Anda di halaman 1dari 31

Asuhan Keperawatan

(Keperawatan Medikal Bedah I )

KONSEP DASAR PPOK

DOSEN PENGAMPUH

Ns. Jamal

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

Rahyati K Luwiti (841419049)

Faula Azzahra (841419120)

Afrilia Sumaga (841419068)

Mohamad Fadliyanto Mobi (841419110)

Ayudia Veronika Tahaku (841419067)

Alvina A. Rumampuk (841419084)

Siti Maura Aurelia Hinta (841419092)

Intan Patria Abdjul (841418069)

Zalza Adistiyani Hilala (841419062)


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020

BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
disaluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK adalah Suatu kondisi dimana aliran udara pada
paru tersumbat secara terus menerus (Arbaningsih. 2020).

B. Etiologi
Pada PPOK terjadi gangguan pada bronkus dan alveolus atau gabungan dari penyakit bronchitis kronis dan emfisema serta
Asthma. Bronchitis kronis yaitu terdapatpembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Sedangkan emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Asthma yaitu suatu penyakit pada sistem pernafasanyang menliputi
peradangan dari jalan nafas dan gejala-gejala bronchospasme yangbersifat reversibel (Kusumawati. 2013)
Penyebab lainya munculnya PPOK adalah perokok tembakau, dan faktor lain sebagai pendukungnya. Faktor lain seperti
genetik, perkembangan paru, dan faktor stimulus lingkungan (Decramer (2012).

Vestbo, Et al ( 2013), faktor resiko munculnya PPOK antara lain :

a. Perokok
b. Terpajan polutan, bahan kimia, kayu, pupuk dari hewan peliharaan, hasil panen, batu bara, pembakaran, kompor listrik. Sebuah
bukti menunjukkan bahwa polutan dari bahan biomas untuk memasak dan menjahit mempunyai faktor resiko yang sidnifikan
terhadap munculnya penyakit paru kronis (PPOK)
c. Faktor lain yang beresiko terhadap munculnya PPOK adalah genetik, abnormalitas dari paru, faktor penuaaan, hiperactivitas
dari bronkial, status sosial ekonomi.
C. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala pada PPOK adalah batuk kronis,sputum produktif, sesak napas, kadang disertai mengi (wheezing), dan
gejala non spesifik berupa lesu, lemas, penurunan berat bedan, serta anoreksia. Batuk kronis merupakan gejala pertama dari
PPOK dan sering diabaikan oleh pasien sebagai akibat dari merokok dan/atau paparan lingkungan. Pada awalnya, batuk muncul
sebentar-sebentar, tetapi selanjutnya dapat muncul setiap hari, kemudian menjadi sering sepanjang hari. Batuk kronis pada PPOK
dapat menjadi produktif atau tidak produktif. Pada beberapa kasus, hambatan aliran udara yang signifikan dapat berkembang
tanpa adanya batuk (GOLD,2019).

D. Patofisiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) terjadi karena adanya iflamasi pada saluran pernafasan, parenkim paru, dan system pembuluh
darah pulmonar.Inflamasi sering kali merupakan penyebab dari meningkatnya jumlah dan ukuran kelenjar mucus, sehingga terjadi
peningkatan sekresi kelenjar mucus, serta terganggunya motilitas cilia. Selain itu peningkatan terjadi akibat penebalan sel-sel otot
polos dan jaringan penghubung ( connectivetissue ) pada saluran napas. Inflamasi terjadi pada saluran napas sentral maupun
peripheral. Apabila terjadi inflamasi kronik maka akan menghasilkan kerusakan berulang yang akan menyebabkan luka dan
terbentukya fibrosis paru. Penurunan volume ekspirasi paksa ( FEV1 ) merupakan respon terhadap inflamasi yang terjadi pada
saluran napas sebagai hasil dari abnormalitas perpindahan gas kedalam darah dikarenakan terjadi kerusakan sel parenkim paru.

Kerusakan sel-sel parenkim paru mengakibatkan terganggunya proses pertukaran gas didalam paru-paru, yaitu pada alveoli
dan pembuluh kapiler paru-paru. Penyebaran kerusakan tersebut tergantung pada etiologic penyakit, dimana factor yang paling
umum karena asap rokok mengakibatkan emfisema sentrilobular yang mempengaruhi terutama pada bagian bronkiolus ( Williams
& bourdet, 2014 )

E. Klasifikasi
Menurut Klasifikasi GOLD tahun 2010 menyebutkan kriteria PPOK berdasarkan
klinisnya adalah sebagai berikut12:

Tabel 3. Derajat klinis PPOK

Derajat Klinis
PPOK Ringan -Dengan atau tanpa batuk
-Dengan atau tanpa produksi sputum
-Sesak napas derajat sesak 1 sampai
derajat sesak 2
PPOK Sedang -Dengan atau tanpa batuk
-Dengan atau tanpa produksi sputum
-Sesak napas derajat 3
PPOK Berat -Sesak napas derajat sesak 4 dan 5
-Eksaserbasi lebih sering terjadi
PPOK Sangat berat -Sesak napas derajat sesak 4 dan 5 dengan
gagal napas kronik
-Eksaserbasi lebih sering terjadi
-Disertai komplikasi kor pulmonale atau
gagal jantung kanan

F. Prognosis

Tingkat memburuknya PPOK berbeda-beda bergantung pada adanya factor yang memperkirakan hasil buruk termasuk :
gangguan parah disaluran napas, lemahnya kemampuan untuk berolahraga, napas pendek, berat badan berkurang atau bertambah
secara drastic, gagal jantung kongestif, kebiasaan merokok, dan gejala sakit mendadak yang sering terjadi. Hasil jangka Panjang
PPOK dapat diperkirakan dengan menggunakan indeks bode yang memberikan nilai mulai dari 0 hingga sepuluh bergantung pada
FEV1, indeks masa tubuh, jarak yang mampu dicapai dengan kaki selama enam menit, dan skala dispnea MRC yang dimodifikasi.
Berkurangnya berat badan secara signifikan merupakan tanda yang buruk. Hasil spirometry juga merupakan penanda yang baik
untuk perkiraan kemajuan selanjutnya dari penyakit ini meskipun tidak sebagus indeks bode ( Decrame M, Janssens W, Miravitlles
M, 2012 )

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) antara lain :
a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan
tanda vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,
untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.
c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
e. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
f. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis
dan asma.
g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya paling sering PaO2 menurun, dan
PaCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis,
alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema),
pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.
i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan
atau gangguan alergi.
l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian
gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi
bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program latihan.
H. Penatalaksanaan
Pada awalnya tujuan terapi PPOK yang utama adalah meredakan atau menghilangkan gejala penyakit. Saat ini tujuan terapi
PPOK yaitu termasuk juga memperbaiki fungsi paru, dan untuk mencegah terjadinya eksarserbasu. Kebanyakan dari obat-obatan
untuk PPOK adalah secara inhalasi. Standar terapi untuk PPOK termasuk didalamnya yaitu bronkodilator inhalasi, β-agonis atau
antimuskarinik ( antikokolinergik), dan ICS atau Inhaled Corticosteroid ( Kortikosteroid inhalasi ). Sedangkan untuk terapi secara
oral tidak umum digunakan untuk terapi PPOK, yaitu obat golongan methylxanthine ( misalnya teofilin), penghambat
phosphodiesterase-4 ( misalnya roflumilast ), dan kortikosteroid ( misalnya prednisone atau prednisolone ) ( Han & Lazarus, 2016 ).
Pengobatan PPOK dengan menggunakan obat yang diberikan secara inhalasi membutuhkan pengetahuan, kepahaman, dan
kemampuan untuk menggunakan alat inhalasi ( inhaler ). Beberapa alat yang digunakan misalnya metered-dose inhalers ( MDIs ),
dry powder inhaler i( DPIs ). Nebulizer, dan berbagai alat bantu tambahan lainnya. Hak ini perlu diperhatikan mengingat pasien
PPOK memungkinkan untuk memiliki penyakit penyakit penyerta lain ( termasuk keadaan fisik dan mental )yang dapat sangat
mempengaruhi kemampuan pasien dalam menggunakan alat-alat untuk terapi tersebut ( Williams & Bourdet, 2014).

Pilihan terapi yang diberikan untuk pasien PPOK harus bersasarkan pemeriksaan mengenai tingkat keparahan obstruksi
saluran napas, gejala, frekuensi dan beratnya eksaserbasi, dan hambatan fungsional lain pada pasien, termasuk juga mengenai
kemampuan finansial pasien. Pilihan terapi diputuskan tidak hanya berdasarkan tingkat keparahan obstruksi jalan napas, namun juga
berdasarkan pada pedoman dari Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease ( GOLD ) yaitu obstruksi saluran napas
( tingkat GOLD ), berdasarkan persentase FEV 1, gejala ( berdasarkan skala dyspnea dan mMRC atau dari CAT ) serta berdasarkan
resiko eksarserbasi. Dengan metode tersebut pasien akan dikategorikan ke dalam kelas A,B,C, dan D yang selanjutnya dapat
ditentukan terapi yang spesifik yang berdasarkan rekomendasi dari GOLD ( Han & Lazarus, 2016 ). Tabel II.3 menunjukkan
rekomendasi farmakoterapiuntuk PPOK berdasarkan klasifikasi GOLD 2013 yang dapat membantu menentukan manajeman yang
tepat untuk PPOK, dapat digunakan untuk farmakologi pasien secara individual berdasarkan keadaan fungsional spesifik paru-paru
pasien, frekuensi gejala dan tingkat keparahan, serta resiko eksaserbasi ( Williams & Bourdet, 2014 )

Tabel II.3 Manajemen Farmakologi PPOK ( Han & Lazarus, 2016 )

Kelompok pasien Rekomendasi Pilihan alternatif Terapi lain yang


pilihan pertama memungkinkan
A SAMA prn LAMA Teofilin
( Resiko rendah Atau Atau
Gejala Rendah ) SABA prn LABA
Atau
SABA dan SAMA

B LAMA LAMA SABA dan/atau


Atau dan SAMA Teofilin
LABA LABA
C ICS + LABA LAMA dan LABA SABA dan/atau
Atau atau LAMA dan SAMA Teofilin
LAMA PDE4 inh atau
LABA dan PDE4
inh
D ICS + LAMA ICS dan LABA Karbosistein
dan/atau LAMA dan LAMA atau SAMA Teofilin
ICS dan LABA
dan PDE4 inh atau
LAMA dan LABA
atau LAMA dan
PDE4 inh
Keterangan :

LABA : Long-Acting Beta 2 Agonis

LAMA : Long-Acting Muskarinik Antagonis

SAMA : Short-Acting Muskarinik Antagonis

SABA : Short-Acting Beta 2 Agonis

ICS : Inhaled Corticosteroid

PDE4 inh : Phosphodiesterase-4 inhibitor

a) Bronkodilator

Bronkodilator direkomendasikan untuk semua pasien PPOK. Golongan obat yang termasuk bronkodilator diantaranya β-
Agonis, antimuskarinik ( antikolinergik ), dan methylxantine. Berbeda dengan asma, kerusakan atau obstruksi saluran napas pada
PPOK bersifat irreversibel sedangkan pada asma bersifat reversibel ( Han & Lazarus, 2016 )

b) Kortikosteroid

Saat ini rekomendasi penggunaan kortikosteroid inhalasi atau ICS adalah untuk pasien PPOK dengan resiko eksaserbasi
yang tinggi ( kelompok C dan D ) yang tidak dikontrol dengan bronkodilator inhalasi. Penggunaan ICS diharapkan mampu
mencegah atau memperlambat penurunan FEV1 meredakan gejala, mengurangi perburukan eksaserbasi, dan memperbaiki kualitas
hidup ( Williams & Bourdet, 2014 )
c) Penghambat phosphodiesterase-4

Enzim fosfodiesterase utama yang dapat ditemukan pada sel otot polos saluran napas dan sel inflamasi, dimana enzim
tersebut bertanggung jawab untuk mendegradasi cAMP. Hambatan pada PDE4 akan menghasilkan efek relaksasi otot polos
saluran napas dan menurunkan aktivitas dari sel inflamasi serta mediator seperti TNF-α dan IL-8. Salah satu penghambat PDE4
yaitu roflumilast, yang diterima sejak februari 2011 untuk mengurangi resiko eksaserbasi pada pasien dengan PPOK yang berat.
Ketika digunakan sebagai monoterapi atau terapi tunggal ataupun digunakan sebagai tambahan dalam terapi dengan bronkodilator
inhalasi, obat ini dapat meningkatkan FEV1 walaupun tidak signifikan dan dapat menurunkan terjadinya eksaserbase sampai
sekitar 15%. Pasien PPOK kelas 3 tidak dianjurkan menggunakan roflumilast bersamaan dengan ICS ( William & Bourdet, 2014 )

d) Terapi Penggantian αl-antitripsin ( AAT )


Pada pasien yang mengalami defisiensi AAT berhubungan emfisema, terapi yang diberikan difokuskan untuk mengurangi factor
resiko seperti merokok, terapi simtomatik dengan bronkodilator, dan sebagai tambahan yaitu dengan penggantian AAT.
Berdasarkan hubungan anatara kosentrasi serum AAT dengan resiko perkembangan emfisema, penambahan AAT bertujuan untuk
menjaga kosentrasi serum tetap berada diatas threshold yang aman sepanjang interval dosis. Regimen dosis yang
direkomendasikan untuk AAT adalah 60 mg/kg yang diberikan secara intravena sebanyak 1 kali dalam seminggu dengan
kecepatan 0,08 ml/kg/menit, disesuaikan dengan toleransi pasien. Produk yang tersedia yaitu prolastin-C ( Talecris ), Aralas-NP
( bakster ), Zemaira ( CSL behring ), dan Glassia ( Kacamata ). Sedangkan efek samping yang pernah dilaporkan aladah sakit
kepala, pusing, nausea, dispnea dan demam ( William dan Bourdet, 2014 )

I. Komplikasi

a. Gagal jantung

Keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh. Terutama gagal jantung kanan
akibat penyakit paru, harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
b. Asidosis Respiratory

Adalah penyakit yang dapat timbul karena terjadi peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Biasanya timbul dengan gejala nyeri kepala/
pusing, lesu, dan leleh.

c. Hipoxemia

Merupakan penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi oksigen <85%. Pada awalnya pasien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.

d. Cardiac Disritmia

Adalah penyakit yang timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

e. Infeksi pernapasan

Infeksi ini terjadi karena peningkatan produksi mukus yang berlebih, peningkatan rangsangan otot yang polos bronkial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan beban kerja otot pernapasan sehingga timbul dyspnea (Kusumawati. 2013)
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. 1. Pengkajian

a. Identitasklien
Nama : Tidak terkaji
Usia :Tidak terkaji
Jeniskelamin :Tidak terkaji
Agama :Tidak terkaji
Alamat :Tidak terkaji
Pendidikan :Tidak terkaji
Pekerjaan :Tidak terkaji
SukuBangsa :Tidak terkaji
Tanggalmasuk :Tidak terkaji
TanggalKeluar :Tidak terkaji
No. Registrasi :Tidak terkaji
DiagnosaMedis : PenyakitParuObstruktifKronik
b. IdentitasPenganggung Jawab
Nama :Tidak terkaji
Umur :Tidak terkaji
HubungandenganPasien:Tidak terkaji
Pekerjaan :Tidak terkaji
Alamat :Tidak terkaji
c. Keluhan Utama : Tidak terkaji
d. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat kesehatansekarang
2) Riwayat kesehatanterdahulu
3) Riwayat kesehatankeluarga
e. Pola Kebutuhan Dasar
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : tidakterkaji
2) Pola NutrisiMetabolik
Sebelumsakit : Tidak terkaji
Sesudahsakit : Tidak terkaji

f. Pola Eliminasi
BAB
Sebelumsakit : tidakterkaji
Sesudahsakit : tidakterkaji
BAK
Sebelumsakit :tidakterkaji
Sesudahsakit :tidakterkaji
g. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelumsakit :tidakterkaji
Sesudahsakit : tidakterkaji
h. PemeriksaanFisik
1) KeadaanUmum : Sedang
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tanda Tanda Vital
Suhu badan :Tidak terkaji
Nadi :Tidak terkaji
RR :Tidak terkaji
TD :Tidak terkaji
4) KeadaanFisik
a) Kepala : Bentukkepalamesocepal, tidakadanyeritekan
b) Leher : Tidakadapembesarankelenjartyroid
c) Dada
i. PemeriksaanParu :tidakterkaji

Inspeksi :Tidak terkaji

Palpasi :Tidak terkaji

Perkusi :Tidak terkaji

Auskultasi :Tidak terkaji

ii. PemeriksaanJantung :Tidak terkaji

Inspeksi :Tidak terkaji

Palpasi :Tidak terkaji

Perkusi :Tidak terkaji

Auskultasi :Tidak terkaji

d) Abdomen :Tidak terkaji


Inspeksi :Tidak terkaji
Palpasi :Tidak terkaji
Perkusi :Tidak terkaji
Auskultasi :Tidak terkaji
e) Integument : Tampakbersih dan elastic
f) Genetalia : Tidakadagangguan
g) Ekstremitas : Terpasanginfus pada ekstremitasatas dan reflek normal pada ekstremitasbawah
h) Pola Persepsi dan KonsepDiri:
i) Pola Tidur dan istirahat
SebelumSakit :Tidak terkaji
Sesudahsakit :Tidak terkaji
Problem : DS/DO Etiologi Symthom
Gejala Tanda Mayor Inflamasi Gangguan Pertukaran Gas
Data Subjektif
1. Dyspnea
Data Objektif Kerusakan Jaringan Paru
1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
Lisis dinding alveoli
3. Takikardia
4. pH arteri
meningkat/menurun Kerusakan jaringan alveoli
5. bunyi napas tambahan

Gejala Tanda Minor Udara terperangkap didalam


paru
Data Subjektif
1. pusing
2. penglihatan kabur O2 ↓, CO2↑
Data Objektif
1. sianosis
2. diaphoresis Dispnea
3. gelisah
4. napas cuping hidung
Gangguan pertukran gas
5. pola napas abnormal PATHWAY
(cepat/lambat,
Bronkus kronis, enfisema, Asap
asma Rokok
regular/ireguler)
6. warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan PPOK
7. kesadaran menurun

Inflamasi

Gejala Tanda Mayor


Kerusakan
Data Subjektif Lisis dinding alveoli
Inflamasi Jaringan Paru
Hipersekresi Mukus
1. (tidak tersedia) Bersihan Jalan Napas Tidak
Data Objektif Efektif
1. batuk tidak efektif Kerusakan Jaringan
Hipersekresi Mukus Alveoli
2. tidak mampu batuk
3. sputum berlebih
4. mengi, wheezing dan/atau Peningkatan sputum
Peningkatan sputum
berlebihan
Udara terperangkap Ketidakseimbangan
didalam paru Oksigen Sekret tidak bisa
keluar

O2 ↓, CO2↑ Peningkatan Batuk


frekuensi napas

Dispnea Dx bersihan jalan


Beban kerja paru napas tidak efektif
meningkat
Dx gangguan
pertukaran gas
Kelelahan otot
pernapasan

Intervensi dan Rasional Dx Intoleransi


Aktivitas
No DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI RASIONAL
ker1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) 1. Pertukaran Gas 1. Pemantauan Respirasi 1. Pemantauan Respirasi
(I.01014) (I.01014)
Kategori: Fisiologis (L.01003)
Observasi: Observasi:
Subkategori: Respirasi Setelah dilakukan iii. Monitor frekuensi, - Mengetahui tingkat
irama, kedalaman dan gangguan yang terjadi
Definisi
tindakan keperawatan upaya napas dan membantu dalam
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau - Monitor pola napas menentukan intervensi
selama 3x24 jam - Monitor kemampuan yang akan diberikan
eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-
batuk efektif - Untuk mengetahui
kapiler
maka pertukaran gas - Monitor adanya produksi perkembangan status
pada pasien dapat sputum kesehatan pasien
Penyebab
- Monitor adanya - Untuk mengetahui
1. ketidakseimbangan ventilasi perfusi meningkat, dengan sumbatan jalan napas kesimetrisan ekspansi
- Palpasi kesimetrisan paru
2. perubahan membrane alveolus-kapiler Kriteria hasil: ekspansi paru - Untuk mempertahankan
Gejala dan Tanda Mayor - Auskultasi bunyi napas pola napas kembali
- Monitor saturasi oksigen efektif
Subjektif 1. Dispnea Menurun - Monitor nilai AGD - Untuk memaksimalkan
1. Dyspnea - Monitor hasil x-ray saturasi oksigen pasien
(5) Terapeutik Terapeutik
Objektif
- Atur intervensi - Untuk mengetahui
1. PCO2 meningkat/menurun 2. Bunyi napas pemantauan respirasi perkembangan
2. PO2 menurun tambahan sesuai kondisi pasien pernapasan pasien
3. Takikardia - Dokumentasikan hasil - Untuk mendapapatkan
menurun (5) pemantauan informasi dan keterangan
4. pH arteri meningkat/menurun Edukasi hasil pemantauan pasien
5. bunyi napas tambahan - Jelaskan tujuan dan Edukasi
prosedur pemantauan - Agar pasien dapat
- Informasikan hasil mengetahui
Gejala dan Tanda Minor pemantauan, jika perlu perkembangan
Subjektif - Dokumentasikan hasil kesehatannya
pemantauan
1. pusing
2. penglihatan kabur
Objektif
1. sianosis
2. diaphoresis
3. gelisah
4. napas cuping hidung
5. pola napas abnormal (cepat/lambat,
regular/ireguler)
6. warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan
7. kesadaran menurun

2. Bersihan jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) 2. Bersihan Jalan Napas 2. Manajemen Jalan Napas 2. Manajemen Jalan Napas
Kategori: Fisiologi (L.01001) (1.01011) (1.01011)
Subkategori: Respirasi Setelah dilakukan Observasi Observasi
- monitor pola napas - untuk mengetahui
Definisi
tindakan keperawatan (frekuensi, kedalaman, permasalahan jalan napas
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi usaha napas) yang dialami dan
selama 3x24 jam - monitor bunyi napas menjaga keefektifan pola
jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap
tambahan (mis. napas pasien
paten
maka bersihan jalan Gurgling, mengi, Terapeutik
napas pada pasien wheezing, ronkhi kering) - untuk membantu
Penyebab
- monitor sputum (jumlah, mengurangi sesak nafas
Fisiologis dapat meningkat, warna, aroma) serta membantu
Terapeutik pengembangan paru
1. spasme jalan napas dengan Kriteria hasil: - pertahankan kepatenan mengurangi tekanan dari
2. hipersekresi jalan napas jalan napas dengan head- abdomen pada diafragma
1. Produksi sputum tilt dan chin-lift (jaw- - untuk memperlancar
3. disfungsi neuromuskuler
thrust jika curiga trauma pernapasan pasien
4. benda asing dalam jalan napas
Menurun (5) servikal) Edukasi
2. Mengi menurun - posisikan semi-flower - untuk mencegah
5. adanya jalan napas buatan
atau flower kurangnya asupan cairan
6. sekresi yang tertelan (5) - berikan minum hangat pasien
- lakukan fisioterapi dada, - untuk mencegah dan
7. hyperplasia dinding jalan napas 3. Wheezing jika perlu mengurangi adanya
8. proses infeksi - lakukan penghisapan dahak pada pasien
menurun (5) lender kurang dari 15
9. respon alergi
detik Kolaborasi
10. efek agen farmakologis (mis. Anastesi) - lakukan hiperoksigenasi - untuk membuat kapasitas
sebelum penghisapan serapan oksigen paru-
Situasional
endotrakeal paru meningkat serta
1. merokok aktif - keluarkan sumbatan membuat proses sekresi
benda padat dengan batuk lender di saluran
2. merokok pasif
forsep McGill pernapasan lebih mudah
3. terpapar polutan - berikan oksigen, jika dilakukan
perlu
Gejala dan Tanda Mayor Edukasi
Subjektif - anjurkan asupan cairan
1. (tidak tersedia) 200 ml/hari, jika perlu
- ajarkan teknik batuk
Objektif efektif
1. batuk tidak efektif Kolaborasi
2. tidak mampu batuk - kolaborasi pemberian
bronkodilator,
3. sputum berlebih ekspektoran, mukolitik,
4. mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering jika perlu
5. meconium di jalan napas (pada neonates)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. dyspnea
2. sulit bicara
3. ortopnea
Objektif
1. gelisah
2. sianosis
3. bunyi napas menurun
4. frekuensi napas berubah
5. pola napas berubah

3. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas 3. Terapi Aktivitas 3. Terapi Aktivitas


(1.051586) (1.051586)
Kategori: Fisiologi (L05047
Observasi Observasi
Subkategori: Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan tindakan - identifikasi deficit - pasien mengetahui
tingkat aktivitas aktivitas yang
Definisi keperawatan selama 3x24
- identifiksi kemampuan menyebabkan kelelahan
Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas jam maka bersihan jalan berpartisipasi dalam - untuk membantu pasien
aktivitas tertentu agar memiliki rasa ingin
sehari-hari napas pada pasien dapat
- identivikasi sember daya melakukan aktivitas
Penyebab meningkat, dengan Kriteria untuk aktivitas yang di trtentu
inginkan - membantu pasien
1. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan hasil:
- identifikasi strategi menemukan
oksigen - Kemudahan melakukan meningkatkan partisipasi mendapatkan
dalam aktivitas sumberdaya untuk
2. tirah baring aktivitas sehari-sehari
- identifikasi makna aktivitasnya
3. kelemahan meningkat (5) aktivitas rutin (mis. - membantu pasien agar
Bekerja) dan waktu bisa mengatur kapan
4. imobilitas - Kecepatan berjalan luang waktu beraktivitas dan
- monitor respons istrahatnya
5. gaya hidup monoton cukup meningkat (4)
emosional, fisik, social, - agar pasien dapat
Gejala dan Tanda Mayor - Dispnea saat aktivitas dan spiritual terhadap mengontrol respons
aktivitas terhadap aktivitasnya
Subjektif menurun (1)
Terapeutik Terapeutik
1. mengeluh lelah - fasilitasi focus pada - agar paseien dapat
Objektif kemampuan, bukan memilih aktivitas yang
deficit yang dialami tepat
1. frekuensi jantung meningkat <20% dari - sepakati komitmen untuk Edukasi
kondisi istirahat meningkatkan frekuensi - membantu pasien
dan rentan aktivitas memahami aktivitas
- fasilitasi memilih yang dilakukan
Gejala dan Tanda Minor aktivitas dan tetapkan - agar pasien tepat dalam
Subjektif tujuan aktivitas yang memilih aktivitas yang
konsisten sesuai sesuai
1. dyspnea saat/setelah aktivitas kemampuan fisik, - memberikan
2. merasa tidak nyaman setelah beraktivitas psikologi, dan social pemehaman kepada
3. merasa lemah - koordinasikan pemilihan keluarga pasien dalam
aktivitas sesuai usia menyesuaikan
Objektif - fasilitasi makna aktivitas aktivitasnya
1. tekanan darah berubah <20% dari kondisi yang dipilih Kolaborasi
istirahat - fasilitasi transportasi - membantu pasien
untuk menghadiri mendapatkan layanan
2. gambaran EKG menunjukan aritmia aktivitas, jika sesuai kesehatan dengan
saat/setelah aktivitas - fasilitasi pasien dan menggunakan
keluarga dalam aktivitasnya
3. gambaran EKG menunjukan Iskemia menyesuaikan
4. sianosis lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
- fasilitasiaktivitas rutin
(mis. Ambulasi
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau
gerak
- fasilitasi aktivitas
motoric kasar untuk
pasien hiperaktif
- tingkatkan aktivitas fisik
untuk emmelihara berat
badan, jika sesuai
fasilitasi aktivitas
motoric untuk
merelaksasi otot
- fasilitasi aktivitas
dengankomponen
memori implisit dan
emosional (mis.
Kegiatan keagamaan
khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
- libatkan dalam
permainan kelompok
yang tidak kompetitif,
terstruktur dan aktif
- tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi
dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan
(mis. Vocal grup, bola
voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas
sederhana, permainan
sederhana,tugas rutin,
tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-
teki dan kartu)
- libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
- fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan penguatan
diri
- fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
- jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
- berikan penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
- jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika
perlu
- ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
- anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
- anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
- anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
- kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
Implementasi

Hari/Tanggal No Diagnosa Implementasi keperawatan Evaluasi proses Ttd


. Pemantauan Respirasi S=
(I.01014)
Observasi:
.memonitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
. Memonitor pola napas
Memonitor kemampuan batuk
efektif
Memonitor adanya produksi
sputum
Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
mempalpasi kesimetrisan
ekspansi paru
mengauskultasi bunyi napas
Memonitor saturasi oksigen
Memonitor nilai AGD
Memonitor hasil x-ray
Terapeutik
- Mengatur intervensi
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- mengdokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. mengokumentasikan hasil
pemantauan
Manajemen Jalan Napas
(1.01011)
Observasi
- memonitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
- memonitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
- memonitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
- mempertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
- memposisikan semi-flower
atau flower
- memberikan minum hangat
- melakukan fisioterapi dada,
jika perlu
- melakukan penghisapan
lender kurang dari 15 detik
- melakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- mengeluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
McGill
- meberikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
- menganjurkan asupan
cairan 200 ml/hari, jika
perlu
- mengajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
- mengkolaboraskani
pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika
perlu

Terapi Aktivitas (1.051586)


Observasi
- mengidentifikasi deficit
tingkat aktivitas
- mengidentifiksi
kemampuan berpartisipasi
dalam aktivitas tertentu
- mengidentivikasi sember
daya umntuk aktivitas yang
di inginkan
- mengidentifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
- mengidentifikasi makna
aktivitas rutin (mis.
Bekerja) dan waktu luang
- memonitor respons
emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
- memfasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
- menyepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentan
aktivitas
- memfasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologi, dan social
- mengkoordinasikan
pemilihan aktivitas sesuai
usia
- memfasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
- memfasilitasi transportasi
untuk menghadiri aktivitas,
jika sesuai
- memfasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
- memfasilitasiaktivitas rutin
(mis. Ambulasi mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- memfasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
- memfasilitasi aktivitas
motoric kasar untuk pasien
hiperaktif
- meningkatkan aktivitas
fisik untuk emmelihara
berat badan, jika sesuai
- memfasilitasi aktivitas
motoric untuk merelaksasi
oto
- memfasilitasi aktivitas
dengankomponen memori
implisit dan emosional
(mis. Kegiatan keagamaan
khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
- melibatkan dalam
permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur
dan aktif
- meningkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan
(mis. Vocal grup, bola voli,
tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permainan sederhana,tugas
rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-
teki dan kartu)
- melibatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
- memfasilitasi
mengembangkan motivasi
dan penguatan diri
- memfasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
- menjadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-hari
- memberikan penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
- menjelaskan metode
aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
- mengajarkan cara
melakukan aktivitas yang
dipilih
- menganjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
- menganjurkan terlibat
dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
- menganjurkan keluarga
untuk memberi penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
- mengkolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Decramer M, Janssens W, Miravitless M.2012. Chronic Obstructive Pulmonary Diease


Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman UntukPerencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku Kedokteran
GOLD. Pocket guide to COPD diagnosis, management, and prevention. USA: GOLD;2019.
Han, M.K, Lazarus, S.C. 2016. COPD: Clinical Diagnosa and Managemen. In :
Broaddys, V.C., et al. ( Eds ). Textbook of Respiratory Medicine. Ed, 6th, Canada :
Elsevier Inc.
Porter, S. (Ed.). 2013. Tidy’s Physiotheraphy (15nd ed). China: Churchill Livingstone
Elsevier.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: DefinisidanIndikatorDiagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). StandarIntervensiKeperawatan Indonesia: DefinisidanTindakanKeperawatan,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Risala Kusumawati. 2013.Penatalaksanaan fisioterapi pada penyakit paru obstruksi kronik


(ppok) eksaserbasi akut yogyakarta. Surakrta,

Russell, R. E., Ford, P,A., Barnes, P.j.,& Russell, S. (2013). Managing COPD. London:
Springer Healthcare Ltd.

Sri Rezeki Arbaningsih.2020. Hubungan Pemakaian Bronkodilator Inhalasi terhadap


Frekuensi Kekambuhan (Eksaserbasi) pada Penderita PPOK Usia Lansia. Jurnal
Pandu Husada 1 (2)

Williams, Dennis M, Bourdet, Sharya V. 2014. Chonic Obstructive Pulmonary Disease. In :


DiPiro, J, et al, ( Eds ). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh
edition. New York : Me Graw-Hill.pp 528-550

Anda mungkin juga menyukai