Anda di halaman 1dari 6

Nama :Aurea Briquita Filtje Nahak

NIM :22340103035

Tugas :Toksikologi

Materi :Pengantar Toksikologi Forensik

A. PENDAHULUAN
Toksikologi forensik adalah penerapan toksikologi untuk membantu investigasi
medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan.
Dalam hal ini toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia analitik,
farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Yang menjadi perhatian utama dalam
toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara
toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh serta
menginterpretasi hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber penyebab
keracunan/pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi
data terkait dengan gejala/efek atau dampak yang timbul serta bukti-bukti lainnya
yang tersedia.
Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu
investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti
apapun yang berhasil dikumpulkan dalam lokasi kriminal/kejahatan yang dapat
mengerucutkan pencarian, misalnya adanya barang bukti seperti botol obat-obatan,
serbuk, residu jejak dan zat toksik (bahan kimia) apapun yang ditemukan. Dengan
informasi tersebut serta sampel yang akan diteliti, ahli toksikologi forensik harus
dapat menentukan senyawa toksik apa yang terdapat dalam sampel, dalam
konsentrasi berapa, dan efek yang mungkin terjadi akibat zat toksik tersebut terhadap
seseorang (korban).
Dalam mengungkap kasus kejahatan/pencemaran lingkungan, toksikologi
forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemar, mengapa dapat bersifat
toksik terhadap biota dan manusia, dan sejauh mana risikonya, serta mengidentifikasi
sumber dan waktu pelepasan suatu bahan pencemar. Kemudian dilakukan pengujian
yang sistematik terhadap informasi lingkungan antara lain untuk menentukan sumber
pencemaran bahan kimia, waktu pelepasan ke lingkungan, distibusi spatial suatu
peristiwa pencemaran, hubungan paparan dengan dosis dan respon/efek toksik. Serta
mencakup semua aspek pencemaran dan kontaminasi baik di udara, air, tanah dan
biota.
B. BIDANG KERJA TOKSIKOLOGI FORENSIK
Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu
toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik
adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik
dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau
tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti
dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan
analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan
perundanganundangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat
disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi
forensik dapat dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk keperluan
penegakan hukum dan peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang
dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti
kimia analisis, biokimia, kimia instrumentasi, farmakologitoksikologi,
farmakokinetik, biotransformasi.
Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika “society of forensic
toxicologist, inc. SOFT” bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
1. Analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian
2. Analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas,
yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan
mengendarai kendaraan bermotor di jalan rayatindak kekerasan dan kejahatan,
penggunaan dooping)
3. Analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan obat terlarang lainnya
C. BILAMANA PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI DIPERLUKAN
Berikut ini adalah gambaran kasus-kasus yang umumnya di negara maju
memerlukan pemeriksaan toksikologi forensik, meliputi tiga kelompok besar yaitu:
A. Kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di
penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh
efek samping obat atau kesalahan penanganan medis.
B. Kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan nyawa
sendiri ataupun orang lain, yang umumnya diakibatkan oleh pengaruh obat-
obatan, alkohol, atau pun narkoba.
C. Penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat
pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya
kimia lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus forensik
farmasi).
D. KERACUNAN
Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali
menjadi rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh
manusia. Jarang sekali suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya didalam
tubuh. Bahan kimia, ketika memasuki tubuh akan mengalami proses ADME, yaitu
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Misalnya, setelah memasuki tubuh,
heroin dengan segera termetabolisme menjadi senyawa lain dan akhirnya menjadi
morfin, menjadikan investigasi yang lebih detil perlu dilakukan seperti jenis
biomarker (petanda biologik) zat racun tersebut, jalur paparan zat, letak jejak injeksi
zat pada kulit dan kemurnian zat tersebut untuk mengkonfirmasi hasil diagnosa. Zat
toksik juga kemungkinan dapat mengalami pengenceran dengan adanya proses
penyebaran ke seluruh tubuh sehingga sulit untuk terdeteksi. Walaupun zat racun
yang masuk dalam ukuran gram atau miligram, sampel yang diinvestigasi dapat
mengandung zat racun atau biomarkernya dalam ukuran mikrogram atau nanogram,
bahkan hingga pikogram.
Bapak Toksikologi Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa "semua
zat adalah racun; tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu
racun dengan obat". Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat
memberikan efek yang berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah untuk
toksikan yang dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau
penyakit (efek merugikan) yang secara tiba-tiba. Zat toksik dapat berada dalam
bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa
ular). Juga terdapat dalam beragam wujud (cair, padat, gas). Sulit untuk
mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun. Tidak mudah untuk
membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip kunci dalam toksikologi
ialah hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik (paparan) terhadap
organisme/tubuh dapat melalui jalur tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau
terabsorpsi melalui kulit. Zat toksik umumnya memasuki organisme/tubuh dalam
dosis tunggal dan besar (akut), atau dosis rendah namun terakumulasi hingga jangka
waktu tertentu (kronis).
E. LANGKAH-LANGKAH ANALISIS TOKSIKOLOGI FORENSIK
Secara umum tugas analisis toksikolog forensik (klinik) dalam melakukan
analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu:
1. Penyiapan sampel “sample preparation”
2. Analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan
“general unknown test” uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan
kuantifikasi
3. Langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan
analisis
F. PERANAN TOKSIKOLOGI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN KASUS
KEJAHATAN
Dalam perkara pidana yang lain dimana tanda buktinya (Corpus Delicti) yang
berupa tubuh manusia, oleh karena misalnya luka-luka pada tubuh seseorang akan
selalu berubah-ubah yaitu mungkin akan sembuh, membusuk atau akhirnya
menimbulkan kematian dan mayatnya akan menjadi busuk dan dikubur jadi
kesimpulannya keadaan itu tidak pernah tetap seperti pada waktu pemeriksaan
dilakukan, maka oleh karenanya Corpus Delicti yang demikian itu tidak mungkin
disediakan atau diajukan pada sidang pengadilan dan secara mutlak harus diganti
oleh Visum Et Repertum. Hal ini dapat dilihat dalam kasus pembunuhan contohnya
yang menggunakan racun, dimana untuk membuktikan seseorang meninggal karena
keracunan tidak dapat tubuh korban itu dibawa di depan persidangan. Jadi
dibutuhkanlah peran toksikologi dalam pembuatan visum et repertum. Toksikologi
dapat mempermudah para dokter yang berwenang untuk melakukan visum serta
dijadikan alat bukti surat yang akan dibawa ke persidangan.
Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam rangka
membantu penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun,
menyusun dan menilai barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan
tujuan agar dapat membuat terang suatu kasus pembunuhan yang ada indikasi
korbannya meninggal contohnya akibat racun. Untuk mewujudkan penyidikan
secara cepat dan tepat dalam rangka pengungkapan kejahatan pembunuhan
khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal karena
diracun, maka sangat diperlukan ilmu mengenai racun atau toksikologi forensik.
Berdasarkan penyidikan disimpulkan memang ada indikasi pembunuhan karena
racun, maka penyidik berdasarkan pasal 133 KUHAP berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli. Apabila terdapat racun pada barang bukti harus
disebutkan jenis racun tersebut untuk kemudian membuat kesimpulan hasil
pemeriksaannya dalam bentuk berita acara/laporan pemeriksaan.Adapun peranan
penting dari ahli toksikologi dalam penyidikan adalah:
1. Memudahkan penyidik dalam mencari dan mengumpulkan barang bukti yang
ada dalam Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang kemudian dengan bukti
tersebut digunakan untuk membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi dan
untuk menemukan tersangkanya.
2. Untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bahan/racun yang diduga ada dalam
organ atau jaringan tubuh dan cairan tubuh korban.Biasanya dokter pemeriksa,
pada saat melakukan pemeriksaan luar dan dalam korban mati dugaan tindak
pidana sudah memikirkan untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan
toksikologi. Tertutama jika keadaan korban mati lebih mengarah kepada
keracunan suatu zat.
3. Jika dugaan ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan racun tertentu, seperti:
cairan pembasmi serangga, obatobatan/narkoba, atau zat-zat lainnya positif tentu
saja kesimpulan pada visum et repertum korban akan lebih jelas dan dapat
disimpulkan dengan tepat. Dokter pemeriksa pada bab kesimpulan visum et
repertum tidak akan menyebutkan korban mati akibat bunuh diri, pembunuhan,
ataupun kecelakaan, tapi jelas menyebutkan penyebab kematiannya akibat
keracunan zat-zat, obat-obatan,dan racun tertentu atau dengan kata lain
ditemukannya gangguan pada organ-organ tubuhnya akibat sesuatu zat-zat, obat-
obatan,dan racun tertentu tersebut. Sayangnya hasil pemeriksaan toksikologi
kadang-kadang tidak menyebutkan jumlah kadar zat-zat, obat-obatan,dan racun
yang terdapat di dalam tubuh korban dengan berdasarkan angka-angka atau nilai
dosis fatalnya yang ditemukan. Kematian yang disebabkan oleh racun: harus ada
data yang mencukupi, faktafakta yang dapat mendukung dan alasan sehingga
dapat menegakkan pernyataan ini. Harus diingat bahwa dalam membuktikan
bahwa seseorang mati karena racun, harus didapatkan adanya bukti racun yang
terdapat di dalam sistem sirkulasi darah dan/atau organ tubuh. Jika adanya bukti
racun di saluran gastrointestinal tidak dapat membuktikan bahwa kematian
disebabkan oleh racun. Hal ini dikarenakan saluran gastrointestinal yang secara
anatomi dimulai dari mulut sampai anus bentuknya seperti pipa air taman,
berbentuk cekung dan terbuka pada kedua ujungnya, dan secara topografi
terletak di bagian luar dari tubuh. Oleh karena itu, untuk menjadikan hal tersebut
menjadi berbahaya, senyawa racun tersebut harus di absorbsi melewati dinding
usus dan masuk kedalam sistem sirkulasi sistemik sehingga racun tersebut dapat
menempati lokasi yang dapat mengakibatkan efek yang tidak menguntungkan.
Dalam menyelidiki suatu kasus forensik karena keracunan baik secara sengaja
maupun tidak, seorang ahli kedokteran forensik harus memperhatikan beberapa
faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengidentifikasikan faktor yang
mempengaruhi toksisitas harus mengetahui mekanisme farmakologik dari bahan
kimia atau obat terhadap makhluk hidup termasuk orang sehingga seorang ahli
kedokteran forensik harus mengetahui dasar-dasar respons tubuh terhadap obat
tersebut. Beberapa pertimbangan yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa
untuk mengetahui jenis racun yang masuk kedalam tubuh korban dapat melalui
pemeriksaan pada tinja korban atau dari bahan yang dimuntahkan oleh korban.
Gejala yang ditimbulkan tergantung kepada jenis dan klasifikasi racun. Misalnya
racun yang bersifat korosif akan meninggalkan bekas pada bagian luar tubuh.
Racun yang bersifat iritan menyebabkan gejala yang mirip seperti kolera. Racun
dari jenis spinal menyebabkan rangsangan sehingga bisa menyebabkan
kejangkejang. Bukti-bukti yang sangat menjurus adanya keracunan adalah
dengan ditemukannya racun pada makanan, obat, bahan yang dimuntahkan,
urine atau feses. Dengan demikian setiap menangani kasus yang diduga karena
keracunan, setiap bahan tersebut diatas harus diambil untuk pemeriksaan
laboratorium. Adapun untuk melakukan pemeriksaan pada korban yang sudah
meninggal, perlu dilakukan pemeriksaan khusus. Hal ini disebabkan bahwa
racun yang telah masuk ke dalam tubuh korban tidak ada meninggalkan bukti
yang konkrit di sekitar tempat kejadian. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah
berupa pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam tubuh korban, dan pemeriksaan
toksikologi.
G. KEBERADAAN ANALISIS TOKSIKOLOGI FORENSIK DI INDONESIA
Analisis toksikologi forensik di Indonesia diselenggarakan oleh Laboratorium
Forensik Bareskrim Mabes Polri. Hal ini sesuai dengan tugas pokok Laboratorium
forensik Bareskrim Polri, berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Pasal 14, butir c, yaitu membina dan menyelenggarakan
fungsi laboratorium forensik dalam mendukung penyidikan yang dilakukan oleh
Polri. Pemeriksaan kasus-kasus toksikologi forensik dilaksanakan di Labfor Polri,
khususnya pada unit Toksikologi dan Pencemaran Lingkungan, di bawah kendali
Departemen Kimia dan Biologi Forensik (Subandi 2005). Pemeriksaan toksikologi
forensik dapat berupa pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan Barang
Bukti (BB) yang berkaitan kasus-kasus keracunan/peracunan yang diduga
mengandung unsur tindak pidana. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendukung
penyidik dalam mengungkapkan kasus yang mereka sidik. Hasil pemeriksaan
toksikologi forensik dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Laboratoris Kriminalistik yang dapat menjadi salah satu alat bukti yang sah di
pengadilan. Selain dalam bentuk BAP, pemeriksa toksikologi forensik di Labfor
Polri juga dapat mendukung penyidik, jaksa dan hakim dengan menjadi saksi ahli di
pengadilan apabila pihak- pihak tersebut memerlukannya.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan toksikologi forensik Labfor Bareskrim Mabes
Polri bekerjasama dengan pihak lain seperti Instalasi Kedokteran Forensik,
khususnya dalam mengungkap penyebab kematian. Selain itu, sudah menjadi aturan
main bahwa “Keterangan Penyebab Kematian” harus dikeluarkan oleh pihak dokter
yang melakukan otopsi, maka kerjasama antara pemeriksa toksikologi di Labfor
Bareskrim Mabes Polri dengan dokter forensik merupakan hal yang harus dilakukan,
khususnya dalam penanganan kasus keracunan dengan korban meninggal. Dalam hal
ini, kesimpulan hasil pemeriksaan toksikologi forensik di Labfor Bareskrim Mabes
Polri juga dimasukkan menjadi bagian dari Visum et Revertumer yang dikeluarkan
oleh dokter forensik.

Anda mungkin juga menyukai