ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan gejala pernapasan
persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan kelainan saluran napas dan/atau alveoli yang biasanya disebabkan oleh paparan
signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya. Manajemen optimal PPOK multifaset yang menggabungkan strategi non-obat dan
manajemen obat. Beberapa obat seperti bronkodilator dan antiinflamasi dapat membantu pasien PPOK.
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a common disease, preventable and treatable disease, characterized by persistent
respiratory symptoms and airflow limitation due to airway and/or alveolar abnormalities, usually caused by significant exposure to noxious
particles or gas. The optimal management requires a multifaceted approach which incorporates non-drug as well as drug-management
strategies. Some medications such as inhalation bronchodilators and anti-inflammatory agents can help COPD patients. Esther
Kristiningrum. Pharmacotherapy of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
meliputi:1,3,5,6 mMRC Grade 4 Saya tidak bisa keluar rumah karena susah bernapas atau tidak bisa mengganti
baju karena susah bernapas
Infeksi berulang Edukasi
nikotin
Imunitas rendah Terapi farmakologi bersifat individual
disertai produksi Teknik inhalasi yang perlu dinilai secara teratur
sputum Vaksin influenza bisa menurunkan kejadian infeksi saluran napas bawah dan kematian
Berhenti pada PPOK
merokok Vaksin pneumokokus menurunkan kejadian infeksi saluran napas bawah,
berlebihan direkomendasikan untuk pasien PPOK berusia ≥ 65 tahun
dapat Rehabilitasi paru untuk memperbaiki gejala, kualitas hidup, partisipasi fisik dan emosi
penderita PPOK dalam aktivitas harian
mempermudah
Terapi oksigen jangka panjang dapat Jika sesak napas menetap dengan monoterapi, direkomendasikan menggunakan
memperbaiki tingkat kelangsungan dua bronkodilator.
hidup pasien hipoksemia kronik berat Untuk sesak napas berat, dapat direkomendasikan terapi awal menggunakan dua
saat istirahat, tetapi sebaiknya tidak bronkodialtor.
rutin pada PPOK stabil dan desaturasi Jika penambahan bronkodilator kedua tidak memperbaiki gejala, terapi dapat
sedang dikembalikan ke bronkodilator tunggal, pada kelompok ini sebaiknya diperiksa
Ventilasi non-invasif jangka panjang kemungkinan komorbiditas yang dapat menambah gejala dan mempengaruhi
menurunkan mortalitas dan perawatan prognosis.
di rumah sakit pasien hiperkapnia
kronik berat dan perawatan karena Kelompok C:1
gagal napas akut Terapi awal bronkodilator kerja panjang tunggal. LAMA (long acting muscarinic
Intervensi bedah atau bronkoskopi antagonist) lebih unggul dibanding LABA (long acting beta-2 agonist) dalam
bermanfaat pada emfisema lanjut mencegah eksaserbasi, sehingga LAMA lebih direkomendasikan untuk terapi awal
refrakter kelompok ini.
Pendekatan paliatif efektif mengontrol Penambahan bronkodilator kerja panjang kedua (LABA/LAMA) atau kombinasi
gejala PPOK lanjut LABA dengan corticosteroid inhalasi (ICS) dapat bermanfaat pada pasien dengan
eksaserbasi menetap. Mengingat ICS dapat meningkatkan risiko pneumonia,
Terapi Farmakologi pilihan utama adalah kombinasi LABA/ LAMA.
Terapi farmakologi digunakan
untuk mengurangi gejala, menurunkan Kelompok D:1
frekuensi dan tingkat keparahan Direkomendasikan terapi awal menggunakan kombinasi LABA/LAMA karena:
eksaserbasi, serta memperbaiki toleransi Studi menunjukkan LABA/LAMA lebih unggul dibanding obat tunggal. LAMA lebih
terhadap latihan fisik dan status dipilih untuk mencegah eksaserbasi dibandingkan dengan LABA.
kesehatan (Gambar 4). Kombinasi LABA/LAMA lebih tunggul dibanding kombinasi LABA/ICS dalam
mencegah eksaserbasi.
Hingga saat ini, belum ada bukti uji
klinik yang menyimpulkan bahwa Pasien kelompok D mempunyai risiko pneumonia lebih tinggi jika mendapat terapi
obat-obat yang tersedia untuk PPOK ICS.
dapat memodifikasi penurunan fungsi
paru jangka panjang. Pemilihan obat
dalam setiap golongan obat
tergantung ketersediaan dan biaya,
respons klinis, dan efek samping.
Setiap terapi memerlukan regimen
individual terkait keparahan, limitasi
aliran udara, dan tingkat keparahan
eksaserbasi.1,2
Kelompok A:1
Semua pasien diberi terapi
bronkodilator berdasarkan efeknya
terhadap sesak napas, bisa berupa
bronkodilator kerja singkat atau
kerja panjang.
Terapi bisa dilanjutkan jika
ditemukan manfaat simtomatik.
Kelompok B:1
Terapi awal bronkodilator kerja
panjang karena lebih unggul
dibanding bronkodilator kerja
singkat.
Tidak ada bukti rekomendasi
salah satu bronkodilator kerja
panjang untuk terapi awal gejala.
Pemilihan obat tergantung
persepsi pasien.
Pasien eksaserbasi lebih lanjut Gambar 4. Skema terapi farmakologi pada PPOK 1. Agonis β2
dengan terapi LABA/LAMA dianjurkan stabil
1
2. Antikolinergik/Antagonis Muskarinik
Bekerja memblokade efek bronkokonstriktor
asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 yang
diekspresikan pada otot polos jalan napas.
Antikolinergik inhalasi hampir tidak
diabsorpsi sehingga efek samping sistemiknya
lebih rendah dibanding atropine. Secara
umum obat ini relatif aman, dengan efek
samping utama mulut kering. Antikolinergik
terdiri dari
short-acting (SAMA) dan long-acting (LAMA) Efek bronkodilator SAMA inhalasi lebih lama Namun pada beberapa pasien dapat
muscarinic antagonist. dibanding SABA menyebabkan efek samping rasa logam
Contoh: Ipratropium, oxitropium atau pahit pada lidah.
SAMA (short acting muscarinic antagonist) Kajian sistematik dari studi acak dengan
Juga bekerja dengan menghambat kontrol menunjukkan bahwa ipratropium LAMA (long acting muscarinic antagonist)
reseptor neuron M2 yang berpotensi memberikan sedikit manfaat lebih Mempunyai ikatan yang lama pada
menyebabkan bronkokonstriksi secara dibanding SABA dalam fungsi paru, status reseptor muskarinik M3, dengan
vagal kesehatan, dan kebutuhan steroid oral. disosiasi yang lebih cepat dari reseptor
muskarinik
Tabel 4. Obat farmakologi PPOK2
MDI = metered dose inhaler; DPI = dry powder inhaler; SMI = Soft mist inhaler, * Not all formulations are available in all countries; in some countries other
formulations and dosages may be available , + Dose availability varies by country, ^ Formoterol nebulazed solution is based on the unit dose vial containing 20
mcg in a volume of
M2, sehingga memperpanjang durasi Doxofylline mempunyai profil Heightened Cardiovascular Risk
efek bronkodilator keamanan dan tolerabilitas yang lebih (SUMMIT).9
Dapat mengurangi eksaserbasi dan baik dan interaksi obat yang lebih Studi acak dengan kontrol
perawatan di rumah sakit, memperbaiki rendah dibanding theophylline, relatif menunjukkan bahwa penggunaan ICS
gejala dan status kesehatan (Evidence aman pada pasien jantung atau usia dikaitkan dengan peningkatan
A), serta memperbaiki efektivitas lanjut yang menderita asma bronkial prevalensi kandidiasis oral, suara serak,
rehabilitasi pulmonal (Evidence B). atau PPOK. memar kulit, dan pneumonia.10 Pasien
Contoh: Tiotropium, aclidinium, Antiinflamasi1-3,5,6 lebih berisiko pneumonia meliputi
umeclidinium, glycopyrronium bromide Hingga saat ini, eksaserbasi (tingkat perokok, usia > 55 tahun, riwayat
Di antara LAMA, tiopropium dan eksaserbasi, pasien dengan minimal sekali eksaserbasi atau pneumonia, indeks
umeclidinium diberikan sekali sehari, eksaserbasi, waktu hingga pertama kali massa tubuh < 25 kg/m2, derajat sesak
sedangkan aclidinium dua kali sehari, mengalami eksaserbasi) mencerminkan MRC buruk dan/atau hambatan aliran
dan glycopyrronium 1-2 kali sehari. endpoint utama yang klinis relevan untuk udara berat.
Tiotropium memperbaiki gejala, status menilai efikasi obat antiinflamasi. Penggunaan ICS juga dikaitkan dengan
kesehatan, efektivitas rehabilitasi paru, Antiinflamasi yang dapat digunakan pada peningkatan risiko diabetes/kontrol
dan menurunkan eksaserbasi serta PPOK adalah corticosteroid dan diabetes yang buruk, katarak, dan
perawatan di rumah sakit, namun tidak phosphodiesterase-4 inhibitor. Bukti in vitro infeksi mycobacterial termasuk
mempunyai efek pada tingkat menunjukkan bahwa inflamasi terkait PPOK tuberkulosis.
penurunan fungsi paru. mempunyai responsivitas terbatas terhadap Terdapat laporan peningkatan
Uji klinik juga menunjukkan bahwa efek corticosteroid, namun, beberapa obat eksaserbasi dan/atau gejala, serta
pada tingkat eksaserbasi LAMA seperti agonis β2, theophylline, atau penurunan FEV1 (sekitar 40 mL) pada
(tiotropium) lebih besar dibanding macrolide dapat secara pasial penghentian terapi ICS, pemberian
terapi meningkatkan sensitivitas corticosteroid. bronkodilator kerja panjang dapat
LAMA Data in vivo menunjukkan bahwa kaitan meminimalisasi efek penghentian ICS.
dosisrespons dengan keamanan jangka
3. Derivat Xanthine panjang (>3 tahun) corticosteroid inhalasi 2. Glucocorticoid oral
Efek pasti obat golongan ini masih pada pasien PPOK masih belum jelas dan Penggunaan glucocorticoid
kontroversi, bisa bekerja sebagai memerlukan penelitian lebih lanjut. sistemik untuk terapi eksaserbasi
penghambat phosphodiesterase akut pada pasien dirawat di
nonselektif, tetapi juga dilaporkan 1. Corticosteroid inhalasi (ICS) rumah sakit, atau selama di unit
mempunyai efek bronkodilator yang Corticosteroid yang diberikan reguler gawat darurat, menurunkan
kemaknaannya masih diperdebatkan. dapat memperbaiki gejala, fungsi paru, tingkat kegagalan terapi, tingkat
Data mengenai lama kerja pada PPOK kualitas hidup, frekuensi eksaserbasi relaps, dan memperbaiki fungsi
masih kurang. pada pasien dengan FEV1 diprediksi < paru dan sesak napas, namun
Rasio terapeutik derivat xanthine kecil 60%. penggunaannya pada terapi
dan sebagian besar manfaatnya terjadi Namun kebanyakan studi telah harian jangka panjang pada PPOK
hanya saat diberikan pada dosis yang menemukan bahwa terapi reguler tidak dianjurkan karena
hampir toksik. Efek samping meliputi dengan corticosteroid inhalasi tidak komplikasi sistemik yang tinggi.11
palpitasi, kejang grand mal, sakit memodifikasi penurunan FEV1 atau Glucocorticoid oral dapat
kepala, insomnia, mual, dan nyeri ulu mortalitas jangka panjang pada pasien menyebabkan efek samping
hati. PPOK. seperti miopati steroid,12 yang
Obat ini juga berinteraksi signifikan Contoh: Fluticasone, Budesonide dapat berkontribusi pada
dengan obat lain seperti digitalis dan Dalam studi TORCH terdapat kelemahan otot, penurunan
coumadin. kecenderungan mortalitas lebih tinggi fungsionalitas, dan gagal napas
Derivat xanthine juga dapat pada pasien yang diterapi fluticasone pada pasien PPOK yang sangat
meningkatkan risiko overdosis obat ini. propionate saja dibanding pasien yang berat.1
Contoh derivat xanthin adalah diterapi plasebo atau kombinasi
theophylline dan doxofylline yang salmeterol plus fluticasone propionate.8 3. Phosphodiesterase-4 inhibitor
diberikan per oral. Namun peningkatan mortalitas tidak Kerja utama PDE4 inhibitor adalah
Penambahan theophylline pada ditemukan pada pasien PPOK yang mengurangi inflamasi dengan
salmeterol menyebabkan perbaikan diterapi dengan fluticasone furoate menghambat pemecahan C-AMP
FEV1 dan sesak napas yang lebih baik dalam studi Survival in Chronic intraseluler.
dibanding salmeterol saja. Obstructive Pulmonary Disease with
Roflumilast merupakan obat plasebo, dan perbaikan ini secara manfaat terapi inhaler tunggal 3 obat
golongan ini yang diberikan sekali konsisten lebih besar dibanding efek dibandingkan dengan terapi LABA/ICS
sehari secara oral. monoterapi bronkodilator kerja pada pasien dengan PPOK lanjut.25
Roflumilast tidak mempunyai efek panjang. Kombinasi LABA dengan
bronkodilator langsung, namun LAMA juga menghasilkan perbaikan Obat lain1
bisa menurunkan eksaserbasi yang lebih besar dalam kualitas hidup 1. Antibiotik
sedang dan berat pada pasien dibanding dengan plasebo dan Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa
dengan bronkitis kronik, PPOK bronkodilator tunggal pada pasien penggunaan reguler beberapa antibiotik
berat hingga sangat berat, dan dengan gejala basal yang lebih berat. dapat menurunkan tingkat eksaserbasi
riwayat eksaserbasi, yang diterapi Kombinasi LABA/LAMA dengan dosis PPOK. Azithromycin (250 mg/hari atau 500
dengan corticosteroid sistemik. yang lebih rendah yang diberikan dua mg 3 kali seminggu) atau erythromycin (500
Efek pada fungsi paru juga kali sehari juga menunjukkan mg 2 kali sehari) selama 1 tahun pada
tampak jika roflumilast perbaikan gejala dan status pasien yang rentan eksaserbasi, dapat
ditambahkan pada bronkodilator kesehatan pada pasien PPOK.16 menurunkan risiko eksaserbasi dibanding
kerja panjang dan pada pasien perawatan biasa.26,27 Namun penggunaan
yang tidak terkontrol dengan Salah satu studi pada pasien dengan azithromycin dikaitkan dengan peningkatan
kombinasi tetap LABA/ICS. riwayat eksaserbasi menunjukkan kejadian resistensi bakteri dan gangguan
Untuk pasien PPOK, PDE4 bahwa kombinasi bronkodilator kerja tes pendengaran, dan tidak ada data
inhibitor mempunyai efek panjang lebih efektif dibanding mengenai efikasi atau keamanan terapi
samping yang lebih besar monoterapi bronkodilator kerja azithromycin kronik (> 1 tahun terapi) untuk
dibanding obat inhalasi, seperti panjang untuk mencegah mencegah eksaserbasi
diare, mual, penurunan nafsu eksaserbasi. Selain itu, studi lain pada PPOK.1,28
makan, penurunan berat badan, pasien dengan riwayat eksaserbasi
nyeri abdomen, ganggun tidur, mengkonfirmasi bahwa kombinasi 2. Mukolitik
dan sakit kepala. Sebaiknya LABA/LAMA menurunkan eksaserbasi Pada pasien PPOK yang tidak mendapat ICS,
dihindari pada pasien kurus dan lebih besar dibanding kombinasi terapi reguler dengan mukolitik seperti
hatihati pada pasien dnegan LABA/ICS.17 carbocysteine dan N-acetylcysteine dapat
depresi. Efek samping tampaknya
menurunkan eksaserbasi dan sedikit
terjadi pada awal terapi namun 2. Kombinasi LABA/ICSPada pasien memperbaiki status kesehatan.29,30
akan menghilang dengan dengan PPOK sedang hingga sangat
diteruskannya terapi. berat dan eksaserbasi, kombinasi
3. Antitusif
Efek samping: mual, menurunkan LABA/ICS lebih efektif dibanding obat
Peranan antitusif pada PPOK masih belum
nafsu makan, sakit perut, diare, tunggal dalam memperbaiki fungsi
jelas.31
gangguan tidur, dan sakit kepala paru, status kesehatan, dan
menurunkan eksaserbasi.18,19 Namun
Terapi Kombinasi1-3 4. Alpha-1 antitrypsin augmentation
studi klinis, gagal menunjukkan efek
therapy
1. Kombinasi bermakna dari terapi kombinasi pada
Obat ini diberikan secara intravena
bronkodilatorMengkombinasikan kelangsungan hidup.20.21
untuk meminimalisasi perkembangan
bronkodilator dengan mekanisme
dan progresivitas penyakit paru serta
dan lama kerja berbeda dapat 3. Terapi inhalasi 3 obat
menjaga fungsi dan struktur paru pada
meningkatkan derajat bronkodilatasi Penambahan LAMA pada kombinasi
pasien dengan defisiensi alpha-1
dengan risiko efek samping lebih LABA/ICS dapat memperbaiki fungsi
antitrypsin (AATD).1
rendah dibanding meningkatkan paru dan outcome, khususnya pada
Suatu studi observasi menunjukkan
dosis bronkodilator tunggal.13 risiko eksaserbasi.22 Namun uji klinik
adanya penurunan progresivitas
Kombinasi SABA dan SAMA lebih acak dengan kontrol tidak
spirometrik pada pasien yang diterapi
unggul dibanding obat tunggal dalam menunjukkan manfaat penambahan
dengan obat ini dibanding yang tidak,32
memperbaiki FEV1 dan gejala PPOK.14 ICS pada kombinasi LABA/LAMA
dan penurunan tersebut lebih efektif
Terapi dengan formoterol dan dalam hal eksaserbasi.23 Suatu studi
pada pasien dengan FEV1 diprediksi 35-
tiotropium dalam inhaler terpisah tersamar ganda dengan kontrol
49%.33
memberikan dampak yang lebih melaporkan bahwa terapi dengan
besar dibanding obat tunggal.15 Bukan atau bekas perokok dengan FEV1
terapi 3 obat mempunyi manfaat
diprediksi 35-60% merupakan
klinis yang lebih besar dibandingkan
Saat ini sudah tersedia kombinasi kelompok pasien yang paling dianjurkan
tiotropium pada pasien dengan PPOK
LABA dengan LAMA dalam satu untuk
simtomatik, FEV1 <50%, dan riwayat
inhaler. Kombinasi ini memperbaiki eksaserbasi.24 Studi tersamar ganda terapi obat ini (Evidence B).1
fungsi paru dibandingkan dengan dengan kontrol lainnya melaporkan