TOKSIKOLOGI FORENSIK
DiSusun Oleh :
Tahun 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat rahmat dan karunia-NYA sehingga Makalah “ TOKSIKOLOGI
FORENSIK ” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang
ditentukan. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal dan teliti.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, maupun susunan bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang
membangun sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat memberi manfat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah forensik belakang ini sering mampir di telinga kita
melalui berbagai berita kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan
tindak pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan usaha
pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud dengan
forensik sains adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk
penegakan hukum dan peradilan.
C. Tujuan Masalah
1. Tertelan : Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga
sistemik. Contoh kasus: over dosis obat, pestisida.
2. Topikal (melalui kulit, mata, dll) : Efeknya iritasi lokal, tapi bisa
berakibat keracunan sistemik. Kasus ini biasanya terjadi di tempat
industri. Contoh : soda kaustik, pestida organofosfat.
3. Inhalasi : Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada
absopsi dan keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga
banyak terjadi di tempat-tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin,
CO (karbonmonoksida).
4. Injeksi : Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis.
Masuk ke dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular,
intrakutan maupun intrademal.
F. Pengertian Racun
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif
kecil (bukan minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang
akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar
yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.
Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan
mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian.
Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan, racun adalah
substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis
toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi
hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang
besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian
2) Keracunan akut
e. Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu
tidak akan menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara
tersendiri terjadi hal yang sebaliknya.
f. Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih
dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh
karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain. Dalam
klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan,
misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi
pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut
obat-obatan golongan narkotik.
2.7 Kriteria diagnosis kasus keracunan
1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan
racun (secara injeksi, inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau
mukosa).
Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan pegangan sepenuhnya
sebagai kriteria diagnostik, misalnya pada kasus bunuh diri – keluarga
korban tentunya tidak akan memberikan keterangan yang benar,
bahkan malah cenderung untuk menyembunyikannya, karena kejadian
tersebut merupakan aib bagi pihak keluarga korban.
2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan
zat yang diduga.
Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang
bersifat darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-
kasus tanpa disertai dengan data-data klinis tentang kemungkinan
kematian karena kematian sehingga harus dipikirkan terutama pada
kasus yang mati mendadak, non traumatik yang sebelumnya dalam
keadaan sehat.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa
makanan / obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban.
Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang
digunakan korban itu adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum
dapat dibuktikan secara analisa kimia, kemungkinan-kemungkinan
seperti tertukar atau disembunyikannya barang bukti, atau si korban
menelan semua racun – kriteria ini tentunya tidak dapat dipakai.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara
makroskopik atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang
diakibatkan oleh racun yang bersangkutan.
Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus
keracunan, selain untuk menentukan jenis-jenis racun penyebab
kematian, juga penting untuk menyingkirkan kemungkinan lain
sebagai penyebab kematian. Otopsi menjadi lebih penting pada kasus
yang telah mendapat perawatan sebelumnya, dimana pada kasus-kasus
seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau metabolitnya, tetapi
yang dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada organ yang
bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya
di dalam tubuh / jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik.
Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan.
Tanpa pemeriksaan tersebut, visum et repertum yang dibuat dapat
dikatakan tidak memiliki arti dalam hal penentuan sebab kematian.
Sehubungan dengan pemeriksaan toksikologis ini, kita tidak boleh
terpaku pada dosis letal sesuatu zat, mengingat faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan ada tidaknya racun harus
dibuktikan secara sistematik, diagnosa kematian karena racun tidak
dapat ditegakkan misalnya hanya berdasar pada ditemukannya racun
dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada
kasus-kasus keracunan seperti tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima
merupakan kriteria yang terpenting dan tidak boleh dilupakan.
B
A
B
I
I
I
P
E
N
U
T
U
P
3.1 KESIMPULAN
1. Toksikologi forensik adalah Ilmu yang mempelajari tentang
penerapan Ilmu toksikologi, yang berguna untuk membantu proses
peradilan. Toksikologi forensik tidak hanya untuk
mengidentifikasi / mengetahui jumlah / kuantitas dari obat, racun
atau bahan-bahan dalam tubuh manusia tapi juga dapat menentukan
akibat- akibatnya.
2. Toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam
analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan
mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan
bentuk metabolitnya dari dalam cairan biologi dan akhirnya
menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi
tentang penyebab keracunan dari suatu kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusumo, Nawawi, dr. , 1997, DSPF, Ilmu Kedokteran Forensik, IKF III, FK
UGM – UMY Kerrigan, S, (2004), Drug Toxicology for Prosecutors Targeting
Hardcore Impaired Drivers,