sebagai bukti fisik dan
menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam
suatu pernyataan apakah ada atau tidaknya
racun yang terlibat dalam suatu tindak kriminal
yang dituduhkan sebagai bukti di pengadilan.
Lebih jelasnya toksikolgi mencakup terapan
ilmu alam dalam analisis racun sebagai bukti
dalam tindak kriminil dengan tujuan
mendeteksi
dan
mengidentifikasikan
konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya
dari
cairan
biologis
dan
akhirnya
menginterpretasikan temuan analisis dalam
suatu argumentasi tentang penyebab keracunan
dari suatu kasus.
Pemeriksaan atas barang bukti dengan
menggunakan toksikologi forensik dilakukan

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681

oleh seorang ahli forensik yang telah diberikan


wewenang oleh pihak Pusat Laboratorium
Forensik dan ahli forensik tersebut yang
berperan
penting
dalam
melakukan
pemeriksaan atas organ-organ tubuh korban
maupun jenis barang bukti lainnya, khususnya
yang berkaitan dengan kasus keracunan dan
peracunan. Adapun faktor-faktor pendukung
yang dapat dilakukan untuk mengungkap
kasus keracunan/peracunan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan penanganan yagn tepat dalam
hal pemeriksaan tempat kejadian perkara
(TKP) oleh penyidik yang berwenang agar
tidak terjadi perubahan dari barang bukti,
seperti penambahan dan pengurangan
barang bukti di TKP.
b. Pengambilan organ tubuh yang tepat,
artinya organ tubuh yang dikirim ke
laboratorium tersebut tidak kurang dari
jumlah yang telah ditentukan
c. Melakukan pemeriksaan terhadap racun
dengan alat-alat yang memadai
d. Adanya kemampuan yang baikd ari ahli
forensik yang melakukan pemeriksaan
terhadap barang bukti tersebut.
Pemeriksaan di tempat kejadian perkara
sangat penting dilakukan untuk membantu
penentuan penyebab kematian dan menentukan
cara kematian seseorang.(Abdul Munim
Idries, 2008:9) Pemeriksaan juga harus dapat
menjelaskan apakah mungkin seseorang itu
meninggal akibat keracunan, misalnya dengan
memeriksa
lingkungan
sekitar
apakah
ditemukan sisa-sisa obat atau pembungkusnya
maupun
ditemukan
muntahan-muntahan
korban yang berbau fosfor. Untuk kasus bunuh
diri, dapat diteliti di tempat kejadian perkara,
apakah terdapat gelas atau sisa minuman di
ruangan tersebut. Selanjutnya seluruh buktibukti akan dibawa oleh penyidik agar
dilakukan pemeriksaan oleh ahli forensik, dan
hasil analisis serta interpretasi temuan tersebut
akan dimuat ke dalam suatu laporan yang telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Menurut KUHAP laporan ini
disebut dengan surat, yaitu suatu surat
keterangan dari seorang ahli forensik yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suaut hal atau keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya.
Untuk mengetahui jenis racun apa yang
terdapat dalam organ tubuh korban maka

diperlukan pemeriksaan yang secara detail


yaitu dengan menggunakan ilmu toksikologi
forensik. Selain itu toksikologi juga sebaiknya
dibantu oleh alat-alat elektronik lain yang
sangat memungkinkan untuk mempermudah
dilakukannya penelitian terhadap suatu zat
racun.
Diagnosa keracunan didasarkan atas
adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan
racun penyebabnya. Dengan analisis kimiawi
dapat dibuktikan adanya racun pada sisa
barang bukti dan yang terpenting pada
penegakan diagnosis keracunan adalah dapat
ditemukan racun atau sisa dari racun yang
terdapat dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika
racun menjalar secara sistemik serta
terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik
secara makroskopik maupun mikroskopik yang
sesuai dengan racun penyebab. Di samping itu
juga harus benar-benar dipastikan korban
memiliki langsung dengan racun, serta perlu
diperhatikan untuk pemeriksaan korban
keracunan/peracunan ialah keterangan tentang
racun apa kira-kira yang menjadi penyebab
kematiannya. (Darmono, 2009:4)
V. Kesimpulan
Peranan toksikologi forensik adalah
membantu para penegak hukum khususnya
dalam melakukan analisis racun. Adapun kerja
utama dari toksikologi forensik adalah
melakukan analisis dari racun sebagai bukti
fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya
ke dalam suatu pernyataan apakah ada atau
tidaknya racun yang terlibat dalam suatu
tindak pidana pembunuhan, sebagai bukti di
pengadilan. Untuk mengatahui jenis racun
yang terkandung dalam suatu barang bukti dari
suatu peristiwa pidana, maka ahli forensik
dibantu oleh alat-alat elektronik yang
digunakan
di
laboratorium
forensik.
Selanjutnya laporan dari ahli forensik tersebut
akan diambil alih oleh dokter yang membuat
VER dan ahli forensik juga dapat dipanggil
pada persidangan di pengadilan untuk ditanya
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
pemeriksaan kasus keracunan/peracunan yang
diuraikan dalam laporannya, hal inilah yang
disebut sebagai keterangan ahli.

15

Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681

Daftar Pustaka
Ayunda Almiradani, 2004, Toksikologi
Forensik, 10 Agustus 2012, http://world
Press. Com.
Budiyanto, Arief, 1997, Ilmu Kedokteran
Forensik,
Edisi
Kedua,
Bagian
Kedokteran Forensik,Jakarta: FKUI.
Darmono, 2009, Farmasi Forensik dan
Toksikologi
(Penerapannya
Dalam
Penyidikan Kasus Tindak Pidana
Kejahatan), Jakarta:UI Press
Marpaung, Leden, 1999, Tindak Pidana
Terhadap
Nyawa
dan
Tubuh
(Pemberantasan dan Prevensinya), Sinar
Grafika:Jakarta
MunIn Idries, Abdul, 2008, Penerapan Ilmu
Kedokteran
Forensik
dan
Proses
Penyelidikan, Jakarta:CV Sagung Seto.
Ranoemihardja, R, Atang, 1991, Ilmu
Kedokteran
Kehakiman
(Forensic
Science), Bandung:Tarsito
Setyo, Alfred, C, 2002, Sejarah Ilmu
Kedokteran Forensik, UPT Penerbitan
dan Percetakan Medan:USU Press.

16

Anda mungkin juga menyukai