Anda di halaman 1dari 26

PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIS
(PPOK)

FRIDLY MANAWAN, M.FARM


DEFINISI
ETOLOGI
Kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat disebabkan oleh :

 MEROKOK
Merokok merangsang makrofag
melepaskan fator kemotaktik
netrofil dan elastase yang akan
menyebabkan destruksi
jaringan.
Lanjutan

 FAKTOR LINGKUNGAN
PPOK dapat muncul pada pasien
yang tidak pernah merokok.
 DEFISIENSI ENZIM
Faktor lingkungan dicurigai dapat
ALPHA1-ANTITRYPSIN
menjadi penyebabnya. Faktor
(AAT)
risiko yang berasal dari
AAT merupakan enzim yang
lingkungan, yaitu:
berfungsi untuk menetralisir efek
1. Polusi dalam ruangan
elastase neutrophil dan
2. Polusi luar ruangan
melindungi parenkim paru dari
3. Zat kimia dan debu pada
efek elastase. Defisiensi AAT
lingkungan kerja
merupakan faktor predisposisi
4. Serta infeksi saluran nafas
pada Emfisema tipe panasinar.
bagian bawah yang berulang pada
Defisiensi AAT yang berat akan
usia anak.
menyebabkan emfisema prematur
pada usia rata-rata 53 tahun
untuk pasien bukan perokok dan
40 tahun pada pasien perokok.
PATOFISIOLOGI

Emphysema (chronic obstr


Chronic bronchitis (COPD uctive pulmonary disease)
) - causes, symptoms, diag -
nosis, treatment & patholo centriacinar, panacinar,
gy - YouTube paraseptal - YouTube
GEJALA
FAKTOR RESIKO
PPOK mempunyai progresivitas
yang lambat, diselingi dengan fase
eksaserbasi akut yang timbul
secara periodik. Pada fase
eksaserbasi akut terjadi perburukan
yang mendadak dari perjalanan
penyakitnya yang disebabkan oleh
suatu faktor pencetus dan ditandai
dengan suatu manifestasi klinis
yang memberat. Secara umum
resiko terjadinya PPOK terkait
dengan jumlah partikel gas yang
dihirup oleh seorang individu
selama hidupnya serta berbagai
faktor dalam individu itu sendiri.
DIAGNOSIS
Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan temuan
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) dan dibantu
dengan pemeriksaan penunjang.
 ANAMNESIS
Dari anamnesis PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda
dan gejala yang khas. Poin penting yang dapat ditemukan pada anamnesis pasien PPOK
diantaranya:

Batuk yang sudah berlangsung sejak Adanya riwayat merokok atau


lama dan berulang, dapat dengan dalam lingkungan perokok,
produksi sputum pada awalnya riwayat paparan zat iritan
sedikit dan berwarna putih kemudian dalam jumlah yang cukup
menjadi banyak dan kuning keruh. banyak dan bermakna.
Lanjutan

Riwayat penyakit emfisema pada


keluarga, terdapat faktor
predisposisi pada masa kecil,
Sesak napas yang semakin lama
misalnya berat badan lahir rendah
semakin memberat terutama saat
(BBLR), infeksi saluran pernafasan
melakukan aktivitas berat (terengah-
berulang, lingkungan dengan asap
engah), sesak berlangsung lama,
rokok dan polusi udara.
hingga sesak yang tidak pernah
hilang sama sekali dengan atau
tanpa bunyi mengi. Perlu dilakukan
anamnesis dengan teliti
menggunakan kuisioner untuk
mengakses
Lanjutan

 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pasien PPOK dapat bervariasi dari tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

 INSPEKSI
1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu), Sikap seseorang
yang bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Ini
diakibatkan oleh mekanisme tubuh yang berusaha mengeluarkan CO2 yang
tertahan di dalam paru akibat gagal nafas kronis.
2. Penggunaan alat bantu napas, terlihat dari retraksi dinding dada, hipertropi
otot bantu nafas, serta pelebaran sela iga
3. Barrel chest, merupakan penurunan perbandingan diameter antero-posterior
dan transversal pada rongga dada akibat usaha memperbesar volume paru. Bila
telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai.
4. Pink puffer, adalah gambaran yang khas pada emfisema, yaitu kulit
kemerahan pasien kurus, dan pernafasan pursed-lips breating.
5. Blue bloater, adalah gambaran khas pada bronkitis kronis, yaitu pasien
tampak sianosis sentral serta perifer, gemuk, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru.
Lanjutan

 PALPASI
Pada palpasi dada didapatkan vokal
fremitus melemah dan sela iga melebar.
Terutama dijumpai pada pasien dengan
emfisema dominan.

 PERKUSI
Hipersonor akibat peningkatan jumlah udara
yang terperangkap, batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke
bawah terutama pada emfisema.
Lanjutan

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
2) Foto Torak PA dan Lateral
3) Analisa Gas Darah (AGD)
4) Pemeriksaan sputum
5) Pemeriksaan Darah rutin
6) Electrocardiogram (EKG)
TERAPI
 Terapi Farmakologi pada PPOK stabil
Tujuan pengobatan PPOK stabil adalah mengurangi gejala, menurunkan risiko dan
keparahan serangan/eksaserbasi, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

 KELOMPOK A
Pasien diberikan terapi
bronkodilator, berupa bronkodilator
kerja singkat (short acting beta2
agonis (SABA) atau short acting
antimuscarinic (SAMA)) atau kerja
panjang (long acting beta2 agonis
(LABA) atau long acting
antimuscarinic (LAMA)).
Lanjutan
 KELOMPOK D
 KELOMPOK B  Pada umumnya, terapi awal
 Terapi awal menggunakan menggunakan LAMA yang
bronkodilator kerja panjang memiliki efek pada sesak napas
karena lebih unggul dibandingkan dan eksaserbasi
bronkodilator kerja singkat.  Pada pasien dengan gejala sesak
 Untuk sesak napas berat, dapat napas yang memberat dan
direkomendasikan terapi awal keterbatasan aktivitas,
menggunakan 2 bronkodilator. direkomendasikan terapi awal
 Jika penambahan bronkodilator menggunakan kombinasi LABA
kedua tidak memperbaiki gejala, dan LAMA.
sebaiknya diperiksa kemungkinan  Pada beberapa pasien, pilihan
komorbiditas yang dapat pertama untuk terapi awal adalah
menambah gejala dan kombinasi LABA dan ICS.
memengaruhi prognosis. Kombinasi LABA dan ICS juga
merupakan pilihan pertama pada
pasien PPOK dengan riwayat
 KELOMPOK C asma.
Terapi awal dengan bronkodilator kerja  ICS dapat menimbulkan efek
panjang tunggal (LAMA atau LABA). samping seperti pneumonia,
sehingga penggunaannya sebagai
terapi awal hanya jika manfaat
lebih besar dibandingkan
Lanjutan
BRONKODILATOR

Bonkodilator merupakan obat yang


memperbaiki variabel spirometri lainnya
dengan mempengaruhi tonus otot polos jalan
napas dan memperbaiki aliran udara ekspirasi,
yang mencerminkan pelebaran jalan napas
daripada perubahan elastisitas paru.

Agonis β2
Kerja utama agonis β2 adalah merelaksasi otot polos jalan napas.
Agonis β2 terdiri dari short-acting (SABA) dan long-acting (LABA) beta2-agonist.
 SABA (short acting beta2-agonist)
• Efek SABA biasanya hilang dalam 4-6 jam.
• Contoh: salbutamol, fenoterol
Salbutamol lebih selektif, sehingga menimbulkan lebih sedikit efek samping dibanding
fenoterol.
 LABA (long acting beta2-agonist)
• Durasi kerja 12 jam atau lebih
• Contoh: Formoterol, salmeterol, indacaterol, oladaterol, vilanterol (inhalasi)
Lanjutan

Antikolinergik/Antagonis Muskarinik
Bekerja memblokade efek bronkokonstriktor asetilkolin. Antikolinergik inhalasi
hampir tidak diabsorpsi sehingga efek samping sistemiknya lebih rendah
dibanding atropine. Secara umum obat ini relatif aman, dengan efek samping
utama mulut kering. Antikolinergik terdiri dari short-acting (SAMA) dan long-
acting (LAMA) muscarinic antagonist.
 SAMA (short acting muscarinic antagonist)
• Juga bekerja dengan menghambat reseptor neuron M2 yang berpotensi
menyebabkan bronkokonstriksi secara vagal.
• Efek bronkodilator SAMA inhalasi lebih lama dibanding SABA
• Contoh: Ipratropium, oxitropium.

 LAMA (long acting muscarinic antagonist)


• Dapat mengurangi eksaserbasi dan perawatan di rumah sakit, memperbaiki
gejala dan status kesehatan (Evidence A), serta memperbaiki efektivitas
rehabilitasi pulmonal (Evidence B).
• Contoh: Tiotropium, aclidinium.
ANTI INFLAMASI

Antiinflamasi yang dapat digunakan pada PPOK adalah corticosteroid dan


phosphodiesterase-4 inhibitor. Glucocorticoid oral
untuk terapi eksaserbasi akut pada
Corticosteroid inhalasi (ICS)
pasien dirawat di rumah sakit, atau
• Corticosteroid yang diberikan
selama di unit gawat darurat,
reguler dapat memperbaiki
menurunkan tingkat kegagalan terapi,
gejala, fungsi paru, kualitas
tingkat relaps, dan memperbaiki fungsi
hidup, frekuensi eksaserbasi
paru dan sesak napas, namun
pada pasien dengan FEV1
penggunaannya pada terapi harian
diprediksi < 60%.
jangka panjang pada PPOK tidak
• Contoh: Fluticasone,
dianjurkan karena komplikasi sistemik
Budesonide
yang tinggi.
• Dalam studi TORCH terdapat
Glucocorticoid oral dapat menyebabkan
kecenderungan mortalitas lebih
efek samping seperti miopati steroid,
tinggi pada pasien yang diterapi
yang dapat berkontribusi pada
fluticasone propionate saja
kelemahan otot, penurunan
dibanding pasien yang diterapi
fungsionalitas, dan gagal napas pada
plasebo atau kombinasi
pasien PPOK yang sangat berat.
salmeterol plus fluticasone
Lanjutan

Phosphodiesterase-4 inhibitor
• Kerja utama PDE4 inhibitor
adalah mengurangi inflamasi
dengan menghambat
pemecahan C-AMP
intraseluler.
• Roflumilast merupakan obat
golongan ini yang diberikan
sekali sehari secara oral.
PENGOBATAN LANJUTAN
PPOK

 Apabila respon baik dengan  Apabila tidak membaik:


pengobatan awal, maka • Pertimbangkan kebutuhan untuk
pengobatan dilanjutkan mengatasi sesak
napas/keterbatasan aktivitas atau
mencegah` eksaserbasi lebih
lanjut. Gunakan algoritma
eksaserbasi apabila target terapi
adalah keduanya.
• Lakukan penilaian respon,
 Gejala eksaserbasi antara lain: sesuaikan dan review ulang
• Sesak bertambah • Tidak bergantung pada penilaian
• Produksi sputum meningkat ABCD saat diagnosis
• Perubahan warna sputum
Lanjutan

Sesak Napas
• Pasien yang mengalami sesak napas menetap atau keterbatasan aktivitas dengan
bronkodilator kerja panjang monoterapi, direkomendasikan menggunakan 2
bronkodilator.
• Pasien yang mengalami sesak napas menetap atau keterbatasan aktivitas dengan
kombinasi LABA dan ICS, dapat ditambahkan LAMA untuk eskalasi terapi (triple
therapy).
Lanjutan

Eksaserbasi
 Pasien yang mengalami eksaserbasi menetap dengan penggunaan
bronkodilator kerja panjang monoterapi, direkomendasikan eskalasi
terapi ke kombinasi LABA dan LAMA atau LABA dan ICS. Kombinasi
LABA dan ICS dapat dipilih pada pasien dengan riwayat asma.
 Terdapat 2 rekomendasi alternatif pada pasien yang mengalami
eksaserbasi lebih lanjut dengan penggunaan kombinasi LABA dan
LAMA, yaitu:
 Eskalasi terapi ke kombinasi LABA+LAMA+ICS. Respon yang baik dari
penambahan ICS ditunjukkan pada pasien dengan jumlah eosinofil ≥100
sel/μL.
 Tambahkan Roflumilast atau Azithromycin bila jumlah eosinofil <100 sel/μL.
 Pasien yang masih mengalami eksaserbasi dengan kombinasi
LABA+LAMA+ICS:
 Penambahan Roflumilast dapat dipertimbangkan
 Penambahan makrolida. Pilihan terbaik adalah Azithromycin
 Penghentian terapi ICS. Hal ini dapat dipertimbangkan apabila terdapat
peningkatan risiko efek samping (termasuk pneumonia).
OBAT LAIN

Antibiotik Mukolitik
Antibiotik dapat menurunkan tingkat Pada pasien PPOK yang tidak
eksaserbasi PPOK. Azithromycin (250 mendapat ICS, terapi reguler dengan
mg/hari atau 500 mg 3 kali seminggu) atau mukolitik seperti carbocysteine dan N-
erythromycin (500 mg 2 kali sehari) acetylcysteine dapat menurunkan
selama 1 tahun pada pasien yang rentan eksaserbasi dan sedikit memperbaiki
eksaserbasi, dapat menurunkan risiko status kesehatan.
eksaserbasi dibanding perawatan biasa.

Alpha-1 antitrypsin augmentation therapy


• Obat ini diberikan secara intravena untuk meminimalisasi perkembangan dan
progresivitas penyakit paru serta menjaga fungsi dan struktur paru
• Suatu studi observasi menunjukkan adanya penurunan progresivitas spirometrik pada
pasien yang diterapi dengan obat ini dibanding yang tidak
• Obat ini direkomendasikan pada pasien dengan AATD dan FEV1 diprediksi <65%.
 Terapi Non Farmakologi
 Aktivitas fisik dan program
 Edukasi dan self
rehabilitasi paru
managemen Program rehabilitasi paru dapat mencegah
Tujuannya adalah untuk proses teradinya eksaserbasi. Program
memotivasi dan membuat pasien rehabilitasi termasuk pelatihan aktivitas fisik,
tetap berpikir positif dalam konseling nutrisi, berhenti merokok, dan
mengahadapi penyakitnya. edukasi. Program latihan fisik dapat
Selain itu, juga membantu mengurangi gejala yang muncul saat
pasien memodifikasi faktor melakukan aktivitas berat serta dapat
risiko yang dapat sebagai meningkatkan efek kerja obat LABA/LAMA.
pencetus eksaserbasi. Pasien Selain itu, aktivitas fisik aerobik dapat
juga diharapkan dapat meningkatkan kekuatan dan apabila
melakukan penanganan apabila difokuskan pada ekstremitas atas, dapat
gejala muncul memperkuat otot pernapasan inspirasi. Hal
tersebut tentunya harus disesuaikan dengan
terapi nutrisi.
Lanjutan

 Vaksinasi
Vaksinasi pneumococcus, PCV13 dan PPSV23
direkomendasikan pada pasien dengan umur > 65 tahun.
PPSV23 juga direkomendasikan pada pasien PPOK umur
muda dengan penyakit komorbid gagal jantung kronik
atau penyakit paru lainnya.

 Terapi ventilasi
Terapi ini diberikan pada pasien dengan hiperkapnia
yang terjadi setiap hari dan sering hospitalisasi, dimana
terapi sistemik tidak menunjukkan perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai